Oleh :
Offering G / Kelompok 5
1. Ferni Lia Agustina (150342601904)
2. Maghfiroh Gesty M (150342600207)
3. Muhammad Nurhasan (150342605661)
4. Nur Qomariyah. (150342600324)
5. Raudhatur Fatiha (150342600342)
6. Stefanus Nahas (120342410319)
7. Tita Putri Milasari (150342601163)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Oktober 2016
Katak
Dibuka perikardium dan dihitung denyut jantung per menit dan diulangi secara 2 kali
Dipisahkan jantung dari tubuh dan diletakkan dalam cawan petri yang berisi larutan
ringer
Dipisahkan sinus venosus dari jantung dan di rendam dengan menggunakan larutan ringer
Diamati dan dihitung denyut jantungnya per menit. Bila tidak berdenyut, pelan-pelan
sentuh dengan batang gelas
Didapati jantung tanpa sinus venosus dan direndam dengan larutan ringer
Dipisahkan antara atrium dan ventrikel dan direndam dengan larutan ringer
Hasil
Katak
Dirusak otaknya dengan metode single pitch
Dibuka rongga dan perikardium sehingga jantung terlihat jelas dan dihitung denyut
jantung per menit di ulangi sebanyak 2 kali
Dipisahkan jantung dari tubuh dan diletakkan dalam cawan petri yang berisi larutan ringer
Dipisahkan jantung dari tubuh dan diletakkan di atas cawan petri yang berisi larutan
ringer 5 C
Diamati dan dihitung denyut jantung per menit dan diulangi 2 kali
Diamati dan dihitung denyut jantung per menit dan diulangi 2 kali
Diamati dan dihitung denyut jantung per menit dan diulangi 2 kali
Diamati dan dihitung denyut jantung per menit dan diulangi 2 kali
Diamati dan dihitung denyut jantung per menit dan diulangi 2 kali
Hasil
Katak
Dibuka rongga dan perikardium sehingga jantung terlihat jelas dan dihitung denyut
jantung per menit dan diulangi 2 kali
Dipisahkan jantung dari tubuh dan diletakkan dalam cawan petri yang berisi larutan
ringer
Diamati dan dihitung denyut jantung per menit dan diulangi 2 kali
Diamati dan diihitung denyut jantung per menit dan diulangi 2 kali
Diamati dan dihitung denyut jantung per menit dan diulangi 2 kali
Diamati dan dihitung denyut jantung per menit dan diulangi 2 kali
Diamati dan dihitung denyut jantung per menit dan diulangi 2 kali
Diamati dan dihitung denyut jantung per menit dan diulangi 2 kali
Hasil
E. Data Pengamatan
DENYUT
JANTUNG / MENIT RATA-
PEMBEDA
Ulangan Ulangan RATA
1 2
Jantung di dalam Tubuh 51 50 51
Sifat Jantung di luar Tubuh 45 50 57
Otomatis Sinus Venosus 4 5 5
Jantung tanpa Sinus
dan Ritmis 25 30 28
Venosus
Jantung Atrium 60 64 62
Ventrikel 37 24 31
Jantung di dalam Tubuh 60 58 59
Jantung di luar Tubuh 56 55 56
Larutan Ringer 5 C 37 39 38
Pengaruh Normal (di rendam
45 47 46
Larutan Ringer)
Faktor Fisik
Larutan Ringer 40 C 53 60 56
dan Kimia Normal (di rendam
64 61 63
terhadap Larutan Ringer)
Asetilkolin 9 7 8
Aktivitas
Normal (di rendam
Jantung 20 10 15
Larutan Ringer)
Adrenalin 28 26 27
Normal (di rendam
14 12 13
Larutan Ringer)
Pengaruh Jantung di dalam Tubuh 51 53 52
Ion Jantung di luar Tubuh 49 48 49
CaCl2 1 % 43 42 43
terhadap
Normal (di rendam
Aktivitas 36 38 37
Larutan Ringer)
Jantung NaCl 0,7 % 25 27 26
Normal (di rendam
21 20 21
Larutan Ringer)
KCl 0,9 % 29 30 29
Normal (di rendam 28 27 28
Larutan Ringer)
F. Analisis Data
Pada praktikum kontraksi otot jantung kali ini kami menggunakan Rana sp.
sebagai hewan sampel. Yang pertama adalah pengamatan Sifat Otomatis dan Ritmis
Jantung, untuk mengamati sifat otomatis dan ritmis jantung pada Rana sp., dilakukan
perhitungan jumlah denyut jantung selama satu menit dengan perlakuan jantung didalam
tubuh, jantung diluar tubuh, sinus venosus, jantung tanpa sinus venosus, atrium serta
ventrikel. Perhitungan denyut jantung permenitnya ini dilakukan dengan dua ulangan,
agar data yang didapatkan pada praktikum ini valid. Untuk jantung yang masih berada
didalam tubuh Rana sp. jumlah denyutnya permenit pada ulangan pertama adalah 51 kali
sedangkan pada ulangan kedua adalah 50 kali, sehingga rata ratanya didapatkan 51 kali
permenit. Jantung selanjutnya dipotong dan dikeluarkan dari tubuh Rana sp., ketika
dihitung jumlah denyutnya permenit pada ulangan pertama adalah 45 kali, pada ulangan
kedua adalah 50 kali, jadi rata rata denyut jantung diluar tubuh adalah 51 kali per menit.
Kemudian bagian sinus venosus dipisahkan dari jantung, ada ulangan pertama sinus
venosus dapat berdenyut 4 kali permenit, sedangkan pada ulangan kedua adalah 5 kali
permenit, sehingga didapatkan rata ratanya adalah 5 kali permenit. Jantung yang tanpa
sinus venosus pada ulangan pertama dapat berdenyut sebanyak 25 kali per menit,
sedangkan pada ulangan kedua sebanyak 30 kali permenit, sehingga didapatkan rata
ratanya adalah 28 kali permenit. Bagian atrium dari jantung Rana sp. dapat berdenyut
sebanyak 60 kali permenit pada ulangan pertama, sedangkan pada ulangan keduanya
sebanyak 64 kali, jadi rata rata denyut atriumnya adalah 62 kali. Sedangkan untuk bagian
ventrikel, pada ulangan pertamanya dapat berdenyut sebanyak 37 kali permenit, dan pada
ulangan keduanya dapat berdenyut sebanyak 24 kali permenit, sehingga didapatkan rata
rata denyut ventrikel Rana sp. adalah 31 kali permenit.
Pengamatan yang kedua adalah pengamatan pengaruh faktor fisik dan kimia
terhadap aktivitas jantung. Pada pengamatan kedua ini diberikan perlakuan zat kimia pada
jantung, dilakukan dengan cara merendaman jantung dengan berbagai macam zat kimia
dan diamati denyutnya setiap menit. Untuk jantung yang berada didalam tubuh Rana sp.
jumlah denyutnya pada ulangan pertama adalah 60 kali permenit, sedangkan pada
ulangan kedua 58 kali permenit, sehingga didapatkan rata ratanya adalah 58 kali
permenit. Jantung selanjutnya dipotong dan dikeluarkan dari tubuh Rana sp., ketika
dihitung denyutnya, pada ulangan pertama sebanyak 56 kali permenit, sedangkan pada
ulangan kedua sebanyak 55 kali permenit, sehingga rata ratanya adalah 56 kali permenit.
Jantung kemudian direndam dengan larutan ringer dengan suhu 10 oC, jumlah denyut
jantung pada ulangan pertama adalah 37 kali permenit, sedangkan pada ulangan kedua
adalah 39 kali permenit, sehingga didapatkan rata ratanya adalah 38 kali permenit.
Jantung selanjutnya direndam dengan larutan ringer (normal) kembali, jumlah denyutnya
pada ulangan pertama adalah 45 kali permenit, dan pada ulangan kedua adalah sebanyak
47 kali permenit, sehingga didapatkan rata ratanya adalah 46 kali permenit. Ketika
jantung dimasukkan kedalam larutan ringer dengan suhu 40 oC, jantung Rana sp. dapat
berdenyut sebanyak 53 kali permenit pada ulangan pertamanya, sedangkan pada ulanagan
keduanya adalah 60 kali permenit, jadi rata ratanya adalah 56 kali permenit. Kemudian
jantung dimasukkan kedalam ringer (normal) kembali, ketika dihitung jumlah denyutnya
saat ulangan pertama adalah 64 kali permenit, sedangkan pada ulangan keduanya adalah
sebanyak 61 kali permenit, sehingga didapatkan rata ratanya sebanyak 63 kali permenit.
Perlakuan selanjutnya adalah jantung dimasukkan kedalam larutan asetilkolin, jumlah
denyutnya pada ulangan pertama adalah 9 kali permenit, sedangkan pada ulangan kedua
adalah 7 kali permenit, jadi rata rata denyut jantung yang diberi perlakuan asetilkolin
adalah 8 kali permenit. Saat jantung dimasukkan kedalam larutan ringer (normal)
denyutnya adalah sebanyak 20 kali permenit pada ulangan pertama, sedangkan pada
ulangan kedua 10 kali permenit, sehingga didapatkan rata rata sebanyak 15 kali permenit.
Saat jantung Rana sp. diberi perlakuan dengan direndam larutan adrenalin jantung dapat
berdenyut sebanyak 28 kali permenit pada ulangan pertama dan pada ulangan kedua dapat
berdenyut sebanyak 26 kali permenit, jadi rata rata jumlah denyut jantung saat direndam
dengan larutan adrenalin adalah 27 kali permenit. Saat jantung Rana sp. direndam
kembali kedalam larutan ringer jumlah denyutnya permenit pada ulangan pertama adalah
sebanyak 14 kali, sedangkan pada ulangan kedua adalah 12 kali, sehingga didapatkan rata
ratanya sebanyak 13 kali permenit.
G. Pembahasan
Jantung terdiri dari tiga tipe otot, yaitu : otot atrial, otot ventricular, dan
specializedexcitatory and conductive. Otot atrial dan ventricular mempunyai kesamaan
kontraksi seperti otot rangka, tapi ada perbedaan pada durasi kontraksinya. Sedangkan
otot specialized excitatoryand conductive hanya berkontraksi sedikit karena memiliki
sedikit contractile fibrils, namun tipe otot ini menampilkan automatic rhythmical
electrical discharge dalam bentuk potensial aksi.
Otot jantung memiliki intercalated discs, yang merupakan membran sel guna
memisahkan suatu sel dengan sel jantung yang lainnya. Beberapa membran sel
intercalated discs berdifusi dengan yang lain membentuk permeable communicating
junctions (gap junction). Difusi ini membuat ion dapat berpindah secara bebas dan
potensial aksi juga lancer. Otot jantung merupakan syncytium atau kesatuan fungsional,
sehingga jika suatu sel otot tereksitasi maka selotot jantung yang lain juga ikut tereksitasi.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, pengamatan pertama yaitu Sifat
Otomatis dan Ritmis Jantung, jantung yang masih berada didalam tubuh Rana
sp. Jumlah denyutnya didapatkan 51 kali permenit. Denyut jantung masih normal dalam
kisaran 50-100/menit. Selanjutnya jantung dipotong dan dikeluarkan dari tubuh Rana sp.,
ketika dihitung jumlah denyutnya permenit didapatkan rata-rata sebanyak 51 kali per
menit. Hal ini menunjukkan jantung katak yang telah dilepas pada tubuh katak masih bisa
berkontraksi. Jantung masih dapat berdetak karena pada jantung mamalia maupun katak
memiliki sifat automasi berupa serabut purkinje dan serabut his yang didukung dengan
adanya centrum automasi yang menyebabkan jantung ini masih dapat melakukan
fungsinya tanpa dipengaruhi saraf atau dikeluarkan dari tubuh (Halwatiah,2009).
Jaringan khusus pemicu yang terdapat di jantung tadi mampu mencetuskan
potensial aksi berulang-ulang. Jaringan tersebut membentuk sistem hantaran yang dalam
keadaan normal menyebarkan impuls ke seluruh jantung. Denyut jantung berasal dari
sistem penghantar jantung yang khusus dan menyebar melalui sistem ini kesemua bagian
miokardium. Struktur yang membentuk sistem penghantar adalah nodus SA, lintasan
antar simpul di atrium, nodus AV, berkas His dan cabang-cabangnya dan sistem Purkinje.
Kontraksi jantung tidak semata-mata tergantung dari impuls yang di hantarkan oleh
syaraf. Jantung mempunyai kemampuan untuk self excitation sehingga dapat berkontraksi
secara otomatis walaupun telah di lepas dari tubuh dan semua syaraf menuju jantung telah
di potong (Supripto, 1998).
Kemudian bagian sinus venosus dipisahkan dari jantung didapatkan rata
ratanya adalah 5 kali permenit. Jantung yang tanpa sinus venosus didapatkan rata
ratanya adalah 28 kali permenit. Bagian atrium dari jantung Rana sp. didapatkan rata rata
denyut atriumnya adalah 62 kali. Sedangkan untuk bagian ventrikel, didapatkan rata rata
denyut ventrikel Rana sp. Adalah 31 kali permenit. Seperti yang sudah disebutkan dalam
pembahasan sebelumnya, hal ini sesuai dengan teori karena jantung memliki centrum
automasi pada katak yang menyebabkan jantungtetap berdenyut meskipun sudah
dipotong-potong, setiap potongan jaringan jantung masih berdenyut. Hal ini disebakan
oleh adanya jaringan khusus pemicu di jantung yang mampu mencetuskan potensial aksi
berulang-ulang (Supripto, 1998).
Berdasarkan data yang telah didapatkan, ketika jantung tersebut dipotong
menjadi berbagai bagian tetap berdenyut, namun frekuensi denyutan paling tinggi
terdapat di atrium dengan rata-rata 62 kali/menit. Hal ini dikarenakan pada arteri terdapat
pusat denyut jantung sendiri. Pusat utama denyut jantung ini disebut Simpul Atrial Nodus
(SA Node), yang terletak diatrium kiri Jantung. Pusat denyut jantung ini akan
mengeluarkan impuls atau denyut kemudian denyut ini mengeluarkan arus listrik yang
selanjutnya arus listrik ini diteruskan kesetiap sel otot jantung sehingga jantung dapat
berdenyut secara otomatis secara terus menerus (Isnaeni, 2006).
Selanjutnya adalah pengamatan pengaruh faktor fisik dan kimia terhadap
aktivitas jantung digunakan hewan katak yang berbeda dari pengamatan sebelumnya.
Pada pengamatan kedua ini diberikan perlakuan zat kimia pada jantung, dilakukan
dengan cara merendam jantung dengan berbagai macam zat kimia dan diamati denyutnya
setiap menit. Untuk jantung yang masih normal didapatkan rata-rata 58 kali permenit.
Jantung selanjutnya dipotong dan dikeluarkan dari tubuh Rana sp., rata ratanya adalah
56 kali permenit hal ini masih dalam kisaran normal 50-100/menit. Jantung kemudian
direndam dengan larutan ringer dengan suhu 10oC, didapatkan rata-ratanya adalah 38
kali permenit. Hal ini menunjukkan adanya perlambatan denyut jantung, menunjukan
bahwa jantung bersifat termolabil dimana Jantung dapat berubah denyutnya karena
pengaruh suhu lingkungan. Sebagai contoh kita berpindah dari daerah suhu panas ke
daerah bersuhu dingin, maka denyut jantung menurun (Sloane, 2005).
Jantung selanjutnya direndam dengan larutan ringer (normal) kembali, untuk
menetralkan kembali untuk perakuan selanjutnya. Selain alasan tersebut larutan ringer
(suhu normal) berfungsi untuk mempercepat denyut jantung karena larutan ringer laktat
bersifat hipertonis, sehingga konsentrasi cairan di dalam sel-sel otot jantung meningkat
yang menyebabkan otot jantung akan lebih cepat berkontraksi dari frekuensi denyut
jantung kembali normal, dengan hasil pengamatan rata-rata 46 kali/menit. Kemudian
jantung dimasukkan kedalam larutan ringer dengan suhu 40oC, jantung dapat berdenyut
dengan rata ratanya adalah 56 kali permenit. Hal ini menunjukkan kontraksi otot jantung
meningkat. Meningkatnya kontraksi otot jantung ini disebabkan oleh permeabilitas
membran sel otot jantung terhadap ion meningkat sehingga ionyang keluar masuk
meningkat, terjadilah depolarisasi. Saat potensial membran mencapai nilai ambang maka
terjadilah potensial aksi yang dikonduksian dari SA node menuju ke AV node, laluke
berkas His, kemudian ke saraf purkinje dan akhirnya seluruh otot ventrikel berkontraksi
cepat. Kemudian jantung dimasukkan kedalam ringer (normal) kembali, dan didapatkan
dneyut normal kembali dengan rata-rata 63 kali permenit (Supripto, 1998).
Selanjutnya adalah jantung dimasukkan kedalam larutan asetilkolin, jumlah
rata-rata denyutnya adalah 8 kali permenit. Hal ini menunjukkan turunnya denyut jantung
secara drastis, larutan asetilkolin berperan sebagai neurotransmitter yang dilepaskan oleh
saraf- saraf parasimpatis dan juga saraf- saraf pregang lionik. Penurunan yang terjadi
karena asetilkolin meningkatkan permeabilitas membran sel terhadap ion K sehingga
menyebabkan hiperpolarisasi, yaitu meningkatnya permeabilitas negativitas dalamsel
otot jantung yang membuat jaringan kurang peka terhadap rangsang. Di dalam AV node,
hiperpolarisasi menyebabkan penghambatan junctional yang berukuran kecil untuk
merangsang AV node sehingga terjadi perlambatan kontraksi impuls yang akhirnya
menyebabkan terjadinya penurunan kontraksi. Asetikolin berfungsi sebagai
neurotransmitter (Barret,2010). Asetilkolin adalah satu dari berbagai neurotransmiter
pada sistem saraf otomatis, dan satu-satunya neurotransmiter padasistem saraf sadar. Saat
jantung dimasukkan kedalam laruta ringer (normal) kembali, didapatkan rata rata
sebanyak 15 kali permenit. Sedikitnya denyut jantung ini, bukan karena pengaruh larutan
ringer melainkan hal ini menunjukkan jantung sudah mengalami kelelahan, karena sudah
melalui banyak perlakuan (Halwatiah,2009).
Kemudian jantung Rana sp. diberi perlakuan dengan direndam larutan
adrenalin jantung dapat berdenyut dengan rata-rata 27 kali permenit dengan keadaan
sebelum direndam 15 kali permenit. Hal ini menunujkan bahwa adrenalin dapat
meningkatkan permeabilitas membran terhadap Na dan Ca. Di dalam SA node,
peningkatan permeabilitas membran terhadap Na menyebabkan penurunan potensial
membran sampai nilai ambang. Sementara di dalam AV node peningkatan permeabilitas
membran terhadap Na akan mempermudah sabut otot jantung untuk mengkonduksi
implus sabut otot berikutnya sehingga mengurangi waktu pengkonduksian implusdari
atrium ke ventrikel. Sedangkan peningkatan permeabilitas terhadap Ca akan
meningkatkan kontraksi otot semakin cepat (Halwatiah,2009). Ketika jantung Rana
sp. direndam kembalikedalam larutan ringer jumlah denyutnya permenit didapatkan rata
ratanya sebanyak 13 kali permenit ini mendukung pernyataan diatas, bahwa larutan
adrenalin dapat meningkatkan kontraksi jantung.
Selanjutnya, kami mengamati kerja jantung setelah diberi pengaruh ion berupa
ion K, Cl,dan Na setiap perlakuan kami mengamati dengan masing masing 2 ulangan.
Berdasarkan data yang didapat jantung katak yang direndam pada larutan ion CaCl
jumlah denyutnya permenit pada ulangan pertama adalah 51 kali, sedangkan pada
ulangan keduanya adalah 53 kali, jadi rata-ratanya adalah 52 kali permenit. Jantung yang
dipotong dan dikeluarkan dari tubuh jumlah denyutnya pada perlakuan pertama adalah 49
kali permenit, sedangkan pada perlakuan keduanya adalah 48 kali permenit, sehingga
didapatkan rata-rata sebanyak 49 kali permenit. Jantung selanjutnya diberi perlakuan
dengan direndam pada larutan CaCl2 1% ketika dihitung denyutnya sebanyak 49 kali
permenit pada ulangan pertama, sedangkan pada ulangan keduanya sebanyak 42 kali
permenit, sehingga rata ratanya adalah 43 kali permenit. Denyut jantung katak masih
cepat setelah diletakan pada larutan CaCl ini. Kelebihan ion kalsium menyebabkan efek
yang hampir berlawanan dengan efek ion kalium, menyebabkan jantung berkontraksi
spastik. Hal ini disebabkan oleh efek langsung ion kalsium untuk merangsang proses
kontraksi. Sebaliknya, defisiensi ion kalsium menyebabkan jantung lemas. Perubahan ion
kalsium selama kehidupan jarang cukup banyak untuk mengubah fungsi jantung,
pengurangan konsentrasi ion kalsium yang besar biasanya akan mematikan orang,
karena tetani yang timbul sebelumnya akan mempengaruhi jantung dengan bermakna,
dan peningakatan konsentrasi ion kalsium sampaitingkat yang akan mempengaruhi
jantung dengan bermakna hampir tidak pernah terjadi karenaion kalsium diendapkan
dalam tulang atau kadang-kadang di sembarang tempat dalam jaringantubuh sebagai
garam kalsium yang tidak larut sebelum tingkat tesebut dicapai. (Dukes, H. 1955)
Perlakuan selanjutnya adalah merendam jantung pada larutan NaCl dan
menghitung denyut jantungnya. Denyut jantungnya sebanyak 25 kali permenit, sedangkan
pada ulangankedua sebanyak 27 kali permenit, sehingga rata rata denyut jantung Rana
sp. yang direndamlarutan NaCl 0,7 % sebanyak 26 kali permenit. Saat dimasukkan
kedalam larutan ringer jantungberdenyut sebanyak 21 kali permenit pada ulangan
pertama, sedangkan pada perlakuan kedua sebanyak 20 kali permenit, sehingga rata
ratanya adalah 21 kali permenit. Dari hasil data dapatdibuktikan bahwa jika jantung
diletakkan pada larutan NaCl maka denyut jantung menjadi lemahkarena kelebihan ion
NaCl. Kelebihan ion natrium menekan fungsi jantung, suatu efek yangsama seperti ion
kalium,tetapi dengan alasan yang berbeda sama sekali. larutan NaCl bersifat hipotonis
dan mempengaruhi regulasi tekanan osmotis pada sel-sel otot jantung sehingga kontraksi
otot jantung melemah.
Berdasarkan data pengamatan, jantung yang direndam pada ion K, denyut
jantung padaulangan pertama sebanyak 29 kali permenit sedangkan pada ulangan kedua
sebanyak 30 kali danpada ulangan pertama adalah 28 kali permenit, sedangkan pada
ulangan kedua sebanyak 27 kalipermenit, sehingga didapatkan rata ratanya 28 kali
permenit. Kelebihan Kalium dalam cairan ekstrasel menyebabkan jantung menjadi
sangat dilatasi dan lemas serta frekuensi jantung lambat. Kalium dalam jumlah yang
sangat besar juga dapat menghambat hantaran impuls jantung dari atrium ke ventrikel
melalui berkas A-V. Peningkatan konsentrasi kalium hanya 8-12mEq/1liter 2 sampai 3
kali normal. Biasanya akan menyebabkan kelemahan jantung sedemikian rupa sehingga
akan menyebabkan kematian. Semua pengaruh kelebihan kalium ini disebabkan oleh
pengurangan negativitas potensial membran istirahat akibat konsentrasi kalium yang
tinggidalam ekstrasel. Waktu potensial membran menurun, intensitas potensial aksi juga
berkurang, yang membuat kontraksi jantung secara progresif makin lemah, karena
kekuatan potensial aksisangat menentukan kekuatan kontraksi. (Buridge. 1912)
H. Kesimpulan
1. Jantung terdiri dari tiga tipe otot, yaitu : otot atrial, otot ventricular, dan
specializedexcitatory and conductive.
2. Jantung mamalia maupun katak memiliki sifat automasi berupa serabut purkinje dan
serabut his yang didukung dengan adanya centrum automasi yang menyebabkan
jantung ini masih dapat melakukan fungsinya tanpa dipengaruhi saraf atau
dikeluarkan dari tubuh.
3. Atrium mempunyai denyut yang paling tinggindingkan dengan ruang jantung lainnya
hal ini dikarenakan pada arteri terdapat pusat denyut jantung sendiri. Pusat utama
denyut jantung ini disebut Simpul Atrial Nodus (SA Node), yang terletak diatrium kiri
Jantung.
4. Pemberian asetikolin berfungsi sebagai neurotransmitter. Adrenalin dapat
meningkatkan kontraksi otot jantung. Ion kalsium menyebabkan jantung berkontraksi
spastik. Hal ini disebabkan oleh efek langsung ion kalsium untuk merangsang proses
kontraksi. Sebaliknya, defisiensi ion kalsium menyebabkan jantung lemas. NaCl
bersifat hipotonis dan mempengaruhi regulasi tekanan osmotis pada sel-sel otot
jantung sehingga kontraksi otot jantung melemah. Sedangkan kalium pada jantung
yang berlebihan akan melemahkan kontraksi otot jantung sehingga akan
menyebabkan kematian
DAFTAR PUSTAKA
Barret, Kim etc. 2010. Ganongs Review of Medical Physiology 23rdedition.USA : Mc. Graw-
Hill Medical Publishing Division.
Buridge. 1912. Researches on the perfused Heart: The effect of Inorganic Salt. Experimental
Physiology (5)347-371
Campbell, Neil A. Jane B. Reece, dan Lawrence G. Mitchell, Biologi Edisi ke 5 Jilid
3.Jakarta: Erlangga, 2004.
Dukes, H. 1955. The Physiology of Domestic Animal. New York : Comstock Pub. Associated.
Erliyanto, Machriz dkk. 2008. Perancangan Perangkat Monitoring Denyut Jantung (Heart-
Beat Monitoring) dengan Visualisasi LCD Grafik Berbasis Atmel AT89C51. Bali:
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika.
Guyton, A. C. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta :Buku kedokteranEGC
Halwatiah, Fisiologi. Makassar: Alauddin press, 2009
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius,.
Sloane, Ethel. 2005.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.Jakarta: Kedokteran EGC
Supripto. 1998. Fisiologi Hewan. Bandung : ITB
Tim Dosen. 2012. Fisiologi Hewan dan Manusia.Malang : Universitas Negeri Malang
Ville, C. A., Warner F. W dan Robert B. D. 1988. Zoologi Umum. Jakarta : Erlangga.