Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejumlah besar mikroorganisme tumbuh subur dalam larutan biak.
Sebanyak-banyaknya mikroorganisme, masih memerlukan unsur-unsur lain, yakni
vitamin-vitamin dan senyawa tumbuhan lain. Suatu larutan yang dapat dibuat dari
senyawa-senyawa kimia tertentu disebut media sintetik. Media kimia tertentu
yang dapat diperlukan untuk budidaya autotrof dan berguna untuk mendefinisikan
persyaratan gizi autotrof, untuk budidaya heterotrof, digunakan media tertentu.
Sebaliknya, beberapa bahan baku kompleks, seperti pepton, ekstrak daging dan
ragi, mendukung pertumbuhan bakteri heterotrof. Agar dimasukan sebagai agen
untuk memperkuat gizi (Pelczar dan Chan, 1986).
Pembiakan mikroorganisme dalam laboratorium memerlukan media yang
berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme.
Zat hara digunakan untuk pertumbuhan, sterilisasi, keperluan energi dalam
metabolisme dan pergerakan. Pembuatan media adalah bagaimana media dibuat
untuk pertumbuhan mikroba. Pengenceran adalah proses dimana hasil kedua
volumenya lebih besar. Sedangkan penanaman sendiri adalah pembiakan
(Schlegel, 1994).
Pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan
cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar.
Pengenceran yaitu suatu cara atau metoda yang diterapkan pada suatu senyawa
dengan jalan menambahkan pelarut yang bersifat netral, lazim dipakai yaitu
akuades dalam jumlah tertentu. Penambahan pelarut dalam suatu senyawa dan
berakibat menurunnya kadar kepekatan atau tingkat konsentrasi dari senyawa
yang dilarutkan/diencerkan. Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu
sering dihasilkan konsentrasi yang tidak kita inginkan. Untuk mengetahui
konsentrasi yang sebenarnya perlu dilakukan standarisasi. Standarisasi sering
dilakukan dengan titrasi. Zat-zat yang didalam jumlah yang relatif besar disebut
pelarut (Suriawiria, 2005).
Berdasarkan dari penjelasan diatas maka dilakukan praktikum Teknik
Biakan Murniuntuk memahami teknik-teknik pembuatan biakan murni dari biakan
mikroba yang telah diisolasi. Selain itu juga untuk mengamati karakteristik
pertumbuhan mikroba serta memperhatikan ada tidaknya kontaminasi pada
sampel yang diamati.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum ini agar mahasiwa dapat mengaplikasikan
teknik pengenceran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Teknik Pengenceran
Pengenceran adalah melarutkan atau melepaskan mikroba dari substratnya
kedalam air sehinggalebih mudah penanganannya.Tujuan pengenceran yaitu
untuk mengurangi kepadatan bakteri yang ditanam. Pengenceran merupakan
proses yang dilakukan untuk menurunkan atau memperkecilkonsentrasi larutan
dengan menambah zat pelarut ke dalam larutan sehingga volume larutanmenjadi
berubah (Murwani, 2015).
Pengenceran yaitu suatu cara atau metode yang diterapkan pada suatu
senyawa dengan jalan menambahkan pelarut yang bersifat netral, lazim dipakai
yaitu akuades dalam jumlah tertentu. Penambahan pelarut dalam suatu senyawa
dan berakibat menurunnya kadar kepekatan atau tingkat konsentrasi dari senyawa
yang dilarutkan/diencerkan (Suriawiria, 2005).
Proses pengenceran adalah mencampurkan larutan pekat (konsentrasi
tinggi) dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume air yang lebih
besar. Jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang
sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat.
Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat harus
ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya (Naufalin, 2009).
Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan
konsentrasi yang tidak kita inginkan. Untuk mengetahui konsentrasi yang
sebenarnya perlu dilakukan standarisasi. Standarisasi sering dilakukan dengan
titrasi. Zat-zat yang didalam jumlah yang relatif besar disebut pelarut (Schlegel,
1994).
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat
yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat
bervariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan atau padatan. Larutan encer adalah
larutan yang mengandung sejumlah kecil solute, relatif terhadap jumlah pelarut,
sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar
solute.Solute adalah zat terlarut sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dalam
mana solute terlarut (Hadioetomo, 1993)
Untuk memperoleh biakan murni dapat dilakukan pengenceran dengan
menggunakan bahan cair atau padat. Pada mula-mulanya digunakan gelatin
sebagai bahan pemadat. Gelatin terdiri dari protein sehingga dapat dicerna
ataupun dicairkan oleh bakteri. Bahan pemadat yang kemudian ditemukan ialah
agar yang merupakan polisakarida dari rumput laut. Agar akan mencair pada suhu
100OC, sedangkan pada suhu 44OC masih dalam bentuk padat. Suhu ini masih
memungkinkan bakteri dapat tumbuh, sehingga prinsip ini dipakai untuk
mengisolasi bakteri dengan cara agar tuang (Lay, 1994).
Teknik yang harus dikuasai oleh dalam metode ini ialah mengencerkan
sampel dan mencawankan hasil pengenceran tersebut. Sebelum mikroorganisme
ditumbuhkan dalam media, terlebih dahulu dilakukan pengenceran sampel
menggunakan larutan fisiologis. Tujuan dari pengenceran sampel yaitu untuk
mengurangi jumlah kandungan mikroba dalam sampel sehingga nantinya dapat
diamati dan diketahui jumlah mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan
perhitungan yang tepat. Pengenceran memudahkan dalam perhitungan koloni.
Setelah diinkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan diamati. Untuk
memenuhi persyaratan statistik, cawan yang dipilih untuk perhitungan koloni
ialah yang mengandung antara 25 sampai 250 koloni (Pelczar dan Chan, 1986).
Pengenceran biasanya dilakukan secara desimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000
dan seterusnya, atau 1:100, 1:10000, 1:1000.000 dan seterusnya. Tahapan
pengenceran dimulai dari membuat larutan sampel sebanyak 10 ml (campuran 1
ml/1gr sampel dengan 9 ml larutan fisiologis sehingga didapatkan pengenceran
10-2. Dari pengenceran 10-2 diambil lagi 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10 -3, begitu
seterusnya sampai mencapai pengenceran yang kita harapkan. Jumlah organisme
yang terdapat dalam sampel asal ditentukan dengan mengalikan jumlah koloni
yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan yang bersangkutan
(Suriawiria, 2005).
Teknik yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme pada media
agar memungkinkannya tumbuh dengan agak berjauhan dari sesamanya, juga
memungkinkan setiap selnya berhimpun membentuk koloni, yaitu sekelompok
massa sel yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Bahan yang diinokulasikan
pada medium disebut inokulum, dengan menginokulasi medium agar nutrien
(nutrien agar) dengan metode agar tuang atau media agar sebar, sel-sel
mikroorganisme akan terpisah sendiri-sendiri. Setelah inkubasi, sel-sel mikroba
individu memperbanyak diri secara cepat sehingga dalam waktu 18 sampai 24 jam
terbentuklah massa sel yang dapat dilihat dan dinamakan koloni. Koloni dapat
terlihat oleh mata telanjang. Setiap koloni merupakan biakan murni satu macam
mikroorganisme (Pelczar dan Chan, 1986).
Teknik lempeng sebar menggunakan campuran mikroorganisme yang
sebelumnya telah diencerkan. Selama inokulasi sel-sel disebarkan pada
permukaan media agar padat menggunakan batang bengkok berbentuk L yang
steril, sementara cawan petri diputar diatas meja putar (Cappuccino, 2013).
Pada metode perhitungan cawan dilakukan pengenceran yang bertingkat
yang mana ditujukan untuk membentuk konsentrasi dari suatu suspensi bakteri.
Sampel yang telah diencerkan ini dihitung kedalam cawan baru kemudian dituang
kemediumnya. Kemudian setelah diinkubasi selama 24-48 jam, diamati koloni-
koloni yang tumbuh (Buckle, 2007).
Penghitungan bakteri menggunakan metode pengenceran atau cawan tuang
dilakukan untuk memudahkan dalam menghitung bakteri. Prinsip pengenceran
adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang
dilakukan, semakin sedikit jumlah mikroba, dimana suatu saat didapat hanya satu
mikroba pada satu tabung (Waluyo, 2010).
Tingkat pengenceran yang diperlukan didasarkan pada pendugaan populasi
bakteri yang ada.. Hasil yang baik adalah jika pada pengenceran yang lebih
rendah contoh yang diduga lebih banyak menunjukkan hasil uji positif (adanya
pertumbuhan bakteri) dan pada pengenceran lebih tinggi contoh yang diduga lebih
sedikit menunjukkan hasil uji negatif (tidak ada pertumbuhan bakteri). Oleh
karena itu jumlah populasi bakteri yang ada dalam contoh diduga tinggi maka
contoh harus diencerkan sampai diperoleh tingkat pengenceran yang lebih tinggi
sehingga nilai maksimum dapat dihitung. Metode pengenceran yang paling mudah
dengan melakukan pengenceran 10 kali lipat dengan menggunakan 3 atau 5
tabung pengenceran sekaligus (Schlegel, 1994).
Pengenceran bertingkat yaitu memperkecil atau mengurangi jumlah
mikroba yang tersuspensi dalam cairan. Penentuan besarnya atau banyaknya
tingkat pengenceran tergantung kepada perkiraan jumlah mikroba dalam sampel.
Digunakan perbandingan 1:9 untuk sampel dan pengenceran pertama dan
selanjutnya, sehingga pengenceran berikutnya mengandung 1/10 sel
mikroorganisme dari pengenceran sebelumnya (Murwani, 2015).
Pengenceran biasanya menggunakan larutan berupa larutan fosfat buffer,
larutan garam fisiologis 0,9 % atau larutan ringer. Dengan pengenceran dapat
mengurangi kepadatan bakteri yang ditanam. Secara umum, metode penanaman
dapat dibedakan atas dua macam yaitu metode tuang (pour plate) dan metode
sebar (spread plate) (Lay, 1994).
Bahan pangan dalam metode hitungan cawan diperkirakan mengandung
lebih dari 300 sel jasad renik per ml atau per gram atau per cm apabila
pengambilan contoh dilakukan pada permukaan. Memerlukan perlakuan
pengencernaan sebelum ditumbuhkan agar di dalam cawan petri, setelah inkubasi
akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung,
dimana jumlah yang terbaik diantara 30 sampai 300 koloni (Naufalin, 2009).
Metode yang kurang dapat diandalkan adalah pengenceran sampai habis.
Suspensi diencerkan secara serial, dan sampel dari masing-masing pengenceran
diletakkan dalam lempeng. Jika hanya sebagian kecil sampel dari suatu
pengenceran yang memperlihatkan adanya pertumbuhan, diduga bahwa beberapa
koloni dimulai dari satu sel. Metode tersebut tidak digunakan kecuali jika
penanaman pada lempeng biakkan karena beberapa alasan tertentu tidak mungkin
dilakukan. Efek yang tidak diinginkan dari metode ini adalah hanya dapat
digunakan untuk mengisolasi jenis organisme yang dominan pada populasi
campuran (Melnick dan Adelberg, 2007).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 25 Februari 2020 pada pukul
14.00 WIB sampai dengan selesai dan pada hari Kamis, 27 Februari 2020 di
Laboratorium Mikrobiologi, Gedung Basic Science, Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah lampu bunsen,
shaker,tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, tabung biakan mirkob, pipet
bulb, neraca dan jarum ose.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kornet, media NA, media
PDA, alkohol 70%, kertas label, plastik, dan karet gelang.

3.3 Prosedur Kerja


Kornet diambil sebanyak 10 gr dengan timbangan, kemudian dimasukkan
dalam tabung reaksi dan diberi aquades sebanyak 9 ml dan divortex hingga
membentuk suspensi. Hasil vortex berupa suspense tersebut diambil sebanyak 1
ml untuk kemudian diencerkan pada tabung reaksi yang berisi 9 ml aquades dan
divortex lagi hingga terbentuk pengenceran 10-1. Tahapan tersebut diulangi
dengan menambahkan 0.1 ml dari pengenceran 10-1 dengan 9.9 ml aquades hingga
didapatkan pengenceran 10-3. Setelah didapat pengenceran 10-3 diambil sebanyak
0.1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9.9 ml aquades dan
divortex lagi sehingga didapat hasil pengenceran 10-5.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dari praktikum teknik pengenceran ini, adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Perhitungan jumlah koloni hasil pengenceran dengan metode cawan
sebar.

No Media Metode Pengenceran


.
10-5 10-7

1. NA Cawan sebar 72 68

2. PDA Cawan sebar 2 -

4.1.1 Teknik Cawan Sebar


Adapun hasil pengenceran bakteri dengan teknik sebar pada media NA dan
PDA dapat dilihat pada gambar 1.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 1. Hasil pemurnian bakteri dengan teknik sebar pada media NA dan PDA
dimana (a) menggunakan media Na, pengenceran 10-5, (b) dengan
media NA, pengenceran 10-7 , (c) dengan media PDA, Pengenceran 10-
7
(d) dengan media PDA, pengenceran 10-5
4.2 Pembahasan
Pengenceran adalah melarutkan atau melepasan mikroba dari substratnya
kedalam air sehingga lebih mudah penanganannya. Tujuan pengenceran yaitu
untuk mengurangi kepadatan bakteri yang ditanam. Jika pada pengenceran
pertama ditemukan adanya bakteri, maka diharapkan pada pengenceran kedua
tidak ditemukan adanya bakteri yang tumbuh pada media yang telah ditanam
mikroba. Jika tidak ditemukan adanya mikroba maka cara kerja praktikan sudah
aseptis.
Dalam praktikum teknik pengenceran yang dilakukan adalah pengenceran
bertingkat. Menurut Buckle (2007) yang menyatakan bahwa, tujuan pengenceran
bertingkat adalah memperkecil atau mengurangi kepadatan mikroba yang
tersuspensi dalam cairan. Pengenceran untuk media pertumbuhan bakteri pada NA
membutuhkan 4 tabung reaksi. Karena pengenceran dilakukan ditabung 10-1, 10-3,
10-5 dan 10-7. Karena pada tabung reaksi tersebut kepadatan bakteri akan makin
berkurang.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyemprot tangan dan meja
dengan alkohol 70% untuk pengondisian aseptis. Selanjutnya dari tabung pertama
atau 10-1 diambil sebanyak 1 ml menggunakan pipet bulb dan dituangkan pada
tabung reaksi 10-3. Lakukan hal yang sama hingga pengenceran 10 -5. Setelah
sampel dimasukkan ke cawan petri kemudian masukkan media NA menggunakan
metode cawan sebar. Setelah dingin, cawan petri dibalik. Hal ini bertujuan agar
uap tidak menetes pada media.
Sampel yang telah diambil kemudian disuspensikan dalam akuades steril.
Menurut Schlegel (1994) yang menyatakan bahwa, tujuan dari teknik ini pada
prinsipnya adalah melarutkan atau melepaskan mikroba dari substratnya ke dalam
air sehingga lebih mudah penanganannya. Macam-macam preparasi bergantung
kepada bentuk sampel.
Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak
jumlah pengenceran yang dilakukan, semakin sedikit jumlah mikroba. Dimana
suatu saat didapat hanya satu mikroba pada satu tabung. Menurut Suriawiria
(2005) yang menyatakan bahwa, larutan yang digunakan untuk pengenceran harus
memiliki sifat osmotik yang sama dengan keadaan lingkungan asal mikroba untuk
menghindari rusaknya sel, selain itu juga dijaga agar tidak terjadi perbanyakan sel
selama pengenceran.

Tapi untuk kali ini sampel yang ingin di amati digunakan sampel 10 -1,
10 , 10-5 dan 10-7 ini semua dikarenakan perkiraan koloni sampel yang akan kita
-3

amati nanti bisa di hitung pada koloni tersebut. Selain itu, untuk perhitungan
jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara
desimal.
Media yang digunakan dalam praktikum ini yaitu media agar NA (Nutrient
Agar). Menurut Naufalin (2009), media NA banyak mengandung nutrisi yang
cocok ditumbuhi oleh bakteri. Di sini dilakukannya pengenceran ialah untuk
untuk mendapatkan jumlah koloni yang dapat dihitung jika di lakukan dalam
suatu ruang lingkup yang terbatas.
Selanjutnya dari tabung ke lima dan ke enam dituang ke dalam cawan petri
(penanaman atau plating) dengan media agar secara aseptik. Plating atau
penanaman bakteri adalah proses pemindahan bakteri dari medium lama ke
medium baru Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptik atau steril, baik
pada alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya
mikroba yang tidak diinginkan.
Pada data hasil pengamatan didapatkan bahwa pada pengenceran 10 -5
jumlah mikroba yang ditemukan sebanyak 72 bakteri pada medium NA dan 2
bakteri pada medium PDA. Pada pengenceran 10-7 sebanyak 68 bakteri pada
medium NA, sedangkan pada medium PDA tidak ditemukan adanya bakteri yang
tumbuh pada cawan petri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murwani (2015) yang
menyatakan bahwa, semakin banyak dilakukannya pengenceran maka hasil yang
diharapkan akan semakin kecil dan bisa untuk dihitung dan dilihat dengan mata
telanjang.
Untuk tingkat kekeruhan pada pengenceran sampel bakteri sampai
pengenceran 10-7 didapatkan hasil bahwa semakin tinggi pengencerannya maka
akan semakin terlihat bening. Seperti halnya tabung reaksi 10-1 tingkat
kekeruhannya semakin tinggi dibandingkan pengeceran pada tabung reaksi 10-3,
10-5 dan 10-7. Hal ini menandakan penyebaran jumlah bakteri yang ada semakin
berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Schlegel (1994) yang menyatakan
meyatakan bahwa, Sampel yang baik yaitu perkiraan jumlah koloni sampel yang
akan diamati semakin tinggi angka pengencerannya maka jumlah bakteri atau
mikrobanya pun akan semakin sedikit.
Dalam praktikum pengenceran dan penanaman mikroba ini dilakukan
dengan cara metode sebar. Menurut Schlegel (1994), yang menyatakan bahwa,
metode ini sangat sederhana dan tidak membutuhkan keterampilan khusus dalam
melakukannya dan cocok dilakukan oleh pemula.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
          Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa,
pengenceran adalah suatu kegiatan untuk mengencerkan larutan yang bertujuan
memperkecil atau mengurangi kepadatan mikroba yang tersuspensi dalam cairan.
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode cawan sebar dan hasil
yang didapatkan dari pelaksanaan pengenceran bertingkat ditemukan adanya
mikroba pada pengenceran 10-5 medium NA sebanyak 72 koloni dan medium
PDA 2 koloni, pengenceran 10-7 medium NA sebanyak 68 koloni dan pada
medium PDA tidak ditemukan karena terjadi kontaminan.

5.2. Saran
          Adapun saran pada praktikum ini sebaiknya pada praktikum selanjutnya
menggunakan teknik pengenceran seri agar mengetahui perbedaan antar teknik
pengenceran seri dan bertingkat dan teknik mana yang lebih efektif dalam
pengenceran.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle. 2007. Mikrobiologi Terapan. Yogyakarta: UGM.


Cappuccino, J.G dan Sherman, N. 2013. Manual Laboratorium mikrobiologi.
Jakarta: EGC.

Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Gramedia.

Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Melnick, J dan Adelberg. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Murwani, S. 2015. Dasar-Dasar Mikrobiologi Veteriner Edisi Pertama. Malang:


Universitas Brawijaya Press.

Naufalin, R. 2009. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Erlangga.

Pelczar, M.J dan Chan E.C.S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI


Press.

Schlegel, H.G. 1994. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada


Press.

Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Anda mungkin juga menyukai