Anda di halaman 1dari 8

MASALAH KESEHATAN PADA GIZI BAYI DAN BALITA

A. Gizi Buruk
1. Defenisi Gizi Buruk
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks beratbadan menurut umur
(BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight(gizi kurang) dan severely underweight
(gizi buruk). Balita disebut giziburuk apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) kurang
dari -3SD (Kemenkes, 2011). Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatuistilah teknis yang
umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dankedokteran. Gizi buruk adalah
bentukterparah dari proses terjadinyakekurangan gizi menahun

2. Faktor Penyebab Gizi Buruk


Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan Gizi buruk, diantaranya yaitu ;
a. Konsumsi Zat Gizi
Konsumsi zat gizi yang kurang dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan dan
keterlambatan perkembangan otak serta dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya
tahan tubuh terhadap penyakit infeksi (Krisnansari d, 2010). Selain itu faktor kurangnya asupan
makanan disebabkan oleh ketersediaan pangan, nafsu makan anak,gangguan sistem pencernaan
serta penyakit infeksi yang diderita (Proverawati A, 2009)
b. Penyakit Infeksi
Infeksi dan kekurangan gizi selalu berhubungan erat. Infeksi pada anak-anak yang
malnutrisi sebagian besar disebabkan kerusakan fungsi kekebalan tubuh, produksi kekebalan
tubuh yang terbatas dan atau kapasitas fungsional berkurang dari semua komponen seluler dari
sistem kekebalan tubuh pada penderita malnutrisi (RodriquesL, 2011)
c. Pengetahuan Ibu- tentang gizi dan kesehatan
Seorang ibu merupakan sosok yang menjadi tumpuan dalam mengelola makan keluarga.
pengetahuan ibu tentang gizi balita merupakan segala bentuk informasi yang dimiliki oleh ibu
mengenai zat makanan yang dibutuhkan bagi tubuh balita dan kemampuan ibu untuk
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Mulyaningsih F, 2008). Kurangnya pengetahuan
tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi dalam
kehidupan sehari-hari yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi
(Notoadmodjo S, 2003). Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup
dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang makanan
dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama
untuk anak balita (Nainggolan J dan Zuraida R, 2010).
d. Pendidikan Ibu
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah diberikan pengertian
mengenai suatu informasi dan semakin mudah untuk mengimplementasikan pengetahuannya
dalam perilaku khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Ihsan M.Hiswani, Jemadi, 2012).
Pendidikan ibu yang relatif rendah akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu dalam
menangani masalah kurang gizi pada anak balitanya (Oktavianis, 2016).
e. Pola Asuh Anak
Pola asuh anak merupakan praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita dan
pemeliharaan kesehatan (Siti M, 2015). Pola asuh makan adalah praktik-praktik pengasuhan
yang diterapkan ibu kepada anak balita yang berkaitan dengan cara dan situasi makanPola asuh
yang baik dari ibu akan memberikan kontribusi yang besar pada pertumbuhan dan perkembangan
balita sehingga akan menurunkan angka kejadian gangguan gizi dan begitu sebaliknya
(Istiany,dkk, 2007).
f. Sanitasi
Sanitasi lingkungan termasuk faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi. Gizi
buruk dan infeksi kedua – duanya bermula dari kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat
dengan sanitasi buruk (Suharjo, 2010). Upaya penurunan angka kejadian penyakit bayi dan balita
dapat diusahakan dengan menciptakan sanitasi lingkungan yang sehat, yang pada akhirnya akan
memperbaiki status gizinya (Hidayat T, dan Fuada N, 2011).
g. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan keluarga merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi
balita (Mulyana DW, 2013). Keluarga dengan status ekonomi menengah kebawah,
memungkinkan konsumsi pangan dan gizi terutama pada balita rendah dan hal ini mempengaruhi
status gizi pada anak balita ( Supariasa IDN, 2012). Balita yang mempunyai orang tua dengan
tingkat pendapatan kurang memiliki risiko 4 kali lebih besar menderita status gizi kurang
dibanding dengan balita yang memiliki orang tua dengan tingkat pendapatan cukup (Persulessy
V, 2013).
h. Ketersediaan Pangan
Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan penyebab tidak langsung terjadinya status
gizi kurang atau buruk (Roehadi S, 2013). Masalah gizi yang muncul sering berkaitan dengan
masalah kekurangan pangan, salah satunya timbul akibat masalah ketahanan
http://repository.unimus.ac.id 11 pangan ditingkat rumahtangga, yaitu kemampuan rumahtangga
memperoleh makanan untuk semua anggotanya (Sobila ET, 2009)
i. Sosial Budaya
Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana
pengolahan, persiapan, dan penyajiannya serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan
tersebut dikonsumsi. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan masalah gizi buruk (Arifn Z,
2015)
B. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak
Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Berat Badan menurut Umur Gizi Buruk ←3SD
(BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai dengan ←2 SD
Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan Gizi Lebih ¿ 2 SD
Panjang Badan menurut Umur Sangat Pendek ←3SD
(PB/U) atau Tinggi Badan Pendek -3 SD sampai dengan ←2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
menurut Umur (TB/U)
Tinggi ¿ 2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan
Berat Badan menurut Panjang Sangat Kurus ←3SD
Badan (BB/PB) atau Berat Kurus -3 SD sampai dengan ←2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB) Gemuk ¿ 2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan
Indeks Massa Tubuh menurut Sangat Kurus ←3SD
Umur (IMT/U) Kurus -3 SD sampai dengan ←2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk ¿ 1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas ¿ 2 SD
C. Kekurangan Energi Protein
1. Definisi Kekurangan Energi Protein
Kemenkes RI (2016)direktorat jenderal kesehetan masyarakat dan gizi
masyarakatmenjelaskan Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal
yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan
berat. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun.1

Penyakit KEP diberi nama seara internasional yaitu Calory Protein Malnutrition (CPM),
kemudian diubah menjadi Protein Energy Malnutrition (PEM). Penyakit ini mulai banyak
diselidiki di Afrika, dan di benua tersebut KEP dikenal dengan nama lokal kwashiorkhor yang
berarti penyakit rambut merah. Masyarakat di tempat tersebut menganggap kwashiorkhor
sebagai kondisi yang biasa terdapat pada anak kecil yang sudah mendapat adik (Adriani dan
Wijatmadi, 2012)
Kekurangan energi protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah.
Kekurangan energi protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak
dibawah lima tahun. Kekurangan energi protein sering ditemukan secara bersamaan dengan
kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus. Sindroma gabungan
antara dua jenis kekurangan ini dinamakan Energy-protein malnutrition/EPM atau kurang energi
protein/KEP atau kurang kalori-protein/KKP.
Departemen kesehatan gizi Indonesia (2016) menjelaskan Anak usia di bawah lima tahun
(balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein
(KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia.
asalah kesehatan dengan kekurangan energi protein atau tidak mencukupinya makanan bagi
tubuh seringkali dikenal dengan marasmus dan kwashiorkor

2. Klasifikasi Kekurangan Energi Protein


Berdasarkan gejalanya, KEP dibagi menjadi dua jenis, yaitu KEP ringan dan KEP berat.
Kejadian KEP ringan lebih banyak terjadi di masyarakat, KEP ringan sering terjadi pada anak-

1
DepkesRI. Pedoman Tatalaksana KEPpada anak diPuskesmas dan Rumah Tangga.Jakarta; 1999.
anak pada masa pertumbuhan. Gejala klinis yang muncul diantaranya adalah pertumbuhan linier
terganggu atau terhenti, kenaikan berat badan berkurang atau terhenti, ukuran lingkar lengan atas
(LILA) menurun, dan maturasi tulang terhambat. Nilai z-skor indeks berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) juga menunjukkan nilai yang normal atau menurun, tebal lipatan kulit normal
atau berkurang, dan biasanya disertai anemia ringan. Selain itu, aktivitas dan konsentrasi
berkurang serta kadang disertai dengan kelainan kulit dan rambut.KEP berat terdiri dari tiga tipe,
yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor(Par’i, 2016).
a. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah keadaan yang diakibatkan oleh kekurangan makanan sumber protein.
Tipe ini banyak dijumpai pada anak usia 1 sampai 3 tahun. Gejala utama kwashiorkor adalah
pertumbuhan terhalang dan badan bengkak, tangan, kaki, serta ajah tambak sembab dan ototnya
kendur. Wajah tampak bengong dan pandangan kosong, tidak aktif dan sering menangis. Rambut
menjadi berwarna lebih terang atau coklat tembaga. Perut buncit, serta kaki kurus dan bengkok.
Karena adanya pembengkakan, maka tidak terjadi penurunan berat badan, tetapi pertambahan
tinggi terhambat. Lingkar kepala mengalami penurunan. Serum albumin selalu rendah, bila turun
sampai 2,5 ml atau lebih rendah, mulai terjadi pembengkakan (Budiyanto, 2002)
Gejala klinis kwashiorkor adalah penampilan anak seperti anak gemuk (sugar baby),
tetapi pada bagian tubuh lain terutama pantat terlihat atrofi. Pertumbuhan tubuh mengalami
gangguan yang ditunjukkan dengan nilai z- skor indeks BB/U berada di bawah -2 SD, pada
tinggi badan anak juga mengalami keterlambatan. Mental anak mengalami perubahan mencakup
banyak menangis dan pada stadium yang lanjut anak sangat apatis. Penderita kwashiorkor diikuti
dengan munculnya edema dan terkadang menjadi asites. Selain itu juga terjadi atrofi otot
sehingga penderita terlihat lemah (Par’i, 2016).
Pada penderita kwashiorkor mengalami gangguan sistem gastrointestinal, seperti
penderita menolak semua makanan sehingga kadang makanan harus melalui sonde lambung.
Penderita kwashiorkor mudah mengalami kelainan kulit yang khas (crazy pavement dermatosis),
yaitu munculnya kelainan dimulai dari bintik-bintik merah bercampur bercak, lama-kelamaan
menghitam kemudian mengelupas. Kejadian ini umumnya terjadi di punggung, pantat, dan
sekitar vulva yang selalu membasah karena keringat atau urin. Pada hati terjadi pembesaran,
terkadang batas pembesaran sampai ke pusar, hal ini disebabkan karena sel-sel hati terisi lemak.
Penderita kwashiorkor juga menderita anemia. Albumin dan globulin serum sedikit menurun di
bawah 2, terkadag sampai 0. Kadar kolesterol serum rendah, hal ini mungkin disebabkan karena
asupan gizi yang rendah atau terganggunya pembetukan kolesterol tubuh (Par’i, 2016).
b. Marasmus
Marasmus adalah gejala kelaparan yang hebat karena makanan yang dikonsumsi tidak
menyediakan energi yang cukup untuk mempertahankan hidupnya sehingga badan menjadi
sangat kecil dan tinggal kulit pembalut tulang. Marasmus biasanya terjadi pada bayi berusia
setahun pertama. Hal ini terjadi apabila ibu tidak dapat menyusui karena produksi ASI sangat
rendah atau ibu memutuskan untuk tidak menyusui bayinya. Tanda-tanda marasmus yaitu: (a)
Berat badan sangat rendah, (b) Kemunduran pertumbuhan otot (atrophi), (c) Wajah anak seperti
orang tua (old face), (d) Ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran tubuh, (e) Cengeng dan
apatis (kesadaran menurun), (f) Mudah terkena penyakit infeksi, (g) Kulit kering dan berlipat-
lipat karenatidak ada jaringan lemak di bawah kulit, (h) Sering diare, (i) Rambut tipis dan mudah
rontok. (Budiyanto,2002)
c. Marasmik-Kwashiorkor
Marasmik-kwashiorkor disebabkan karena makanan sehari-hari kekurangan energi dan
juga protein. Berat badan anak sampai di bawah -3 SD sehingga telihat kurus, tetapi ada gejala
edema, kelainan rambut, kulit mengering dan kusam, otot menjadi lemah, menurunnya kadar
protein (albumin) dalam darah (Par’i, 2016).

3. Tanda dan Gejala Kekurangan Energi Protein


d. Kwashiorkor
Secara spesifik, kwashiorkor diartikan sebagai kondisi kekurangan atau bahkan ketiadaan
asupan protein. Padahal, protein dibutuhkan tubuh untuk memperbaiki dan membuat sel-sel baru.
Kondisi ini ditandai dengan pembengkakan di bagian bawah kulit (edema), akibat terlalu
banyaknya cairan dalam jaringan tubuh. Pembengkakan dapat terjadi pada seluruh bagian tubuh
dan umumnya dimulai di kaki.2
Bengkak biasanya diiringi sejumlah kondisi berikut:
 Rambut yang kering, jarang, dan rapuh, bahkan dapat berubah warna menjadi putih
atau kuning kemerahan seperti rambut jagung.
 Ruam atau dermatitis.
2
https://www.alodokter.com/kwashiorkor-dan-marasmus-malnutrisi-yang-mengancam-nyawa
 Mudah marah.
 Kelelahan dan mengantuk.
 Gangguan tumbuh kembang.
 Perut membesar.
 Infeksi yang terjadi terus menerus, akibat lemahnya kekebalan tubuh.
 Kuku pecah dan rapuh.
 Berubahnya pigmen kulit.
 Penurunan massa otot.
 Diare.
 Berat dan tinggi badan tidak bertambah.

Pada kasus yang lebih parah, pengidap kwashiorkor juga dapat mengalami syok karena
dehidrasi berat. Kondisi ini perlu segera mendapat penanganan medis oleh dokter di rumah sakit.

e. Marasmus

Merupakan kekurangan asupan energi atau kalori dari semua bentuk makronutrien,
mencakup karbohidrat, lemak, dan protein. Kondisi ini paling banyak ditemukan pada anak
berusia di bawah 2 tahun. Ciri-ciri fisik penderita marasmus:

 Kekurangan berat badan.

 Kehilangan banyak massa otot dan jaringan lemak.


 Pertumbuhan terhambat.
 Kulit kering dan rambut rapuh.
 Terlihat lebih tua dari usianya.
 Tidak berenergi dan tampak tidak bersemangat atau lesu.
 Wajah menjadi bulat seperti orang tua.
 Diare kronis.
Selain itu, penderita marasmus rentan mengalami infeksi akut seperti infeksi saluran
pernapasan dan gastroenteritis, serta infeksi kronis seperti tuberkulosis.3
3
Ibid,.
f. Defisiensi Vitamin A
Defisiensi vitamin A atau kekurangan vitamin A (KVA) adalah penyakit yang disebabkan
oleh kurangnya asupan vitamin A yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan rabun senja,
xeroftalmia, dan jika kekurangan berlangsung parah dan berkepanjangan akan mengakibatkan
keratomalasia. KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-
organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk
mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata.Vitamin A diperlukan retina mata untuk pembentukan
rodopsin dan pemeliharaan diferensiasi jaringan epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A
dijumpai pada anak-anak yang terkait dengan : kemiskinan, pendidikan rendah, kurangnya
asupan makanan sumber vitamin A dan pro vitamin A (karoten), bayi tidak diberi kolostrum dan
disapih lebih awal, pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A. Pada anak yang
mengalami kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin A terjadi selain karena
kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena penyimpanan dan transpor vitamin A pada
tubuh yang terganggu.4
Dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain:
1. Hemarolopia atau kotok ayam (rabun senja).
2. Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu, sehingga kulit
tangan dan kaki bersisik.
3. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.
4. Kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (Xerosis konjungtiva),
bercak seperti busa pada bagian putih mata (bercak bitot), bagian kornea kering dan
kusam (Xerosis kornea), sebagian hitam mata melunak ( Keratomalasia ), Seluruh
kornea mata melunak seperti bubur (Ulserasi Kornea) dan Bola mata mengecil /
mengempis (Xeroftahalmia Scars).
5. Terhentinya proses pertumbuhan.
6. Terganggunya pertumbuhan pada bayi.
7.  Mengakibatkan campak yang berat yang berkaitan dengan adanya komplikasi pada
anak-anak serta menghambat penyembuhan.5

4
Arisman MB, Buku Ajar Ilmu Gizi: Keracunan Makanan, Kedokteran EGC, Jakarta: 2012
5
Zulkarnaen, Skripsi: Hubungan Status KADARZI dengan Status Gizi Balita 12 – 59 Bulan di Propinsi DIY dan Nusa
Tenggara Timur (Jakarta : Universitas Indonesia, 2012)

Anda mungkin juga menyukai