Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh banyak
faktor, sehingga penanggulangannya tidak cukup dengan pendekatan medis maupun pelayanan
kesehatan saja.
Menurut UNICEF ada tiga penyebab gizi buruk pada anak yaitu penyebab
langsung, penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar. Ada dua penyebab langsung gizi
buruk, yaitu asupan gizi yang kurang dan penyakit infeksi. Kurangnya asupan gizi dapat
disebabkan karena terbatasnya asupan makanan yang dikonsumsi atau makanan yang tidak
memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan. Sedangkan infeksi menyebabkan rusaknya beberapa
fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Penyebab tidak
langsung gizi buruk yaitu tidak cukup pangan, pola asuh yang tidak memadai dan sanitasi, air
bersih/ pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai. Penyebab utama masalah gizi buruk
adalah karena krisis ekonomi, politik dan sosial termasukbencana alam yang mempengaruhi
ketersediaan pangan, pola asuh dalam keluarga dan pelayanan kesehatan serta sanitasi yang
memadai yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Septikasari, 2018).
1. Gizi buruk
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang) dan severely
underweight (gizi buruk). Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut
Umur (BB/U) kurang dari -3 SD (Kemenkes, 2011). Gizi buruk (severe malnutrition) adalah
suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Gizi
buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
Marasmus
Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup. Marasmus sering sekali
terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering
sehingga wajah seperti orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun setelah makan,
perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas dan pantat kendur dan
keriput (baggy pant).
Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh
asupan karbohidrat yang normal atau tinggi namun asupan protein yang inadekuat (Liansyah
TM, 2015). Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah: rambut berubah menjadi warna
kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok, apabila rambut keriting menjadi lurus,
kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia, terjadi dispigmentasi dikarenakan habisnya
cadangan energi atau protein. Pada kulit yang terdapat dispigmentasi akan tampak pucat,
Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit), terjadi pembengkakan, terutama pada kaki dan
tungkai bawah sehingga balita terlihat gemuk. Pembengkakan yang terjadi disebabkan oleh
akumulasi cairan yang berlebihan. Balita memiliki selera yang berubah-ubah dan mudah
terkena gangguan pencernaan.
Marasmus-Kwashiorkor
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-
hari tidak cukup mengandung protein dan energi untuk pertumbuhan normal. Pada penderita
berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit serta kelainan biokimia.
2. Kekurangan Energi Protein (KEP)
KEP (Kurang Energi Protein) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting
di Indonesia maupun di negara yang sedang berkembang lainnya. Prevalensi tertinggi
terdapat pada anak-anak balita, ibu yang sedang mengandung dan menyusui. Penderita KEP
memiliki berbagai macam keadaan patologis yang disebabkan oleh kekurangan energi
maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat kekurangan tersebut timbul
keadaan KEP pada derajat yang ringan sampai yang berat. KEP berat terdiri dari tiga tipe,
yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor.
3. Obesitas
Obesitas merupakan penyakit yang kompleks dan multifaktorial yang ditandai dengan
kelebihan berat badan karena adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh.
Obesitas disebabkan oleh tidak seimbangnya jumlah energi yang masuk dan jumlah energi
yang dikeluarkan sehingga berat badan menjadi lebih berat dibandingkan berat badan ideal
karena adanya penumpukan lemak di dalam tubuh.
4. Anemia defisiensi besi
Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,
artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan
sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi
dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia
walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah
lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk selsel darah merah di dalam sumsum tulang
sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang
disebut anemia gizi besi (Masrizal, 2007).
Status gizi merupakan keadaan tubuh karena mengkonsumsi makanan dan penggunakan
zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan
jaringan tubuh. Penilaian status gizi dapat diukur berdasarkan pengukuran antropometri yang
terdiri dari variabel umur, berat badan dan tinggi badan.
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara
beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering
digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan
Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dalam penelitian ini digunakan (BB/U) (Sudariyati,
2005).
Kategori Status
Indeks Ambang Batas (Z-Score)
Gizi
Berat Badan menurut Umur Gizi Buruk < -3 SD
(BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai dengan < -2 SD
Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan Gizi Lebih >2 SD
Panjang Badan menurut Umur Sangat Pendek <-3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD
(PB/U) atau Tinggi Badan
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
menurut Umur
Tinggi >2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan
Berat Badan menurut Panjang Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Badan (BB/PB) atau Berat
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Badan menurut Tinggi Badan Gemuk >2 SD
(BB/TB)
Anak Umur 0 – 60 Bulan
Indeks Massa Tubuh menurut Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Umur (IMT/U)
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan Gemuk >2 SD
Sangat Kurus <-3 SD
Indeks Massa Tubuh menurut
Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Umur (IMT/U) Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk 1 SD sampai dengan 2 SD
Anak Umur 5 – 18 Tahun
Obesitas >2 SD
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak
Selain diupayakan pemenuhan kebutuhan zat gizi makro (karbohidrat, lemakdan protein)
pada balita gangguan gizi kurang maka sebelum indikator BB/TB < -2 Z-score (SD)
petugas gizi Puskesmas harus mengupayakan selaludilakukan koreksi atau penambahan
pemenuhan zat gizi mikro yang sangatpenting dalam metabolisme energi balita yaitu
pemenuhan vitamin danmineral dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Berikan suplemen vitamin A sesuai umur pada saat penangan tersebut, jika ditemukan
ada tanda-tanda xerophtalmia atau menderita campakdalam 3 bulan terakhir maka
suplemen vitamin A diberikan pada hari 1, 2dan hari ke 15 penanganan.
2. Berikan suplemen vitamin B komplek setiap hari dan vitamin C 50 mg/hari sampai
indikator BB/TB ≥ -2 Z-score/SD
3. Berikan suplemen vitamin asam folat 5 mg pada saat penanganan (hari pertama)
selanjutnya berikan 1 mg/hari sampai indikator BB/TB ≥-2 Z-score/SD4. Berikan
suplemen Zn baik sirup atau tablet 10 mg/hari sampai indikator BB/TB ≥ -2 Z-score/SD
Dalam penanganan balita gangguan gizi kurang dengan sakit (hambatan pertumbuhan)
maka penanganannya juga fokus pada pengobatan sakitnya. Dalam hubungannya dengan
pemberian makanan pada balita dengangangguan gizi kurang yang sedang mengalami
peradangan hati-hati padapemberian sumber bahan makanan terutama minyak. Sebaiknya
dihindaribahan makanan yang mengandung asam lemak omega 6 karena akanmeningkatkan
reaksi peradangan sehingga perlu dihindari pengolahanmenggunakan minyak selama balita
mengalami sakit.
Penderita gizi buruk dengan komplikasi dan tanda bahaya perlu dirawatinap sesuai dengan
Tatalaksana Anak gizi Buruk . Pedoman TatalaksanaGizi buruk menggunakan sepuluh langkah
dalam 5 kondisi klinis. KondisiI-V ditentukan berdasarkan ada/tidaknya tanda bahaya yaitu :
a. Renjatan/ syok
b. Letargis
c. Diare, Muntah dan atau dehidrasi.
Gizi buruk tanpa komplikasi dan tanda bahaya dapat dirawat jalan melaluiKlinik Gizi Puskesmas
/Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Pemulihan GiziBerbasis Masyarakat (PGBM), diberi
pengobatan dan makanan padat gizi/energi serta konseling gizi seminggu sekali sampai dengan
BB/TB-PB > -2 SD atau anak mengalami kenaikan berat badan 15-20% dari berat badanterendah
pada saat pemeriksaan status gizi. Pada umumnya anak membaik dalam waktu 17 minggu.
Penanganan balita gizi buruk tanpa komplikasi adalah sebagai berikut :
a. Pemberian PMT Pemulihan yang padat gizi dengan kandungan energi500 kkal selama 10
minggu
b. Penyuluhan gizi dan demo cara penyiapan sampai pemberian makananpemulihan gizi yang
padat gizi
c. Konseling pemberian makanan bayi dan anak (ASI, PMT, MP-ASI)
d. Memantau penambahan BB dan pemeriksaan klinis setiap minggu, TB/PB dieriksa setiap
bulan oleh tenaga kesehatan.
e. Memberikan stimulasi tumbuh kembang melalui BKB, atau Pos PAUD bila memungkinkan.
f. Bila pertambahan BB < 50 g/kg BB perminggu dalam 3 minggu terakhiratau ada gejala sakit,
Rujuk ke Puskesmas TFC/RS untuk pengobatanpenyakit dan pemeriksaan lanjut.
Sumber:
Masrizal. (2007). Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat. II (1) pp 140-145.
Septikasari, M. (2018). Status gizi anak dan faktor yang mempengaruhi. Yogyakarta: UNY
Press.