Anda di halaman 1dari 16

SISTEM KOMANDO TANGGAP DARURAT PENANGGULANGAN

BENCANA DI NEGARA JEPANG

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Bencana

Dosen Pengampu : Ns. Ronny Basirun Simatupang, M.Si (Han)

Disusun Oleh:

Isfia Aunillah Rahma 1710711031


Sukmawati Dewi 1710711032
Fiqih Nur Aida 1710711033
Dwi Arini 1710711034
Windi Setiyani 1710711035

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL“VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Sistem Komando Tanggap Darurat
Penanggulangan Bencana Di Negara Jepang” ini dengan lancar tanpa halangan
suatu apapun. Kami menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Bencana.

Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah
kami pakai sebagai data dan juga informasi pada makalah ini.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat banyak


kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan dan kebaikan
makalah ini kedepannya.

Dengan menyelesaikan makalah ini, kami mengharapkan banyak manfaat


yang dipetik dari makalah ini. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.

Depok, 15 September 2020

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan ..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................

A. Bencana Di Jepang Serta Derajat Kerusakan Dan Dampak………….


B. Manajemen Bencana Jepang………………………………………….
C. Penanggulangan Bencana Alam Di Jepang Untuk Membangun
Ketangguhan Masyarakat Yang Berkelanjutan Melalui Kontribusi
International Research Institute of Disaster Science (IRIDeS) Tohoku
University……………………………………………………………...

BAB III PENUTUP..........................................................................................

A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... iii

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun


2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa bencana
merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non-alam, maupun faktor manusia,
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Salah satu
bentuk bencana tersebut adalah bencana tsunami.

Jepang adalah salah satu negara yang memiliki catatan panjang


mengenai bencana. Kondisi geografi dan klimatologi Jepang membuatnya
rawan mengalami bencana seperti aktivitas vulkanik, gempa bumi, badai
salju, dan lain sebagainya. Jepang terletak tepat di atas wilayah yang
disebut dengan Pasific Rings of Fire (Cincin Api Pasifik) yang
mengakibatkan terjadinya gempa. Wilayah tersebut adalah lokasi
pertemuan 3 lempeng tektonik yang aktif. Lempeng tersebut yaitu
lempeng Eurasian, Pasifik, Amerika, dan Filipina. Jepang terletak di area
Circum Pasific mobile zone dimana aktivitas vulkanik dan seismik
berlangsung secara konstan. Hal ini menyebabkan adanya aktivitas gempa
bumi secara periodik dan terus menerus yang melanda Jepang (Sekimov,
2012). Puncak peristiwa dan dampak tsunami Jepang pada tahun 2011
yaitu terjadi sebuah gempa bumi yang berada di pantai Samudra Pasifik
wilayah Tohoku yang berkekuatan 9.0 SR sehingga mengakibatkan
gelombang tsunami setinggi 10 meter (33 kaki). Gempa ini merupakan
gempa terbesar yang pernah terekam di Jepang mengalahkan gempa Kobe
yang terjadi pada bulan Januari 1995 dan memiliki skala 6.8 SR dan
berpusat 20 km dari kota Kobe.

3
Gempa tahun 2011 tersebut juga menyebabkan kerusakan pada
reaktor nuklir yang berada di Fukushima. Gelombang tsunami yang
timbul akibat gempa menghantam dinding pembatas, membanjiri serta
mematikan generator darurat di PLTN Fukushima (Widyaningrum,
2019). Beberapa hari berikutnya, terjadi reaksi antara air dan bahan
bakar menyebabkan pembentukan gas hidrogen yang akhirnya
memicu ledakan. Atap reaktor 1, 3, dan 4 yang meledak sehingga
melukai 16 orang. Hasil penelitian memperkirakan jumlah
kontaminasinya mencapai 42%. Secara total, ada 37 pekerja yang
mengalami cedera fisik dan dua lainnya memiliki luka bakar akibat
radiasi (Prameswari, 2016). Peristiwa bencana tersebut merupakan
salah satu dari bahaya Natech yang menjadi ancaman di bidang
industri.
Natech merupakan singkatan dari Natural Hazard Triggered
Technological Accidents yaitu bencana alam yang memicu terjadinya
bencana teknologi. Dalam jangka dua dekade terakhir, frekuensi
kejadian bencana natech semakin meningkat dan yang paling utama
adalah bencana ini bisa memberikan dampak mulai dari skala lokal,
regional hingga internasional (PKMK FK UGM, 2014). Selain itu,
peningkatan bencana ini juga diperkirakan akibat meningkatnya
potensi bahaya alam karena adanya perubahan iklim, peningkatan
industrialisasi dan meningkatnya kerentanan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Bencana Di Jepang Serta Derajat Kerusakan Dan
Dampaknya?
2. Bagaimana Manajemen Bencana Jepang?
3. Bagaimana Penanggulangan Bencana Alam Di Jepang Untuk
Membangun Ketangguhan Masyarakat Yang Berkelanjutan Melalui
Kontribusi International Research Institute of Disaster Science
(IRIDeS) Tohoku University?

4
C. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan tentang sistem komando tanggap darurat
penanggulangan bencana salah satunya di negara Jepang

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Bencana Di Jepang Serta Derajat Kerusakan Dan Dampak


Jepang adalah salah satu negara yang memiliki catatan panjang
mengenai bencana. Negara telah dilanda banyak bencana mulai dari
gempa bumi, topan, tanah longsor, hingga tsunami. Kondisi geografi dan
klimatologi Jepang membuatnya rawan mengalami bencana seperti
aktivitas vulkanik, gempa bumi, badai salju, dan lain sebagainya. Jepang
terletak di area Circum Pasific mobile zone dimana aktivitas vulkanik dan
seismik berlangsung secara konstan (Adilet Sekimov, Comparative study
of disaster management of Japan and Kyrgyz Republic, Tokyo : Asian
Disaster Reduction Center, 2012). Hal ini menyebabkan adanya aktivitas
gempa bumi secara periodik dan terus menerus yang melanda Jepang.
Sementara itu, dari segi aktivitas vulkanik, sekitar 7% dari total gunung
aktif di dunia juga terdapat di Jepang. hal ini dikarenakan Jepang masuk
ke dalam negara-negara dalam Ring of Fire, yaitu garis persebaran
gunung-gunung vulkanik di bumi.
B. Manajemen Bencana Jepang
1. Basis legal manajemen bencana
Jepang dikenal memiliki manajemen bencana yang sangat baik, hal
ini tidak terlepas dari sejarah pembuatan kebijakan mengenai manajemen
bencana itu sendiri. Jepang telah membentuk sistem manajemen bencana
menyusul terjadinya Topan Ise-Wan yang terjadi pada 1959. Pasca gempa,
Jepang mulai menyusun strategi penanganan bencana alam. Hasilnya pada
31 Oktober 1961 disahkan Disaster Countermeasure Basic Act.
Kebijakankebijakan yang termuat dalam undang-undang ini berisi
mengenai definisi bencana alam, tanggung jawab pemerintah nasional,
pemerintah daerah, dan masyarakat sipil ketika terjadi bencana,
perencanaan kebencanaan, pencegahan bencana, respons darurat bencana
serta rekonstruksi pasca bencana. Terdapat juga tindakan-tindakan fiskal
dan finansial pasca bencana, rencana tanggap darurat, dan lain
sebagainya30. Secara umum, undang-undang ini berisi 10 kategori dengan
6
117 pasal. Undang-undang ini kemudian yang menjadi dasar manajemen
bencana Jepang hingga saat ini
Strategi pemerintah Jepang dalam menyusun undang-undang anti
bencananya adalah setiap terjadi bencana, beberapa bulan setelah itu
kongres akan mengadakan pertemuan luar biasa dengan kementerian
terkait untuk merevisi dan memperbaiki undang-undang yang telah ada.
Revisi yang dilakukan berdasarkan pengalaman tentang apa yang kurang
dari bencana sebelumnya. Hal ini dilakukan agar pemerintah dan
masyarakat dapat lebih siap untuk menghadapi bencana kecil lainnya,
yang setara atau bahkan yang lebih besar dari bencana yang telah ada.
Sistem legal manajemen bencana di Jepang juga memiliki beberapa
karakteristik seperti
a. pembentukan hukum dasar yaitu Disaster Countermeasures Basic Act
yang mengatur segala pihak termasuk pemerintah pusat hingga
masyarakat sipil untuk turut andil dalam penanganan dan pencegahan
bencana.
b. membangun siklus manajemen bencana yang baik seperti persiapan
bencana, respons bencana, pemulihan pasca bencana dan rekonstruksi
yang tertuang jelas di dalam undang-undang.
c. mengadakan kegiatankegiatan untuk memperkenalkan manajemen
bencana melalui 30 Op.cit 31 pembentukan institusi-institusi bencana.
d. perumusan kebijakan baru yang sesuai dengan kebijakan yang telah
ada sehingga kebijakan yang ada tetap relevan namun tidak saling
tumpang tindih
2. Struktur Manajemen Bencana
Jepang memiliki sistem tata kelola bencana yang terpusat dimana
terdapat satu badan khusus yang menangani manajemen bencana.
Lembaga ini bernama Central Disaster Management Council. Lembaga ini
adalah lembaga tertinggi yang bertugas memformulasikan semua
kebijakan mitigasi dan perencanaan dan bertugas membahas isu-isu
penting lainnya khususnya dalam tingkat nasional. Pembentukan Central
Disaster Management Council ini juga didasarkan dari undangundang

7
Disaster Countermeasures Basic Act. Komite bencana ini juga bertugas
melakukan komunikasi dan koordinasi dengan komite-komite bencana
daerah jika terjadi bencana di suatu daerah. Selain itu, jalur komunikasi
jika terjadi bencana selalu melewati komite ini, dan kemudian komite
menyebarkan ke seluruh penjuru negara baik melalui tayangan televisi,
radio maupun SMS.
Komite ini diketuai langsung oleh Perdana Menteri dengan anggota
beberapa kementerian serta para ahli bencana dari berbagai macam
universitas ternama di Jepang. Komite ini memiliki beberapa fungsi dalam
bekerja seperti bagian manajemen bencana, bagian pencegahan dan
persiapan, bagian respons darurat, bagian pemulihan pasca bencana dan
rekonstruksi serta bagian manajemen bencana gempa bumi dan aktivitas
vulkanik. Selain dari adanya komite pusat, penanganan bencana di Jepang
juga melibatkan semua pihak dari atas hingga akar rumput yaitu pada level
nasional, prefektur, kota madya, pedesaan, komunitas masyarakat serta
masyarakat umum.
Hubungan struktur penanganan bencana ini dapat dilihat pada bagan di
bawah ini:

8
Pada bagan di atas, yang berada dalam posisi tertinggi adalah dalam
komite level nasional yang diketuai langsung oleh Perdana Menteri. Namun
demikian sistem manajemen ini dijalankan dengan sistem bottom-up dimana
aktor dalam tahapan yang lebih rendah yang akan bertindak terlebih dahulu.
Jika bencana yang dihadapi lebih besar maka aktor di atasnya akan membantu
menangani. Dalam hal ini dalam level local (komunitas, desa dan kota madya)
bertugas untuk mengembangkan rencana-rencana penanganan bencana dalam
ruang lingkup wilayahnya. Aktor pada tahap ini juga bertugas untuk
mengeksekusi pertama rencana pemulihan. Pada level prefektural, pemerintah
pusat sedikit ikut campur dalam pembuatan kebijakan, yang dalam hal ini juga
tergantung dari letak prefektur tersebut. Pemerintah mungkin akan sedikit lebih
memperhatikan prefektur yang berdekatan dengan daerahdaerah rawan
bencana nuklir dan daerah pusat pemerintahan dan ekonomi. Berdasarkan
sejarah penerapannya, masing-masing pihak telah bekerja dengan sangat baik.
Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya campur tangan pemerintah pusat dalam
pembuatan kebijakan daerah menyangkut manajemen bencana. Bahkan, ada
beberapa kota madya dan prefektur yang memiliki kerja sama dalam taraf
internasional untuk penanganan bencana alam. Kerja sama antar daerah ini
dilakukan dengan cara sister city maupun suatu kota mengirimkan bantuan
pemulihan bencana, seperti prefektur Hyogo yang memiliki sistem tata kelola
yang sangat baik.

3. Sistem Teknologi dan Riset bencana di Jepang


a. Penghitungan Risiko Bencana
Jepang memiliki data mengenai bencana yang sangat lengkap. Hal
ini disebabkan setiap bencana yang terjadi di Jepang selalu direkam dan
diabadikan untuk dijadikan bahan evaluasi tentang apa saja yang kurang
dari pembangunan yang telah ada dan bagaimana cara menyempurnakan
sistem yang telah ada. Dokumen mengenai riwayat bencana, kerugian
bencana, keadaan bencana, keputusan pemerintah menanggapi bencana
tersimpan dengan baik yang bertujuan untuk membantu pemerintah dalam
mengambil pelajaran dan bahaya spesifik lain yang mungkin dihadapi di
beberapa daerah lain di Jepang.

9
Setelah bencana terjadi, pemerintah secara cepat melakukan
penilaian dan penghitungan risiko bencana. Penghitungan ini telah
tercakup ke dalam model penilaian bencana yang efektif. Penilaian
meliputi analisa tingkat bencana, ukuran bencana, cakupan bencana, serta
kerugian untuk akurasi kebijakan yang akan diambil secara tepat waktu.
Selain itu pemerintah Jepang juga telah membangun Disaster Assesment
Expert System yang bertanggung jawab untuk melakukan konsultasi dan
mobilisasi ke wilayah bencana serta infrastrukturnya seperti kota,
bangunan, serta infrastruktur seismik. Penilaian dan penghitungan
terhadap bencana ini telah menjadi dasar bagi sistem lain seperti sistem
peringatan bencana. Selain itu, penilaian juga berguna untuk
mengembangkan rencana pencegahan dan mitigasi bencana urban.
Kegiatan ini pun dilakukan oleh semua level pemerintahan terutama
pemerintah daerah untuk mengukur cakupan wilayah berbahaya. Kegiatan
ini dilakukan dengan memetakan wilayah-wilayah rawan bencana seperti
bencana gempa bumi, tsunami, erupsi gunung berapi, banjir, tanah longsor
dan lain sebagainya. Penilaian juga dilakukan dengan memperhitungkan
jalur-jalur evakuasi jika suatu waktu terjadi bencana.
Hasil dari penilaian ini dapat dilihat dari peta bencana Jepang yang
sangat detail bahkan untuk ukuran desa ataupun kota kecil sekalipun. Peta
bencana nantinya akan diletakkan di pusat keramaian agar informasi
mengenai risiko bencana dapat tersalurkan dengan baik kepada
masyarakat. Berikut ini beberapa peta bencana yang terdapat di beberapa
kota di Jepang.
b. Sistem informasi bencana
Informasi mengenai bencana memegang peranan yang penting
dalam penyelamatan bencana. Dalam hal ini Jepang telah membangun
sistem informasi bencana yang terpadu dan sinkron antara semua pihak
yang terlibat. Informasi mengenai bencana didapat dari berbagai macam
pihak yang kemudian akan disalurkan ke database bencana yang nantinya
database tersebut dapat diakses lagi oleh semua pihak. Informasi mengenai
bencana alam juga harus melalui satu pintu yaitu pemerintah pusat. Sistem

10
informasi terpadu Jepang dinamakan Cabinet Intelligence on Disaster yang
bertugas mengumpulkan informasi, menyatukan, dan menganalisis.
Informasi-informasi mengenai bencana yang dikumpulkan ke komite
bencana kemudian akan dianalisis, diproses, dan kemudian melakukan
koordinasi ke bagian yang spesifik yang menangani bencana tersebut.
Dalam melakukan kegiatan tersebut, Jepang telah membangun salah satu
sistem teknologi penyediaan informasi tercanggih di dunia yaitu Phoenix
Disaster Management System. Sistem ini meliputi sistem informasi
jaringan, sistem pengumuman lingkungan berbasis ponsel, sistem
informasi visual, sistem dukungan komunikasi manajemen bencana,
sistem dukungan respons bencana, dan sistem alarm bencana yang
mengetahui jenis, waktu, dan cakupan bencana. Sistemsistem tersebut
memiliki respons yang sangat cepat dengan juga dukungan sumber daya
yang tinggi

C. Penanggulangan Bencana Alam Di Jepang Untuk Membangun


Ketangguhan Masyarakat Yang Berkelanjutan Melalui Kontribusi
International Research Institute of Disaster Science (IRIDeS) Tohoku
University

Keberadaan Jepang di daerah Asia dan Samudera Pasifik yang


merupakan daerah yang memiliki potensi besar akan gempa bumi,
tsunami, dan terjadinya erupsi gunung api atau dikenal dengan zona ring
of fire (Tripathi, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Liyanaarachchige (2016), semenjak tahun 1945-2011 didapatkan data
mengenai jumlah korban akibat bencana alam di Jepang sebagai berikut:

11
Gambar 2: Bencana Jepang Sejak 1945-2011

Sumber: Liyanaarachchige (2016)

Berdasarkan data tersebut di atas, dapat dilihat bahwa Gempa di


Great East Japan menyebabkan jumlah korban yang sangat banyak.
Menurut Satake (2012), gempa tersebut merupakan salah satu gempa
besar di dunia setelah gempa di Indonesia pada tahun 2004. Bencana
gempa bumi dan tsunami di Great East Japan atau Tohoku pada tahun
2011 tersebut membuat Tohoku University mendirikan International
Research Institute of Disaster Science (IRIDeS) merupakan pusat studi
bencana dan mitigasi bencana (IRIDeS, 2011). Berdasarkan pelajaran
masa lalu tersebut, IRIDeS bertujuan untuk membangun pelajaran masa
lalu dalam manajemen bencana dari Jepang dan di sekitar dunia
sehingga akan berkontribusi pada upaya pemulihan/ rekonstruksi yang
sedang berlangsung di daerah yang terkena dampak, melakukan
penelitian berorientasi aksi, untuk membangun masyarakat yang
berkelanjutan dan tangguh (IRIDes, 2015). Untuk membangun
masyarakat tangguh bencana dan berkelanjutan, IRIDeS terdiri dari
beberapa divisi sebagai berikut:

12
Gambar 3: Struktur Organisasi IRIDeS

Sumber: IRIDes (2015)

Berikut adalah konstribusi International Research Institute of


Disaster Science (IRIDeS) dalam membangun masyarakat tangguh
bencana dilakukan dalam bentuk survei dan kemudian menghasilkan
beberapa cara guna build back better. Di

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jepang merupakan daerah yang memiliki potensi besar akan gempa bumi,
tsunami, dan terjadinya erupsi gunung api karena berada didalam zona
cincin api atau ring of fire. Pada tahun 2011, Jepang mengalami gempa
bumi dan tsunami di Great East Japan atau Tohoku sehingga Jepang
mendirikan International Research Institute of Disaster Science (IRIDeS).
IRIDeS adalah untuk melakukan penelitian yang berorientasi pada aksi,
dan mengejar manajemen bencana yang efektif untuk membangun
masyarakat yang berkelanjutan dan tangguh. Hal ini dikarenakan sifat
bencana yang selalu berulang, sehingga belajar dari suatu bencana yang
pernah terjadi pada masa yang lalu dapat menjadi sebuah upaya
pemulihan/ rekonstruksi di daerah yang terkena dampak. Hal yang serupa
juga terjadi ketika Natech (Natural Hazard Triggering Technological
Accidents) yang merupakan bencana alam yang memicu kegagalan
teknologi terjadi. Meskipun Natech tidak selalu terjadi akibat peristiwa
bahaya alam yang besar, misalnya gempa kuat atau banjir yang
menyebabkan kecelakaan Natech, namun juga dapat dipicu oleh segala
jenis dan ukuran peristiwa bahaya alam skala kecil. Sehingga upaya
penanggulangan berupa pedoman yang ketat disetiap perusahaan sangat
diperlukan.

B. Saran
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun pcnyusun
sendiri. Kritik dan saran diperlukan guna mendapatkan hasil yang lebih
kedepannya, khususnya dalam pembuatan makalah dengan tema yang
sama kedepannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ii, B. A. B., Dan, B., & Bencana, M. (2012). Bencana Dan Manajemen Bencana
Jepang, 19–36.

Yuliana, Y. (2019). NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial. Jurnal Ilmu


Pengetahuan Sosial, 6(3), 536-547.
https://doi.org/10.31604/jips.v6i3.2019.536-547

15

Anda mungkin juga menyukai