Anda di halaman 1dari 10

Kelompok minoritas adalah kelompok individu yang tidak dominan dengan ciri khas bangsa,

suku bangsa, agama, atau bahasa tertentu yang berbeda dari mayoritas penduduk. Minoritas
sebagai ‘kelompok’ yang dilihat dari jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah
penduduk lainnya dari negara bersangkutan dalam posisi yang tidak dominan.
Keanggotaannya memiliki karakteristik etnis, agama, maupun bahasa yang berbeda dengan
populasi lainnya dan menunjukkan setidaknya secara implisit sikap solidaritas yang ditujukan
pada melestarikan budaya, tradisi, agama dan bahasa. Definisi minoritas umumnya hanya
menyangkut jumlah. Suatu kelompok dikatakan sebagai minoritas apabila jumlah anggota
kelompok tersebut secara signifikan jauh lebih kecil daripada kelompok lain di dalam
komunitas. Dari sudut pandang ilmu sosial pengertian minoritas tidak selalu terkait dengan
jumlah anggota. Suatu kelompok akan dianggap kelompok minoritas apabila anggota-
anggotanya memiliki kekuasaan, kontrol dan pengaruh yang lemah terhadap kehidupannya
sendiri dibanding anggota-anggota kelompok dominan. Jadi, bisa saja suatu kelompok secara
jumlah anggota merupakan mayoritas tetapi dikatakan sebagai kelompok minoritas karena
kekuasan, kontrol, dan pengaruh yang dimiliki lebih kecil daripada kelompok yang jumlah
anggotanya lebih sedikit. Menurut Brehm & Kassim (1994), loyalitas terhadap kelompok,
demikian juga prasangka rasial (etnik) lebih intens pada kelompok minoritas daripada
kelompok mayoritas karena identitas sosial mereka selalu terancam oleh kelompok
mayoritas. Ancaman terhadap etnik minoritas tidak hanya datang dari besarnya kemungkinan
menjadi sasaran kekerasan tetapi juga terhadap identitas kultur mereka.

KEKUASAAN (POWER)

Kemampuan untuk memengaruhi hasil seseorang, orang lain, dan lingkungan  (Coleman &
Tjosvold,2000). Kekuasaan dari anggota kelompok  yang mengontrol power Base, mereka
akan mendapat reward atau punisment, mereka disukai dan dihormati, mereka diterima oleh
anggota sebagai pemimpin yang dilegitimasi, mereka yang menguasai keahlian dan informasi
khusus. Tidak hanya itu, apabila power dengan social influence itu sendiri merupakna
hubungan antar emosi, pendapat dan perilaku dengan kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki
oleh sutau individu tertentu.

Kepatuhan Terhadap Otoritas

Bertrand Russell mengemukakan bahwa “konsep utama dalam ilmusosial adalah kekuasaan,
sama seperti energy dalam konsep dasar fisika”.Orang yang berkuasa dapat membuat orang
lain melakukan sesuatu untuk mencapai tujuannya sendiri. Mereka dapat meramalkan dan
menghasilkan efek yang diharapkan dari orang lain, bahkan saat orang lain tersebut berusaha
untuk menolak.

 rasionalitas. taktik yang menekankan penalaran, logika, dan penilaian yang baik
adalah taktik rasional, contohnya adalah negosiasi dan persuasi. Menjilat dan evasion
adalah taktik mempengaruhi yang nonrasional, karena mereka bergantung pada
emosionalitas dan informasi yang tidak benar.

 bilateralitas. Beberapa taktik yang interaktif, yang melibatkan give-and-take pada


bagian kedua influencer dan target. taktik bilateral tersebut meliputi persuasi, diskusi,
dan negosiasi. taktik unilateral, sebaliknya, dapat diberlakukan tanpa kerjasama dari
target. Taktik meliputi tuntutan, faitsaccomplis, evasion, dan disengagement.

Eksperimen Milgram

 Stanley Milgram mempelajari kelompok pada suatu otoritas dengan menciptakan


kelompok kecil dalam laboratoriumnya di Universitas Yale.Sebagai pemimpin
eksperimen tersebut, ia menetapkan masing-masing agenda kelompok, dan tugas
anggota kelompok.
 Ilustrasi percobaan Milgram: E adalah penguji, T adalah guru atau peserta percobaan
sedangkan L adalah murid yang sebenarnya adalah aktor.

Power Bases

Kekuasaan pada dasarnya merupakan sumber daya kekuatan sosial atas orang lain, termasuk
kemampuan untuk menghargai dan menghukum, status, tarik, keahlian, dan informasi
(Forsyth, 1998). Kekuasaan terbagi menjadi:

A.      Personal Power

Mereka yang dapat memberikan reward dan punishment, mereka yang dihormati, mereka
yang diterima sebagai individu yang memiliki kewenangan sah, dan mereka yang ahli dalam
bidang tertentu, serta mereka yang memiliki informasi yang bermanfaat memiliki potensi
untuk berkuasa pada suatu grup. French dan Raven (dalam Forsyth, 1998) mengidentifikasi 6
faktor terbentuknya personal power, sebagai berikut :
1.    Reward Power

Mereka yang dapat memberikan penghargaan atau reward terhadap anggota grupnya, maka
mereka cenderung memiliki power. Contoh dari reward tersebut, misalnya:

1. mendapatkan juara 1 karena nilai yang bagus


2. pemberian gaji kepada para pekerja
3. kebebasan pada para narapidana, dll.

Menurut social exchange theory, power akan semakin kuat ketika:

1. Rewardsemakin berharga
2. Para anggota grup bergantung kepada pemegang kekuasaan
3. Perjanjian pemberian reward dari pemegang kekuasaan terlihat rasional

2. Coercive Power

Individu yang berkemampuan untuk memberikan hukuman atau punishment kepada anggota
yang tidak memenuhi permintaan atau tuntutan juga cenderung memiliki power. Contoh dari
punishment yang dimaksud, misalnya:

1. guru menghukum murid yang nakal dengan pemberian PR.


2. saling menghina dan mempermalukan teman.
3. memaksa anggota kelompok dengan kekerasan fisik.

Individu juga melakukan koersi untuk memengaruhi anggota kelompok lain, meskipun,
kebanyakan tetap menggunakan reward  ketika keduanya dapat digunakan (Molm, dalam
Forsyth 1998).

3.    Legitimate Power

Individu yang dianggap memiliki kekuasaan dan hak yang sah hak untuk meminta dan
memberikan tuntutan. Dengan kata lain, anggota grup wajib dan memiliki kesadaran untuk
patuh terhadap pemegang kekuasaan. Contoh dari legitimate power, misal:

1. Polisi menyuruh narapidana untuk bekerja membersihkan sel.


2. Dosen menunggu mahasiswa untuk tenang sebelum kuliah dimulai.
3. Seorang sersan meminta perhatian kepada seluruh barisan.

Anggota grup menaati kewenangan karena secara pribadi mereka menerima norma
kelompoknya. Mereka secara sukarela patuh karena internalisasi dari kesetiaan dan
kewajiban moral.

4.    Referent Power

Kekuasaan ini didasarkan pada identifikasi faktor tertentu, misal attractiveness dan respect
terhadap pemegang kekuasaan. Siapa yang paling dihormati, siapa yang paling disukai, maka
ia memiliki kecenderungan untuk memimpin, mengerahkan power-nya. Konsep dari referent
power menjelaskan bagaimana seorang pemimpin yang kharismatik berhasil mengerahkan
banyak kontrol atas kelompok mereka. Awalnya istilah “charisma” diperkenalkan oleh
seorang sosiolog, Max Weber. Sebenarnya, “charisma” dideskrpsikan sebagai kekuatan
tersendiri yang diberikan Tuhan kepada individu tertentu. Individu ini biasanya terlihat luar
biasa, dan mereka dianggap sebagai wakil Tuhan di bumi ini.

5.    Expert Power

Pengaruh yang muncul karena adanya keyakinan anggota bahwa pemegang kekuasaan
memiliki ketrampilan dan kemampuan yang unggul. Contoh dari expert power, antara lain:

1. Dokter yang menginterpretasikan gejala dari pasien.


2. Guru mendikte ejaan yang benar pada siswa.
3. Teknisi computer memberikan saran kepada pengguna PC.

6.    Informational power

Pengaruh yang muncul berdasarkan adanya sumber daya informasi yang berguna, misal
argument rasional, persuasi, dan data faktual.

B.  Group Power

1.    Intragroup: kekuasaan antaranggota di dalam kelompok itu sendiri.


a. Seorang individu memengaruhi anggota kelompoknya. Pemimpin dalam tim basket dapat
digambarkan seperti diagram disamping.

 b.

Di dalam kelompok tsb anggotanya berkubu menjadi 2. Kubu mayoritas akan memengaruhi
kubu minoritas. Misalnya dalam satu kelas terdapat kubu mayoritas yang setuju akan
berangkat ke Bali untuk rekreasi. Sedangkan kubu minoritas yang tidak ingin pergi ke Bali
akan terpengaruh kubu mayoritas.

 
2.    Intergroup: kekuasaan antara suatu kelompok terhadap kelompok lainnya.

Suatu kelompok yang mayoritas akan memengaruhi kelompok yang minoritas. Misalnya,
kelompok kakak kelas akan lebih mendominasi kelompok adik kelasnya. Kelompok kakak
kelas menjadi kelompok mayoritas karena mungkin merasa lebih tua.

Power Tactics

Keenam sumber power yang telah dijelaskan sebelumnya bukan semata-mata cara untuk
mendapatkan power. Ketika seseorang ingin memiliki pengaruh terhadap kelompoknya, ia
dapat mengungkapkan perilakunya melalui janji, ancaman, hukuman, informasi, dll. Ada 2
macam Power Tactics, diantaranya:

1. a.    Directness vs Indirectedness


Directness merupakan taktik pemberian power dengan perintah langsung dari penguasa,
dengan pemberian reward, dan pemberian punishment sesuai dari penguasa. Misalnya polisi
yang secara langsung mengatur lalu lintas di jalan raya yang sedang macet. Ketika polisi
menghentikan kendaraan, maka kendaraannya akan berhenti. Jika tidak berhenti, maka polisi
dapat memberinya punishment secara langsung, misal dengan menggebrak kendaraan yang
lewat.

Indirectedness merupakan taktik menjalankan power dengan mengambil hati para anggota
kelompok tersebut. Misalnya, sebelum menjadi presiden, SBY melakukan banyak kampanye
dengan mengutarakan janji dan perubahan untuk Indonesia. Dari situ, maka SBY
mendapatkan simpati dari rakyat, sehingga rakyat banyak mendukungnya untuk menjadi
presiden.

1. b.   Rationality vs Nonrational

Rationality merupakan taktik yang mengungkapkan alasan, logika, dan penilaian baik, seperti
diskusi dan negosiasi. Pemimpin masih mendengarkan aspirasi anggotanya dan pemimpin
memiliki goal yang baik, tidak semata-mata untuk menguasai. Misalnya, seorang manager
yang terus berdedikasi untuk memimpin perusahaan agar terus maju dan berkembang.

Sedangkan memberikan power dengan cara mengambil hati para anggotanya termasuk taktik
yang nonrasional karena motif untuk menguasai dilandasi oleh emosional belaka. Misalnya,
seorang kapten grup basket yang berkuasa hanya untuk kepentingannya sendiri, misal supaya
ia dihargai dan dipatuhi oleh anggotanya.

1. c.    Bilateral vs Unilateral

Taktik bilateral merupakan taktik penegakan kekuasaan dengan kerja sama antara penguasa
dan anggota, misal seorang pemimpin yang mendiskusikan persoalan dengan anggotanya
sebelum mengambil keputusan.

Sedangkan taktik unilateral merupakan taktik yang tidak ada unsur kerjasama antara
pemimpin dan anggotanya. Misalnya, pemimpin yang selalu mengambil keputusan tanpa
mendiskusikan dengan anggotanya.

 
The Dynamics of Authority

Berikut merupakan bagan adanya mayoritas dan minoritas

Ketika seseorang kehilangan otoritasnya terhadap individu lain karena ia telah bersinggah ke
pangkat yang otoritasnya lebih tinggi, maka situasi ini disebut juga dengan agentic state.
Ada 3 konsep yang membentuk dinamika kewenangan ini, diantaranya:

1. a.    Responsibility and Obedience

Blass, Hamilton dan Sanders (dalam Forsyth, 2008) menyatakan bahwa mereka yang
menempati posisi otoritas dalam kelompok, seperti manager pemimpin, dan boss secara
umum terlihat lebih bertanggungjawab daripada mereka yang menempati posisi dibawahnya,
seperti pegawai. Semakin tinggi tanggungjawabnya, maka akan semakin tinggi otoritasnya,
sehingga kemungkinan untuk dipatuhi juga semakin tinggi.

1. b.   The Power of Roles

Peran sangat berpengaruh terhadap kepemimpinan seseorang. Semakin tinggi peran atau
jabatan seseorang, maka ia akan mengambil peran untuk memimpin anggota-anggota di
bawahnya. Misalnya seorang dosen yang berperan sebagai pendidik akan cenderung
mengambil peran untuk memimpin mahasiswa didiknya.

1. c.    Commitment and Obedience

Individu yang akan memberikan pengaruh terhadap targetnya mula-mula akan meminta
permintaaan sederhana terhadap targetnya. Ketika target memenuhi permintaannya, maka
individu yang memberikan pengaruh akan meminta permintaan yang lebih besar, sehingga
target mulai berkomitmen untuk mematuhi apa yang diminta individu tsb. Terjadinya hal ini
merupakan bentuk dari foot-in-the-door technique.

Mandate Phenomenone

Kekuasaan yang diperoleh oleh individu cenderung digunakan untuk mempengaruhi orang
lain. Namun tidak hanya sekedar mempengaruhi saja, tapi juga mengubah persepsi orang
tersebut. Seperti contohnya Franklin D. Roosevelt dimana dirinya memilik kekuasaan
sehingga beliau mampu mempengaruhi banyak orang untuk memilihnya menjadi presiden
Amerika Serikat sebanyak empat kali. Apabila seorang pemimpin menggunakan
kekuasaannya melebihi batas atau terlalu kuat, maka kewibawaannya akan menurun dan
masyarakat tidak mau memilih pemimpin tersebut lagi. Tidak hanya Franklin D. Roosevelt
saja, ada beberapa pemimpin lain yang mendapat dukungan yang banyak dari masyarakat
seperti Lyndon Johnson dan Richard Neon.  Penelitian mengenai pemimpin yang dipilih oleh
kelompok pada saat mereka diminta untuk menyelesaikan masalah mengenai ruangan yang
berbau tidak sedap. Dari fenomena tersebut peneliti memprediksi bahwa individu lebih
merasa mendapat dukungan yang besar sekali dari kelompok yang mereka pilih sendiri
dibandingkan dengan mayoritas tunggal dengan kondisi terkontrol.

Iron Law Oligarchy

Iron law oligarchy ini dipopulerkan pertama kali oleh Robert Michels. Dapat dikatakan iron
law oligarchy ketika seseorang atau sekelompok orang cenderung ingin tetap berkuasa agar
mereka dapat menikmati hasil dari kekuasaannya. Kebutuhan seseorang akan kekuasaan
seperti yang dikatakan oleh Mc Clelland akan membuat orang tersebut termotivasi sehingga
mereka mengeluarkan energinya agar mencapai tempat tertinggi atau kedudukan terbaik
dalam suatu organisasi. Biasanya orang yang sudah memiliki kedudukan yang tinggi, mereka
lebih mementingkan kebutuhan pribadi mereka.

Question Authority

Pemimpin menurut Robert D. Stuart (2002) adalah orang yang mampu memberi petunjuk,
mengkoordinasi, serta mempengaruhi baik bawahan maupun rekan kerjanya agar apa yang
menjadi tujuan dari organisasi tersebut dapat tercapai. Sedangkan menurut James P. Spillane
(2006) pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain dan dampak yang
diperoleh lebih besar dibandingkan dengan dampak dari pengaruh orang lain terhadap
dirinya. Dari penjabaran di atas, dapat dikemukakan bahwa baik dalam organisasi apapun,
baik besar maupun kecil, diperlukan seorang pemimpin untuk mengkoordinasi jalannya suatu
organisasi serta mempengaruhi rekan atau bawahannya agar tujuan dari organisasi dapat
tercapai. Apabila seorang pemimpin tidak mampu mengkoordinasi dan mempengaruhi
bawahannya, atau pemimpin bertindak dengan tidak wajar, hal tersebut akan memberikan
dampak negative terhadap jalannya organisasi. Motivasi kerja dari bawahan akan menurun,
terjadi konflik dalam organisasi, dad lebih lagi tujuan dari organisasi tidak akan tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Spillane, James P. (2006). Distributed Leadership. San Fransisco: John Wiley and Sons.

Hans Kelsen, 2013, General Theory of Law and State, terjemah, Raisul Muttaqien, Teori
Umum Tentang Hukum Dan Negara, Bandung: Nusa Media.

Hikmat Budiman, 2005, “Minoritas, Multikulturalisme, Modernitas”, dalam Hikmat


Budiman, ed., Hak Minoritas Dilema Multikulturalisme Di Indonesia, Jakarta Selatan: The
Interseksi Foundation/Yayasan Interseksi.

Anda mungkin juga menyukai