TINJAUAN PUSTAKA
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya
manusia. Peran gizi dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia telah
dibuktikan dari berbagai penelitian. Gangguan gizi pada awal kehidupan akan
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi
makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein.
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat
gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro. (Depkes RI, 2002)
2010 bahwa gizi buruk terjadi karena pemenuhan kebutuhan gizi balita masih sangat
perilaku yang kurang mendukung karena ketidaktahuan, sikap kurang dan ketidak
6
Universitas Sumatera Utara
Menurut WHO salah satu masalah gizi buruk terjadi akibat konsumsi
makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena adanya
gangguan kesehatan. Anak disebut gizi buruk apabila berat badannya kurang dari
berat badan normal. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), gizi buruk adalah status
gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan Z-score <-3 dan atau
buruk juga diartikan seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit
Suhardjo (2003) berpendapat bahwa gizi kurang atau gizi buruk adalah
kurangnya pemasukan energi dan protein sehingga mengakibatkan kelainan yang sulit
Almatsier (2004), kurang gizi adalah penyakit yang disebabkan kekurangan makanan
sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Gizi buruk adalah
keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG)
dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa zat gizi lainnya.
kurang energi akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh
masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahya pengetahuan di bidang gizi. Salah
gizi sekunder bila kondisi masalah gizi karena adanya penyakit utama, seperti
kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan percernaan dan metabolik, yang
Tabel 2.1 Klasisfikasi dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
klinis yaitu :
1. Marasmus
hanya terbungkus kulit, otot lemah, lunak, wajah tampak tua (monkey face), sering
pada bayi < 12 bulan, mudah menangis/cengeng dan rewel, kulit menjadi keriput,
jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana
longgar), perut cekung, dan iga gambang, sering disertai penyakit infeksi (umumnya
kronis berulang), diare kronik atau konstipasi (susah buang air), tidak ada edema,
2. Kwashiorkhor
Kwasiorkor memiliki ciri-ciri: wajah bulat (moon face), biasa terjadi pada
anak usia 1-3 bulan, edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama
punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab, pandangan mata sayu, rambut tipis
kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan
mudah rontok, terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel, terjadi
pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi
berdiri atau duduk, terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas
dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement
dermatosis), sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut, anemia dan diare.
di lihat dari penyebab langsung, tidak langsung, pokok permasalahan dan akar
a. Faktor Langsung
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
2. Penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh
2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
Faktor lain yang dikemukan oleh Adriani & Wirjatmadi ( 2012) dalam buku
mereka pengantar gizi masyarakat bahwa status gizi dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut :
b. Penyakit
c. Pola Asuh, salah satu kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang
f. Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi
anak
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi
1. Keluarga miskin
2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran
(2004), menurut beliau status gizi dipengaruhi oleh determinan biologis yang meliputi
jenis kelamin, lingkungan dalam rahim, jumlah kelahiran , berat lahir, ukuran orang
tua, dan konstitusi genetik serta faktor lingkungan seperti keadaan sosial ekonomi
keluarga.
memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang yaitu
beragam, sesuai kebutuhan, bersih dan aman, misalnya bayi tidak memperoleh ASI
Gizi buruk banyak terjadi pada anak usia enam bulan hingga lima tahun pada
umur tersebut tubuh anak memerlukan zat gizi yang sangat tinggi, sehingga apabila
kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi maka tubuh akan menggunakan cadangan zat gizi
yang ada dalam tubuh, yang akibatnya semakin lama cadangan semakin habis dan
gejala klinis.
Banda Aceh, anak dengan asupan energi yang kurang mempunyai risiko 2,9 kali lebih
besar untuk mengalami status gizi kurang di banding dengan anak yang asupan
energinya cukup, sedangkan anak dengan asupan protein yang kurang mempunyai
anak yang asupan proteinnya cukup. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam
pemberian makanan anak adalah umur, aktivitas, keadaan sakit dan jenis
dengan tingginya kejadian penyakit menular terutama diare, cacingan dan penyakit
balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan
gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah terkena infeksi. Penyakit yang
umumnya terkait dengan masalah gizi antara lain diare, tuberkulosis, campak dan
batuk rejan.
sudah lama diketahui. Infeksi dapat mempengaruhi asupan makanan sehinggga akan
terhadap daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Interaksi sinergistik antara
telah lama diketahui. Keadaan demikian disebabkan karena hilangnya nafsu makan
penderita penyakit infeksi sehingga masukan zat gizi dan energi kurang dari
zat gizi yang meningkat karena katabolisme yang berlebihan dan suhu badan yang
tinggi.
infeksi. Tubuh memiliki tiga macam pertahanan untuk menolak infeksi, yaitu :
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian penyakit diare dengan
status gizi anak balita berdasarkan indikator BB/U, TB/U dan BB/TB. Balita yang
sering mengalami diare berpeluang satu kali lebih besar akan mengalami status gizi
buruk, pendek dan kurus dibandingkan dengan balita yang normal atau berstatus gizi
baik.
rumah tangga dan distribusi hasil tanaman perdagangan, ternak dan jenis pangan lain
yang dijual di pasar lokal atau tempat lain. Jika pangan diproduksi dalam jumlah dan
ragam yang cukup, kemudahan bahan tadi cukup tersedia di tingkat desa atau
pangan yang tidak ditanam di tempatnya, tidak akan banyak terjadi kurang gizi dan
kurangnya pangan.
langsung yang berpengaruh terhadap asupan makanan anak didalam keluarga. (Marut,
2007). Kurangnya pangan yang cukup untuk dimakam merupakan salah satusebab
utama rendahnya keadaan penghidupan keluarga. Cara-cara bertani yang tidak baik
Kemiskinan dan kurangnya pangan yang tersedia untuk konsumsi rumah tangga
Asuhan anak atau interaksi ibu dan anak terlihat erat sebagai indikator kualitas
dan kuantitas peranan ibu dalam mengasuh anak. Pola asuh dapat dipakai sebagai
peramal atau faktor risiko terjadinya kurang gizi atau gangguan perkembangan pada
anak. Peran ibu dalam keluarga sangat besar dalam menanamkan kebiasaan makan
pada anak dan proses tumbuh kembang yaitu kebutuhan emosi atau kasih sayang
diwujudkan dengan kontak fisik dan psikis, misalnya dengan menyusui segera setelah
peran ganda ibu dengan kurang baiknya pola asuh terhadap anak. Terkadang tidak
semua ibu atau pengasuh mengetahui bagaimana mengasuh anak tumbuh dan
berkembang secara optimal, padahal usia balita identik dengan peletakan fondasi
suatu bangunan. Oleh karena itu, pengetahuan gizi dan perannya dalam mendukung
tumbuh kembang anak sangat dibutuhkan oleh orang tua dan pengasuh
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Triwinarti dan Anies
pada gangguan pertumbuhan berat bayi sejak berumur satu bulan, dan berlanjut
sampai bayi berumur sembilan bulan dan menurut mereka juga pola asuh mulai
berpengaruh pada gangguan pertambahan panjang bayi ketika bayi berumur lima
Kutipan Hidayat dan Noviati Fuada (2011) dalam Soekirman dkk (2010)
mengatakan masalah gizi selain disebabkan oleh kurangnya asupan zat gizi, juga
dapat terjadi akibat buruknya sanitasi lingkungan dan kebersihan diri. Sehingga
Hidayat dan Noviati Fuada (2011) dalam penelitian yang mereka lakukan
tentang hubungan sanitasi lingkungan, morbiditas dan status gizi balita di Indonesia,
yang tumbuh di lingkungan tidak sehat berpeluang satu kali lebih besar akan
mengalami status gizi buruk di bandingkan dengan balita yang normal atau status gizi
baik.
Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi
Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Jambi, dari hasil wawancara yang semua
beberapa alasan yang membuat balita tersebut jarang dibawa ke Posyandu yaitu
2.3.3.1 Kemiskinan
rumah tangga sulit dicapai sehingga orang akan kekurangan berbagai zat gizi yang
Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah
sangat rawan terhadap gizi kurang. Mereka mengkonsumsi makanan (energi dan
Hal ini terkait dengan kemampuan rumah tangga untuk menyediakan pangan yang
ditentukan oleh faktor ekonomi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Suiraoka dkk (2011) pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kecamatan Denpasar
utara, dari hasil analisis mereka menunjukan ada perbedaan status gizi balita pada
keluarga miskin dan tidak miskin. Perbedaan ini dapat disebabkan berbagai faktor
misalnya penyebab langsung yaitu pada balita keluarga miskin asupan zat gizi lebih
rendah dibanding dengan balita keluarga tidak miskin demikian juga halnya dengan
keadaan sanitasi yang kurang baik pada keluarga miskin mengakibatkan terjadinya
penyakit infeksi.
penting kekurangan gizi. Sebaliknya kekurang gizi dapat memiskinkan, anak kurus
dan pendek karena kurang gizi mudah sakit, kurang cerdas dan tidak produktif.
Keadaan ini berdampak rendahnya daya saing kerja, tingkat kerja dengan pendapatan
rendah yang dapat memiskinkan. Salah satu ciri kemiskinan adalah ketidak mampuan
anak, karena orangtua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer
semakin tinggi pendapatan perkapita maka status gizi anak akan semakin baik. Faktor
pendapatan keluarga mempunyai peranan besar dalam masalah gizi dan kebiasaan
makan.
ekonomi dan nilai gizinya. Bagi mereka dengan pendapatan yang sangat rendah
merupakan pangan prioritas utama. Jika tingkat pendapatan meningkat maka pangan
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam
tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat
menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang
gizi ibu. Hasil penelitian yang dilakukan di Sumatera barat oleh Saputra & Rahmah
HN (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua semakin
makanan dan kesehatan atau kebutuhan tubuh termasuk kebutuhan zat gizi bagi
akan dapat merencanakan menu makanan yang sehat dan bergizi bagi dirinya dan
keluarganya dalam upaya memenuhi zat gizi yang diperlukan. (Adriani &
Wirjatmadi, 2012)
Indonesia, bahwa persentase status gizi kurang lebih tinggi daripada status gizi baik
diderita balita dari ayah yang tidak bersekolah dan berpendidikan hanya sampai tamat
persentase gizi kurang lebih tinggi daripada status gizi baik pada balita dari ibu yang
pengetahuan ibu memiliki hubungan yang positif dengan status gizi balita usia 6-24
balitanya memiliki status gizi di atas garis merah lebih besar daripada ibu dengan
dikonsumsi.
pengalaman diri sendiri maupun pengalaman diri seseorang. Tata cara pemeliharaan
yang bergizi bagi kesehatan, manfaat makanan bergizi bagi kesehatan, pentingnya
dari kurangnya asupan zat gizi, pentingnya istirahat yang cukup, rekreasi, relaksasi,
Pengaruh Pengetahuan gizi dalam proses persepsi, sikap dan perilaku orang
atau masyarakat untuk mewujudkan kehidupan dengan status gizi yang baik, sebagai
bagian dalam kesehatan jasmani dan rohani. Pengetahuan gizi memegang peranan
penting dalam menggunakan pangan yang tepat. Pengetahuan tentang gizi juga dapat
penyebab terjadinya gangguan gizi. Pengetahuan bahan makanan perlu sebagai dasar
penduduk. Semakin tinggi taraf ekonomi seseorang, pola konsumsi terhadap bahan
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah
itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI
yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan
sisanya karbohidrat.
Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada
petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah
sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori
yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk
mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin
penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada
kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi
kemudian hari.
Masalah gizi merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait.
Terdapat dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi individu, yaitu faktor
makanan dan penyakit infeksi, keduanya saling mempengaruhi. Faktor lain yang
berpengaruh yaitu ketersedian pangan di keluarga. Semuanya itu terkait pada kualitas
pola asuh anak. Pola asuh, sanitasi lingkungan, akses pangan keluarga dan pelayanan
terutama tentang gizi dan kesehatan pada gambar 1 dijelaskan penyebab masalah gizi
Gizi Buruk