Anda di halaman 1dari 20

Rangkuman Buku “Without Borders: Perjalanan Hidup Anak Hutan Kalimantan

Menjadi Raja Properti Australia”

Disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan mata kuliah


Etika Profesi

Oleh:

Chalisa Almadea Putri 2016.114.046

Syafira 2018.112.008

Aldi Ramadan 2018.112.009

Ilvan Sulaemanur Y 2018.112.007

SEKOLAH TINGGI BAHASA ASING YAPARI-ABA BANDUNG


2020
i

KATA PENGANTAR

Ucapan puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena-Nya kami
diberikan kesehatan dan juga kelancaran dalam menyusun makalah ini yang berjudul
“Without Borders - Perjalanan Hidup Anak Hutan Kalimantan Menjadi Raja Properti
Australia”. Maaf jika dalam makalah ini ada banyak kekurangan ataupun tulisan yang
membuat hati pembaca tersinggung dan merasa tidak enak. Semoga makalah ini
memberikan manfaat dan wawasan bagi pembaca seperti apa yang kami harapkan.

Bandung, 29 Januari 2020

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
PENDAHULUAN...................................................................................................1
Bab 1 – 3..................................................................................................................2
Bab 4 - 6...................................................................................................................5
Bab 7 – 9..................................................................................................................8
Bab 10 – 12............................................................................................................10
Bab 13 – 15............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
1

PENDAHULUAN

Saat menjalani hidup, siapapun pasti akan menghadapi rintangan dan masalah.
Apapun pekerjaan yang dijalaninya, dimanapun ia berada, dan apapun statusnya pasti
akan dihadapi masalah. Orang yang derajatnya tinggi dan sudah sukses pun tentu saja
akan dihadapi berbagai macam masalah. Maka dari itu, manusia butuh motivasi untuk
menjalani hidup yang bisa dijadikan sebagai acuan agar mereka tidak pernah jatuh dan
menyerah. Dengan adanya motivasi, mereka bisa mendapatkan kekuatan untuk
memecahkan apapun rintangan dan masalah yang dihadapinya.

Motivasi bisa datang dari berbagai macam sumber, contohnya adalah dari sesama
teman, dari orang yang dikagumi atau dari keluarga, dari media yang dikonsumsi, dan
lain sebagainya. Buku juga bisa dijadikan sebuah motivasi untuk seseorang jika buku
tersebut memiliki banyak nilai-nilai yang bisa diaplikasikan dalam hidup. Dewasa ini,
sangat banyak buku-buku yang ditujukan khususnya untuk memberikan motivasi kepada
para pembacanya, seperti buku-buku yang berisi tentang motivasi untuk hidup, cara-cara
khusus untuk menghadapi masalah tertentu, cerita fiksi yang memiliki nilai-nilai moral di
dalamnya yang bisa menggerakan hati para pembaca, atau non-fiksi seperti biografi yang
menceritakan tentang latar belakang seseorang yang sudah sukses.

Dalam makalah ini, penulis akan mengambil contoh salah satu buku yang
berjudul “Without Borders: Perjalanan Hidup Anak Hutan Kalimantan Menjadi Raja
Properti Australia” oleh Teguh Sri Pambudi. Buku ini merupakan buku non-fiksi yang
berbentuk biografi seorang tokoh yang bernama Iwan Sunito, yaitu seorang entrepreneur
atau pengusaha yang menggeluti bidang properti yang sukses di Indonesia dan di luar
negeri, khususnya negara Australia. Di dalam buku ini, diceritakan bagaimana proses
beliau dalam membangun sebuah perusahaan bernama Crown Group dari nol menjadi
sebuah perusahaan dalam bidang properti besar dan menghasilkan banyak untung, serta
membantu memberikan banyak jasa kepada masyarakat di Australia dengan bangunan-
bangunan yang diciptakannya, dan memenangkan penghargaan serta pengakuan dari
rakyat luar maupun Indonesia. Buku ini menceritakan bahwa siapapun orang yang sukses
pasti memiliki cerita dibalik kesuksesannya, terutama orang-orang yang membangun
kesuksesannya dari nol dengan kerja keras. Biografi ini diharapkan bisa memberikan
motivasi yang banyak bagi pembacanya, agar para pembaca bisa meraih sukses dalam
bidangnya masing-masing setelah mendengar cerita beliau dan mengaplikasikan apa yang
dibacanya pada hidup pembaca agar mereka selalu semangat dalam menjalani hidup dan
memecahkan apapun masalah dan rintangan yang dihadapinya.

Buku ini dibagi dalam 15 bab, dan setiap babnya menceritakan satu bagian dari
kehidupan Pak Iwan dalam menjalani pekerjaannya. Setiap bab pun memiliki kutipan dari
beberapa tokoh terkenal yang merepresentasikan amanat dari bab tersebut.
2

Bab 1 – 3

Iwan itu merupakan seorang yang biasa saja, tidak terlalu menonjol dan istimewa
saat beliau duduk di bangku SMP. Bahkan, sahabatnya mengatakan kalau beliau
itu sangat lemah dipelajaran matematika. Jika ulangan tiba, beliau harus belajar
dengan sangat keras. Tetapi, beliau pun memiliki kelebihan tersendiri yaitu di
pekerjaan tangan. Beliau sangat terampil mengolah tripleks menjadi sebuah karya
seni dan juga jago menggambar.

“Everyone has a story to tell. When a story is told, it is not forgotten. It becomes
something else, a memory of who we were; the hope of what we can become.”

(Tatiana de Rosnay)

a. 1 - Anak Sungai Arut

Iwan Sunito yang biasa di panggil Cen Huan oleh teman-temannya semasa ia
sekolah. seorang anak dari pangkalan bun,dari pedalaman Kalimantan Tengah
yang menjadi sesorang yang berhasil atau sukses dibidang perperty di negara
kanguru (Australia). Beliau lahir di tanah surabaya pada 29 juli 1966 dari rahim
susana satiowijaya (Tio Su Loen) dan ayahnya bernama Handy Sunito (Ge Ping
Kuan). Mereka memberi nama Ge Cen Huan yang artinya adalah gembira.

Pangkalan bun mempunyai makna bagi iwan meski ia lahir ditanah surabaya.
Pada saat kelahiran iwan ayah nya handy mengalami sakit dan tidak bisa bekerja
sehingga keluarganya dibelit kesulitan finansial. Iwan merupakan anak ke dua dari
tiga bersaudara, anak pertama yaitu Ge Cen Sin biasa di panggil Nissin dan anak
yang ke tiga diberi nama Ge Cen Lie yang merupakan anak bungsu yang
dipanggil Henrdy sunito pada saat kelahiran anak ketiga ini kondisi ekonomi
keluarga iwan sudah jauh lebih baik rezeki mengalir dengan lancar. Iwan memang
lahir disurabaya dan sempat 1 tahun menghirup kota buaya tetapi pangkalan bun
lah yang menjadi awal tempat persinggahannya meski saat itu iwan baru belajar
3

berjalan ayahnya memboyong keluarganya ke pangkalan bun karena panggkalan


bun merupakan tempat kelahiran sang ayah yaitu Handy sunito.

Handy sunito merupakan anak dari pasangan Ge Zhao Tie dan Tan Moy san orang
tua mereka datang dari Hok Tjia yang merupakan sub etnis yang berdiam di
provinsi Fujian. Ayahnya dari Tiongkok yang berkelana untuk mencari
kehidupan yang lebih baik sehingga ia datang dan berkelana ke pangkalan bun
untuk mengadu nasib. Sebelum datang ke pangkalan bun orang tua iwan datang
lebih dulu ke singapura untuk mencari pekerjaan tetapi pekerjaan di singapura
tidak sesuai yang diharapkan karena mereka hanya bekerja serabutan.

Berbicara tentang pangkalan bun, menurut penduduk setempat pangkalan bun


merupakan kota atau tempat bertambatnya perahu seorang dari etnis dayak yang
bernama Bu’un pada abad ke-16, mereka memberi nama pelabuhan bun karena
perahunya sering menambatkan di tempatnya Pak Bu’un. Pak bu’un sendiri
merupakan satu-satunya orang yang mempunyai tempat persinggahan yang
menyediakan tempat untuk istirahat dan kebutuhan sehari hari untuk pelayaran.
Jadi, setiap pelayaran untuk berdagang pasti singgah di pangkalan miliknya.
Pangkalan bun memiliki seajarah yang panjang salah satunya yaitu pusat
kesultanan kutawaringin dan pangkalan bun adalah ibu kota kecamatan Arut
selatan sekaligus ibu kota kabupaten Kotawaringin barat, Kalimantan Tengah.

Handy meninggalkan pangkalan bun ke surabaya untuk menempuh pendidikan


SMA dan di kota inilah ia bertemu dengan susana dan menikah, tetapi setelah
menikah ekonomi mereka pas-pasan sementara itu handy ingin merintis bisnis
yaitu berjualan bakwan tetapi ia tidak mempunyai modal yang cukup sehingga dia
memutuskan pulang dulu ke kota kelahiran dan bekerja pada ayahnya sementara
susana berada disurabaya mejadi guru,membuat kue dan sempat menerima jahitan
dari tetangganya. Dan beberapa waktu itu handi pun memutuskan pulang ke
surabaya karena sausan dalam keadaan hamil dan mau melahirkan anak ke dua
yaitu seorang iwan sunito dalam perjalanan dari pangkalan bun ke surabaya
tidaklah mudah karena jarak yang cukup jauh dan kendaraanpun sangat sulit.
4

b. 2 – Pahit Manis di Kota Buaya

Iwan merupakan anak yang bisa dibilang otaknya pas-pasan, Sedari kecil Iwan
termasuk anak yang penurut, selalu ingin rapi dan selalu ingin berpenampilan
bersih, namun Iwan juga termasuk anak yang suka berkelahi walaupun hanya
sekedar untuk membela diri ketika ada teman-temannya yang ingin
memukulinya.Meski begitu iwan disekolah hanya anak yang biasa saja tidak
mempunyai prestasi dan tidak menyukai hitung-hitungan dan jarang sekali iwan
mendapatkan nilai yang bagus. Iwan bersekolah di SD Teladan (sekarag menjadi
SDN 1 Sidorejo) Pangkalan Bun yang terletak di Jl. Domba 41. Sebuah sekolah
negeri yang menggabungkan seluruh etnis yang ada dikota itu. Iwan yang masih
duduk dibangku SD termasuk anak yang tidak terlalu pintar, tapi juga tidak
bodoh.

Dalam masalah pelajaran ia tidak mudah untuk menyerap materi, tetapi soal
menggambar kemampuan Iwan diatas rata-rata jika dibandingkan dengan anak-
anak lain. Karena lemahnya kemampuan dalam menyerap pelajaran, iwan sering
merasa minder. Selesai masa pendidikannya di SD, iwan pun dipindahkan ke
Surabaya oleh Ayahnya pada tahun 1978 untuk melanjutkan jenjang
pendidikannya dibangku SMP Perwita

Setelah lulus SMP, Iwan melanjutkan pendidikannya di SMA Katolik St. Louis
pada tahun 1981, salah satu sekolah terbaik di Surabaya. Terletak di Jl. Dr.
Soetomo (sekarang Jl. Polisi Istimewa). Ia masuk ke jurusan IPA pada kelas 2,
semenjak masuk IPA dia berpikir karna dia lemah dalam hitung-hitungan karna
itu ia sempat tidak naik kelas pada akhir semester di kelas 2 karena sikapnya yang
minder dan menjadi malas belajar

c. 3 – Tabrakan yang Mengubah Segalanya

Iwan Sunito, yg berawal dari nobody menjadi somebody, berawal dari seorang
anak yg sebelumnya dikatakan “goblok” kemudian ber-evolusi (menjalani 5 tahap
evolusi) menjadi seseorang yg dikagumi begitu luar biasa di Australia dan dalam
negeri, sebagai Raja Properti. Iwan pernah mengalami koma dan hampir
meninggal dalam kecelakaan motor di Bali ketika sedang berlibur dengan teman-
5

temannya, tragedi tersebut membuatnya berfikir dan mengubah pola hidupnya ke


arah lebih baik. Dan pada tahun ketiga ia pindah ke Australia untuk melanjutkan
Pendidikan SMA nya. Pada tahun 1986 Iwan menjejaki kampus UNSW
(University of New South Wales), letaknya 6 kilometer dari pusat bisnis Sydney.
Ia menempuh Pendidikan di UNSW pada jurusan Arsitektur (jurusan terbaik di
kampus tersebut) dan lulus pada tahun 1991 dengan gelar Bachelor of
Architecture. Setahun setelah selesai menempuh jenjang S-1 ia pun melanjutkan
pendidikannya di UNSW dengan jurusan Master of Construction Management.

Bab 4 - 6

a. 4 – Bosan Disebut Bodoh

“The brave man is not he who does not feel afraid, but he who conquers the fear”

(Nelson Mandela)

Hendy dan Susana memutuskan memberangkatkan Iwan ke Australia.


Untuk bersekolah di Australia, prosesnya tidaklah mudah. Ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi. Salah satunya, Iwan mesti berangkat ke Jakarta terlebih
dahulu untuk mengikuti tes Bahasa Inggris. Tahun 1984, di usia 18 tahun, Iwan
akhirnya mengikuti kehendak orangtuanya. Kepindahan ini sesungguhnya tidak
mudah. Ini adalah tantangan yang teramat besar. Dia merasa melompat terlampau
jauh. Rasa takut, gelisah dan segala keraguan menjalarinya. Namun ia meyakini
bahwa orangtuanya punya keinginan serta cita-cita yang terbaik buat anaknya.
Hidup di tengah kota Sydney yang begitu multikultur ini jelas melahirkan
tantangan tersendiri buat Iwan. Ada rasa takut, gugup, dan perasaan tidak menentu
lainnya. Bagaimanapun, ini adalah pengalaman pertamanya singgah di luar negeri.
Bukan hanya untuk seminggu atau sebulan, tapi setahun, atau beberapa tahun
demi menuntut ilmu, untuk kemudian pulang kampung ke Surabaya atau
Pangkalan Bun, meneruskan bisnis ayah dan ibunya. Di lingkungkan asing ini, di
negara baru yang sama sekali tidak dikenalnya, Iwan justru punya tekad sendiri
dibenaknya. Arek Suroboyo ini berkata pada dirinya “Aku bosan dan capek
dibilang orang bodoh. Aku ingin membuat terobosan dari keterbatasan di masa
lalu. Ini tempat baru. Semangat baru.” Ia ingin menerabas keterbatasa dan
menghacurkan segala hambatan masa lampau yang membelenggu dirinya.
Breaking the past barrier! Anggapan buruk orang lain terhadap dirinya merupakan
evolusi pertama dalam hidupnya. Dengan kemampuan Bahasa Inggris yang pas-
pasan dan beraksen Suroboyoan, Iwan menuntut dirinya harus benar-benar bisa
menyesuaikan diri dengan budaya Australia. Di tempat dan lingkungan yang baru,
6

yang tidak mengenal siapa anak Pangkalan Bun ini, dia sudah menancapkan
keinginan “Aku ingin dari nobody menjadi somebody. Aku ingin membuat
orangtua bangga.” Keinginan ini tentunya membutuhkan ongkos serta
pengorbanan yang besar. Tanpa disadari ada shifting paradigm. Ada perubahan
pola pikir yang drastis. Dan perubahan ini diturunkan menjadi kebiasaan untuk
membaca buku lebih lama, belajar lebih tekun serta membuat catatan. Jam belajar
ditambah lebih banyak. Iwan sudah mengubah perilakunya setelah gagal naik
kelas. Di lingkungan baru ini, Iwan mendapati metode belajar perkara
kemandirian yang tidak diterimanya di Indonesia. Banyak hal baru yang ia temui
bagaimana para guru mengapresiasi murid yang terlihat agak tertinggal dibanding
teman-temannya. Bahwa semua orang punya potensi non-akademik yang
mungkin belum tergali. Iwan memiliki target untuk melanjutkan kuliah di
Univerisity of New South Wales (UNSW). Ini bukan perkara enteng. Sekolah ini
termasuk terbaik di dunia. Di tengah semangat melakukan perubahan besar, Iwan
pun bertemu dan jatuh hati pada Liana Effendy. Keberadaan Liana menjadi
multivitamin bagi anak muda yang sudah punya tekad untuk mengubah dirinya ke
arah lebih baik.

b. 5 - Bersiap

Nothing is impossible,

the word itself says, “I’m possible.”

(Audrey Hepburn)

Pada tahun 1986, Iwan berhasil menjejaki kampus impiannya University


of New South Wales (UNSW) yang merupakan perguruan tinggi prestisius, salah
satu universitas terbaik di dunia. Iwan anak yang dahulu duduk di atas kelotok
membelah Sungai Arut untuk sekolah, bahkan sampai tak naik kelas, kini ia
terlempar ke kursi di kampus megah dan bergengsi ini. Nothing great comes easy.
Tak ada yang didapat dengan gratis dan tanpa pengorbanan besar. Jurusan yang
diambilnya adalah arsitek. Menurutnya, dengan menjadi arsitek, kelak dia tak
perlu modal banyak untuk menjadi professional. Atau, bila harus memulai bisnis,
cukup dengan ide serta kreativitas di kepala. Dengan kata lain, menjadi arsitek
dan pekerjaan arsitektur tidak membutuhkan banyak modal finansial untuk
membuka bisnis. Iwan biasanya melewatkan masa libur kuliah dengan bekerja
serabutan di pub atau restoran untuk menambah uang jajan. Tahun 1991, Iwan
selesai kuliah dengan gelar Bachelor of Architecture. Saat meraih gelar Bachelor
itu, Iwan juga menyabet penghargaan NSW Eric Daniels untuk excellence in
residential design. Penghargaan cukup bergengsi bagi mahasiswa UNSW. Selesai
kuliah, dia sempat berpikir untuk kembali ke Indonesia. Tapi niat kembali ke
Indonesia Iwan urungkan. Dia terpikir untuk bekerja terlebih dulu, mencicipi
dunia profesionalisme di Sydney. Ia tergoda untuk menjadi developer. Untuk
7

membuka usaha sendiri, dia menyadari kemampuannya sangat terbatas. Dari sisi
modal dan koneksi sama sekali tidak ada. Merasa mesti menimba ilmu
pengetahuan, dia pun memutuskan bergabung di Cox, Richardson and Taylor. Dia
bergabung setelah Philip Cox yang dating ke UNSW tertarik denganIwan setelah
melihat desain-desain buatan anak muda ini yang mendapat nilai terbaik di
kampusnya. Bekerja di Cox sedikitnya banyak membantu Iwan dalam memupuk
pengalamannya bersentuhan dengan dunia arsitek. Namun, karena desakan untuk
menjadi entrepreneur sangat kuat, dia pun memutuskan melanjutkan studi ke
jenjang S-2 sambil bekerja di Cox, ia mengambil Master of Construction
Management di UNSW pada tahun 1992.

c. 6 – Mimpi 1 Juta Dolar

“God always works with workers and moves with movers, but He does not sit
with sitters.”

(Reinhard Bonnke)

Seusai lulus, tantangan baru pun kini muncul di hadapannya. Stigma


tentang anak bodoh telah dihancurkannya. Iwan menghadapi pencarian akan jati
diri yang sesungguhnya. Akhirnya dengan membulatkan hati, dia memutuskan
mendirikan biro arsitekturnya sendiri pada tahun 1994. Dia memberi nama biro
arsiteknya itu Joshua International Architects. Nama Joshua terinspirasi dari AL-
Kitab yang dimaknai “God is my savior” . seusai mendapat gelar sarjananaya den
bekerja di Cox, Iwan memutuskan menikahi Liana yang telah lama menjadi
kekasihnya. Iwan ingin mempunyai dana Aus$1 juta untuk dijadikn sesuatu yang
membawa berkat bagi banyak orang. Karena sederet impian ini, Iwan merasa
bahwa menjadi karyawan tidak akan bias memadai untuk mewujudkan mimpiny
tersebut. Iwan juga tahu besarnya risiko keluar dari pekerjaan lalu mendirikan
bisnisnya sendiri. Ia menyadari ketika itu ia punya keterbatasan Bahasa,
keterbatasan network, keterbatasan modal. Tapi dia berpikir untuk maju
melangkah sekalipun segala tantangan membayang di depan. Ia ingin menjadi
mover, bukan sitter yang duduk manis menunggu nasib baik dating. Apa yang
menguatkannya adalah keyakinannya bahwa Tuhan akan membantunya sepanjang
dia berjalan lurus. Ia yakin Tuhan akan selalu bersamanya. Ia berujar bahwa
sesuatu berhasil bukan karena kita hebat, tetapi karena Tuhan. Itu yang selalu
memotivasi dirinya. Berbekal dorongan spiritual seperti itu, Iwan mmberanikan
diri melangkah dengan segala keterbatasan yang ada pada dirinya. Dia yakin,
Tuhan akan membantunya. Berdirinya Joshua tak ubahnya sebuah leap of faith,
lompatan iman dalam kehidupan Iwan. Sejak mulai menjadi entrepreneur, dia
punya prinsip; sekalipun dapat pekerjaan kecil, maka lakukanlah sepenuh hati,
jangan setengah hati, dan lakukan secara konstan. Dia juga meyakini bahwa small
8

success akan membawa kepada big success dan bigger success, bahkan biggest
success.

Bab 7 – 9
“In case you never get a second chance: don't be afraid and what if you do get a
second chance? you take it”

a. 7 - Crown Group

Evolusi ketiga

Pekerjaan sebagai arsitek di Joshua memang menyenangkan, tapi Iwan merasa itu
tidaklah memadai untuk mengejar mimpi – mimpinya. Dia masih merasa masih
punya banyak mimpi yg harus diraihnya, khususnya mimpi 1 juta dolar. Dan,
sebagai entrepreneur, semakin kuat desakan perasaan untuk tidak membatasi diri.
Terlebih perbincanagn dengan Anthony Buntoro telah memuat matanya terbuka.
Sang mentor telah menunjukan bagaimana caranya untk berkembang lebih jauh.

Kini dia melihat dirinya, melihat apa yang telah dimilikinya. Apa yang dilihatnya
semasa kuliah bahwa desain berserta bangunan yang bagus memiliki nilai jual
yang tinggi, menggodanya untuk terjun lebih jauh ke dunia property development,
dia benar – benar tidak merasa cukup sebagai arsitek.

Sejak tahun 1994, saat mendirikan Joshua Iwan sudah mulai melirik dunia
property development. Dia mengungkapakan di tengah pekerjaanya sebagai
arsitek muncul hasrat yang begitu besar. “ Ada passion menjadi desainer
entrepreneur dengan menjadi developer,’’katanya.

Dalam urusan developer dia terinspirasi dari seseorang yang bernama Jhon
portman seorang developer hebat, adapun dalam urusan desain desain dia ingin
menjadi seperti Leoh Ming Pei. Berangkat dari hasrat itu, dia pun mencoba ingin
tahu, meski belum terlalu focus. Seorang temanya di universitas di Hongkong,
Vincent pang membawanya mencicipi dunia ini.

Vincent merintis karir sebagai seorang builder dan developer, dia mengajarinya
dunia property development. Setelah mengenal Vincent, Iwan pun mulai mencoba
apa yang diinginkannya: masuk dunia property development. Bersama paman
(Tze Yen) serta bibinya (Ho Cui Ling) dan berserta teman dari hongkong Anthony
sun yang memiliki agensi real estate Raine and Horne. Lewat Joshua, Iwan
sempet mengerjakan desain rumah milik paman dan bibinya ini, hal ini
mendatangkan banyak manfaat ibarat pintu masuk untuk order selanjutnya buat
Joshua.
9

Untuk memperkuat kongsi, Tze Yen kemudian mengajak seorang saudaranya,


pengusaha dari kota Jawa Timur, mereka semua bertemu di Sydney mematangkan
rencana dan mereka sepakat berpatungan, terkumpulah uang dalam jumlah yang
tidak begitu besar Rp 3 miliar. Dengan modal itu mereka mulai berpetualang,
mereka mencari tender dan mencari pihak yang akan membangun, sedangakan
Iwan sebagai arsitek bertanggung jawab dari sisi desain. Merasa dananya masih
kurang, pada tahun 1995, Iwan mengusulkan untuk menata ulang kongsi ini.
Mereka pun menambah modalnya. Iwan pun menyambat bantuan dana dari
orangtuanya. Modal pun bertambah hingga Rp 10 miliar, mengingat hal itu dia
menyebut apa yang dilakoninya merupakan evolusi ketiga dalam hidupnya:
menjadi desainer dan entrepreneur (developer).

Mereka pun mencari proyek untuk dibangun, tetapi mereka tidak mendapatkan
itu. Melihat ke masa itu, ada satu faktor yang membuat langkahnya membentur
tembok “ buta akan kota Sydney yang begitu besar. Saya tidak tahu daerah mana
yang bagus untuk di-develop,’’kata Iwan. Merasa langkahnya membentur tembok
terus akhirnya Iwan mencoba mencari solusi dengan instingnya , dia belum
pernah berpikir perihal aspek strategis pemasaran sebuah property. Secara
kebetulan saat itu kian banyak orang Hongkong yang masuk ke Australia. Pada
tahun 1995, Iwan menatap gelombang itu sebbagi peristiwa yang mendatangkan
banyak hikmah. Terutama dalam usaha property development yang dirintisnya,
para imigran itu pasti membutuhkan tempat tinggal, pikirnya. Di tengah
ketidakjelasan nasib kongsi meski modalnya telah jauh lebih banyak dia
mendengar ada tender pembangunan rumah disebuah daerah bernama Coogee
Beach. Melihat ada peluang Iwan pun mencoba mengadu peruntungan, namun
seorang pengembang telah mendapatkannya, dia adalah seorang yang datang dari
Indonesia yang bernama Paul Sathio. Tak mau kehilangan peluang Iwan pun
meawarkan jasa sebagai arsitek, keduanya pun menggarap proyek ini.

Awal 1996, seusai dari indonesai. Iwan merenungi perjalananya yang sudah
direntangkannya di Sydney selama 2 tahun tidak ada yang bias dibanggakannya.
Tapi dia berpikir di setiap kegagalannya bukan berarti tidak ada yang bias dia
ambil sama sekali, dalam dua tahun itu dia banyak belajar. Di tengah upaya
mecari kesana ke mari itu, sebuah telepon berdering seseorang menawarinya
sebuah tanah punya Waverly Municipal Council, dia pun tertarik dan melihat
lokasi yang sebenarnya begitu dilihat tanahnya saja perlu Rp 50 miliar, urang
mereka tidak cukup saat itu mereka hanya punya dana Rp 10 miliar. Sekalipun
dana tidak mencukupi, Iwan tidak langsung mundur. Dia merasa tanah itu sangat
menarik karena lokasinya yang strategis.

Di situ, secara tiba – tiba dia terpikir untuk menelepon Paul Sathio dan Anthony
Sun, jalan memang tengah dimudahkan, begitu di telepon semua merasa tertarik.
Dia mengerahkan banyak cara untuk mengumpulkan dana hingga moadal
10

terkumpul. Setelah itu, Iwan, Paul,dan Anthony bersatu dalam sebuah perusahaan
bernama Crown International Holding Group.

b. 8 - Bata demi Bata

”Success is not final, failure is not fatal. It is the courage to continue that
counts”.

(Winston Churchill)

Pencarian

Kemampun menyelesaikan peroyek pertama mendatangan kepercayaan diri yang


besar kepada pemilih Crown Group. Mereka pun melanjutkan proses pencarian.
Awal 1997 lewat jejaring yang dimiliki, datang tawaran dengan nilai tanah
sebesar Rp 250 miliar, bila dikalkulasikan total proyek untuk membangun
apartement ini akan senilai Rp 1 triliun. Dengan semangat mereka mengyunkn
langkah, Iwan tidak menyadari dahsyatnya badai ancaman krisis moneter yang
tengah bertiup dari arah Asia. Akhirnya mereka tidak meneruskan proyek ini
karena terlalu beresiko. Bagi Iwan kurun 1994 – 1998 bukanlah fase yang bagus
unntuk rintisan bisnisnya.Namun Iwan tidak putus asa, di hatinya tetap merasa
ada sisi positif sekalipun proyek Rp 1 triliun itu gagal.

c. 9 - Momen yang Menentukan

”When a defining moment comes along, you can do one of two things: define the
moment, or let the moment define you.”

( Film Tin Cup)

Big News

7 April 2004 menjadi hari yang istimewa bagi Iwan dan Crown Group. Proyek
apartement dan ritel Genesis di daerah Epping yang mereka bangun senilai Rp
800 miliar diresmikan langsung oleh PM Australia, John Howard. Pada saat
seperti ini Iwan sangat beruntung memiliki mentor yang reputasinya sebagai
pengusaha sangat diakui yaitu mendiang Robby Djohan. Namun dia merasa ada
sesuatu yang memanggilnya agar hidupnya lebih seimbang.

Bab 10 – 12

a. 10 - Perlambatan Supernatural
11

“It’s not what happens to you that determines how far you will go in life; it is how
you handle what happens to you.”

(Zig Ziglar)

Mengikuti Suara Batin

Selain kehidupan bisnis, tahun 2004-2007 juga menjadi pergulatan kehidupan


spiritual dan sosial dalam kehidupan seorang Iwan Sunito. Beliau semakin terlibat
dalam kepengurusan gereja yang dimulai pada tahun 2004 saat rumah ibadah yang
sering dikunjungi Iwan dan kelurganya ditutup. Beliau sangat tertarik dan kagum
dengan sejumlah pengusaha sukses yang sangat religius. “Saya melihat, kok bisa
ya orang yang sudah sukses di bisnis bisa begitu mencintai Tuhan,” katanya.

Beliau mulai terlibat di FGBMFI (Full Gospel Businessmen’s Fellowship


Internasional) ini merupakan organisasi global yang didirikan oleh seorang warga
negara Amerika, organisasi ini sangat berkembang di seluruh dunia, termasuk
Indonesia. Tiap kelompoknya disebut chapter. Beliau menjadi Presiden chapter
Sydney. Selama 2 tahun beliau mengembangkan organisasi ini di Perth. Beliau
seperti mendapatkan ilham “setelah 7 tahun, kamu harus focus melayani gereja
lokal”. Kemudian beliau pun berhenti dari organisasi ini dan beliau menjadi
anggota di sebuah gereja lokal di wilayah Maroubra yang secara kebetulan
pendetanya merupakan seorang teman beliau. Disaat bisnis Crown Group yang
sedang berjalan tidak baik karena banyaknya proyek yang menggantung, beliau
mendapat permintaan khusus dari seorang pendeta untuk meneruskan gereja di
Maroubra. Banyak yang mempertanyakan hal tersebut, “Ngapain you ngurusin
begituan? Nanti kalau bisnis nya ga keurus gimana?” lalu beliau menjawabnya
dengan sangat yakin “It’s a decision. Karena Tuhan sudah baik sekali . Life is not
measured by business success only”.

Beliau selalu mendengar seperti bisikan Tuhan yang sangat mengispirasinya,


“Tuhan berkata, kalau kamu bangun rumah-Ku, Aku akan bangun rumahmu.”
Akhirnya pada tahun 2004 beliau memulai kembali meneruskan dan membangun
kembali organisasi di gerejanya. Pada tahun tersebut pula, gereja ini di-rebranding
menjadi Sydney Christian Worship Centre (SCWC).

Terdapat krisis ekonomi yang merembet dari Amerika ke Australia pada saat itu,
namun tidak berpengaruh sama sekali terhadap Crown Group. Malah justru
Crown Group ini sehat sehat saja. Memang pada tahun 2004-2007 Crown Group
ini seperti berjalan di tempat. Namun setelah beliau mengabdi di SCWC, beliau
selalu melibatkan Tuhan dalam semua perjalanan yang beliau alami. Benar saja
pada tahun 2008, Crown Group seperti orang yang kelaparan. Mereka membeli
proyek-proyek besar dari grup-grup besar yang sedang bermasalah.
12

b. 11 - Paul the Builder

“Surround yourself with only people who are going to lift you higher”.

(Oprah Winfrey)

Iwan dan Paul ini sudah seperti Batman dan Robin. Mereka merupakan dua CEO
yang sangat hebat. Crown Group semakin maju dan berkembang karena
kerjasama antara kedua orang ini. Dalam mengambil beberapa keputusan, Iwan
selalu meminta saran terlebih dahulu kepada Paul. Mereka berdua saling percaya
satu sama lain sehingga itulah yang membuat bisnis mereka sama sama maju dan
berkembang sangat pesat. Beliau selalu berkata “ I know I can trust him. It’s built
by time. He knows he can trust me for marketing. The good thing is our skills
complete one another, bukan competing with one another. Saya gak ngurusin dia.
Dia juga gak ngurusin saya soal marketing karena itu kekuatan saya. Grafik,
brosur, marketing, negosiasi, arsitektur, finance, desain. Semua system itu kan
bagian saya. Sebaliknya, no doubt, dia kuat di konstruksi. Ini luar biasa. Jadi, saya
bisa focus dengan yang saya kerjakan, Paul bisa focus dengan apa yang dia buat.”

c. 12 – Tipping Point

“The Tipping Point is that magic moment when an idea, trend, or social
behaviour crosses a threshold, tips, and spreads like wildfire”

(Malcolm Gladwell)

Proyek 10 Triliun

Iwan menutup tahun 2008 dengan perasaan gembira. Setelah membereskan


masalah kepemilikan internal di Crown Group, beliau bersama Paul mengarungi
kehidupan bisnis dalam sebuah lintasan dengan akselerasi yang begitu cepat.
Bersama Paul, beliau membangun visi untuk Crown Group: tumbuh besar, solid,
dan kokoh. Bahkan tumbuh tanpa batas!
13

Crown Group membeli tanah seharga 10 triliun untuk dijadikan proyek besar
besaran bagi Crown Group. Mereka ingin Crown Group disegani di seluruh dunia
sebagai butik properti terbesar. Crown Group juga lebih mengedepankan sistem
“keunikan” yang akan menarik banyak perhatian orang-orang dan itu merupakan
sebuah kunci persaingan pasar.

Bab 13 – 15

a. Bab 13 – Menancapkan Kuku di Jantung Sydney

Kutipan yang mengiringi bab ini berbunyi “Chase the vision, not the
money. The money will end up following you.” (Tony Hsieh, Zappos) yang
memiliki arti “Kejarlah impianmu, bukan uangnya. Uanglah yang nantinya akan
mengikutimu.” Kutipan ini memiliki makna bahwa saat kita menjalani pekerjaan
atau meraih mimpi, sebaiknya kita memikirkan saja impian kita dibandingkan
memikirkan apa keuntungan materil yang bisa kita dapatkan. Apapun impian kita,
selama kita tekun dan menyukai bidang tersebut uang pun pasti akan datang di
masa depan. Pada bab ini diceritakan bahwa Crown Group sudah berkembang
menjadi suatu perusahaan yang besar dan tenar, dari kelas butik menjadi pemain
besar. Crown Group yang dulunya lebih banyak membangun proyek di wilayah
pinggiran Sydney, sekarang telah berpindah ke kota, yaitu Sydney CBD. Crown
Group berhasil meraih untung yang sangat besar dalam jangka waktu 3 tahun,
berkat keaktifannya dalam membangun proyek dengan rata-rata 2 proyek setiap
tahunnya. Pak Iwan tidak berhenti disitu saja – ia ingin melanjutkan proyek
Crown Proyek agar menjadi lebih besar dan memiliki impian untuk membangun
sebuah bangunan yang ikonik dan berada di jantung kota Sydney.

Pak Iwan pun membuat sebuah proyek yang dinamakan Arc by Crown
Group, yang merupakan sebuah pijakan penting bagi Crown Group karena
terletak di jantung kota Sydney. Beliau sangat antusias dalam menjalani proyek
ini dengan bantuan dari Koichi Takada dan berhasil meraih sukses lagi. Setelah
proyek Arc by Crown Group sukses, Pak Iwan juga terus membuat proyek baru
lagi karena ia masih belum puas. Selanjutnya, diadakan proyek Infinity by Crown
Group, yang merupakan salah pencapaian tersendiri dan sumbangan Crown Group
untuk bangunan serta arsitektur yang ikonik di Sydney dan Australia. Pak Iwan
memiliki motivasi untuk membangun bangunan yang bisa diingat oleh banyak
orang, yang ikonik dan berada di tengah kota sehingga banyak orang yang akan
melihatnya. Beliau juga mengungkapkan bahwa visinya adalah agar Crown Group
tumbuh tanpa batas, dan dia berani untuk mulai berpikir lebih besar lagi. Beliau
pun ingin bermain di level global, dan untuk mencapai impiannya itu beliau harus
14

menaklukkan Sydney dan Australia terlebih dahulu dengan bangunan yang ikonik.
Dari bab ini, bisa disimpulkan bahwa Pak Iwan tidak takut untuk mengambil
resiko, beliau tidak pernah berhenti untuk meraih impiannya untuk menjadikan
perusahaannya berkembang menjadi lebih besar lagi, meskipun biaya, waktu dan
resiko pun pasti akan besar. Beliau tidak memikirkan apakah keuntungan yang
didapatkannya akan besar atau tidak, tetapi beliau memikirkan apa impiannya dan
terus maju untuk meraihnya. Akhirnya, meskipun Pak Iwan merasa gugup dan
takut saat meluncurkan proyek Infinity by Crown Group, proyek itu pun meraih
keuntungan besar lagi dan keuntungan yang dicapainya berhasil menembus angka
Rp. 3,8 triliun dalam 5 jam.

b. Bab 14 – A Leader and A Mentor (Seorang Pemimpin dan Mentor)

Kali ini, kutipan yang didapat di dalam awal bab ini berbunyi “I don’t
know where we should take this company, but I do know that if I start with the
right people, ask them the right questions, and engage them in vigorous debate,
we will find a way to make this company great.” (James C. Collins) yang memiliki
arti “Saya tidak tahu kemana sebaiknya saya membawa perusahaan ini, tetapi saya
tahu jika saya memulainya dengan orang-orang yang tepat, bertanya pertanyaan
yang tepat, dan mengajak mereka berdebat dengan bersemangat, kita bisa mencari
jalan untuk membuat perusahaan ini menjadi hebat.” Memang benar, dalam
menjalani impian yang besar dibutuhkan juga tenaga kerja yang besar, dan kita
sebagai manusia tidak bisa hidup sendirian. Manusia pasti membutuhkan teman,
dan dalam bekerja pun kita membutuhkan rekan kerja agar kita bisa meraih
impian kita. Tidak ada perusahaan yang bisa maju dengan satu orang, perlu
seorang pemimpin yang hebat dan pengikut-pengikutnya yang tidak kalah
hebatnya juga agar sebuah perusahaan bisa meraih kesuksesan yang tinggi.

Pak Iwan membangun Crown Group dari nol, dan beliau merekrut orang-
orang terbaik yang ia sebut dengan julukan eagles atau elang. Ia berkata seperti itu
karena “Elang akan terbang tinggi, menembus hujan dan badai sekalipun dengan
gagahnya. Elang itu orang-orang yang penuh inisiatif. Tak perlu banyak disuruh-
suruh kerjakan ini-itu,” ujarnya. Ia pun berkata bahwa Crown Group tidak bisa
menjadi sesukses ini tanpa bantuan dari orang-orang yang telah ia rekrut selama
ini, orang-orang yang membantunya dan Crown Group terbang tinggi. Saat Crown
Group masih sebuah perusahaan kelas butikpun Pak Iwan memiliki prinsip yaitu
build the people, atau membangun orangnya. Karena tidak mungkin sebuah
perusahaan untuk merekrut nama-nama besar atau orang-orang yang mahal, beliau
pun bertekad untuk menjadikan pegawainya yang ia miliki saat itu untuk menjadi
orang-orang yang tangguh seperti layaknya burung elang. Pak Iwan pun memiliki
beberapa cara untuk membangun orang-orang tersebut, seperti melatih mereka
dalam membuat proyek agar mereka merasakan bagaimana sulitnya memimpin
proyek, yang nantinya akan membangun karakter dan skill yang dimiliki setiap
15

pegawainya dan juga menjadikan setiap anggota perusahaan menjadi seorang


pemimpin. Beliau selalu melihat karyawannya dalam cara yang positif, dan
menganut sebuah pandangan Goethe yang pernah berkata bahwa “The way you
see people is the way you treat them, and the way you treat them is what they
become.” (Cara kamu melihat orang adalah cara bagaimana kamu memperlakukan
mereka, dan bagaimana cara kamu memperlakukan mereka akan mempengaruhi
nanti mereka akan menjadi seperti apa.) Beliau sangat menghargai semua
karyawannya dan memberikan mereka pelatihan yang sangat menakjubkan dan
menjadikan mereka orang-orang yang lebih berpengalaman dan berwawasan luas
setelah bekerja di Crown Group bersama beliau, karena tanpa karyawannya
Crown Group pun tidak akan ada di tempat dimana ia berada sekarang.

c. Bab 15 – Without Borders (Tanpa Batas)

Bab 15 yang mengakhiri buku ini diiringi dengan sebuah kutipan yang
berbunyi “There are no constraints on the human mind, no walls around the
human spirit, no barriers to our progress except those we ourselves erect.”
(Ronald Reagan) yang memiliki arti “Tidak ada pembatas di dalam pemikiran
manusia, tidak ada tembok disekitar jiwa manusia, dan tidak ada batas dalam
perkembangan kita selain batasan yang kita bangun sendiri.” Kutipan yang sangat
indah ini memberikan kita motivasi agar terus berkarya, terus bekerja, dan terus
meraih mimpi dan untuk tidak cepat puas akan apa yang kita raih. Sesungguhnya,
kesuksesan setiap orang tidak memiliki batas selama ia memiliki kemampuan
untuk terus maju. Musuh terbesar dari kita semua adalah diri kita sendiri, dimana
seringkali kita malas atau memiliki ketakutan yang lebih untuk meraih mimpi dan
mengambil resiko karena kita takut gagal dan lain sebagainya. Jika kita bisa
menaklukan batasan yang kita ciptakan sendiri itu, kita pun bisa meraih impian
apapun yang kita miliki. Manusia telah diberikan akal oleh Tuhan yang Maha Esa,
oleh karena itu kita harus memanfaatkan pemberian tersebut untuk mencapai
impian yang tidak ada batasnya, agar kita sebagai manusia bisa terus berkembang
menjadi lebih baik lagi.

Dalam bab ini, diceritakan bahwa Pak Iwan mendapatkan penghargaan


yang sangat bergengsi, yaitu Property Person of the Year 2015 oleh Urban
Taskforce Australia. Beliau dianggap telah berkontribusi banyak untuk industri
properti Australia. Banyak tokoh-tokoh dalam industri properti di Australia
menceritakan bahwa Pak Iwan adalah orang yang penting dan dihormati, dan
beliau pun merupakan pemenang termuda dalam sejarah penghargaan ini. Dalam
bab ini, beliau pun bercerita tentang rintangan yang dihadapinya untuk menembus
ke pasar internasional, dan sulitnya untuk menaklukkan negara lain dalam bidang
properti ini. Pak Iwan diceritakan sebagai orang yang lihai dalam membuat
16

jejaring, beliau memiliki kemampuan berkomunikasi yang sangat baik sehingga


beliau bisa memiliki banyak jejaring dari berbagai sudut di dunia. Sifatnya yang
enerjik dan selalu bersemangat, serta memiliki banyak ide dan inovasi
membantunya dalam berbisnis di bidang properti yang memiliki kompetisi yang
sangat ketat. Beliau juga sangat mahir dalam beradaptasi, menjalani hidup di
negeri orang lain bukanlah hal yang mudah, dan salah satu kunci kesuksesannya
adalah beradaptasi dan menyesuaikan diri kedalam lingkungan yang baru.

Beliau pun bercerita bahwa kemampuannya beradaptasi dan


berkomunikasi dengan baik membuahkan hasil yang besar. Saat mulai bersekolah,
beliau berjanji untuk bergaul seluas mungkin. Caranya adalah dengan berteman
dengan orang Malaysia, Singapura, dan orang luar non-Asia agar beliau bisa
melebarkan wawasannya. Beliau bercerita bahwa ia senang dan bersyukur bisa
kenal dengan banyak orang, karena beliau bisa belajar juga dari mereka semua.
Tidak lupa dengan negara sendiri, setelah menaklukkan negara Australia beliau
juga ingin mengepakkan sayapnya di Indonesia, sebagai salah satu upayanya
untuk meraih impiannya untuk menjadikan Crown Group sebagai global brand.
Selain itu, beliau pun terus berkontribusi kepada tanah airnya dan tidak
melupakannya meskipun sudah sukses di luar negeri, seperti contohnya saat
tsunami menerjang Aceh, beliau segera aktif menggalang dana di Sydney. Beliau
pun aktif mengadakan acara sharing untuk berbagi dan memotivasi anak bangsa,
dan juga pernah mengunjungi sekolah masa kecilnya dan berbagi pengalaman
dengan masyarakan setempat. Bahkan belakangan ini Pak Iwan juga aktif
mendukung program Supermentor yang digagas oleh sahabatnya, Dino Patti
Djalal. Dalam satu kesempatannya di University of New South Wales, Sydney,
Iwan bahkan pernah berdampingan dengan SBY di depan ribuan peserta acara
Supermentor yang kebanyakan adalah diaspora Indonesia.

Karena keinginannya untuk berbagi sangat kuat, beliau memiliki mimpi


untuk mencetak 1 juta pemimpin di Indonesia, maka dari itu beliau sangat aktif
untuk berkontribusi dalam acara-acara motivasi agar beliau bisa terus berbagi
kepada anak-anak bangsa. Beliau tidak ingin berhenti di bisnisnya saja, tetapi
beliau juga ingin membagikan ilmu dan pengalamannya kepada anak-anak bangsa
yang nantinya akan menjadi penerus bangsa di generasi selanjutnya, agar lebih
banyak lagi anak-anak yang bisa sukses layaknya beliau. Akhir kata, beliau pun
berkata bahwa pengalaman hidupnya dari lahir dan dibesarkan di desa terpencil
serta mengalami jatuh dan bangun membuatnya percaya bahwa kita semua
mempunyai Tuhan yang mengasihi tanpa batas, dan memberikan kita potensi
untuk tumbuh tak terbatas. Dari biografi beliau, kita bisa simpulkan bahwa
siapapun bisa menjadi sukses, dan saat kita tidak boleh takut untuk bermimpi
lebih besar lagi.
17

DAFTAR PUSTAKA

Teguh Sri Pambudi (2016). Without Borders: Perjalanan Hidup Anak Hutan
Kalimantan Menjadi Raja Properti Australia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama

Anda mungkin juga menyukai