Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Status gizi di Indonesia terutama pada baduta yang sekarang masih
menjadi permasalahan diantaranya masalah gizi kurang, gizi buruk serta
stunting. Stunting atau biasa disebut dengan balita pendek merupakan indikasi
buruknya status gizi dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi
kurang pada anak. Keadaan gizi yang baik dan sehat pada masa baduta
merupakan fondasi penting bagi kesehatan di masa depan. Kekurangan gizi
yang terjadi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan
perkembangan anak baduta. Proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat
terjadi pada usia 1-3 tahun (Sutomo B, dan Anggraini DY, 2016).
Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronis yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi dan merupakan
proses pertumbuhan yang terhambat. Stunting terjadi mulai janin masih dalam
kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kejadian stunting
dapat berpengaruh secara signifikan terhadap derajat kesehatan serta dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas dalam perjalanan hidup seseorang,
sehingga perlu mendapat perhatian yang lebih serius untuk ditangani (MCA,
2014). Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
<-2 SD atau dibawah rata-rata standar yang ada dan severe stunting
didefinisikan <-3 SD (ACC/SCN, 2002 dalam Paramita, 2017).
Berdasarkan Riskesdas Kesehatan Dasar 2018 prevalensi stunting pada
baduta di Indonesia 29,9% dengan kategori pendek 17,1% dan sangat pendek
12,8% (Riskesdas, 2018). Prevalensi stunting di wilayah Sumatera Utara tahun
2018 adalah 42,5% sementara dikota Palu tercatat 17,4% anak yang mengalami
stunting

1
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2010, prevalensi
stunting dikatakan tinggi apabila mencapai 30%-39% dan dikatakan sangat
tinggi jika prevalensinya mencapai >40% prevalensi anak stunting di
Indonesia termasuk dalam kategori tinggi karena berdasarkan Riskesdas
tahun 2013, secara nasional dalam tiga tahun 2010 -2013 sebanyak 1,6%.
Angka prevalensi tersebut masih lebih tinggi dibandingkan angka prevalensi
gizi kurang dan buruk (17,9%), kekurusan (13,3%) serta kegemukan (14%)
(Riskesdas, 2013).
Terjadinya stunting pada baduta seringkali tidak disadari, dan setelah dua
tahun baru terlihat ternyata balita tersebut pendek. Penyebab terjadinya stunting
pada anak usia 6-23 bulan, erat kaitannya dengan waktu pertama
pemberian ASI Eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI),
asupan zat gizi (energi dan protein) pada makanan yang kurang memadai,
berat lahir anak serta pola asuh. Peran orangtua dalam proses pengasuhan
sangatlah penting dalam pertumbuhan dan perkembangan otak, mendidik,
membimbing, dan proses sosialisasi anak dengan lingkungan sekitar
membentuk pengajaran dan perencanaan (Fitrah, 2016).
Pengasuhan merupakan kebutuhan dasar dari setiap anak. Kebutuhan
dasar ini dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
Kebutuhan dasar tersebut meliputi kebutuhan akan gizi, kebutuhan pemberian
tindakan perawatan dalam meningkatkan dan mencegah terhadap penyakit,
kebutuhan pengobatan apabila sakit, kebutuhan akan tempat tinggal yang layak,
kebutuhan akan pakaian, kebutuhan jasmani dan rekreasi. Peran ibu didalam
keluarga selain mengasuh anak juga memegang peran penting dalam
pendamping proses perkembangan anak termasuk kemampuan ibu
menyediakan pangan yang cukup, minuman, membawa anak jika sakit ke
puskesmas (Hidayat,2017).
Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi
secara kompleks. Salah satu yang mempegaruhinya baik secara langsung
maupun tidak langsung, adalah kemampuan ibu menyediakan pangan
yang cukup untuk anak, bagaimana merawat tumbuh kembang anak,

2
menyediakan waktu untuk bercengkrama dengan anak. Semua itu termasuk
kedalam pola asuh seorang ibu dalam mengikuti perkembangan baik
secara fisik
Berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti pada
tanggal 21 Februari 2023 pada Data Stunting di Kelurahan layan indah Anak
terdapat terdapat 41 anak Stunting, anak kategori sangat pendek 8 anak dan
anak kategori pendek 33 Anak dan penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Gambaran Status Gizi Kurang dengan Kejadian Stunting Pada Anak di
Wilayah Kerja Kelurahan Layana Indah”

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Gambaran Status Gizi Kurang dengan Kejadian Stunting
Pada Anak di Wilayah Kerja Kelurahan Layana Indah?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Gambaran Status Gizi Kurang dengan Kejadian Stunting Pada
Anak di Wilayah Kerja Kelurahan Layana Indah.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Sebagai salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan dan
wawasan penulis dalam menyusun karya tulisan ilmiah mengenai
Gambaran Status Gizi Kurang dengan Kejadian Stunting Pada Anak di
Wilayah Kerja Kelurahan Layana Indah.
2. Bagi Masyarakat
Sebagai masukan bagi orang tua dalam pembentukan pola asuh terhadap
kejadian stunting pada anak baduta di Wilayah Kerja Kelurahan Layana
Indah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stunting
1. Pengertian Stunting
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah,
atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya. Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut
umur (<-2SD), ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang
mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal yang
sehat sesuai usia anak. Stunting merupakan kekurangan energi kronis atau
kegagalan pertumbuhan dimasa lalu digunakan sebagai indikator jangka
panjang untuk gizi yang kurang pada anak. Kondisi stunting menunjukkan
ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu lama (kronis), yang dimulai
sebelum kehamilan, saat kehamilan, dan kehidupan setelah dilahirkan. Ibu
hamil dengan status gizi yang tidak baik dan asupan gizi yang tidak
mencukupi dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan pada masa janin.
Berat dan panjang lahir bayi mencerminkan adanya retardasi pertumbuhan
pada masa janin. Pertumbuhan yang terhambat tersebut dapat terus
berlanjut, apabila anak tidak mendapat asupan gizi yang cukup
(Kusharisupeni,2016).
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak
saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan
angka kematian bayi dan anak menyebabkan penderitanya mudah sakit dan
memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif para
penderita juga berkurang, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi
jangka panjang bagi Indonesia. Periode dua tahun pertama kehidupan
merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat (Kemenkes RI, 2010). Salah satu masalah
gizi yang diderita oleh balita yaitu stunting yang merupakan keadaan tubuh
yang pendek atau sangat pendek yang terjadi akibat kekurangan gizi dan

4
penyakit berulang dalam waktu lamapada masa janin hingga 2 tahun
pertama kehidupan seorang anak. Kekurangan tinggi terjadi pada 1000 hari
pertama tersebut sebanyak tersebut 70% dan 30% pada usia antara 2 dan 5
tahun (Andrew, 2017).
Pada umumnya dampak yang ditimbulkan dari stunting tidak hanya
dirasakan oleh individu yang mengalaminya tetapi juga berdampak terhadap
roda perekonomian dan pembangunan bangsa. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa individu yang stunting berkaitan dengan peningkatan
risiko kesakitan dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan kemampuan
motorik dan mental (Oktarina R,2017).
Tabel 1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U
Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS 2010
Batas
No Sebutan Status Gizi
Indeks yang dipakai Pengelompokan
1. BB/U < -3 SD Gizi buruk
- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang
- 2 s/d +2 SD Gizi baik
> +2 SD Gizi lebih
2. TB/U < -3 SD Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD Pendek
- 2 s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
Sumber : Depkes RI 2010.
2. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting
Banyak sekali faktor – faktor terjadinya stunting pada baduta antara lain
yaitu:
a. ASI Ekslusif dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
WHO (2007), merekomendasikan pemberian Air Susu Ibu
(ASI) ekslusif 6 bulan pertama kehidupan dan dilanjutkan dengan
pemberian MP-ASI dengan terus memberikan ASI sampai usia 2 tahun.
Pengenalan MP-ASI terlalu dini (<4bulan) berisiko menderita kejadian
stunting.
Gangguan pertumbuhan atau stunting terjadi pada anak usia
diatas 6 bulan karena berasal dari makanan pendamping ASI (Alamsyah,

5
2013). Pemberian ASI saja tidak lagi dapat memberikan energi
serta nutrien untuk meningkatkan tumbuh-kembang anak secara
optimal (Gibney, etal,2009). Pola pemberian makanan dapat
memengaruhi kualitas konsumsi makanan pada balita, sehingga dapat
mempengaruhi status gizi balita. Pemberian ASI yang kurang dari 6
bulan dan MP-ASI terlalu dini dapat meningkatkan risiko stunting
karena saluran pencernaan bayi belum sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit infeksi seperti diare dan ISPA. Penyakit infeksi dapat
menurunkan kemampuan absorpsi zat gizi dalam tubuh, sehingga
meningkatkan kejadian sakit atau frekuensi sakit pada balita yang
dapat menurunkan nafsu makan, pola konsumsi makanan dan jumlah
konsumsi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga mempengaruhi
status gizi balita (Suiraoka,dkk, 2015).
b. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat
lahir kurang dari 2500gram. BBLR termasuk faktor utama dalam
peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan
anak memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya
dimasa depan. Panjang badan yang jauh dibawah rata-rata pada
umumnya karena sudah mengalami retardasi pertumbuhan saat dalam
kandungan dan mendukung kenyataan bahwa berat badan lahir rendah
(BBLR) berkontribusi pada siklus intergenerasi yang disebabkan oleh
kemiskinan, penyakit dan defisiensi nutrient. Artinya ibu dengan gizi
kurang sejak trimester awal sampai akhir akan melahirkan bayi BBLR,
yang nantinya akan menjadi stunting (Prawiroharjo, 2016).
c. Keluarga dan Rumah Tangga
Menurut WHO (2013), faktor keluarga dan rumah tangga dibagi
lagi menjadi faktor maternal dan faktor lingkungan rumah. Faktor
maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi, kehamilan
dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilan pada usia
remaja, kesehatan mental, Intrauterine Growth Restriction (IUGR),

6
kelahiran preterm, jarak kehamilan yang pendek, dan hipertensi. Faktor
lingkungan rumah berupa stimulasi dan aktivitas anak yang tidak
adekuat, akses dan ketersediaan pangan yang kurang, alokasi makanan
dalam rumah tangga yang tidak sesuai dan edukasi pengasuh yang
rendah.
d. Status ekonomi
Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki dampak yang
signifikan terhadap kemungkinan anak menjadi kurus dan pendek
(UNICEF, 2013). Menurut Bishwakarma (2011), keluarga dengan status
ekonomi baik akan dapat memeroleh pelayanan umum yang lebih baik
seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, akses jalan, dan lainnya
sehingga dapat memengaruhi status gizi anak. Selain itu, daya beli
keluarga akan semakin meningkat sehingga akses keluarga terhadap
pangan akan menjadi lebih baik. (Khoirun Ni’mah dkk 2015). Status
ekonomi keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan orang tua dan jumlah
anggota keluarga (Fernald, 2014).
e. Pola Asuh
Pola asuh sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Sikap dan perilaku orang tua dalam
berinteraksi dengan anak, dapat dilihat dari cara orang tua menanamkan
disiplin pada anak, mempengaruhi emosi dan cara orang tua dalam
mengontrol anak. Keterampilan yang dimiliki ibu dalam memberikan
pelayanan kepada anak dan berfokus pada keluarga, pencegahan
terhadap trauma, dan manajemen kasus. Keluarga adalah bagian yang
sangat penting dalam proses pengasuhan anak dikarenakan keluarga
adalah tempat tinggal pertama bagi kehidupan anak (Sugiyanto, 2015).

7
B. Gizi Kurang
1. Pengertian Gizi Kurang
Gizi kurang merupakan suatu keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
konsumsi gizi yang tidak cukup sesuai kebutuhan dalam jangka waktu
tertentu sehingga tubuh akan memecah cadangan makanan yang berada di
bawah lapisan lemak dan lapisan organ tubuh (Adiningsih, 2010)
Berdasarakan Kepmenkes No. 1995/MENKES/SK/XII/2010, gizi kurang
(underweight) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan
menurut Umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah (underweight) gizi
kurang. Kategori ambang batas status gizi berdasarkan antropometri yaitu
balita dikatakan gizi kurang (underweight) apabila, Berat Badan menurut
Umur (BB/U) -3,0 SD sampai dengan ≤ -2,0 SD (Kemenkes, 2011)
Gizi kurang dapat berkembang menjadi gizi buruk, yaitu keadaan kurang
gizi yang berlangsung lama sehingga pemecahan cadangan lemak
berlangsung terus-menerus dan dampaknya terhadap kesehatan anak akan
menjadi semakin kompleks, terlebih lagi status gizi yang buruk dapat
menyebabkan kematian (Adiningsih, 2010).
2. Penilaian Gizi Kurang
Secara garis besar, terdapat 2 cara melakukan penilaian status gizi, yakni
secara langsung maupun tidak langsung.
a. Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian gizi secara langsung ini juga terbagi lagi menjadi beberapa
cara, yaitu sebagai berikut ini.
Antropometri
Cara menghitung status gizi dengan antropometri dilakukan melalui
pengukuran dimensi dan komposisi tubuh seseorang sesuai dengan
umurnya. Metode antropometri sudah lama dikenal sebagai indikator
sederhana untuk penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat dan
biasanya dipakai untuk mengukur status gizi yang berhubungan dengan
asupan energi serta protein. Dengan antropometri, Anda akan menjalani
pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan lingkar

8
perut. Menurut Kementerian Kesehatan, orang dewasa juga bisa
menjadikan lingkar perut, lingkar pinggang, hingga indeks massa tubuh
untuk menentukan status gizinya.

Pemeriksaan klinis
Ini merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan yang
berhubungan dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi.
Pemeriksaan klinis ini biasanya dilakukan dari mulai pemeriksaan bagian
mata, hingga kaki. Meliputi konjungtiva mata, mukosa mulut,
pemeriksaan dada, abdomen, hingga deteksi bengkak pada bagian kaki.
Dokter juga akan mempelajari riwayat medis pasien serta melakukan
pemeriksaan fisik lainnya. Beri tahu dokter jika merasakan gejala
tertentu yang Anda duga berhubungan dengan status gizi Anda.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan biokimia dikenal juga dengan istilah cek lab.
Pemeriksaan ini bisa berupa pemeriksaan darah, kadar albumin,
pemeriksaan urine, pemeriksaan tinja pemeriksaan vitamin dan mineral
yang berkaitan dengan kondisi pasien.
b. Penilaian Status Gizi Secara tidak langsung
Penilaian gizi secara tidak langsung dilakukan dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
Survei konsumsi makanan
Cara menghitung status gizi dengan antropometri dilakukan melalui
pengukuran dimensi dan komposisi tubuh seseorang sesuai dengan
umurnya. Metode antropometri sudah lama dikenal sebagai indikator
sederhana untuk penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat dan
biasanya dipakai untuk mengukur status gizi yang berhubungan dengan
asupan energi serta protein. Dengan antropometri, Anda akan menjalani
pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan lingkar
perut. Menurut Kementerian Kesehatan, orang dewasa juga bisa

9
menjadikan lingkar perut, lingkar pinggang, hingga indeks massa tubuh
untuk menentukan status gizinya.
Pemeriksaan klinis
Ini merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan yang
berhubungan dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi.
Pemeriksaan klinis ini biasanya dilakukan dari mulai pemeriksaan bagian
mata, hingga kaki. Meliputi konjungtiva mata, mukosa mulut,
pemeriksaan dada, abdomen, hingga deteksi bengkak pada bagian kaki.
Faktor ekologi
Penilaian status gizi dengan faktor ekologi dipilih karena masalah gizi
dapat muncul akibat interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor
biologis, fisik, dan lingkungan budaya. Metode ini dilakukan untuk
mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrisi) di suatu
masyarakat, agar selanjutnya bisa segera ditangani.

3. Dampak Gizi Kurang


Gizi kurang (underweight) yang berlangsung sangat cepat pada waktu
pertumbuhan, membawa akibat tingkah laku yang tidak normal pada anak
tersebut serta kemampuan belajar yang kurang. Apabila keadaan gizi kurang
cukup berat maka efek akan terbawa hingga dewasa. Adapun beberapa hal
yang dapat berpengaruh pada keadaan anak dengan gizi kurang
(underweight), yaitu :
a. Pertumbuhan
Berat badan tidak sesuai dengan usia, tinggi badan tidak sesuai dengan usia,
lingkar kepala dan lingkar lengan kecil.
b. Perkembangan
Berat, besar otak tidak bertambah, tingkah laku anak tidak normal,
tingkat kecerdasan menurun (Irianto K, 2014).
c. Produksi tenaga

10
Kekurangan zat gizi sebagai sumber tenaga, dapat menyebabkan
kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas.
Orang akan menjadi malas, merasa lelah, dan produktivitasnya menurun.
d. Pertahanan tubuh
Protein berguna untuk pembentukan antibodi, akibat kekurangan protein
sistem imunitas dan antibodi berkurang, akibatnya anak mudah terserang
penyakit seperti pilek, batuk, diare atau penyakit infeksi y ang lebih
berat.Daya tahan terhadap tekanan atau stress juga menurun.
e. Struktur dan fungsi otak
Kekurangan gizi pada waktu janin dan usia balita dapat berpengaruh
pada pertumbuhan otak, karena sel-sel otak tidak dapat berkembang.
Otak mencapai pertumbuhan yang optimal pada usia 2-3 tahun, setelah
itu menurun dan selesai pertumbuhannya pada usia awal remaja.
Kekurangan gizi berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen,
yang menyebabkan kemampuan berpikir setelah masuk sekolah dan usia
dewasa menjadi berkurang. Sebaliknya, anak yang gizinya baik
pertumbuhan otaknya optimal, setelah memasuki usia dewasa memiliki
kecerdasan yang baik sebagai cara untuk membangun bangsa.
f. Perilaku
Anak-anak yang menderita kekurangan gizi akan memiliki perilaku tidak
tenang, cengeng, dan pada stadium lanjut anak bersifat apatis. Demikian
juga pada orang dewasa, akan menunjukkan perilaku tidak tenang,
mudah emosi, dan tersinggung (Par’i HM dkk, 2017).

4. Kebutuhan Nutrisi
Asupan zat-zat gizi yang lengkap, yang terkandung dalam nutrisi masih
terus dibutuhkan anak selama proses tumbuh kembang masih terus berlanjut.
Tubuh anak tetap membutuhkan semua zat gizi utama yaitu karbohidrat,
lemak, protein, serat, vitamin, dan mineral (Hanum Marimbi, 2010).
Sedangkan menurut (Behrman dalam Aziz Alimul, 2009), menyebutkan
bahwab komponen zat gizi secara umum terbagi menjadi dua golongan yaitu

11
golongan makro dan golongan mikro. Untuk zat gizi golongan makro terdiri
dari kalori dan H2O(air), untuk kalori berasal dari karbohidrat, protein dan
lemak, sedangkan kelompok zat gizi mikro terdiri dari vitamin dan mineral.
a. Karbohidrat Merurupakan sumber energi yang tersedia dengan mudah di
setiap makanan, karbohidrat harus tersedia dalam jumlah yang cukup
sebab kekurangan karbohidrat sekitar 15% dari kalori yang ada maka
dapat menyebabkan kelaparan dan berat badan menurun begitupun
sebaliknya (Aziz Alimul Hidayat, 2009).
b. Lemak Merupakan zat gizi yang berperan dalam pengangkut vitamin A,
D, E, K yang larut dalam lemak (Solihin Pudjiadi dalam Aziz Alimul
Hidayat, 2009).
c. Protein Merupakan zat gizi dasar yang berguna dalam pembentukan
protoplasma sel, selain itu tersedianya proteindalam jumlah yang cukup
10 penting untuk pertumbuhan dan perbaikan sel jaringan dan sebagai
larutan untuk keseimbangan osmotik (Solihin Pudjiadi dalam Aziz
Alimul Hidayat, 2009).
d. Vitamin Merupakan senyawa organik yang digunakan untuk
mengkatalisator metabolisme sel yang dapat berguna untuk pertumbuhan
dan perkembangan serta dapat mempertahankan organisme, vitamin yang
dibutuhkan, menurut (Aziz Alimul Hidayat, 2009) antara lain:
1. Vitamin A (retinol), merupakan vitamin yang harus tersedia dalam
jumlah yang cukup yang mempunyai pengaruh dalam kemampuan
fungsi mata.
2. Vitamin B kompleks (thiamin), merupakan yang larut dalam air akan
tetapi tidak larut dalam lemak, jika kekurangan akan menyebabkan
penyakit beri-beri.
3. Vitamin B2 (riboflavin), merupakan vitamin yang sedikit larut dalam
air, vitamin ini harus tersedia dalam jumlah yang cukup, apabila
kurang menyebabkan fotofobia.

12
4. Vitamin B12 (sianokobalamin), merupakan vitamin yang sedikit larut
dalam air, vitamin ini sangat baik untu maturasi sel darah merah
dalam sum-sum tulang, apabila kekurangan menyebakan anemia.
5. Vitamin C (asam ascorbat), merupakan vitamin yang larut dalam air
yang mudah dioksidasi dan dipercepat oleh panas atau cahaya, 11
kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan lamanya proses
penyembuhan luka.
6. Vitamin D, merupakan vitamin yang dapat larut dalam lemak dan
akan stabil dalam suasana panas, berguna dalam mengatur
penyerapan dan pengendapan kalsium dan fosfor.
7. Vitamin E, merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan tidak
stabil terhadap sinar ultraviolet yang dapat berfungsi dalam
meminimalkan oksidasi karoten.
8. Vitamin K, merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang dapat
berfungsi sebaga pembentukan protombin.
e. Air Merupakan kebutuhan nutrisi yang sangat penting, mengingat
kebutuhan pada bayi relatif tinggi 75-80% dari berat badan dibandingka
dengan orang dewasa yang hanya 55-60% (Solihin Pudjiadi dalam Aziz
Alimul Hidayat, 2009).
f. Mineral Merupakan komponen zat gizi yang tersedia dalam kelompok
mikro, yang terdiri dari kalsium, klorida, khromium, kobalt, tembaga,
fluorin, yodium, besi, magnesium, mangan, fosfor, kalium, natrium,
sulfur dan seng. Kesemuanya harus tersedia dalam jumlah yang cukup
(Aziz Alimul Hidayat, 2009).

13
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan Penelitian Kuantitatif dengan desain
Penelitiam deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang di lakukan dengan
tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif
( Notoatmodjo,2010) Dalam Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan
bagaimana gambaran status gizi kurang dengan kejadian stunting di wilayah
kerja Kelurahan layana indah
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari februari sampai pada bulan maret
Tahun 2023 di Kelurahan Layana Indah Kecamatan Mantikolore Kota Palu.
C. Populasi dan sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam Penelitian ini adalah semua balita stunting di kelurahan
layana indah kecamatan mantikolore kota palu sebanyak 41 anak.
2. Sampel
Tehnik sampling yang di gunakan pada penelitian ini adalah total
sampling. Total sampling adalah tehknik pengambilan sampel dimana
jumlah sampel sama dengan populasi ( sugiyono, 2007). Alasan
mengambil total sampling karena menurut sugiyono (2007) Jumalh
Populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel
penelitian semuanya. Sampel yang di ambil dari penelitian ini adalah 41
anak

D. Jenis dan Alat Pengumpulan data

14
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung pada saat
berlangsungnya penelitian melalui Pengukuran BB/TB dan TB/U
Anak
b. Data skunder
Data Skunder berupa data anak dari Puskesmas dan Posyandu Layana
Indah Kecamatan Mantikolore Kota Palu
2. Alat Pengumpulan Data
Dalam Penelitian ini pengumpulan data mengenai status gizi kurang
dengan kejadian stunting di peroleh dengan pengukuran BB/TB dan TB/U
Anak.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

15
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Layana Indah terletak pada Koordinat )) 48 ’’ 26.6 Lintang
Selatan dan 119 54’’ 10.6 bujur timur wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Berbatas dengan kelurahan Mamboro
2. Sebelah Timur : Berbatas dengan Kabupaten Parigi Moutong
3. Sebelah Selatan : Berbatas dengan Kelurahan Tondo
4. Sebelah Barat : Berbatas dengan Laut ( Teluk Palu)

2. Distribusi Frekuensi Satus Gizi Balita berdasarkan TB/BB di Kelurahan


Layana Indah Kecamatan Mantikolore Kota Palu
Berdasarkan Penelitian di Kelurahan Layana Indah Kecamatan Mantikolore
Kota Palu dengan Jumlah 41 Anak didapatkan Status Gizi Kurang (17, 1 % )
Dan Gizi Baik (82,9 %)
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita di Kelurahan Layana Indah
Kecamatan Mantikolore Kota Palu
No Status Gizi (BB/TB) Jumlah %
1 Gizi Kurang 7 17,1
2 Gizi Baik 34 82,9
Total 41 100

3. Distribusi Frekuensi Kejadian Stunting berdasarkan TB/U di Kelurahan


Layana Indah Kecamatan Mantikolore Kota Palu
Berdasarkan Penelitian dikelurahan Layana Indah Kecamatan Mantikolore
Kota Palu dengan Jumlah Anak 41 Anak didapatkan Sangat Pendek (19,5
%) dan Pendek (80,5%)

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kejadian Stunting di Kelurahan Layana Indah
Kecamatan Mantikolore Kota Palu

16
No Kejadian Stunting (TB/U) Jumlah %
1 Sangat Pendek 8 19,5
2 Pendek 33 80,5
Total 41 100

B. Pembahasan Penelitian
Hasil penelitian diperoleh Dari Status Gizi anak dengan pengukuran
TB/BB Masih ada Anak memiliki status Gizi Kurang Yaitu 7 Anak (17,1 %) dan
Sebagian Anak sudah memiliki Status Gizi Baik Yaitu 34 Anak (82,9 %).
Sedangkan Pengukuran TB/U didapatkan anak sangat Pendek berjumlah 8 anak
(19,5%) dan Pendek Berjumlah 33 Anak (80,5%)
Berdasarkan data sangat pendek ada 8 orang ,dan pendek 33 orang.
Sangat Pendek pada anak itu diduga disebabkan karena memeng memiliki status
gizi berdasarkan indek antopometri BB/TB yaitu gizi kurang. Artinya factor
tersebut diduga kuat sehingga anak memiliki status gizi TB/U sangat pendek.
Selain itu, jumlah anak status gizi berdasarkan BB/TB hampir sama dengan
jumlah anak status gizi pendek berdasarkan TB/U.Hal ini diduga, meskipun anak
sudah memiliki status gizi baik, belum tentu tidak mengalami stunting. Factor
determinan yang diduga adalah jenis makanan yang diberikan pada anak balita.
Berdasarkan wawancara dengan ibu balita, masih banyak anak yang
kurang di berikan makanan-makanan yang memiliki protein baik untuk
pertumbuhan yaitu protein bersumber hewani, Stunting bisa dicegah dengan
Protein Hewani karena peran protein hewani sebagai zat gizi makro yang
memiliki sumber asam amino esensial terbaik yang diperlukan tubuh untuk
mengaktifkan berbagai enzim dan hormon pertumbuhan. Selain itu, protein
hewani memiliki vitamin dan mineral yang menunjang pertumbuhan dan
perkembangan kognitif anak.
Kejadian stunting pada anak balita dapat terjadi karena kekurangan atau
rendahnya kualias protein yang mengandung asam amino essensial (Golden,
2009). Laju pertumbuhan terjadi pada usia 1-2 tahun. Selain itu masa balita

17
adalah masa yang cukup penting karena mengalami proses perkembangan dan
pertumbuhan yang cepat, sehingga apabila terjadi ketidak seimbangan konsumsi
protein pada balita akan berdampak pada tinggi badan anak.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sajogyo (2004), bahwa kekurangan
gizi pada anak menyebabkan kurus dan pertumbuhan terhambat, terjadi kurang
sumber zat tenaga dan zat pembangun yang diperoleh dari makanan anak.
Protein merupakan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan,
membangun struktur tubuh (otot, kulit dan tulang) serta sebagai pengganti
jaringan yang sudah usang (Almatsier, 2002).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

18
Setelah dilakukan penelitian mengenai “ Gambaran Status Gizi Kurang
dengan Kejadian Stunting pada anak diwilayah Kerja Layana Indah Kecamatan
Mantikolore Kota Palu. Hasil Penelitian didapatkan bahwa Status Gizi anak
dengan pengukuran TB/BB Masih ada Anak memiliki status Gizi Kurang Yaitu
7 Anak (17,1 %) dan Sebagian Anak sudah memiliki Status Gizi Baik Yaitu 34
Anak (82,9 %). Sedangkan Pengukuran TB/U didapatkan anak sangat Pendek
berjumlah 8 anak (19,5%) dan Pendek Berjumlah 33 Anak (80,5%).
Berdasarkan data sangat pendek ada 8 orang ,dan pendek 33 orang.
Sangat Pendek pada anak itu diduga disebabkan karena memeng memiliki status
gizi berdasarkan indek antopometri BB/TB yaitu gizi kurang. Artinya factor
tersebut diduga kuat sehingga anak memiliki status gizi TB/U sangat pendek.
Selain itu, jumlah anak status gizi berdasarkan BB/TB hampir sama dengan
jumlah anak status gizi pendek berdasarkan TB/U.Hal ini diduga, meskipun anak
sudah memiliki status gizi baik, belum tentu tidak mengalami stunting. Factor
determinan yang diduga adalah jenis makanan yang diberikan pada anak balita.
B. Saran
1. Bagi Peneliti
Agar lebih meningkatkan pengetahuan dan skill sehingga hasil penelitian
ini bias di jadikan sebagai dasar dalam meningkatkan edukasi tentang
pencegahan stunting
2. Bagi Institusi Pendidikan
agar dijadikan sebagai sumber referensi dan bahan bacaan gambaran
pengetahuan mahasiswa/i.
3. Bagi peneliti Selanjutnya
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai referensi dan mengembangkan penelitian selanjutnya
terutama desain yang digunakan dalam penelitian.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M 2016. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media


GroupAndrew, 2014. Skripsi Hubungan faktor ibu dengan kejadian stunting
pada balita Di Puskesmas Piyungan Kabupaten Banten

Anisa, P. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada


Balita Usia 25- 60 Bulan Di Kelurahan Kalibaru Depok Tahun 2012
(Skripsi). Depok: FKM UI.
Aramico, B., Sudargo, T., & Susilo, J. (2016). Hubungan sosial ekonomi, pola asuh,
pola makan dengan stunting pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Lut
Tawar, Kabupaten Aceh Tengah. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia
(Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics),
1(3), 121–130.
Atya Rizkiana. 2014. Pengaruh status sosial ekonomi orang tua, motivasi, belajar,
disiplin, belajar terhada prestasi belajar pada siswa SMK Barunawati

Bishwakarma, R. 2011. Spatial Inequality in Children Nutrition in Nepal:


Implications of RegionalContext and Individual/Household Composition.
(Disertasi, University of Maryland, College Park, United States). Diakses
dari http:// hdl.handle.net/1903/11683.

Ega Novia. 215. Hubungan antara Pola Asuh Gizi dan Konsumsi Makanan dengan
kejadian stunting pada anak balita usia 6-24 bulan (Skripsi). FKM.
Universitas Jember.

Fernald, 2014. Hubungan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Dengan Kejadian
stunting Pada Anak Usia 12 – 36 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Wonosari Gunung Kidul.

Hidayat, B.,Irawan, R., & Hidayati, N., 2017, Nutrisi dan perilaku (Nutrition and
Behavior), Surabaya :Devisi Nutrisi dan Metabolik Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UNAIR / RSUD dr.Soetomo Surabaya.

Husaini, Peran Gizi Dalam Meningkatkan Kualitas Tumbuh Kembang Anak


[serial online] 2010 [cited 2010 jul 2]. Available FROM:
http//www.whandi.net

Anda mungkin juga menyukai