Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Status Gizi

a. Pengertian

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam

bentuk variabel tertentu, perwujudan dari nutriture dalam bentuk

variable tertentu.Keadaan gizi merupakan akibat dari keseimbangan

antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi

tersebut, atau fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler

tubuh (Supariasa, Bachyar dan Ibnu, 2012).

Status gizi yang baik adalah status kesehatan yang dihasilkan

dari keseimbangan intake dan kebutuhan. Parameter status gizi dapat

dilakukan dengan pengukuran antropometri, pemeriksaan biokimia dan

anamnesa riwayat gizi. Intake berkaitan dengan zat gizi yang masuk

dalam tubuh. Zat gizi sendiri diartikan sebagai zat-zat makanan yang

terkandung dalam suatu bahan pangan yang dapat dimanfaatkan oleh

tubuh.Makanan yang kita makan harus memenuhi kebutuhan fisik

berupa kenyang dan memenuhi kebutuhan kimia tubuh

(Kristiyanasari,2010).

Menilai status gizi dapat dilakukan melalui beberapa metode

pengukuran, tergantung pada jenis kekurangan gizi. Hasil penilaian

status gizi dapat menggambarkan berbagai tingkat kekurangan gizi,

misalnya status gizi yang berhubungan dengan tingkat kesehatan, atau

1
berhubungan dengan penyakit tertentu. Menilai persediaan gizi tubuh

dapat diukur melalui beberapa metode penilaian, seperti pada Tabel

berikut.

Tabel 1. Penilaian Persediaan Gizi Tubuh


Tingkat Kekurangan Gizi Metode Yang Digunakan
Asupan zat gizi tidak cukup Surveu konsumsi pangan
Penurunan persediaan gizi dalam jaringan Biokimia
Penurunan fungsi jaringan Biokimia
Berkurangnya aktivitas enzim yang Antropometri atau Biokimia
dipengaruhi zat gizi, terutama protein
Perubahan fungsi Kebiasaan atau physiological
Gejala Klinik Klinik
Tanda-Tanda anatomi Klinik
Sumber :Bahan Ajar Gizi, Penilaian Status Gizi 2017

B. Metode Penilaian Status Gizi

1. Penilaian langsung

a. Metode Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropo yang berarti manusia

dan metri adalah ukuran. Metode antropometri dapat diartikan sebagai

mengukur fisik dan bagian tubuh manusia Jadi antropometri adalah

pengukuran tubuh atau bagian tubuh manusia Dalam menilai status

gizi dengan metode antropometri adalah menjadikan ukuran tubuh

manusia sebagai metode untuk menentukan status giri Kontep dasar

yang harus dipahami dalam menggunakan antropometri untuk

mengukur status gizi adalah konsep dasar pertumbuhan.

2
Beberapa contoh ukuran tubuh manusia sebagai parameter

antropometri yang sering digunakan untuk menentukan status gizi

misalnya berat badan, tinggi badan, ukuran lingkar kepala, ukuran

lingkar dada, ukuran lingkar lengan atas, dan lainnya. Hasil ukuran

anropometri tersebut kemudian dirujukkan pada standar atau rujukan

pertumbuhan manusia.

Pengukuran antropometri pada :

1) Balita

Pada balita pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter. Indikator antropometri yang sering

digunakan untuk balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/TB),

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Umur

(BB/U). Perbedaan penggunaan indikator tersebut akan memberikan

gambaran prevalensi status gizi yang berbeda.(Gibson, 2005).

Indikator BB/TB memberikan indikasi masalah gizi yang

sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu

yang tidak lama (singkat), misalnya terjadi wabah penyakit dan

kekurangan makan (kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi

kurus. Disamping untuk identifikasi masalah kekurusan, indikator ini

dapat juga memberikan indikasi kegemukan. (Litbangkes, 2010)

Indikator status gizi berdasarkan indeks BB/U memberikan

indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan

indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut

karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi

3
badan. Indikator BB/U yang rendah dapat disebabkan karena pendek

(masalah gizi kronis) atau sedang menderita diare atau penyakit infeksi

lain (masalah gizi akut).

Indikator status gizi berdasarkan indeks TB/U memberikan

indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari

keadaan yang berlangsung lama. Misalnya: kemiskinan, perilaku hidup

tidak sehat, dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari

sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek.

Indikator BB/TB merupakan indikator status gizi saat ini

(current nutrition status), indikator ini dapat digunakan untuk

mengetahui proporsi badan (gemuk, normal, kurus) dan kelebihannya

umur tidak perlu diketahui. (Irawati, 1998)

Tabel 2. Kategori Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks Untuk


Pengukuran Status Gizi Pada Balita.

Indeks Kategori Ambang Batas (Z-


Status Gizi score)
Berat Badan menurut Umur Berat badan sangat < -3 SD
(BB/U) kurang (severely
Anak umur 0-60 bulan underweight)
berat badan kurang -3 SD sampai dengan<
(underweight) - 2 SD
berat badan normal -2 SD sampai dengan
+1 SD
risiko berat badan >+ 1 SD
lebih
Panjang Badan menurut Sangat Pendek < -3 SD
Umur (PB/U) (severely stunted)
Anak umur 0-60 bulan Pendek (stunted) -3 SD sampai dengan<
- 2 SD
Normal -2 SD sampai dengan
+3 SD
Tinggi >+3 SD
Berat Badan menurut gizi buruk (severely < -3 SD
Panjang Badan (BB/PB) wasted
Anak umur 0-60 bulan gizi kurang (wasted) -3 SD sampai

4
dengan<- 2 SD
gizi baik (normal) -2 SD sampai dengan
+1 SD
berisiko gizi lebih >+1 SD
(possible risk of
overweight)
Indeks Massa Tubuh Gizi buruk (severely < -3 SD
menurut Umur (IMT/U) wasted)
Anak umur 0-60 bulan Gizi kurang (wasted) -3 SD sampai dengan<
- 2 SD
Gizi baik (normal) -2 SD sampai dengan +
1 SD
Berisiko gizi lebih >+1 SD
(possible risk of
overweight)
Gizi lebih > + 2 SD sd +3 SD
(overweight)
Obesitas (obese) > + 3 SD
Gizi
Indeks Massa Tubuh Gizi buruk (severely <-3 SD
menurut Umur (IMT/U) thinness)
Anak umur 5-18 tahun Gizi kurang (thinness) -3 sampai dengan < -2
SD
Gizi baik (normal) -2 SD sampai dengan +
Gizi 1 SD
Gizi lebih > + 1 SD sampai
(overweight) dengan + 2 SD
Obesitas (obese) > +2 SD
Sumber : Peraturan Menkes RI No 2 TH 2020

2) Remaja Putri

Menurut Sarwono (2010) remaja sebagai periode transisi antara

masa kanak-kanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau

seseorang yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah tidur,

mudah terangsang perasaannya dan sebagainya. Remaja adalah

individu yang sedang mengalami perubahan dari masa anak-anak

menuju masa dewasa. Menurut WHO (World Health Organization)

remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat

pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat

5
mencapai kematangan seksual, dengan batasan usia remaja awal 10-14

tahun, remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 2010).

Pengukuran antropometri pada remaja sebagai indikator status

gizi dapat dilakukan dengan cara mengukur beberapa parameter. Jenis-

jenis dari indeks antropometri salah satunya adalah indeks massa tubuh

menurut umur (IMT/U). Pengukuran IMT dapat dilakukan pada anak-

anak, remaja maupun orang dewasa. Pada remaja pengukuran IMT

sangat terkait dengan umurnya, karena dengan perubahan umur terjadi

perubahan komposisi tubuh dan densitas tubuh, pada remaja digunakan

indikator IMT/U. Cara pengukuran IMT/U adalah:

Berat Badan( Kg)


IMT = 2
Tinggi Badan(m)

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan

FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan

perempuan. Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-laki

adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah 18,0-23,8. Untuk

kepentingan pemantauan dan tingkat defesiensi kalori ataupun tingkat

kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu

batas amhang antara laki-laki dan perempuan Ketentuan yang

digunakan adalah menggunakan ambang batas laki-laki untuk kategori

kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan

untuk kategori gamuk tingkat berat. Untuk kepentingam Indonesia

batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasi

6
penelitian dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil

kesimpulan batas ambang IMT untuk Indonesia sebagai berikut:

Tabel 3. Kategori Batas Ambang IMT


Kategori IMT
Kekurangan berat badan
< 17
tingkat berat
Kurus
Kekurangan berat badan
17 – 18,4
tingkat ringan
Normal 18,5 – 25
Kelebihan berat badan
25,1 – 27
tingkat ringan
Gemuk
Kelebihan berat badan
>27
tingkat berat

3) Ibu Hamil

Status gizi ibu hamil adalah suatu keadaan keseimbangan

dalam tubuh ibu hamil sebagai akibat pemasukan konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi yang digunakan oleh tubuh untuk

kelangsungan hidup dalam mempertahankan fungsi-fungsi organ

tubuh. Menurut (Supariasa, dkk 2012) penilaian status gizi dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung

dan tidak langsung. Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang

berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai

macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang

memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan

Triyanti, 2007).

Status gizi ibu hamil dapat diketahui dengan melakukan

pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Pengukuran LILA cukup

representatif, dimana ukuran LILA ibu hamil erat dengan IMT ibu

hamil yaitu semakin tinggi LILA ibu hamil diikuti pula dengan

7
semakin tinggi IMT ibu. (Hidayati, 2012). Lingkar lengan atas (LILA)

merupakan gambaran keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah

kulit. LILA mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot

yang tidak berpengaruh oleh cairan tubuh.

Ukuran LILA digunakan untuk skrining kekurangan energi

kronis yang digunakan untuk mendeteksi ibu hamil dengan risiko

melahirkan BBLR. Pengukuran LILA ditujukan untuk mengetahui

apakah ibu hamil atau wanita usia subur (WUS) menderita kurang

energi kronis (KEK). Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK

adalah 23.5 cm. Apabila ukuran kurang dari 23.5 cm, artinya wanita

tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan

berat bayi lahir rendah (BBLR).

Cara ukur pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas

dilakukan pada lengan kiri atau lengan yang tidak aktif. Pengukuran

LILA dilakukan pada pertengahan antara pangkal lengan atas dan

ujung siku dalam ukuran cm (centi meter). Kelebihannya mudah

dilakukan dan waktunya cepat, alat sederhana, murah dan mudah

dibawa.

b. Metode Laboratorium

Penentuan status gizi dengan metode laboratorium adalah salah

satu metode yang dilakukan secara langsung pada tubuh atau bagian

tubuh. Tujuan penilaian status gizi ini adalah untuk mengetahui tingkat

ketersediaan zat gizi dalam tubuh sebagai akibat dari asupan gizi dari

makanan.

8
Metode laboratorium mencakup dua pengukuran yaitu uji

biokimia dan uji fungsi fisik. Uji biokimia adalah mengukur status gizi

dengan menggunakan peralatan laboratorium kimia. Tes biokimia

mengukur zat gizi dalam cairan tubuh atau jaringan tubuh atau ekskresi

urin. Misalnya mengukur status iodium dengan memeriksa urin,

mengukur status hemoglobin dengan pemeriksaan darah dan lainnya.

Tes fungsi fisik merupakan kelanjutan dari tes biokimia atau tes fisik.

c. Metode Klinis

Pemeriksaan fisik dan riwayat medis merupakan metode klinis

yang dapat digunakan untuk mendeteksi gejala dan tanda yang

berkaitan dengan kekurangan gizi. Gejala dan tanda yang muncul,

sering kurang spesifik untuk menggambarkan kekurangan zat gizi

tertentu. Mengukur status gizi dengan melakukan pemeriksaan bagian-

bagian tubuh dengan tujuan untuk mengetahui gejala akibat

kekurangan atau kelebihan gizi. Pemeriksaan klinis biasanya dilakukan

dengan bantuan perabaan, pendengaran, pengetokan, penglihatan, dan

lainnya.Misalnya pemeriksaan pembesaran kelenjar gondok sebagai

akibat dari kekurangan iodium.

Pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan termasuk gangguan gizi

yang dialami seseorang. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan

beberapa cara, di antaranya melalui kegiatan anamnesis, observasi,

palpasi, perkusi, dan/atau auskultasi.

d. Pengukuran Konsumsi Pangan

9
Pengukuran konsumsi makanan sering juga disebut survei

konsumsi pangan, merupakan salah satu metode pengukuran status

gizi. Asupan makan yang kurang akan mengakibatkan status gizi

kurang. Sebaliknya, asupan makan yang lebih akan mengakibatkan

status gizi lebih. Tujuan umum dari pengukuran konsumsi pangan

adalah untuk mengetahui asupan gizi dan makanan serta mengetahui

kebiasaan dan pola makan, baik pada individu, rumah tangga, maupun

kelompok masyarakat. Tujuan khusus pengukuran konsumsi pangan:

a. Menentukan tingkat kecukupan asupan gizi pada individu

b. Menentukan tingkat asupan gizi individu hubungannya dengan

penyakit

c. Mengetahui rata-rata asupan gizi pada kelompok masyarakat

d. Menentukan proporsi masyarakat yang asupan gizinya kurang.

2. Penilaian Tidak Langsung

a. Survei Konsumsi Pangan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan gizi secara

tidak langsung dengan melihat kebiasaan makananatau gambaran tingkat

kecukupan bahan makanan dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

Pengumpulan data ini dapat memberikan gambaran tentang konsumsi

berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Pengukuran

konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data yaitu kualitatif yang

melingkupi frekuensi makanan, dietary history, dan daftar makanan.

Sedangkan data kuantitatif yang mencakup metode recall 24 jam,

10
perkiraan makan, penimbangan makan, metode inventaris dan pencatatan

(Mardalena, 2017).

b. Faktor Ekologi

Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk

hidup dengan lingkungannya. Lingkungan yang baik, yang memungkinkan

makhluk tumbuh akan membentuk makhluk yang baik. Status gizi adalah

keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan makanan

dengan kebutuhan zat gizi. Jadi ekologi yang berkaitan dengan gizl adalah

keadaan lingkungan manusia yang memungkinkan manusia tumbuh

optimal dan mempengaruhi status gizi seseorang

Faktor ekologi yang mempengaruhi status gizi di antaranya adalah

beberapa informasi ekologi yang berkaitan dengan penyebab gizi kurang.

Informasi tersebut di antaranya data sosial ekonomi, data kependudukan,

keadaan lingkungan fisik dan data vital statistik. Data yang termasuk

sosial ekonomi misalnya jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan,

keadaan budaya, agama, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, ketersediaan

air bersih, pelayanan kesehatan, ketersediaan lahan pertanian dan

informasi yang lain.

c. Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisa dari beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian

berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu

dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya

11
dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran

status gizi secara tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

1. Faktor langsung

a. Asupan Makan

Pengukuran konsumsi makan sangat penting untuk mengetahui

kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat

berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang

dapat menyebabkan malnutrisi.

Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi pada ibu

hamil dapat menyebabkan ibu hamil mengalami Kurang Energi Kronis

(KEK). Wanita hamil berisiko mengalami KEK jika memiliki Lingkar

Lengan Atas (LILA) <23,5cm. Ibu hamil KEK berisiko melahirkan

bayi berat lahir rendah (BBLR) yang jika tidak tertangani dengan baik

akan berisiko mengalami stunting (Kemenkes,RI 2016).

Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) adalah

periode 9 bulan janin dalam kandungan (270 hari) hingga anak usia 2

tahun (730 hari). Pada 20 minggu pertama dibutuhkan kecukupan

protein dan zat gizi mikro untuk pembentukan sel dan menentukan

jumlah selotak dan potensi tinggi badan.

Seorang ibu hamil harus berjuang menjaga asupan nutrisinya

agar pembentukan, pertumbuhan dan perkembangan janinnya optimal.

Selanjutnya pada 20 minggu sampai dengan bayi lahir dibutuhkan

kecukupan energi, protein dan zat gizi mikro untuk pembentukan dan

12
pembesaran sel. Idealnya, berat badan bayi saat dilahirkan adalah tidak

kurang dari 2500 gr, dan panjang badan bayi tidak kurang dari 48 cm.

Inilah alasan mengapa setiap bayi yang baru saja lahir akan

diukur berat dan panjang tubuhnya, dan dipantau terus-menerus

terutama di periode emas pertumbuhannya, yaitu 0 sampai 2 tahun.

Dalam kurun waktu 2 tahun ini, orang tua harus berupaya keras agar

bayinya tidak memiliki tinggi badan atau panjang badan yang stunting.

Selama 6 bulan setelah bayi lahir, bayi memerlukan zat gizi makro dan

mikro yang hanya cukup diperoleh dari ASI eksklusif. Di atas 6 bulan

bayi mulai membutuhkan makanan pendamping ASI yang cukup dan

berkualitas untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang

optimal (Kemenkes RI, 2016).

b. Penyakit Infeksi

Keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi

yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi

yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan sakit. Demikian juga

bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan

dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang (Depkes RI, 2007).

Scrimshaw, et.al (1989 dalam Supariasa, 2009) menyatakan

bahwa ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus dan

parasit) dengan kejadian malnutrisi. Ditekankan bahwa terjadi interaksi

yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi. Mekanisme

patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri

maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya

13
nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan

pada saat sakit, peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit

diare, mual/muntah dan pendarahan terus menerus serta meningkatnya

kebutuhan baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit

yang terdapat dalam tubuh. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah

protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.

2. Faktor Tidak Langsung

a. Pola Konsumsi

Program pemberian makanan tambahan merupakan program

untuk menambah nutrisi pada balita, biasanya diperoleh saat mengikuti

posyandu. Adapun pemberian makanan tambahan tersebut berupa

makanan pengganti ASI yang biasa didapat dari puskesmas setempat.

b. Kerawanan Pangan

Kerawanan pangan dapat diartikan juga sebagai kondisi suatu

daerah, masyarakat atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan

keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan

fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian masyarakat

(Permentan No 43/2010).

c. Ketersediaan Pangan – Data Kab. Padang Pariaman

Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat

memastikan ketersediaan bahan pangan warga daerah itu

mencukupi hingga tiga bulan ke depan, karena potensi produksi

beras mencapai 40.841 ton sedangkan kebutuhan per bulan

14
hanya 4.050 ton.Produksi beras di Padang Pariaman mencapai 12.

855 ton yang berasal dari 5.167 hektare luas panen di daerah itu.

d. Pola Asuh Keluarga

Pola asuh adalah pola pendidikan yang diberikan orang tua

kepada anak-anaknya. Setiap anak membutuhkan cinta, perhatian,

kasih sayang yang akan berdampak terhadap perkembangan fisik,

mental dan emosional.

e. Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang

harus ada antara manusia & lingkungan agar dapat menjamin keadaan

sehat dari manusia. (WHO (World Health Organization)).

Sulitnya air bersih dan sanitasi yang buruk dapat menyebabkan

stunting pada anak. Penggunaan air sumur yang tidak bersih untuk

masak atau minum disertai kurangnya ketersediaan kakus merupakan

penyebab terbanyak terjadinya infeksi. Kedua hal ini bisa meninggikan

risiko anak berulang-ulang menderita diare dan infeksi cacing usus

(cacingan).

f. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan meliputi ketersediaan pusat-pusat

pelayanan kesehatan yang terdiri dari kecukupan jumlah rumah sakit,

jumlah tenaga kesehatan, jumlah staf dan lain-lain. Fasilitas

pendidikan meliputi jumlah anak sekolah, remaja dan organisasi

karangtarunanya serta media massa seperti radio, televise dan lain-

15
lain. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan (health promotion behaviour). Misalnya makan makanan

yang bergizi, olah raga dan sebagainya termasuk juga perilaku

pencegahan penyakit (health prevention behavior) yang merupakan

respon untuk melakukan pencegahan penyakit.

Kenyataannya, masih ada daerah tertinggal di Indonesia yang

kekurangan layanan kesehatan. Padahal, selain untuk memberikan

perawatan pada anak atau ibu hamil yang sakit, tenaga kesehatan juga

dibutuhkan untuk memberi pengetahuan mengenai gizi untuk ibu

hamil dan anak di masa awal kehidupannya.

kondisi konsumsi makanan ibu hamil dan balita tahun 2016-

2017 menunjukkan di Indonesia 1 dari 5 ibu hamil kurang gizi, 7 dari

10 ibu hamil kurang kalori dan protein, 7 dari 10 Balita kurang kalori,

serta 5 dari 10 Balita kurang protein.

D. Penyebab Utama PermasalahanGizi

a. Ekonomi

Salah satau yang penyebab dasar dari wasting dan stunting adalah

kondisi ekonomi keluarga yang rendah (miskin).Kondisi keluarga yang

miskin dapat menyebabkan keluarga tersebut mengalami keterbatasan

dalam memenehu kebutuhan gizi keluarga dari segi kualitas maupun

kuantitas. Keadaan sosial ekonomi yang tergolong rendah akan

mempengaruhi tingkat Pendidikan renda, kualitas sanitasi dan air minum

yang rendah, daya beli yang rendah serta layanan Kesehatan yang terbatas.

Semuanya dapat berkontribusi terkena penyakit dan rendahnya asupan zat

16
gizi dapat berpeluang untuk terjadinya stunting (Fikadu, dkk, 2014 dalam

lainua, 2016)

Besarnya pendapatan yang diperoleh atau diterima dalam rumah

tangga dapat menggambarkan kesejahteraan suatu masyarakat.Namun data

pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga dilakukan pendekatan

melalui pengeluaran rumah tangga.Pengeluaran rumah tangga ini dapat

dibedakan menurut pengeluaran makan dan bukan makan, dimana

menggambarkan bagaimana penduduk mengalokasikan kebutuhan rumah

tangganya.Pengeluaran untuk konsumsi makanan dan buka makan

berkaitan denga tingkat pendapatan masyarakat. Di Indonesia, pemenuhan

kebutuhan makanan masih menjadi prioritas utama, dikarenakan untuk

memenuhi kebutuhan gizi (Consumption and Cost, wiyogowati, 2012).

Persentase pengeluaran pangan yang tinggi (≥ 70%) merupakan

faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian stunting pada

anak balita dengan riwayat berat lahir rendah pada tahun 2010 di

Indonesia. Persentase pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total yang

tinggi (≥70%) menggambarkan ketahanan pangan keluarga yang rendah,

artinya semakin tinggi pengeluaran untuk konsumsi pangan ada

kecenderungan bahwa rumah tangga tersebut miskin dan memiliki tingkat

ketahanan pangan yang rendah. Keluarga yang miskin dan ketahanan

pangan keluarga rendah rentan memiliki anak stunting karena keluarga

tidak mampu mencukupi kebutuhan asupan gizi anak dalam jangka waktu

yang lama, sehingga permasalahan gizi akut ini tidak dapat terhindarkan

(Rosha,dkk, 2013).

17
b. Pendidikan

Pendidikan adalah modal utama dalam menunjang ekonomi

keluarga yang juga berperan dalam penyusunan makan keluarga,

perawatan anak dan pengasuhan keluarga. Keluarga yang memiliki tingkat

Pendidikan yang tinggi akan mendapatkan informasi Kesehatan yang lebih

mudah khususnya dibidang gizi, sehingga dapat menambahkan

pengetahuannya dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari

(Depkes RI, 2015).

Menurut Hidayat (2009), tingkat Pendidikan keluarga yang rendah

akan sulit dalam menerima arahan dalam pemenuhan gizi. Mereka sering

tidak meyakini pentingnya pemenuhan gizi dan pentingnya pelayanan

Kesehatan yang dapat menunjang pertumbuhan anak, sehingga dapat

berpeluang terhadap terjadinya stunting. Semakin tingginya Pendidikan,

pengetahuan dan keterampilan memungkinkan makin baiknya tingkat

ketahanan pada pangan keluarga, makin baik pola asuh pada anak dan

keluarga, makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan

pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan,

dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan Kesehatan

(Waryana, 2010)

Menurut Anisa (2012) kecendrungan kejadian stunting pada balita

lebih banyak terjadi pada ayah yang memiliki tingkat Pendidikan yang

rendah. Pendidikan yang tinggi dapat mencerminkan pendapatang yang

18
lebih tinggi dan ayah akan lebih memperhatikan gizi istri saat hamil.

Sehingga tidak akan terjadinya kekurangan gizi data kehamilan yang dapat

menyebabkan anak yang akan dilahirkan mengalami stunting. Keluarga

dengan ayah yang berpendidikan rendah dengan pendapatan yang rendah

biasanya memiliki rumah yang kurang layak, kurang dalam memanfaatkan

fasilitas kesehatan dan kebersihan lingkungan kurang terjaga, selain itu

konsumsi makanan tidak seimbang, keadaan ini akan menghambat

perkembangan pada anak (Mugianti et al, 2018).

Menurut Astuti (2017), ibu dengan tingkat Pendidikan tinggi akan

cenderung memiliki pengetahuan yang luas dan mudahnya menangkap

informasi dari Pendidikan formal yang mereka tempuh maupun dari media

massa (cetak dan eletronik) untuk menjaga kesehatan anak dalam

mencapai status gizi yang baik sehingga perkembangan anak menjadi lebih

optimal. Semakin tinggi pendidikan ibu maka pengetahuannya tentang gizi

akan lebih baik, sebaliknya semakin rendahnya Pendidikan ibu maka

pengetahuan tentang gizi akan kurang biak. Pendidikan ibu yang rendah

saat kehamilan akan mempengaruhi pengetahuan gizi ibu saat

mengandung. Ibu hamil yang mengalami kurang gizi dapat mengakibatkan

janin yang dikandung juga mengalami kekurangan gizi. Jika kekurangan

gizi pada kehamilan terjadi terus menerus akan melahirkan anak yang

mengalami kekurangan gizi. Jika kondisi ini terus berlangsung dalam

kurun yang cukup lama maka akan menyebabkan anak mengalami

kegagalan dalam pertumbuhan (stunting) (Ni’mah dan Muniroh, 2016).

19
E. KerangkaTeori

Gambar 1. Kerangka Teori Masalah Gizi Unicef 1999

Gambar 1. Kerangka Teori

Sumber : Unicef, 1999

20
F. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

G. Hipotesis

1. Ada hubungan asupan dengan status gizi balita (0-59 bulan) di Nagari

X Kecamatan X Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

2. Ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita (0-59 bulan)

di Nagari X Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

3. Ada hubungan pola konsumsi dengan status gizi balita (0-59 bulan) di

Nagari X Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

4. Ada hubungan pelayanan kesehatan dengan status gizi balita (0-59

bulan) di Nagari X Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

21
5. Ada ketersediaan pangan rumah tangga dengan status gizi balita (0-59

bulan) di Nagari X Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

6. Ada hubungan pola asuh dengan status gizi balita (umur 0-59 bulan) di

Nagari X Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

7. Ada hubungan tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi balita

(0-59 bulan) di Nagari X Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

8. Ada hubungan asupan Fe dengan status gizi remaja putri di Nagarai X

Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

9. Ada hubungan pola konsumsi dengan status gizi remaja putri di Nagari

X Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

10. Ada hubungan asupan dengan status gizi ibu hamil di Nagari X

Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

11. Ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi ibu hamil di Nagari

X Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

12. Ada hubungan pola konsumsi dengan status gizi ibu hamil di Nagari X

Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

13. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu hamil dengan status gizi balita

(0-59 bulan) di Nagari X Kabupaten Padang pariaman tahun 2023.

22
23
H. Defenisi Operasional

Skala
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil
Ukur Ukur
Status gizi Status gizi adalah Antropometri - BB/U Kategori Z-Score Indeks BB/U
pada balita ukuran keberhasilan - TB/U  Berat Badan Sangat Kurang :
(0-59 bln) dalam pemenuhan - BB/TB < -3 SD
- TB/U nutrisi untuk anak yang Ordinal
 Dacin  Berat Badan Kurang : > -3 SD
- BB/U diindikasikan oleh TB  Timbangan s/d < -2 SD
- BB/TB dan BB digital  Berat Badan Normal:>-2SD
- IMT/U (Almatsier,2003).  Form tanggal s/d < +1SD
lahir  Resiko Berat Badan Lebih :
 AUPB >+1 SD
 Mikrotoise (Peraturan Menkes,2020)
Status gizi Status gizi adalah Antropometr  IMT/U Kategori Z-Score Indeks IMT/U Ordinal
pada remaja status kesehatan yang i Hb  Timbangan  -3 s/d – 2 SD Gizi Kurang
putri dihasilkan oleh digital  -2 s/d + 1 SD Gizi Baik
(12-18thn) keseimbangan antara  Mikrotoa (normal)
kebutuhan dan  Form  +1 s/d +2 SD Gizi Lebih
masukan nutrient. penimbangan  > +2 SD Obesitas
(Beck,2000:1)  alat CekHb  Perempuan : 12-
16gr/dL (Peraturan
Menkes, 2020)
Status gizi ibu Status gizi adalah suatu Antropometr  LILA 1. KEK < 23,5cm Ordinal
hamil keadaan keseimbangan i Hb  alat cek Hb 2. Normal ≥ 23,5cm

24
dalam tubuh sebagai 3. Hb > 11gr/dL
alat pemasukan Trimester 1 : 11,6-13,9 gr/dL
kosumsi makanan dan Trimester 2 : 9,7 – 14,8 gr/dL
penggunaan zat-zat gizi Trimester 3 : 9,5-15 gr/dL
yang digunakan oleh
tubuh unutk
kelansungan hidup
dalam mempertahankan

fungsi-fungsi organ.
(DepkesRI,2013)
Penyakit Penyakit infeksi Wawancara  Kuesioner Dikategorikan menjadi : Nominal
infeksi balita merupakan satu  Pernah Terinfeksi
kumpulan jenis-jenis Jika mengalami salah satu
penyakit yang mudah dari penyakit infeksi dalam 3
menyerang khususnya bulan terakhir
anak- anak di indonesia  Tidak pernahTerinfeksi
yang disebabkan oleh Jika tidak pernah mengalami
infeksi virus, infeksi keluhan dari semua penyakit
bakteri, infeksi parasit. infeksi dalam 3 bulanterakhir
Penyakit infeksi yang
mempengaruhi status
gizi balita sejak
3 bulan terakhir.
(Rampengan, 1997).

25
Contoh dari penyakit
infeksi, yaitu : ISPA,
diare, pneumonia,
difteri, campak, TBC,
cacar air, tetanus,
demam tifoid).
Asupan balita  Asupan adalah Wawancara A. Form SQ-FFQ Baik : Ordinal
semua jenis (Semi  Makanan pokok : 3p x hari
makanan dan Quantitative-  Protein Nabati : 1p xhari
minuman yang Food Frequency  Protein Hewani :1p xhari
dikonsumsi tubuh Questioners)  Sayuran : 1,5 p xhari
setiap hari.  Buah : 3p xhari
(sumarno, dkk Cukup : Jika asupan yang
dalam Gizi dikonsumsi ≥80% AKG
Indonesia1990) Kurang : Jika asupan yang
dikonsumsi <80% AKG

26
Asupan remaja  Asupan adalah Wawancara  Form SQ-FFQ Baik : Ordinal
putri semua jenis (Semi  Makanan pokok : 5 x hari
makanan dan Quantitative-  Protein Nabati : 3 xhari
minuman yang Food Frequency  Protein Hewani : 3 x hari
dikonsumsi tubuh Questioners)  Sayuran : 3 xhari
setiap hari.  Buah : 4 xhari
(sumarno, dkk Cukup : Jika asupan yang
dalam Gizi dikonsumsi ≥80% AKG
Indonesia1990) Kurang : Jika asupan yang
dikonsumsi <80% AKG

Asupan ibu  Asupan adalah Wawancara  Form SQ-FFQ Baik : Ordinal


hamil semua jenis (Semi  Makanan pokok : 6p x hari
makanan dan Quantitative-  Protein Nabati : 4p xhari
minuman yang Food Frequency  Protein Hewani :3p x hari
dikonsumsi Questioners)  Sayuran : 4p xhari
tubuh setiap  Buah : 4p xhari
hari. (sumarno,  Susu : 1p
dkk dalam Gizi Cukup : Jika asupan yang
Indonesia1990) dikonsumsi ≥80% AKG
Kurang : Jika asupan yang
dikonsumsi <80% AKG

27
Pola konsumsi Pola konsumsi Wawancara  Form SQ-FFQ Baik : Ordinal
anak merupakan informasi (Semi  Makanan pokok : 3p x hari
tentang jenis dan Quantitative-  Protein Nabati : 1p x hari
frekuensi pangan yang Food Frequency  Protein Hewani :1p xhari
di konsumsi oleh Questioners)  Sayuran : 1,5 p xhari
seseorang atau  Buah : 3p xhari
kelompok orang pada Cukup : Jika asupan yang
waktu tertentu. dikonsumsi ≥80% AKG
(Baliwati,dkk.2004:69- Kurang : Jika asupan yang
70). dikonsumsi <80% AKG

Pola konsumsi Pola konsumsi Wawancara  Form SQ-FFQ Baik : Ordinal


dan konsumsi fe merupakan informasi (Semi  Makanan pokok : 5 x hari
remaja putri tentang jenis dan Quantitative-  Protein Nabati : 3 xhari
frekuensi pangan yang Food Frequency  Protein Hewani : 3 x hari
di konsumsi oleh Questioners)  Sayuran : 3 xhari
seseorang atau  Buah : 4 xhari
kelompok orang pada Cukup : Jika asupan yang
waktu tertentu. dikonsumsi ≥80% AKG
(Baliwati,dkk.2004:69- Kurang : Jika asupan yang
70). dikonsumsi <80% AKG

28
Pola konsumsi Pola konsumsi Wawancara  Form SQ-FFQ Baik : Ordinal
ibu hamil merupakan informasi (Semi  Makanan pokok : 6p x hari
tentang jenis dan Quantitative-  Protein Nabati : 4p x hari
frekuensi pangan yang Food Frequency  Protein Hewani :3p x hari
di konsumsi oleh Questioners)  Sayuran : 4p xhari
seseorang atau  Buah : 4p xhari
kelompok orang pada  Susu : 1p
waktu tertentu. Cukup : Jika asupan yang
(Baliwati,dkk.2004:69- dikonsumsi ≥80% AKG
70). Kurang : Jika asupan yang
dikonsumsi <80% AKG

Pola asuh Pola asuh merupakan Wawancara Kuesioner Dikelompokkan dalam 2 kategori : Nominal
anak cara pengasuh anak 1. Baik, bila > 75% jawaban benar
yang merupakan 2. Rendah, bila <75% jawaban
kegiatan dalam usaha benar
memeilhara,
membimbing,
membina, dan
meindungia anak
dalam memberi
makanan anaknya
untuk kelangsungan
hidup, berkembang dan
mencapai pertumbuhan
yang serasi, selaras,

29
dan seimbang baik
fisik maupunmental.
(shchib, 2010)
Pola Asuhan ini terbagi :
a. Pola Asuh Makan
adalah cara makan
seseorang atau
sekelompok orang
dalam memilih
makanan dan
memakannya
tanggapan terhadap
pengaruh fisiologi,
psikologi, budaya, dan
sosial ( Waryana,2010 ).
Untuk kebutuhan
pangan atau gizi balita,
ibu menyiapkan diri
sejak prenatal dalam
mengatur dietnya
selama kehamilan,
masa neonatal berupa
pemberian ASI,
menyiapkan makanan
tambahan berupa
maknan padat yang
lebih bervariasi

30
bahannya atau makanan
yang diperkaya, dan
dukungana emosional
untuk anak.
( Kartini, 2006)

b. Pola asuh hygiene Wawancara Kuisioner Baik jika : ya


dan sanitasi Kurang jika :
Cara seseorang atau tidak
sekelompok orang
dalam mengambil
tindakan atau upaya
untuk meningkatkan
kebersihan dan
kesehatan melalui
pemeliharaan dini setiap
individu
c.Pola asuh kesehatan
ada atau tidaknya bayi Wawancara Kuisioner Imunisasi:
dan balita datang ke - Baik jika lengkap
posyandu. melakukan imunisasi
- Imunisasi sesuaiumur
- Tidak baik jika imunisasi
tidak lengkap sesuai umur
Pelayanan Upaya yang dalam Wawancara Kuesioner Posyandu: Ordinal
Kesehatan suatu organisasi untuk  Baik jika ≥ 4 kali selama
memelihara dan 6bulan

31
Balita meningkatkan  Kurang jika < 4 kali selama
kesehatan mencegah 6bulan
menyembuhkan
penyakit perorangan,
keluarga, kelompok
dan ataupun
masyarakat
(Notoatmodjo,2008).
a. Penimbangan/
posyandu
 PMT Wawancara Kuesioner  Baik : Jika diberikan PMT Ordinal
pada balita
 Tidak baik : Jika tidak
diberikan PMT pada balita

 Penyuluhan atau Wawancara Kuesioner  Baik : jika diberikan PTM


konsultasi gizi pada balita
 Tidak baik : jika tidak
diberikan PTM pada balita

 Pemberian vitamin Wawancara Kuesioner  Baik : jika diberikan sesuai


A umur dan jadwal pemberian
vit A setiap bulan Februari
dan Agustus

32
 Tidak baik : jika tidak
diberikan sesuai umur dan
jadwal pemberian vit A setiap
bulan Februari dan Agustus
Ketersediaan  Ketersediaan pangan Wawancara Kuesioner Dikelompokkan dalam 3 Ordinal
Pangan Rumah adalah tersedianya kategori :
Tangga pangan di tingkat ≥ 60% (18 poin) : baik
Rumah tangga untuk 59-50% (15 poin) : cukup
beberapa hari dalam ≤ 50% (dibawah 15 poin) :
segi jumlah dan buruk
mutu yang memadai
serta merata,aman
dan terjangkau.
(Badan Urusan
Logistic, 2001)
Tingkat  Tingkat pendidikan Wawancara Kuesioner Dikelompokkan dalam 6 kategori : Ordinal
Pendidikan adalah tahapan 1. Tidak sekolah
Ibu pendidikan 2. Tidak tamat SD
berkelanjutan, yang 3. SD
sudah ditetapkan 4. SMP
oleh lembaga terkait 5. SMA
berdasarkan tingkat 6. Pendidikan Tinggi
perkembangan
peserta didik, tingkat
kesulitan bahan
pengajar, dan

33
carapenyajian
bahan pelajaran.
Tingkat 1. Tingkat pendidikan Wawancara Kuesioner Dikelompokkan dalam 6 kategori : Ordinal
Pendidikan adalah tahapan 1. Tidak sekolah
Ibu hamil pendidikan 2. Tidak tamat SD
berkelanjutan, yang 3. SD
sudah ditetapkan 4. SMP
oleh lembaga terkait 5. SMA
berdasarkan tingkat 6. Pendidikan Tinggi
perkembangan
peserta didik, tingkat
kesulitan bahan
pengajar, dan
carapenyajian
bahan pelajaran.
Tingkat  Pendapatan keluarga Wawancara Kuesioner Dinyatakan dalam satuan rupiah : Interval
Pendapatan adalah Rata-rata 1. Golongan Atas : Rp 2.600.000–
Keluarga jumlah penghasilan 3.500.000 / bulan
keluarga dalam 1 2. Golongan Menengah : Rp
bulan (Badan Pusat 1.500.000 - Rp 2.500.000/bulan
Statistik,2012) 3. Golongan Bawah : ≤ Rp
1.500.000

34
35

Anda mungkin juga menyukai