ABSTRAK
Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang yang kurang dari normal berdasarkan
usia dan jenis kelamin. Tinggi badan merupakan salah satu jenis pemeriksaan antropometri dan
menunjukkan status gizi seseorang dan menunjukkan status gizi seseorang. Salah satu upaya
dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dan meningkatkan derajat kesehatan yang lebih
baik perlu adanya upaya pencegahan stunting yang masih mengancam. Berdasarkan hasil riset
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi stunting mencapai 37,2%. Hal
ini menunjukkan bahwa balita di Indonesia masih banyak mengalami kurang gizi. Kejadian
stunting pada Anak Balita merupakan suatu proses komulatif menurut beberapa penelitian,
banyak factor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak. Factor penyebab
stunting ini dapat disebabkan oleh factor langsung maupun tidak langsung. Factor langsung
meliputi factor genetic, asupan gizi dan penyakit infeksi. Untuk factor tidak langsung meliputi
pola asuh orang tua dan status ekonomi.
Keywords: Faktor stunting, Stunting pada Balita
ABSTRACT
Stunting is a condition in which a person's height is less than normal based on age and gender.
Height is a type of anthropometric examination and shows a person's nutritional status. One of the
efforts to improve the quality of human life and improve health status is to prevent stunting, which is still
a threat. Based on the results of basic health research (Riskesdas) in 2013, the prevalence of stunting
reached 37.2%. This shows that toddlers in Indonesia are still experiencing malnutrition. The incidence
of stunting in children under five is a cumulative process according to several studies, many factors cause
stunting in children. Factors that cause stunting can be caused by direct or indirect factors. Direct factors
include genetic factors, nutritional intake and infectious diseases. Indirect factors include parenting styles
and economic status.
Keywords: Stunting factor, Stunting in Toddlers
I. PENDAHULUAN
Masalah malnutrisi di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang belum bisa diatasi
sepenuhnya oleh pemerintah. Salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas hidup manusia
dan meningkatkan derajat kesehatan yang lebih baik perlu adanya upaya pencegahan stunting
yang masih mengancam. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013
menunjukkan prevalensi stunting mencapai 37,2%. Hal ini menunjukkan bahwa balita di
Indonesia masih banyak mengalami kurang gizi dan program pemerintah yang sudah
dilakukan selama bertahun-tahun masih belum berhasil untuk mengatasi masalah ini. Stunting
adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima tahun) akibat kekuarangan
gizi koronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi
dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi kondisi stunting baru
nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Oleh karena itu seseorang yang mengalami stunting sejak
dini dapat juga mengalami gangguan akibat malnutrisi berkepanjangan seperti gangguan
mental, psikomotor dan kecerdasan. Mengingat bahayanya stunting bagi masa depan, maka
perlu dilakukan analisis penyebab hingga cara penanggulangan stunting berdasarkan fakta
atau bukti penelitian sehingga diharapkan mampu menurunkan prevalensi stunting di
Indonesia.
Beberapa permasalahan stunting di Indonesia saat ini perlu segera diatasi dengan pola
asuh dalam pencegahan stunting pada balita (bayi dibawah lima tahun) yang dilihat
berdasarkan permasalahan yang masih ada di Negara Indonesia seperti prevalensinya yang
masih tinggi, faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting sangat kompleks, program
penanggulangan stunting yang masih belum tercapai atau efektif. Berdasarkan beberapa
permasalahan stunting yang masih terjadi maka perlu dilakukan analisis ataupun penelitian
bahkan dapat mencontoh keberhasilan Negara lain dalam mengatasi stunting dengan
mengadopsi program-program yang mereka lakukan dengan menyesuaikan dengan Negara
Indonesia.
II. PEMBAHASAN
1) Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang yang kurang dari normal berdasarkan usia
dan jenis kelamin. Tinggi badan merupakan salah satu jenis pemeriksaan antropometri dan
menunjukkan status gizi seseorang dan menunjukkan status gizi seseorang. Adanya
stunting
menunjukkan status gizi yang kurang (malnutrisi) dalam angka waktu yang lama (kronis).
Diagnosis stunting ditegakkan dengan membandingkan nilai z skor tinggi badan per umur
yang diperoleh dari grafik pertumbuhan yang sudah digunakan secara global. Indonesia
menggunakan grafik pertumbuhan yang dibuat oleh World Health Organization (WHO)
pada tahun 2005 untuk menegakkan diagnosis stunting. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI tahun 2010 maka gizi kurang dikategorikan seperti dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Antropometri
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Berat Badan menurut Umur Gizi Buruk < -3 SD
(BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak Umur 0-60 Bulan Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Panjang badan menurut Sangat Pendek < -3 SD
umur (PB/U) atau Tinggi Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD
Badan menurut Umur Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
(TB/U) Anak Umur 0-60 Tinggi >2 SD
Bulan
Berat Badan menurut Sangat Kurus < -3 SD
Panjang Badan (BB/PB) atau Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Berat Badan menurut Tinggi Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Badan (BB/TB) Anak Umur Gemuk >2 SD
0-60 Bulan
Berat Badan menurut Sangat Kurus < -3 SD
Stunting merupakan akibat dari malnutrisi kronis yang sudah berlangsung bertahun-tahun.
Oleh karena itu seseorang yang mengalami stunting sejak dini dapat juga mengalami gangguan
akibat malnutrisi berkepanjangan seperti gangguan mental, psikomotor, dan kecerdasan.
Program penanggulangan malnutrisi memang sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu,
namun sepertinya belum spesifik untuk malnutrisi kronis yang menyebabkan terjadinya
stunting. Oleh karena itu angka kejadian stunting tidak pernah turun meskipun angka kejadian
malnutrisi lain seperti wasting (kurus) sudah menurun cukup signifikan.
❖ Faktor Langsung
a. Faktor Genetik
Tinggi badan orangtua sendiri sebenernya juga dipengaruhi banyak factor yaitu
factor internal seperti faktor genetic dan faktor eksternal seperti faktor penyakit dan
asupan gizi sejak usia dini. Faktor genetik adalah faktor yang tidak dapat diubah
sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang dapat diubah. Hal ini berarti jika ayah
pendek karena gen-gen yang ada pada kromosomnya memang membawa sifat pendek
dan gen-gen ini diwariskan pada keturunannya, maka stunting yang timbul pada anak
atau keturunannya sulit untuk ditanggulangi. Tetapi bila ayah pendek karena faktor
penyakit atau asupan gizi yang kurang sejak dini,seharusnya tidak akan mempengaruhi
tinggi badan anaknya. Anak balita tetap dapat memiliki tinggi badan anaknya. Anak
tetap dapat memiliki tinggi badan normal asalkan tidak terpapar oleh factor-faktor
risiko yang lain.
Banyak penelitian menyimpulkan bahwa tinggi badan orang tua sangat
mempengaruhi kejadian stunting pada anak. Salah satunya adalah penelitian di kota
Semarang pada tahun 2011 yang dikutip dari buku dr.Aryu pada tahun 2020 yang
berjudul Epidemiologi Stunting menyimpulkan bahwa Ibu pendek (< 150 cm) merupakan
faktor risiko stunting pada anak balita 1-2 th. Ibu yang tubuhnya pendek mempunyai
risiko untuk memiliki anak stunting 2,34 kali dibanding ibu yang tinggi badannya
normal. Ayah pendek (< 162 cm) merupakan faktor risiko stunting pada anak balita 1-2
th. Ayah pendek berisiko mempunyai anak stunting 2,88 kali lebih besar dibanding
ayah yang tinggi badannya normal.
b. Asupan Gizi
Asupan gizi yang menjadi faktor risiko terjadinya stunting dapat dikategorikan
menjadi 2 yaitu asupan zat gizi makro atau mkronutrien dan asupan zat gizi mikro atau
mikronutrien. Berdasarkan hasil-hasil penelitian, asupan zat gizi makro yang paling
mempengaruhi terjadinya stunting adalah asupan protein, sedangkan asupan zat gizi
mikro yang paling mempengaruhi kejadian stunting adalah asupan kalsium, seng, dan
zat besi. Zat gizi sangat penting bagi pertumbuhan. Pertumbuhan adalah peningkatan
ukuran dan massa konstituen tubuh. Pertumbuhan adalah salah satu hasil dari
metabolisme tubuh. Metabolisme didefinisikan sebagai proses dimana organisme hidup
mengambil dan mengubah zat padat dan cair asing yang diperlukan untuk
pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, fungsi normal organ, dan produksi energi.
Protein merupakan zat gizi makro yang mempunyai fungsi sangat penting
antara lain sebagai sumber energi, zat pembangun, dan zat pengatur. Pertumbuhan
dapat berjalan normal apabila kebutuhan protein terpenuhi, karena pertambahan
ukuran maupun jumlah sel yang merupakan proses utama pada pertumbuhan sangat
membutuhkan protein. Secara umum protein dapat dikategorikan menjadi dua yaitu
protein hewani dan protein nabati. Protein hewani berasal dari hewan seperti susu,
daging, dan telur sedangkan protein nabati berasal dari tumbuhan seperti kacang
kacangan dan biji-bijian.
Kalsium merupakan mineral utama yang menyusun tulang. Pada anak dalam
masa pertumbuhan, kekurangan kalsium menyebabkan pertumbuhan tulang terhambat
sedangkan pada dewasa kekurangan kalsium menyebabkan pengeroposan tulang atau
osteoporosis. Hasil penelitian menyatakan bahwa defisiensi kalsium berhubungan
dengan kejadian stunting.
c. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang dominan mempengaruhi terjadinya stunting
pada anak balita. Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh asupan gizi, sanitasi dan air
bersih dilingkungan. Kurangnya akses sanitasi dan air bersih dengan perilaku hygiene
yang kurang baik sehingga bisa menyebabkan anak balita rentan akan terkena penyakit
infeksi salah satunya penyakit diare, infeksi saluran pernapasan juga dapat
menyebabkan stunting pada anak balita. Pembuangan Limbah lokal yang tidak
memadai terkait dengan
peningkatan risiko pengerdilan anak. Akses ke sumber air yang aman telah dipelajari
dalam sejumlah besar studi, tetapi hasilnya tetap inklusif karena temuan studi yang
tidak konsisten.
b. Status Ekonomi
Status ekonomi kurang dapat diartikan daya beli juga rendah sehingga kemampuan
membeli bahan makanan yang baik juga rendah. Kualitas dan kuantitas makanan yang
kurang menyebabkan kebutuhan zat gizi anak tidak terpenuhi, padahal anak
memerlukan zat gizi yang lengkap untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Namun
keadaan ekonomi yang kurang dari keluarga akan dapat menghambat dalam pemberian
makanan yang bergizi pada anak balita sehingga timbullah stunting atau balita yang
kurang gizi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Lynawati (2020) banyak factor yang
menyebabkan stunting pada balita seperti karakteristik balita maupun factor social
ekonomi.
C. PENCEGAHAN
❖ Pendidikan Gizi
1. Pendidikan Gizi Formal
Masyarakat Indonesia memperoleh Informasi tentang kesehatan dan gizi dari media
massa, bukan dari sekolah. Informasi dari media massa apalagi media sosial sering
tidak sesuai atau tidak signifikan karena tidak berdasarkan bukti-bukti ilmiah.
Kurangnya pendidikan kesehatan dan gizi menyebabkan masyarakat lebih mudah
percaya pada informasi yang tidak jelas sumbernya. Bahkan, banyak yang
mengaplikasikan atau menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Hal seperti ini lama-lama dapat merugikan bahkan dapat membahayakan status
kesehatan masyarakat. Pendidikan kesehatan dan gizi seharusnya diberikan sejak
dini. Pendidikan dasar yang berisi informasi umum tentang kesehatan dan gizi
selain diberikan dalam bentuk mata pelajaran juga harus diaplikasikan dalam
kehidupan sekolah sehari-hari sehingga siswa atau anak didik mempunyai
pengetahuan yang baik mengenai gizi seimbang dan bisa memberikan informasi
tersebut kepada orang tua ataupun saudra yang lainnya. Salah satu contoh yang
dapat dilaksanakan dalam memberikan edukasi para anak-anak disekolahan bisa
dengan menyediakan jajanan dikantin sekolah dengan sehat dan bernilai gizi
sehingga bisa lebih paham dengan penting nya pendidikan gizi dan mencegah tidak
terjadinya stunting pada anak terutama anak balita.
2. Pendidikan Gizi Non Formal
Pendidikan gizi non formal bisa dilakukan dengan mengadakan penyuluhan
kesehatan tentang gizi kepada ibu-ibu PKK maupun memberikan konseling secara
langsung kepada para ibu-ibu pada saat kegiatan posyandu untuk anak batita dan
balita. Materi gizi yang diberika pada organisasi-organisasi atau kelompok-
kelompok masyarakat tersebut disesuaikan dengan daya terima dan kebutuhan
masing-masing. Misalnya untuk kelompok PKK di pedesaan di mana sebagian besar
pendidikan masyarakat masih kurang, materi dapat diberikan dalam bentuk
gambar-gambar sehingga lebih mudah dipahami. Pemberian modul atau leaflet juga
sangat bermanfaat karena dapat disimpan dalam waktu lama dan dibaca kapan saja.
Modul atau leaflet untuk mencegh stunting dapat berisi materi tentang penyebab
stunting, bahaya stunting , dan cara mencegah stunting yaitu memenuhi
kebutuhan zat gizi yang penting untuk pertumbuhan.
III. PENUTUP
Berdasarkan uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stunting pada balita yang
telah dipaparkan di atas, maka ada beberapa hal yang patut digaris bawahi sebagai sebuah
kesimpulan sebagai berikut: Stunting merupakan kondisi tinggi badan seseorang yang kurang
dari normal berdasarkan usia dan jenis kelamin. Dimana penyebab dari stunting pada anak
balita ada dua faktor yaitu faktor langsung yang terdiri dari genetik, asupan gizi, dan penyakit
infeksi sedangkan faktor tidak langsung bisa dilihat dari pola asuh orangtua dan status
ekonomi. Stunting pada anak balita bisa dicegah dengan memberikan pendidikan gizi baik
secara formal ataupun non formal serta perilaku hidup bersih dan sehat dengan hal ini maka
stunting bisa ditangani dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Candra, Aryu. 2020. Epidemiologi Stunting. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro
Lynawati.2020. Hubungan PHBS Terhadap Stunting di Desa Kedung Malang Kabupaten Banyumas.
( akses tanggal 22 Oktober 2022 ). http://doi.org/10.33488/1.jh.2020.1.245
Siswati, Tri. 2018. Buku Stunting. Husada Mandiri. Yogyakarta
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh kembang anak . Jakarta. EGC
WHO.2005. Commission on Social Determinants of Health, 2005-2008. ( akses tanggal 14 Oktober
2022). http://www.who.int/social_determinants/thecommission/en.
World, Bank.2014. Poverty and Health. ( akses tanggal 20 Oktober 2022).
http://www.worldbank.org/en/topic/health/brief/poverty-health.