Anda di halaman 1dari 7

Teori Psikososial dan Perilaku Mencari Layanan Kesehatan

dalam Studi Kasus “Obesitas”

1) Definisi Obesitas dari Disease


Definisi obesitas ditinjau dari disease merupakan suatu konsepsi medis yang
menggambarkan suatu keadaan tubuh dengan penumpukan lemak yang berlebihan
akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang
digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama. (WHO,2000), yang dapat
diketahui dari tanda dan gejala (sign and symptoms) oleh para ahli medis.
Berdasarkan Permenkes 02 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak, Standar
gold diagnosis dikatakan obesitas bila anak usia 0-60 bulan maka ditentukan dengan
parameter BB/TB atau BB/PB > + 3SD atau IMT/U > +3SD. Jika usia anatara 5 - 18
tahun ditentukan dengan parameter IMT/U > +2 SD. Dan diatas 18 tahun
menggunakan pedoman WHO yaitu menggunakan IMT ≥ 25 atau lingkar perut
untuk perempuan ≥ 80 cm dan laki-laki ≥ 90cm. Sedangkan untuk obesitas ibu hamil
memiliki klasifikasi tersendiri terlampir.

Klasifikasi Status Gizi Anak Berdasarkan Permenkes 2/2020:


Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas
(Z-Score)
(BB/PB atau Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
BB/TB) anak Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
usia 0 - 60 Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
bulan Berisiko gizi lebih > + 1 SD sd + 2 SD
atau pakai (possible risk of overweight)
(IMT/U) anak Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd + 3 SD
usia Obesitas (obese) > + 3 SD
0 - 60 bulan

Gizi buruk (severely <-3 SD


Indeks Massa thinness)
Tubuh menurut Gizi kurang (thinness) Gizi kurang
Umur (IMT/U) (thinness)
anak usia 5 - Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
18 tahun Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD
Obesitas (obese) > + 2 SD

Klasifikasi Status Gizi Anak Berdasarkan WHO


Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas
(Z-Score)
Underweight < 18,5
IMT > 18 Berat Badan Normal 18,5 – 22,9
tahun Kelebihan Berat badan 23 - 24,9
dengan Risiko
(Gizi lebih/Overweight)
Obesitas I 25 - 29.9
Obesitas II ≥ 30
Klasifikasi Obesitas pada ibu hamil di lihat pertambahan berat badan per bulan
berdasarkan IMT yang dimiliki ibu hamil :

2) Definisi Obesitas dari illness


Definisi obesitas ditinjau dari illness merupakan suatu perasaan pribadi yang merasa
suatu tubuh memiliki kelebihan berat badan dengan lemak yang berlimpah namun,
bukan ditentukan oleh tenga medis yang menggunakan standar gold diagnosis
tertentu namun ditentukan dengan perasaan.

3) Kuadran Disease - Illness


Disease
Not present Present
Illness Not perceived 1 ok 2 (obes ada,
tidak merasa obes)
Perceived 3 (tidak obes, 4 sesuai
merasa obes)

Kotak 1 dan 4 adalah kondisi yang sesuai. Sedangkan kotak 3 dan 4 dapat menjadi
bias. Untuk kasus obesitas bias ini tidak semuanya mengakibatkan hal yang tidak
baik. Ada bias yang bisa menjadi baik dilihat dari kondisi status gizi saat merasa
obesitas. Yaitu pada kotak ke-3 : tidak obes namun merasa obes jika dikatakan pada
saat status gizi lebih/ overweight dengan risiko maka kemungkinan perilaku
intervensi pencegahan akan dilakukan, namun bila dikatakan pada kondisi status gizi
kurang namun merasa obesitas maka akan berdampak tidak baik karena
kemungkinan akan melakukan intervensi yang berdampak pada terjadinya gizi
buruk.

4) Cara Pandang terhadap Obesitas


Dari data yang ada, obesitas ditemukan pada orang dewasa,remaja,dan anak-anak.
Lebih dari 1.4 miliar orang dewasa overweight dan lebih dari 500 juta mengalami
obesitas (WHO,2008). Data riskesdas 2013 menunjukkan kenaikan prevalensi
obesitas di Indonesia dari 11,7% menjadi 15.4%. Literasi yang ditemukan juga ada
yang menyatakan bahwa obesitas pada remaja tidak memiliki hubungan dengan
dengan kondisi psikosial siswa remaja putri (Rizki Vayari, 2016), dengan hasil
penelitian bahwa mereka yang obesitas cenderung merasa lebih penting prestasi/
potensi akademik dan menganggap obesitas itu adalah hal biasa.
Meskipun sudah sering disosialisasikan bahwa dampak obesitas adalah faktor risiko
terjadi penyakit tidak menular (diabetes melitus, jantung iskemik,kanker, sleep
apneu, hipertensi, dan perburukan penyakit lainnya).
Namun karena dampaknya terutama bagi yang masih anak-anak, masih beberapa
tahun kedepan, dan obesitas bukan merupakan kecacatan yang berlebihan, serta
masih dapat menjalankan haknya sebagai orang yang sehat, dengan tidak diimbangi
pengetahuan yang cukup, maka sebagian besar masyarakat kita masih memiliki cara
pandang obesitas bukanlah masalah kesehatan dan hanya sekedar soal
penampilan (hanya sekedar dissatisfaction tidak sampai disability – the eleven
state based on social function-), terutama jika balita, maka dianggap sebagai suatu
kebanggaan memiliki anak balita obesitas (bahkan dianggap balita tersebut “well
being”) daripada gizi kurang. Tidak jarang kita sering mendengar istilah “gak
masalah lemu yang penting sehat” yang artinya “tidak masalah gemuk yang penting
sehat”.

5) Hak dan Kewajiban Penderita Obesitas


Karena obesitas ini merupakan suatu manifestasi klinis yang dapat diintervensi
dengan pengasuhan medis yang tepat, maka hak nya adalah mendapatkan perawatan.
Adapun hak bebas dari tanggung jawab sosial tidak selalu diberikan, kondisi hak ini
memperhitungkan manifestasi dari penyakit lain yang menyertai. Bila tahapan dalam
“the eleven state based on social function” pada tahap minimal discomfort,
disability dan seterusnya tentunya juga harus melihat pertimbangan tenaga
medis (dokter), maka hak terrsebut dapat diberikan.
Adapun kewajibannya penderita obesitas adalah berupa sembuh dari obesitas dan
penyakit penyertanya bila ada, serta mencari pengakuan, nasihat, dan bekerjasama
dengan para ahli yang kompeten.
Pada kasus remaja, Jeanre Piaget (1932) dan Harry Stack Sullivan (1953)
mengatakan bahwa interaksi teman sebaya juga diperlukan karena dapat memberikan
pengaruh positif dan negatif pada anak-anak dan remaja (Santrock, 2003). Adapun
jika nasehat interaksi sebaya tersebut baik, maka akan berpengaruh positif membantu
penderita obesitas remaja mempercepat mengatasi permasalahan obesitasmya (selain
dukungan keluarga juga merupakan faktor kunci yang lain). Permasalahannya jika
informasi/dukungan yang diberikan teman sebaya tidak baik maka akan berpengaruh
negatif terhadap permasalahan obesitasnya. Misalnya adanya penolakan terhadap
perbedaan bentuk tubuh dari penderita obesitas remaja. Penolakan ini dapat memicu
gangguan psikologis termasuk depresi, gangguan pola makan termasuk bulimia,
distorsi citra tubuh, dan perasaan rendah diri. WHO (2000), hal ini biasanya
membuat remaja obesitas bersikap pasif dan depresi. Tentunya hal ini memicu
tambahan permasalahan kesehatan yang lain.

6) Peta Konsep Perilaku Sakit (Lehndorff dan Tracy)


Untuk kasus obesitas, maka pemakaian kuadran ini tidak membedakan obesitas
dengan penyerta dan obesitas tanpa penyakit penyerta. Namun perilaku pasien
dilapangan tentunya akan berbeda antara obesitas dengan penyerta dan obesitas tanpa
penyakit penyerta. Tentunya yang dengan penyakit penyerta memiliki kecendrungan
perilaku mengelola rasa sakit lebih dramatis namun tidak merubah kuadran.

Kemauan (+)
Kemampuan (-) II I Kemampuan (+)
IV III
Kemauan (-)

Pada kasus obesitas di kuadran I (konsep ideal) : Penderita obesitas memiliki


kemauan dan kemampuan mengelola rasa sakit (asumsi : pada obesitas tanpa
penyakit penyerta tidak ada keluhan rasa sakit, pada obesitas dengan penyakit
penyerta mungkin tidak muncul gejala atau hanya muncul gejala ringan) sehingga
tenaga kesehatan kurang berperan dalam mengatasi permasalahan obesitas
individu.Misalnya edukasi pasien dengan diet rendah : lemak, karbohidrat,
garam,dan minyak. dan edukasi modifikasi gaya hidup.

Pada kasus obesitas di Kuadran II: Penderita obesitas memiliki kemauan dan tidak
memiliki kemampuan mengelola rasa sakit (asumsi : terjadi pada obesitas dengan
penyakit penyerta muncul gejala sedang atau berat), sehingga tenaga kesehatan perlu
memberikan pembelajaran manajemen rasa sakit.
Misalnya pada penderita obesitas dengan OSA (Obstrutive sleep apneu), maka selain
obat, edukasi posisi tidur yang benar, dan edukasi intervensi diet asupan makan dan
modifikasi gaya hidup.

Pada kasus obesitas di Kuadran III: Penderita obesitas tidak memiliki kemauan
namun mampu mengelola rasa sakit (asumsi : terjadi pada obesitas dengan tanpa
penyakit penyerta atau obesitas dengan penyakit penyerta yang muncul gejala).
Sehingga tenaga kesehatan perlu memprovokasi pada penderita yang kehilangan
semangat tersebut. Kendati mampu mengelola rasa sakit namun kejadian risiko
ketidakmauan bertemu dengan fasilitas pelayanan kesehatan bisa menimbulkan
risiko penyakit baru atau memperparah penyakit yang sudah ada. Sehingga tenaga
kesehatan perlu memprovokasi agar pasien kontak terus dengan pemberi layanan
kesehatan.

Pada kasus obesitas di Kuadran IV: Penderita obesitas tidak memiliki kemauan dan
tidak mampu mengelola rasa sakit( terjadi pada obesitas dengan penyakit penyerta
muncul gejala sedang atau berat). Sehingga tenaga kesehatan perlu upaya keras baik
melakukan provokasi terhadap kemauan juga dalam menghadapi ketidakmampuan
pasien mengelola rasa sakit. Contoh pada pasien ibu hamil dengan obesitas dan
kondisi hipertensi dengan usia kehamilan 38 minggu. Maka upaya keras tenaga
kesehatan untuk dapat menyelamatkan ibu hamil dan calon bayinya agar terhindar
dari kematian ibu akibat serangan preeklamsi ataupun eklamsi sewaktu-waktu.
7) Individual health Status (Three Dimensional Typology).

Pada kasus obesitas Label yang dapat diberikan jika ditinjau dari konsep
“Disease”adalah :
a. Medically Ill (psikological well, medical ill,Social well) :
Contoh pada kasus obesitas dengan kondisi psikosoial pribadi yang bagus, yang
bersangkutan tidak merasa beban dengan status obesitas dan lingkungan sekitar
mendukung
b. Martyr (psikological ill, medical ill,Social well) :
Contoh pada kasus obesitas dengan kondisi psikososial yang tidak bagus
(merasa tertekan sendiri dengan status obesitasnya) kendati lingkungan sekitar
mendukung atau tidak mempermasalahkan status obesitasnya.
c. Optimistic (psikological well, medical ill,Social ill) :
Contoh pada kasus obesitas dengan kondisi psikososial yang bagus, yang
bersangkutan tidak merasa beban dengan status obesitas kendati lingkungan
sekitar tidak mendukung (dikucilkan karena body shaming di sekolah), namun
yang bersangkutan easy going saja tidak menanggapi.
d. Seriously Ill (psikological ill, medical ill,Social ill) :
Contoh pada kasus obesitas dengan kondisi psikososial yang tidak bagus
(merasa tertekan sendiri dengan status obesitasnya) dan lingkungan sekitar juga
tidak mendukung (seperti dikucilkan karena body shaming di sekolah).
Referensi
Riski Vayari, Vanesa. 2016. Hubungan Obesitas dengan Masalah Psikososial Pelajar
kelas 9 SMPN 9 Palembang. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang
Nestmann, F. & Hurrelmann, K. (1994). Social Networks and Social Support in
Childhood and Adolescence. New York: Walter de Gruyter. Diakses dari
https://www.google.co.id/books/edition/Social_Networks_and_Social_Support_in
_Ch/P4Q6wDjXU3gC?hl=id&gbpv=1
Rumapea, M. E. M. (2021). Bahan Ajar Antropologi Kesehatan. Yayasan Kita
Menulis. Diakses dari
https://www.google.co.id/books/edition/Bahan_Ajar_Antropologi_Kesehatan/
dEpKEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0
Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja (Edisi ke-6). Jakarta:
Penerbit Erlangga. Diakses dari
https://www.google.co.id/books/edition/Adolescence_edisi_6/Z3LWS-xbTv4C?
hl=id&gbpv=0

Anda mungkin juga menyukai