Anda di halaman 1dari 16

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI
Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama
(Sodikin, 2013).

2. Epidemiologi
Secara epidemiologi, malnutrisi ditemukan hampir di seluruh belahan dunia dengan populasi
paling berisiko adalah bayi, anak-anak dan wanita.

Global
Sekitar 462 juta dewasa tergolong berat badan kurang (underweight). Selain itu, diperkirakan
lebih dari 150 juta balita mengalami stunting dan 50 juta anak mengalami gizi buruk. Data
UNICEF menyatakan bahwa secara global, 1 dari 4 balita menderita stunting. India
merupakan negara dengan jumlah balita pendek tertinggi, sementara Indonesia menempati
peringkat kelima. Populasi yang paling berisiko mengalami malnutrisi adalah wanita, bayi,
dan anak-anak. Untuk itu, penting untuk memastikan asupan nutrisi adekuat bagi ibu dan
anak, sejak saat konsepsi hingga usia 2 tahun. Populasi lanjut usia juga berisiko untuk
mengalami malnutrisi, khususnya yang dirawat inap di rumah sakit.
Indonesia
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, persentase balita pendek (stunting) di
Indonesia termasuk tinggi, yaitu mencapai 37,2%, dengan Nusa Tenggara Timur sebagai
provinsi dengan angka persentase tertinggi menderita stunting.

3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Penyebab gizi buruk atau kwashiorkor adalah karena anak tidak memeroleh makanan dengan
kandungan energi dan protein yang cukup. Umumnya hal ini sering dikaitkan dengan tingkat
perekonomian yang rendah. Itulah sebabnya kasus gizi buruk atau kwashiorkor banyak terjadi
di negara berkembang. Selain dikarenakan rendahnya tingkat perekonomian, kurangnya
pengetahuan orangtua akan nutrisi yang diperlukan tubuh anak juga turut memengaruhi.
Pada dasarnya gizi buruk atau kwashiorkor bukanlah gangguan yang terjadi secara mendadak.
Kondisi ini berlangsung secara perlahan. Karena itu penting untuk mencegah agar anak tidak
mengalami kondisi ini dengan cara memberikan asupan makanan cukup gizi.

4. Patofisiologi
Gizi kurang pada balita terjadi sebagai dampak kumulatif dari berbagai faktor baik yang
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Faktor yang berpengaruh langsung
terhadap status gizi balita diantaranya asupan nutrisi yang tidak tercukupi dan adanya infeksi.
Asupan nutrisi sangat memengaruhi status gizi, apabila tubuh memperoleh asupan nutrisi
yang dibutuhkan secara optimal maka pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan
kerja dan kesehatan akan berlangsung maksimal sehingga status gizi pun akan optimal
(Almatsier, 2016). Infeksi penyakit berkaitan erat dengan perawatan dan pelayanan
kesehatan,. Infeksi penyakit seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atau (ISPA) akan
mengakibatkan proses penyerapan nutrisi terganggudan tidak optimal sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi (Supariasa, 2016).

Faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap status gizi balita diantaranya faktor
tingkat pengetahuan orangtua mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi, faktor ekonomi dan
sanitasi lingkungan yang kurang baik. Tingkat pengetahuan yang kurang serta tingkat
ekonomi yang rendah akan mengakibatkan keluarga baik menyediakan makanan yang
beragam setiap harinya sehingga terjadilah ketidakseimbangan antara asupan nutrisi dengan
kebutuhan metabolic tubuh. Sanitasi lingkungan yang kurang baik menjadi faktor pencetus
terjadinya berbagai masalah kesehatan misalnya diare, kecacingan dan infeksi saluran cerna
(Marimbi, 2017).

Asupan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak mampu memenuhi kebutuhan matebolik tubuh
serta adanya penyakit infeksi akan mengakibatkan absorpsi nutrien tidak berlangsung seperti
seharusnya sehingga akan berdampak terhadap keberlangsungan sistem tubuh. Apabila hal ini
dibiarkan berlangsung dalam jangka waktu tertentu maka terjadilah penurunan berat badan,
pucat pada kulit, membrane mukos dan konjungtiva, kehilangan rambut berlebihan, hingga
kelemahan otot yang merupakan tanda dan gejala deficit nutrisi.
5. Klasifikasi
Klasifikasi Status Gizi
Status Gizi Berdasarkan Antropometri WHO 2005
Klasifikasi status gizi dengan pengukuran antropometri dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel Klasisfikasi dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)


Berat badan menurut Umur Gizi Buruk < - 3 SD
(BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak umur 0 – 60 bulan Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
< - 3 SD
Panjang Badan menurut Sangat Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD
Umur (PB/U) atau Tinggi Pendek -2 SD sampai dengan 2 SD
Badan menurut Umur Normal >2 SD
(TB/U) Tinggi < - 3 SD
Anak Umur 0-60 Bulan Sangat Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Berat Badan menurut Kurus 2 SD sampai dengan 2 SD
Panjang Badan (PB/BB) atau Normal >2 SD
Berat Badan menurut Tinggi Gemuk < - 3 SD
Badan (TB/BB) -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak Umur 0-60 bulan -2 SD sampai dengan 2 SD
>2 SD
Indeks Massa Tubuh Sangat Kurus < - 3 SD
menurut Umur (IMT/Umur) Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak Umur 0-60 Bulan Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Indeks Massa Tubuh Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
menurut Umur (IMT/U) Sangat Kurus >2 SD
Anak Umur 5- 18 Tahun Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
Sumber : Kemenkes RI, 2011

6. Gejala Klinis

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu:


a. Marasmus
Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup. Marasmus sering sekali
terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering
sehingga wajah seperti orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun setelah makan,
perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas dan pantat kendur
dan keriput (baggy pant).

b. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh
asupan karbohidrat yang normal atau tinggi namun asupan protein yang inadekuat
(Liansyah TM, 2015). Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah: rambut berubah
menjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok, apabila rambut
keriting menjadi lurus, kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia, terjadi
dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau protein. Pada kulit yang terdapat
dispigmentasi akan tampak pucat, Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit), terjadi
pembengkakan, terutama pada kaki dan tungkai bawah sehingga balita terlihat gemuk.
Pembengkakan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi cairan yang berlebihan. Balita
memiliki selera yang berubah-ubah dan mudah terkena gangguan pencernaan (Arvin Ann
M, 2016).

c. Marasmus-Kwashiorkor
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-hari
tidak cukup mengandung protein dan energi untuk pertumbuhan normal. Pada penderita
berat badan dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit serta kelainan biokimia (Pudjiadi S, 2017).

6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada malnutrisi meliputi pemeriksaan menyeluruh.
Status Gizi
Mulai dengan pemeriksaan status gizi dengan mengukur berat dan tinggi badan pasien
(panjang badan pada anak di bawah 2 tahun). Pada orang dewasa, status gizi ini digunakan
untuk menghitung indeks massa tubuh pasien, yaitu dengan membagi berat badan (kg) dengan
tinggi badan (cm) kuadrat.
Kategori status gizi berdasarkan indeks massa tubuh pasien adalah sebagai berikut:
 <18.5 : Gizi kurang
 18.5-24.9 : normal
 >25 : Gizi lebih
 25-29.9: Praobesitas
 30-34.9 : Obesitas I
 35-39.9 : Obesitas II
 >40 : Obesitas III
Walau demikian, kategori tersebut didasarkan pada penelitian menggunakan populasi
Kaukasian sehingga WHO mengajukan klasifikasi baru untuk populasi Asia sebagai berikut:
 <18.5: Gizi kurang
 18.5-22.9: normal
 >23: gizi lebih
 23-24.9: berisiko
 25-29.9: Obesitas I
 >30: Obesitas II[9]
Pada dewasa, obesitas sentral juga penting untuk dinilai dengan menilai lingkar perut.
Populasi Asia dikatakan obesitas sentral jika lingkar perut > 90 cm pada laki-laki dan >80 cm
pada perempuan. Rasio lingkar perut dan tinggi badan juga dapat digunakan untuk
menentukan obesitas sentral dengan cut off point >0.5.
Pada anak, hasil pengukuran tinggi/panjang dan berat badan akan diplot pada kurva
pertumbuhan WHO (untuk usia hingga 2 tahun) atau CDC (untuk usia di atas 2
tahun). Pertumbuhan pada anak prematur berbeda sehingga kurva pertumbuhan yang harus
digunakan juga berbeda.

Perubahan Area Tubuh


Secara umum dapat ditemukan berkurangnya jaringan lemak subkutan, terutama pada area
kaki, lengan, bokong, dan wajah. Perubahan pada area tubuh lainnya yang dapat menjadi
temuan pada pemeriksaan fisik yaitu:
 Area mulut: keilosis, stomatitis angularis, atrofi papil
 Abdomen: hepatomegali, distensi abdomen
 Kulit: hiperpigmentasi, kulit kering
 Kuku: koilonikia atau kuku sendok
 Rambut: perubahan tekstur menjadi lebih tipis, kasar, tampak kemerahan maupun
kecokelatan, mudah rontok.
Pemeriksaan Fisik pada Anak
Gejala malnutrisi ringan di antaranya:
 Anak tampak kurus
 Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
 Berat badan tidak bertambah bahkan turun
 Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal
 Maturasi tulang terlambat
 Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal atau menurun
 Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
 Anemia ringan
 Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat.
Adapun malnutrisi berat pada anak dapat muncul dalam dua tampilan utama yaitu marasmus
dan kwasiorkor, meskipun dapat pula kombinasi dari keduanya.
Pemeriksaan Fisik Marasmus
Tanda yang dapat ditemui pada marasmus adalah
 Wajah tampak seperti orang tua, terlihat sangat kurus
 Anak lebih cengeng
 Kulit kering, dingin, mengendur, dan keriput
 Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
 Otot atrofi sehingga kontur tulang tampak jelas
 Terdapat bradikardi
 Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya.

Pemeriksaan Fisik Kwasiorkor


Pada kwasiorkor, dapat ditemui tanda sebagai berikut:
 Perubahan mental hingga apatis
 Anemia
 Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut/rontok
 Gangguan sistem gastrointestinal
 Hepatomegali
 Dermatosis
 Atrofi otot
 Edema simetris pada kedua punggung kaki hingga seluruh tubuh.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses lengkap, elektrolit
serum, protein serum (albumin, globulin), feritin. Pada pemeriksaan laboratorium, anemia
selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom karena adanya gangguan sistem
eritropoesis akibat hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi
yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat
ditemukan kadar albumin serum yang menurun.

b. Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk menemukan
adanya kelainan pada paru.

c. Tes mantoux

d. EKG

9. Diagnosis

Pada anak, kriteria diagnosis malnutrisi akut berat (MAB) yaitu:


 Terlihat sangat kurus
 Edema nutrisional, simetris
 BB/TB <-3 standar deviasi SD
 Lingkar lengan atas <11,5 cm pada kelompok usia 6-59 bulan

10. Therapy/Tindakan Penanganan


Sesuai dengan penatalaksanaannya, Kementerian Kesehatan RI membagi penanganan gizi
buruk pada anak dibagi atas 3 fase.

1. Fase stabilisasi

Fase stabilisasi adalah keadaan ketika kondisi klinis dan metabolisme anak belum
sepenuhnya stabil. Dibutuhkan waktu sekitar 1-2 hari untuk memulihkannya, atau
bahkan bisa lebih tergantung dari kondisi kesehatan anak.
Tujuan dari fase stabilisasi yakni untuk memulihkan fungsi organ-organ yang terganggu
serta pencernaan anak agar kembali normal. Dalam fase ini, anak akan diberikan
formula khusus berupa F 75 atau modifikasinya, dengan rincian:

 Susu skim bubuk (25 gr)

 Gula pasir (100 gr)

 Minyak goreng (30 gr)

 Larutan elektrolit (20 ml)

 Tambahan air sampai dengan 1000 ml

Fase stabilisasi bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:


1. Pemberian susu formula sedikit tapi sering
Pemberian formula khusus dilakukan sedikit demi sedikit tapi dalam frekuensi yang
sering. Cara ini bisa membantu mencegah kadar gula darah rendah (hipoglikemia)
serta tidak membebankan saluran pencernaan, hati, dan ginjal. Pemberian susu
formula setiap hari. Pemberian formula khusus dilakukan selama 24 jam penuh. Jika
dilakukan setiap 2 jam sekali, berarti ada 12 kali pemberian. Jika dilakukan setiap 3
jam sekali, berarti ada 8 kali pemberian

2. ASI diberikan setelah susu formula khusus


Bila anak bisa menghabiskan porsi yang diberikan, pemberian formula khusus bisa
dilakukan setiap 4 jam sekali. Otomatis ada 6 kali pemberian makanan. Jika anak
masih menyusui ASI, pemberian ASI bisa dilakukan setelah anak mendapatkan
formula khusus.

Bagi orangtua, sebaiknya perhatikan aturan pemberian formula seperti:

 Lebih baik gunakan cangkir dan sendok daripada botol susu, meskipun anak masih
bayi.
 Gunakan alat bantu pipet tetes untuk anak dengan kondisi sangat lemah.
2. Fase transisi

Fase transisi adalah masa ketika perubahan pemberian makanan tidak menimbulkan
masalah bagi kondisi anak. Fase transisi biasanya berlangsung selama 3-7 hari dengan
pemberian susu formula khusus berupa F 100 atau modifikasinya. Kandungan di dalam
susu formula F 100 meliputi:

 Susu skim bubuk (85 gr)1wQ


 Gula pasir (50 gr)
 Minyak goreng (60 gr)
 Larutan elektrolit (20 ml)
 Tambahan air sampai dengan 1000 ml

Fase transisi bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 Pemberian formula khusus dengan frekuensi sering dan porsi kecil. Paling tidak
setiap 4 jam sekali.
 Jumlah volume yang diberikan pada 2 hari pertama (48 jam) tetap menggunakan F
75.
 ASI tetap diberikan setelah anak menghabiskan porsi formulanya.
 Jika volume pemberian formula khusus tersebut telah tercapai, tandanya anak sudah
siap untuk masuk ke fase rehabilitasi.

3. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah masa ketika nafsu makan anak sudah kembali normal dan sudah
bisa diberikan makanan agak padat melalui mulut atau oral. Akan tetapi, bila anak belum
sepenuhnya bisa makan secara oral, pemberiannya bisa dilakukan melalui selang
makanan (NGT). Fase ini umumnya berlangsung selama 2-4 minggu sampai indiktor
status gizin BB/TB-nya mencapai -2 SD dengan memberikan F 100. Dalam fase transisi,
pemberian F 100 bisa dilakukan dengan menambah volumenya setiap hari. Hal ini
dilakukan sampai saat anak tidak mampu lagi menghabiskan porsinya. F 100 merupakan
energi total yang dibutuhkan anak untuk tumbuh serta berguna dalam pemberian
makanan di tahap selanjutnya. Secara bertahap, nantinya porsi menu makanan anak yang
teksturnya padat bisa mulai ditambah dengan mengurangi pemberian F 100.

11. Komplikasi
Menurut Suariadi dan Rita (2010), komplikasi gizi kurang diantaranya :

a. Kwashiorkor (kekurangan karbohidrat) : diare, infeksi, anemia, gangguan tumbuh


kembang, hipokalemia, dan hipernatremia.

b. Marasmus (kekurangan protein) : infeksi, tuberculosis, parasitosis, disentri, malnutrisi


kronik, gangguan tumbuh kembang.

c. Marasmus-kwashiorkor (kekurangan karbohidrat dan protein) : terjadi edema, kelainan


rambut dan kelainan kulit

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

1. Identitas Pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor registrasi, diagnosa medis.

2. Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai,
sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan
yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih,
baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-
lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan
nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang
penyakit klien dan lain-lain.

5. Pengkajian Fisik
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran
antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atasdan tebal lipatan kulit).
Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah :

a. Penurunan ukuran antropometri


a) Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang danmudah dicabut). 
b) Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra 

b. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi,retraksi otot intercostal).


a) Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapatmeningkat bila terjadi
diare.

c. Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama
pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong,fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki,
paha dan lipat paha)

d. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan
terutama jenis normositik normokrom karena adanya gangguan sistemeritropoesis
akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat
ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu
dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu:

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tak adekuat masukan makanan dan cairan.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan masukan makanan yang tidak adekuat.


3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan proses berpikir b/d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat dan proses penyakit kwashiokor dan marasmus.

3. INTERVENSI

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tak adekuatnya masukan makanan dan
cairan.
Tujuan: setelah diberikan perawatan dalam waktu 1x24 jam masukan cairan pasien
adekuat dan tidak dehidrasi.
Kriteria Hasil:
a. Mempertahankan keseimbangan cairan. 
b. Membrane mukosa lembab, turgor kulit baik.

RENCANA INTERVENSI RASIONAL

Mandiri Melibatkan pasien dalam rencana untuk


Identifikasi rencana untuk meningkatkan memperbaiki kesempatan untuk berhasil
keseimbangan cairan optimal. Mis. Jadwal
masukan cairan
Health Education Untuk memaksimalkan masukan cairan
Menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi tubuh pasien
minuman yang banyak mengandung cairan
seperti jus buah
Kolaborasi Meningkatkan volume cairan pasien,
1. Memberikan cairan melalui cairan infus mencegah dehidrasi
2. Berikan cairan IV sesuai instruksi
Observasi 1. indicator keadekuatan volume sirkulasi
1. awasi tanda-tanda vital, pengisian 2. pasien tidak mengkonsumsi cairan sama
kapiler,status membrane mukosa, turgor sekali mengakibatkan dehidrasi atau
baik mengganti cairan untuk masukan kalori
2. awasi jumlah dan tipe masukan cairan. yang berdampak pada keseimbangan
Ukur haluaran urine dengan adekuat eletrolit

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan masukan makanan yang tidak adekuat.


Tujuan: setelah diberikan perawatan dalam waktu 3x24 jam klien mampu
mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan peningkatan berat badan 
b. Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi.
c. Menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi

RENCANA KEPERAWATAN RASIONAL

Mandiri Untuk mengetahui meningkat tidaknya berat


Mengukur berat badan badan pasien. Sebagai acuan intervensi
berikutnya. Apabila badan lebih dari 7 kg,
maka pemberian makanan dimulai dengan
makanan bentuk cair selama 1-2 hari,
lanjutkan dengan bentuk lunas, (tim) dan
seterusnya, dan lakukan pemberian kalori
mulai dari 50 kal/kgBB/hari.
Berikan makan sedikit dan makanan kecil Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian
tambahan yang tepat makan terlalu cepat setelah periode puasa.

Berikan pilihan menu makanan sesuai selera Makanan yang sesuai selera diharapkan bisa
klien, kecuali kontraindikasi. meningkatkan nafsu makan klien

Hancurkan dan beri makan melalui selang Mungkin digunakan sebagai bagian program
apapun yang tertinggal pada nampan setelah perubahan perilaku untuk memberikan
periode waktu pemberian sesuai indikasi masukan total, kalori yang dibutuhkan
Menimbang berat badan pasien min 3 hari Memantau perkembangan nutrisi pasien
sekali

Healt Education Meningkatkan pemahaman keluarga tentang


Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk
malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, pemulihan klien sehingga dapat meneruskan
susunan menu dan pengolahan makanan upaya terapi diietetik yang telah diberikan
sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis selama hospitalisasi
sumber makanan ekonomis sesuai status
sosial ekonomi klien
Kolaborasi 1. perawatan dirumah sakit memberikan
1. berikan terapi nutrisi dalam program control lingkungan dimana masukan
pengobatan rumah sakit sesuai indikasi makanan dapat dipantau
2. berikan obat sesuai indikasi (siproptadin) 2. antagonis serotonim dan histamine yang
digunakan dalam dosis tinggi untuk
merangsang nafsu makan, menurunkan
penolakan makanan.
Observasi Perbaikan status nutrisi meningkatkan
Buat tujuan berat badan minimum dan kemampuan berpikir dan kerja psikologis.
kebutuhan nutrisi harian.

3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak
adekuat dan proses penyakit kwashiokor dan marasmus.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan 2x24 jam pasien dapat mengikuti kurva
pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
Kriteria Hasil:
a. Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat 

b. Anak melakukan aktivitas sesuai usia

c. Anak tidak mengalami isolasi sosial

RENCANA INTERVENSI RASIONAL

Mandiri 1. Untuk mencapai pertumbuhan yang


1. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang adekuat
2. Ikuti program nutrisi dengan ketat 2. memperbaiki nutrisi penting untuk
memperbaiki fungsi otak
Healt Education Membantu meningkatkan status gizi
Memberikan motivasi keluarga untuk sehingga bisa mempengaruhi pertumbuhan
meningkatkan asupan nutrisi pasien pasien
Kolaborasi Untuk mengatasi anemia
Dapat memberikan suplemen besi bila
diinstruksikan
Observasi Untuk menentukan kecenderungan
Pantau tinggi dan berat badan, gambarkan pertumbuhan
pada grafik pertumbuhan

DAFTAR PUSTAKA

Sodikin. 2011. Asuhan keperawatan anak: gangguan sistem gastrointestinal dan hepatobilier

. Jakarta: Salemba Medika.

Sibuea, Herdin. Dkk. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Wong, Donna L. 2003.

Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Suriady. Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak (Ed. 1).

Jakarta:Fajar Interpratama.

Doenges, Marilyn E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi gizi di Indonesia. 2016. URL:
http://www.kemkes.go.id/development/resources/download/tabloid/infodatin/infodatin-gizi-
2016.pdf

Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Buku ajar nutrisi pediatrik dan metabolik. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2011.

Anda mungkin juga menyukai