KABUPATEN KLATEN
Disusun Oleh :
2
1. 3 Ruang Lingkup Outlineplan
Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah perencanaan dalam kegiatan Penyusunan Masterplan
Pengelolahan Air Limbah Kabupaten Klaten ini meliputi wilayah
administrasi di Kabupaten Klaten yang terletak di Koordinat 7°32’19”
- 7°48’33” Lintang Selatan, 110°26’14” - 110°47’51” Bujur Timur dan
luas keseluruhan dari Kabupaten Klaten 655,56 km² dengan terdiri dari
26 Kecamatan. Kondisi permukaan tanah bergelombang, dikarenakan
lokasi Kabupaten Klaten terletak diantara Gunung merapi dan
Pegunungan Seribu dengan ketinggian 75-160 m diatas permukaan laut
yang terbagi menjadi wilayah lereng Gunung Merapi di bagian utara
areal miring, wilayah datar dan wilayah berbukit di bagian selatan.
Keadaan iklim Kabupaten Klaten termasuk iklim tropis dengan musim
hujan dan kemarau silih beganti sepanjang tahun, temperature udara
rata-rata 28°-30° Celcius dengan kecepatan angin rata-rata sekitar 153
mm setiap bulannya.
Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan dalam penyusunan Masterplan
Pengolahan Air Limbah Kabupaten Klaten yaitu:
a) Melakukan kajian terhadap studi yang ada mengenai Air Limbah
Kabupaten Klaten
b) Melakukan pemetaan terhadap pengelolaan air limbah di Kabupaten
Klaten
c) Melakukan dengan kelompok perumusan tujuan dan kebijakan
pengolahan air limbah berdasarkan visi dan misi Kabupaten Klaten
yang sedang atau telah disusun dan ditetapkan
d) Melakukan dengan kelompok untuk menghasilkan rumusan strategi
dalam program jangka panjang, menengah dan termasuk skema
pendanaan dalam pengelolaan air limbah
3
e) Melakukan dengan kelompok dalam menganalisis korelasi strategi
pengelolaan air limbah dan kebutuhan infrastruktur dalam skema
manajemen pembangunan Kabupaten
f) Melakukan dengan kelompok dalam menganalisis konsekuensi
penerapan strategi terhadap penyusunan program pengelolaan air
limbah
g) Merumuskan program (dalam skala tingkat Kabupaten) ka sebagai
arahan investasi pengelolaan air limbah jangka pendek, menengah
dan panjang
h) Menganalisis bersama kelompok dalam dampak penerapan program
pengelolaan air limbah
i) Dan yang terakhir bersama kelompok menyusun dokumen Laporan
Akhir mengenai Penyusunan Pengelolaan Air Limbah di Kabupaten
Klaten.
1. 4 Landasan Hukum
Pengelolahan Air Limbah
Berikut adalah beberapa peraturan perundangan yang
melandasi pengelolaan air limbah di Indonesia, diantaranya :
a. Undang – undang nomor 32 tahun 2009 tentang Pelindungan dan
pengelolaan Lingkungan Hidup.
b. Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
c. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 37 tahun 2003
tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan
Pengambilan Contoh Air Permukaan.
d. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 110 tahun 2003
tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemar Air
pada Sumber Air.
e. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 111 tahun 2003
4
tentang Pedomn Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta
Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber
Air.
f. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
g. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 52 tahun 1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
h. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 58 tahun 1995
tentang Baku mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Rumah Sakit.
i. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 1999
tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan.
j. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 11 tahun 2006
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup.
k. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 86 tahun 2002
tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup.
l. Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
m. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 16/PRT/M/2008 tentang
Kebijakan Strategis Air Limbah.
Pemerintah
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintah Daerah.
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
Tentang Sumber Daya Air
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan
Daerah.
5
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2006
Tentang Kesehatan
e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-
2025
f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang.
g. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
h. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010
tentang Perumahan dan Permukiman
i. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air.
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Klaten
a. Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 7 Tahun 2009
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Kabupaten Klaten Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah
Kabupaten Klaten Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Klaten Nomor…)
b. Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 5 Tahun 2011
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kabupaten Klaten Tahun 2010-2015 (Lembaran Daerah
Kabupaten Klaten Tahun 2011 Nomor 8)
c. Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 11 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kabupaten Klaten
Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Klaten Tahun
2011 Nomor 11, Tambahan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 66)
6
Dokumen-Dokumen Yang Terkait
Adapun dokumen yang terkait dalam penyusunan Sistem
Pengelolahan Air Limbah:
a. Rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (Rancangan Akhir RPJMD) Kabupaten Klaten
Tahun 2016-2021.
RPJMD Kabupaten Klaten Tahun 2016-2021 merupakan
penjabaran visi, misi dan program Kepala Daerah yang
penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD), dan memperhatikan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), memuat
beberapa hal : (1) arah kebijakan keuangan daerah; (2) strategi
pembangunan daerah, rencana kerja dalam kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
b. Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK)
Strategi Sanitasi pada dasarnya bukan tujuan, akan tetapi
sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut yakni pada
pembangunan sektor sanitasi. Oleh karena itu, SSK disusun
secara Komprehensif, skala kab/Kabupaten, disusun dengan
proses perpaduan top down dan bottom up yang berfungsi
sebagai dokumen sumber (source document). Dengan posisi
demikian, maka SSK perlu diinternalisasikan ke dalam dokumen
perencanaan dan penganggaran formal kab/Kabupaten, dengan
melakukan advokasi ringkasan SSK, pada waktu, dan pada pihak
kunci (aktor) yang tepat.
c. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Klaten
Nomor 11 Tahun 2011-2031
7
Sebagai pedoman untuk mengarahkan pembangunan di
Kabupaten Klaten yang berdaya guna, berhasil guna, serasi
selaras, seimbang dan berkelanjutan serta dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan menyesuaikan
sesuai kebutuhan masyarakat Kabupaten Klaten dengan
tantangan pembangunan wilayah sehingga perlu unutk
disesuaikan dengan adanya RTRW sebagai penunjang
pembangunan dan penataan sector ruang dan wilayah dalam
daerha Kabupaten Klaten.
1. 5 Output
Output atau hasil dari Masterplan ini adalah adanya program atau
kegiatan pembangunan sistem pengelolaan air limbah di Kabupaten Klaten
dalam masa perencanaan yang telah ditentukan. Dan dapat menjadi dasar
pedoman atau refrensi dalam rencana pengelolaan dan pengembangan sistem
pengelolaan air limbah kedepan. Sehingga dapat menghasilkan suatu indikasi
pembiayaan kegiatan pembangunan sistem pengelolaan air limbah di
Kabupaten Klaten .
1. 6 Sistematika Pelaporan
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KRITERIA DAN PENYUSUNAN
BAB III DESKRIPSI DAN DAERAH PERENCANAAN
BAB IV ANALISIS KONDISI PENGELOLAHAN SISTEM
PENGELOLAAN AIR LIMBAH
BAB V STRATEGI PENGEMBANGAN PENGELOLAHAN AIR
LIMBAH
BAB VI RENCANA PROGRAM TAHAPAN PELAKSAAN
KEGIATAN PRESENTASI
8
1. 7 Waktu Pelaksanaan
Waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian pembangunan sistem
pengolahan air limbah kabupaten Klaten sesuai dengan periode perencanaan
yaitu 4-5 tahun.
9
BAB II
KONSEP DAN KRITERIA PENYUSUNAN OUTLINE PLAN
10
daerah Kabupaten Klaten dalam kurun waktu 1 (satu) tahun anggaran
dalam periode perencanaan.
2.1.2 Perencanaan Jangka Menengah
Perencanaan jangka menengah biasanya dirancang untuk 5 tahun.
RPJMD Kabupaten Klaten merupakan penjabaran visi, misi dan
program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana
Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah dan memperhatikan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang
memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan
daerah, rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif. Perencanaan jangka menengah ini
dilakukan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun anggaran dalam periode
perencanaan.
2.1.3 Perencanaan Jangka Panjang
Perencanaan jangka panjang biasanya dirancang dengan jangka
waktu 10, 20, atau 25 tahun. RPJPD Kabupaten Klaten memuat visi,
misi dan arah pembangunan jangka panjang 20 (dua puluh) tahun,
dengan mengacu kepada RPJPN dan RPJPD Provinsi Jawa Tengah.
RPJPD Kabupaten Klaten disusun dengan berpedoman pada Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Klaten yang merupakan bagian dari Tata
Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah.
11
diterapkan. Kepadatan penduduk juga menjadi faktor dalam
ketersediaan atau tidaknya lahan yang cukup untuk membangun
sistem pengolahan setempat. Tingkat kepadatan penduduk dapat
digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu tingkat kepadatan penduduk
rendah (<100 jiwa/ha), tingkat kepadatan penduduk sedang (100-300
jiwa/ha) dan tingkat kepadatan penduduk tinggi (>300 jiwa/ha).
b. Penyediaan Air Bersih
Penyediaan air bersih sangat penting diperhatikan, karena
kondisi tersedia atau tidaknya air bersih di suatu daerah akan
menentukan dari kelancaran operasi sistem pengolahan air limbah.
c. Keadaan Tanah dan Air Tanah
Faktor Keadaan tanah yang tidak dapat meresapkan air akan
tidak cocok diterapkan pada sistem pembuangan setempat karena
sistem peresapannya tidak akan berjalan dengan baik.
Kondisi air tanah yang dangkal tidak cocok untuk diterapkan
pada sistem pembungan air limbah setempat. Hal ini dikarenakan
kondisi tersebut menyebabkan sistem peresapan tidak akan berjalan
dengan baik. Selain itu, effluent dari sistem pembuangan setempat ini
akan mencemari air tanah dangkal, terutama jika air tanah tersebut
dipergunakan sebagai sumber air minum.
d. Kedalaman Muka Air Tanah
Kedalaman muka air tanah digunakan sebagai kriteria dalam
penetapan sistem pengolahan. Mempertimbangkan kedalaman muka
air tanah untuk menghindari kemungkinan pencemaran air tanah.
Untuk muka air tanah yang lebih kecil dari 2 (dua) meter atau jika air
tanah sudah tercemar, digunakan SPALD-T.
e. Kemiringan Tanah
Kemiringan tanah sangat berpengaruh terhadap sistem
penyaluran air limbah karena harus dialirkan secara gravitasi. Batas
kemiringan air tanah yang ditetapkan yaitu >2%.
12
f. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah sangat mempengaruhi penentuan jenis
sistem pengolahan, khususnya untuk penerapan Sub-sistem
Pengolahan Setempat (cubluk maupun tangki septik dengan bidang
resapan). Untuk mengetahui besar kecilnya permeabilitas tanah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan jenis tanah dan angka infiltrasi
tanah atau berdasarkan tes perkolasi tanah. Permeabilitas yang efektif
yaitu 5 x 10-4 m/detik dengan jenis tanah pasir halus sampai dengan
pasir yang mengandung lempung.
e) Kemampuan Pembiayaan
Kemampuan pembiayaan dapat mempengaruhi pemilihan jenis
SPALD, terutama kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai
pengoperasian dan pemeliharaan SPALD-T.
2.2.2 MCK Komunal
MCK singkatan dari Mandi, Cuci, Kakus adalah salah satu sarana
fasilitas umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk
keperluan mandi, mencuci, dan buang air di lokasi permukiman tertentu
yang dinilai berpenduduk cukup padat dan tingkat kemampuan
ekonomi. MCK komunal atau umum adalah sarana umum yang
digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk mandi, mencuci dan
buang air di lokasi pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan
sedang sampai tinggi (300-500 orang/Ha)
2.2.2.1 Jenis MCK Umum Berdasarkan Fungsi
Jenis MCK Komunal dibagi menjadi 2 (dua) terkait
dengan fungsi pelayanannya :
1. MCK lapangan evakuasi atau penampungan pengungsi
MCK ini berfungsi untuk melayani para pengungsi
yang mengungsi akibat terjadi bencana, sehingga
lokasinya harus berada tidak jauh dari lokasi pengungsian
(dalam radius +/- 50 m dari lapangan evakuasi).
13
Bangunan MCK dibuat Typical untuk kebutuhan 50
orang, dengan pertimbangan disediakan lahan untuk
portable MCK.
2). MCK untuk penyehatan lingkungan pemukiman
MCK ini berfungsi untuk melayani masyarakat
kurang mampu yang tidak memiliki tempat mandi, cuci
dan kakus pribadi, sehingga memiliki kebiasaan yang
dianggap kurang sehat dalam melakukan kebutuhan
mandi, cuci dan buang airnya. Lokasi MCK jenis ini
idealnya harus ditengah para penggunanya atau
pemanfaatnya dengan radius 50 - 100m dari rumah
penduduk dan luas daerah pelayanan maksimum untuk 1
MCK adalah 3 ha.
2.2.2.2 Tujuan MCK Komunal
Tujuan dibangun MCK dengan sistem komunal di
pemukiman padat adalah, sebagai berikut :
1. Untuk mengkomunalkan sarana mandi, cuci, dan kakus
agar limbahnya mudah dikendalikan dan pencemaran
lingkungan dapat dibatasi.
2. memudahkan pengadaan air bersih.
3. melestarikan budaya mandi bersama, seperti di daerah
asal mereka.
4. Kawasan yang padat penduduknya, umumnya luas
rumah di bawah luas hunian baku per jiwa. Hal ini
mengakibatkan sulitnya mencari ruang untuk lokasi
sumur maupun kakus. Kawasan tersebut terutama
dihuni oleh warga masyarakat yang berpenghasilan
rendah, yang cenderung tidak dapat menyisihkan
sebagian pendapatannya untuk membangun kakus atau
kamar mandi sendiri. Apalagi jika mereka belum
14
mendapatkan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan,
yang mempunyai kaitan erat dengan kualitas air tanah.
2.2.2.3 Bilik atau Ruangan MCK
Mendesain bilik/ruang MCK mempertimbangkan
kebiasaan dan budaya masyarakat penggunanya sehingga
perlu dimusyawarahkan. Hal hal tersebut biasanya terkait
dengan antara lain tata letak, pemisahan pengguna laki laki
dan perempuan, jenis jamban dan lain lain. Perlu
dipertimbangkan desain untuk pengguna yang
menggunakan kursi roda (defabel). Untuk kapasitas
pelayanan, semua ruangan dalam satu kesatuan dapat
menampung pelayanan pada waktu (jam-jam) paling sibuk
dan banyaknya ruangan pada setiap satu kesatuan MCK
untuk jumlah pemakai tertentu tercantum dalam Tabel
2.2.2.3 di bawah ini.
Tabel 2.2.2.3 Jumlah Pengguna MCK dan Banyaknya Bilik yang Diperlukan
Jumlah Bilik/Ruang
Jumlah Pemakai
Mandi Cuci Kakus
10 – 20 2 1 2
21 – 40 2 2 2
41 – 80 2 3 4
81 – 100 2 4 4
101 – 120 4 5 4
4 5 6
121 – 160
4 6 6
Sumber: SNI 03-2399-2002
15
2.2.2.4 Kakus atau Jamban
Jamban keluarga didefinisikan suatu bangunan yang
dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia
bagi keluarga disebut kakus.
Untuk blok fasilitas sanitasi toilet dengan sistem
komunal/umum, disarankan bahwa 1 toilet digunakan 25-
50 orang dengan pembagian bilik terpisah antara laki- laki
dan perempuan. Namun untuk daerah dengan kepadatan
tinggi (>1000 jiwa/ hektar) jumlah penduduk yang dapat
dilayani oleh 1 blok toilet adalah 200-500 jiwa. Tipe ideal
toilet untuk fasilitas sanitasi sistem komunal adalah toilet
tuang siram (jamban leher angsa), dengan jumlah air yang
digunakan 15-20 liter/orang/ hari
Jamban dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu :
1. Jamban cubluk (pitprivy) adalah jamban yang tempat
penampungan tinjanya dibangun dibawah tempat
pijakan atau dibawah bangunan jamban. Jenis jamban
ini, kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak terlalu
dalam karena akan mengotori air tanah, kedalamannya
sekitar 1,5-3 meter.
2. Jamban empang (overhung Latrine) adalah jamban yang
dibangun diatas empang, sungai ataupun rawa. Jamban
model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja,
yang biasanya dipakai untuk makanan ikan, ayam.
3. Jamban kimia (chemical toilet) adalah model jamban
yang dibangun ditempat- tempat rekreasi, pada
transportasi seperti kereta api dan pesawat terbang dan
lain-lain. Pada model ini, tinja disenfeksi dengan zat-zat
kimia seperti caustic soda dan pembersihnya dipakai
16
kertas tisue (toilet paper). Jamban kimia ada dua
macam, yaitu:
a. Tipe lemari (commode type). Pada tipe ini terbagi
lagi menjadi ruang-ruang kecil, seperti pada lemari.
b. Tipe tangki (tank type). Pada tipe ini tidak terdapat
pembagian ruangan atau dengan kata lain hanya
terdiri dari satu ruang.
4. Jamban leher angsa (angsa trine) adalah jamban leher
lubang closet berbentuk lengkungan, dengan demikian
air akan terisi gunanya sebagai sumbat sehingga dapat
mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang
kecil. Jamban model ini adalah model terbaik yang
dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.
2.2.3 IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja)
Dalam penerapan SPALD-S, sub-sistem pengolahan setempat
merupakan prasarana yang diterapkan untuk mengolah air limbah
domestik serta menampung lumpur tinja hasil pengolahan air limbah di
lokasi sumber. Lumpur tinja dapat berupa air limbah domestik yang
telah terolah, sebagian terolah atau belum terolah. Lumpur tinja yang
terbentuk dalam unit pengolahan setempat membutuhkan pengolahan
lanjutan di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Pada IPLT,
lumpur tinja yang berasal dari sub-sistem pengolahan setempat akan
diolah melalui proses pengolahan fisik, proses pengolahan biologis
dan/atau pengolahan kimia sehingga aman untuk dilepaskan ke
lingkungan dan/atau dimanfaatkan.
2.2.3.1.1 Karakteristik Lumpur Tinja
Karakteristik lumpur tinja, antara lain ;
1. Nutrien
Nutrien yang terkandung dalam lumpur tinja
berasal dari sisa proses pencernaan makanan manusia.
17
Sisa proses pencernaan makanan manusia yang berupa
feses mengandung 10- 20% Nitrogen, 20-50% Fosfor,
dan 10-20% Potasium, dan yang berupa urin
mengandung 80-90% Nitrogen, 50-65% Fosfor, dan
50-80% Potasium.
2. pH
pH merupakan parameter yang penting dalam
pemeriksaan lumpur tinja yang dapat mempengaruhi
tahapan stabilisasi biologi. pH pada lumpur tinja
umumnya berkisar antara 6,5 – 8 tetapi juga bisa
bervariasi dari 1,5 sampai 12,6. Bila pH lumpur tinja
memiliki nilai di luar kisaran 6 – 9, hal ini dapat
menghambat proses biologi dan produksi gas metana
pada proses anaerob.
3. Padatan
Konsentrasi padatan pada lumpur tinja berasal
dari berbagai materi organik (volatile solid) dan materi
anorganik (fixed solid), yang berbentuk materi
mengapung, mengendap, koloid, dan tersuspensi.
Parameter yang dibutuhkan dalam pengukuran padatan
yang terkandung dalam lumpur tinja terdiri dari total
solid (TS), total solid tersuspensi (TSS) dan total
volatile solid (TVS).
4. BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD merupakan parameter yang
mengindikasikan kandungan senyawa organik yang
dapat terdegradasi secara biologis. Lumpur tinja
umumnya memiliki konsentrasi BOD yang lebih tinggi
dari air limbah domestik.
5. COD (Chemical Oxygen Demand)
18
COD merupakan parameter yang
mengindikasikan kandungan senyawa organik
padalumpur tinja baik yang dapat terdegradasi secara
biologis maupun non biologis.
6. Minyak dan lemak
Lumpur tinja dapat mengandung minyak dan
lemak yang berasal dari minyak rumah tangga, daging,
biji-bijian, dan kacang-kacangan. Parameter minyak
dan lemak perlu diperiksa karena minyak dan lemak
dapat menurunkan kemampuan mikroba untuk
mendegradasi senyawa organik. Hal ini disebabkan
minyak dan lemak dapat mengurangi kelarutan,
meningkatkan lapisan scum di tangki pengendapan,
yang dapat menyebabkan masalah dalam tahap
pengoperasian.
7. Pasir dan Kerikil
Pasir dan kerikil dapat meningkatkan potensi
penyumbatan pipa dan pompa. Pasir dan kerikil pada
lumpur tinja bisa berasal dari pasir yang terbawa oleh
penghuni dan pasir yang terbawa saat banjir.
8. Sampah
Sampah banyak ditemukan dalam lumpur tinja
karena keterbatasan informasi mengenai sampah-
sampah yang tidak boleh dibuang ke dalam unit
pengolahan setempat, seperti pembalut, popok bayi,
kayu, plastik kemasan, dan lain-lain. Akumulasi
sampah pada lumpur tinja dapat mengakibatkan
permasalahan dalam kegiatan pengangkutan lumpur
tinja dan pengolahan lumpur tinja. Permasalahan yang
dapat timbul antara lain penyumbatan pada pipa
19
penyedotan lumpur tinja dan gangguan pengolahan di
unit pengolahan lumpur tinja.
9. Patogen
Berikut ini merupakan organisme patogen yang
bisa terkandung dalam lumpur tinja.
a. Bakteri Koliform
Bakteri koliform merupakan bakteri yang
umumnya ditemukan pada saluran pencernaan
manusia. Bakteri koliform umumnya digunakan
menjadi indikator kontaminasi bakteri patogen.
b. Cacing dan Telur Cacing
Telur cacing merupakan salah satu indikator
dalam menentukan efektivitas penyisihan
organisme patogen dalam lumpur tinja. Hal ini juga
terkait dengan ketahanan telur cacing dalam
pengolahan lumpur tinja. Cacing yang umumnya
ada dalam sampel lumpur tinja terdiri dari
nematoda, cestode, dan trematode. Ketiga jenis
cacing ini merupakan parameter yang perlu
dipantau karena dapat menginfeksi manusia.
Cacing Ascaris lumbricoides, merupakan parameter
yang paling umum digunakan sebagai indikator
karena kemampuan telurnya untuk bertahan di
lingkungan. Pengukuran telur cacing di Indonesia
pada sampel air limbah domestik merupakan
parameter yang masih belum umum dilaksanakan
di laboratorium pengujian di Indonesia. Namun
parameter ini merupakan salah satu parameter yang
perlu diuji, walaupun disesuaikan dengan
20
kemampuan laboratorium yang tersedia pada
daerah perencanaan.
Karakteristik lumpur tinja memiliki nilai yang cukup
bervariasi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain:
1. Kondisi pemanfaatan tangki septik ;
Pemanfaatan tangki septik dapat menggunakan
sistem tidak tercampur (sumber hanya dari toilet) atau
sistem tercampur (sumber dari toilet, kamar mandi,
dapur, dan cucian). Selain itu kebiasaan penggunaan
air untuk keperluaan sanitasi pribadi juga dapat
mempengaruhi karakteristik lumpur tinja.
2. Laju dan waktu retensi lumpur tinja dalam unit
pengolahan setempat ;
Laju pengisian unit pengolahan setempat dan
waktu retensi lumpur tinja dapat mempengaruhi
karakteristik lumpur tinja. Hal ini dipengaruhi oleh
volume unit pengolahan setempat, jenis teknologi
pengolahan, kualitas konstruksi unit pengolahan, dan
infiltrasi air limbah ke tanah, atau infiltrasi air tanah
dari luar kedalam unit pengolahan.
3. Metode penyedotan lumpur tinja;
Metode penyedotan lumpur tinja juga
mempengaruhi karakteristik lumpur tinja. Umumnya
lumpur tinja yang terakumulasi pada bagian bawah
unit pengolahan setempat terlalu pekat dan sulit untuk
di sedot dengan menggunakan pompa. Beberapa cara
yang umumnya diterapkan di lokasi, antara lain
dengan penambahan air untuk menurunkan kepekatan
lumpur tinja yang terakumulasi, sehingga bisa di sedot
21
dengan menggunakan pompa. Penambahan air atau
pengenceran lumpur tinja tentunya akan
mempengaruhi konsentrasi lumpur tinja.
4. Iklim atau musim;
Iklim atau musim juga dapat mempengaruhi
karakteristik lumpur tinja, terutama faktor suhu dan
kelembaban udara. Selain itu, suhu juga
mempengaruhi efektifitas proses pengolahan biologis
di mana ketika suhu lebih tinggi (termofilik 45-80°C)
pengolahan pada unit pengolahan setempat lebih
optimum bila dibandingkan ketika suhu rendah atau
dingin.
2.2.4 IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
Teknologi pengolahan limbah cair sangat bergantung pada kondisi
limbah cair yang akan diolah. Karakteristik dan aspek hidrolis dari
limbah cair merupakan variabel yang sangat menentukan dalam
pemilihan suatu teknologi pengolahan limbah cair. Karakteristik limbah
domestik mempunyai unsur dominan yaitu zat organik yang dapat dan
mudah terurai secara biologis (biodegradable). Limbah dari WC biasa
disebut dengan “black water” mempunyai beban organik yang lebih
besar dari pada limbah dari cuci, mandi, dan dapur yang biasa disebut
dengan “grey water”.
Pengolahan biologis merupakan pengolahan limbah cair dengan
memanfaatkan metabolisme mikroorganisme (bakteri, fungi, protozoa,
algae) untuk menguraikan kandungan organik dalam limbah. Untuk
suatu jenis limbah tertentu terdapat jenis dan macam mikroorganisme
hidup spesifik, hal ini berhubungan dengan makanan yang terdapat dan
tersedia di dalam air limbah maupun kondisi lingkungannya. Limbah
merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Berdasarkan
kebutuhan oksigen yang diperlukan dalam proses pengolahannya, proses
22
pengolahan biologis dibagi dalam dua klasifikasi, yaitu proses aerobik
dan anaerobik :
1. Pengolahan Aerobik
Pengolahan biologis secara aerobik mutlak membutuhkan
oksigen dalam prosesnya, sehingga bakteri yang bekerja disebut
bakteri aerob. Guna menambah kandungan oksigen yang terdapat di
dalam pengolahan air limbah, maka dilakukan proses penambahan
oksigen yang disebut aerasi dengan menggunakan peralatan/ aerator.
Jumlah pemakaian aerator disesuaikan dengan keadaan beban
pencemar air limbah yang masuk kedalam pengolahan air limbah.
Hal ini berkaitan dengan jumlah oksigen yang harus dimasukkan
untuk proses pengolahan. Sistem pengolahan aerobik ini paling
sering dan berhasil digunakan untuk pengolahan air limbah terutama
di kawasan dengan iklim tropis.
Beberapa contoh jenis sistem pengolahan aerobik ini adalah
Activated Sludge, Trickling Filter, Extended Aeration,Oxidation
Ditch, Rotating Biological Contactor, Aerobic Pond dan sebagainya.
Kelebihan dari penggunaan pengolaha biologis aerobik adalah:
Tidak membutuhkan lahan yang luas dibanding anaerobik untuk
debit limbah yang sama, karena waktu tinggal yang dibutuhkan
untuk mengolah relatif lebih cepat (6 – 24 jam).
Mampu untuk menerima fluktuasi beban organik meskipun tidak
terlalu besar (fluktuasi beban yang mampu diterima terbatas).
Pemecahan masalah dalam pengoperasiannya lebih mudah
dibanding dengan sistem anaerobik.
Tingkat efisiensi pengolahan cukup tinggi untuk limbah organik
dengan konsentrasi kecil sampai medium.
Tidak menimbulkan bau jika dalam prosesnya berjalan dengan
baik.
23
Kelemahan dari penggunaan pengolahan biologis aerobik
adalah :
Membutuhkan energi relatif lebih besar karena adanya
penambahan oksigen dengan proses aerasi.
Pada pengolahan aerobik konvensional menghasilkan lumpur yang
cukup besar dari proses pengolahannya, karena fase pertumbuhan
biomass cukup besar.
Pada jenis pengolahan limbah aerobik konvensional membutuhkan
pengolahn lumpur, karena lumpur yang dihasilkan relatif tidak
stabil.
Membutuhkan bangunan tambahan untuk memisahkan lumpur
dengan air hasil olahan sebelum dibuang.
Lebih tidak tahan terhadap shock loading yang terlalu besar.
2. Pengolahan Anaerobik
Pengolahan biologis anaerobik merupakan pengolahan limbah
yang dalam prosesnya mutlak tidak membutuhkan keberadaan
oksigen sebagai syarat dapat hidupnya bakteri, sehingga bakteri yang
bekerja disebut bakteri anaerob.
Beberapa contoh jenis sistem pengolahan anearobik ini adalah
Anaerobic Contact Process, Upflow Anaerobic Sludge Blanket
(UASB), Anaerobic Baffle Reactor (ABR), Septic Tank.
Kelebihan dari penggunaan pengolahan biologis anaerobik
adalah :
Lumpur yang dihasilkan dari proses pengolahan relatif sedikit dan
lumpur yang dihasilkan relatif stabil dibanding dengan pengolahan
aerobik konvensional, sehingga tidak membutuhkan pengolahan
lumpur lagi misalnya seperti sludge digester.
Dapat dihasilkan energi berupa gas methan, namun akan berfungsi
efektif jika debit limbah cukup besar dan kandungan organik
cukup tinggi.
24
Tahan terhadap flutuasi beban limbah yang besar, sebab debit
aliran yang masuk relatif kecil dibanding dengan dimensi
bangunan, yang disebabkan waktu tinggal yang lama. Sehingga
proses anaerobik ini cocok sebagi pengolahan biologis awal untuk
limbah dengan kandungan organik cukup tinggi sebelum diolah
dalam pengolahan aerobik, yaitu dengan memanfaatkan proses
penyerdehanaan rantai organik yang terjadi di proses anaerobik.
Pada beberapa pengolahan dengan beban yang tidak terlalu besar
dapat di desain dengan konsep free maintenance dan low energy
cost.
Kelemahan dari penggunaan pengolahan biologis anaerobik
adalah :
Membutuhkan waktu tinggal yang lama untuk dapat menguraikan
limbah yang masuk, karena adanya tiga fase pengolahan yaitu
hidrolisis, asidifikasi dan methanogenesis, untuk sistem
pengolahan anaerobik konvensional waktu tinggal yang
dibutuhkan antara 30 sampai 60 hari, sedangkan untuk sistem
anaerobik yang high rate ±15 hari. Namun saat ini telah banyak
dikembangkan sistem pengolahan anaerobik dengan
meminimalkan waktu tinggal sehingga dimensi tidak terlalu besar
(Tchobanoglous, 1995).
Perlu menjaga agar dalam reaktor tidak ada oksigen terlarut dan
pH harus dalam range 6.6 -7.6, serta alkalinitas yang cukup agar
pH tidak turun drastis setelah proses asifikasi, sebab dalam sistem
ini bekerja dua bakteri yang saling berlawan, dimana salah satu
bakteri menghasilkan asam (asidifikasi) sedangkan bakteri
methanogenesis membutuhkan pH netral untuk dapat hidup.
Perlu mengkondisikan dan menjaga suhu reaktor pada kondisi
minimal suhu mesophilic (30 – 380 C) agar bakteri dapat bekerja
dengan baik.
25
Untuk menyalurkan Air Limbah dari rumah - rumah warga ke
IPAL, maka diperlukan pipa. Macam-macam pipa, yaitu :
Pipa retikulasi Terdiri dari :
- Pipa lateral berfungsi sebagai saluran pengumpul air limbah
domestik dari sistem Pelayanan ke pipa servis.
- Pipa servis berfungsi sebagai saluran pengumpul air limbah
domestik dari pipa lateral ke pipa induk.
Pipa induk
Pipa induk berfungsi untuk mengumpulkan air
limbah domestik dari pipa retikulasi dan
menyalurkan ke sistem pengolahan terpusat.
Pipa prasarana dan sarana pelengkap
Pipa prasarana dan sarana pelengkap berfungsi
untuk mendukung penyaluran air limbah domestik
dari sumber sistem pengolahan terpusat , antara
lain:
- Lubang kontrol (manhole)
- Bangunan penggelontor
- Terminal pembersihan (clean out)
- Pipa perlintasan (siphon)
- Stasiun pompa
2.2.5 Cakupan dan Jenis Opsi Pelayanan
Jenis opsi pelayanan ada dua macam sistem pengelolaan air limbah
domestik/permukiman yaitu:
Sanitasi sistem setempat atau dikenal dengan sistem sanitasi on-site
yaitu sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam
persil atau batas tanah yang dimiliki, fasilitas ini merupakan fasilitas
sanitasi individual seperti septik tank atau cubluk.
Sanitasi sistem terpusat atau dikenal dengan istilah sistem off-site
atau system sewerage, yaitu sistem dimana fasilitas pengolahan air
26
limbah berada diluar persil atau dipisahkan dengan batas jarak atau
tanah yang menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah
dari rumah-rumah secara bersamaan dan kemudian dialirkan ke
IPAL.
A. Sistem Setempat atau On-Site
27
4. Instalasi pengolahan lumpur tinja minimal untuk melayani
penduduk urban > 50.000 jiwa atau bergabung dengan kawasan
urban lainnya.
a. Sistem Cubluk
Cubluk adalah suatu lubang yang digali pada kedalaman
tertentu, berdinding yang berlubang-lubang yang dilengkapi
dengan lapisan kerikil digunakan untuk menampung tinja. Cubluk
berfungsi sebagai lubang penampungan sekaligus tempat
peresapan. Sistem cubluk akan cocok di daerah:
1. Kepadatan penduduk >150 jiwa/ha
2. Hanya cocok untuk model jamban keluarga
3. Sifat tanah permeabel
4. Sarana air bersih yang minimal 10 l/orang/hari
5. Kedalaman air tanah >1,5 meter
6. Tersedia lahan ( untuk cubluk kembar)
b. Tangki Septik
Septic tank (tangki septik) adalah suatu bak berbentuk empat
persegi panjang yang biasanya terletak di bawah muka tanah dan
menerima atau menampung kotoran dan air penggelontor yang
berasal dari toilet glontor, termasuk juga segala buangan limbah
rumah tangga. Persyaratan perencanaan tangki septik, yaitu :
1. Rata-rata lumpur terkumpul : 40 l/orang/thn
2. Waktu pengurasan : 2 - 3 tahun
3. Air limbah yang dihasilkan : 10 l/orang/hari
4. Daya resap tanah : permeabel
B. Sistem Terpusat atau Off-site
28
Gambar 2.2.5.2 Sistem Pengolahan Off-Site
29
Di daerah pemukiman baru dimana mereka mampu membiayai
sewerage dan sebaiknya dilengkapi dengan IPAL.
Untuk daerah yang kemiringannya 1% perlu diselidiki adanya
kemungkinan untuk mengembangkan saluran drainase yang
ada dan menggunakannya sebagai sewerage gabungan.
30
2. Shallow Sewer (SS)
Shallow sewer merupakan sewerage kecil yang dipasang
dangkal dengan kemiringan yang lebih landai dibandingkan
sewerage konvensional. Shallow sewer sangat tergantung pada
pembilasan air buangan untuk mengangkut air buangan padat jika
dibandingkan dengan cara konvensional yang mengandalkan
kecepatan untuk membersihkan sendiri (self cleansing velocity).
Shallow sewer lebih mudah dibandingkan sewerage konvensional.
Shallow sewer akan cocok di daerah :
sebagai sewerage sekunder di daerah kampung dengan
kepadatan penduduk tinggi dan jalan lingkungannya kecil
dimana tidak dilewati kendaraan berat dan sebagian besar
penduduk sudah memiliki sambungan air bersih dan jamban
pribadi tanpa pembuangan setempat yang memadai.
Sistem ini cocok ditempatkan pada daerah dengan kemiringan
1%.
3. Small bore sewer (SBS)
Merupakan sistem yang sesuai untuk memperbaiki sistem
sanitasi pada daerah yang mayoritas menggunakan tangki septik.
SBS akan menampung semua air buangan kecuali lumpur (tinja)
dari tangki septik. Walaupun air buangan dari SBS sebagian sudah
diolah di tangki septik, tetapi tetap membutuhkan pengolahan
lebih lanjut untuk memperbaiki kualitas bakteriologi
Sistem ini di desain untuk mengalirkan bagian air buangan
rumah tangga. Pasir, lemak dan benda padat lain yang dapat
menggangu saluran dapat dipisahkan dari aliran pada tangki
interseptor yang dipasang diujung setiap sambungan yang menuju
saluran. Padatan yang terakumulasi pada tangki interseptor
31
diangkat secara periodik. SBS pada umumnya cocok untuk daerah
yang datar dan mempunyai taraf muka air tinggi.
Adapun perbandingan kelebihan dan kekurangan dari kedua sistem
tersebut, dapat dilihat pada Tabel 2.2.5
Tabel 2.2.5 Perbandingan Sistem On-site dan Sistem Off-site
Sistem On-site
Kelebihan Kekurangan
Menggunakan teknologi sederhana Tidak dapat diterapkan pada semua daerah
misalnya tergantung permeabilitas tanah,
tingkat kepadatan dan lain-lain.
Memerlukan biaya yang rendah Fungsi terbatas pada buangan kotoran
manusia dan Tidak menerima limbah
kamar mandi dan air limbah bekas mencuci
Masyarakat dan tiap-tiap keluarga Operasi dan pemeliharaan sulit
dapat menyediakannya sendiri dilaksanakan
Pengoperasian dan pemeliharaan
oleh Masyarakat
Manfaat dapat dirasakan secara
langsung
Sistem Off-site
Kelebihan Kekurangan
Menyediakan pelayanan yang terbaik Memerlukan biaya investasi, operasi dan
pemeliharaan yang tinggi
dapat menampung semua air limbah Waktu yang lama dalam perencanaan dan
pelaksanaan
32
Memerlukan pengelolaan, operasi dan
pemeliharaan yang baik
33
organisasi mungkin saja memiliki mengingat banyaknya
pengelola jumlah personil yang lebih system
banyak
6 Penyaluran air Membutuhkan Tidak selalu
limbah sistem pemompaan membutuhkan sistem
mengingat wilayah pemompaan
layanan yang luas
Sumber : Prosedur Teknis : Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat
34
(tersier) dan perpipaan (tersier) dan perpipaan
pengumpul (collector pipe) pengumpul (collector pipe)
dan perpipaan pembawa
(main sewer)
Bak control Manhole (lubang kontrol)
Instalasi pengolahan
Bangunan pengendali
35
negara secara minimal. Pemerintah daerah kabupaten/kota
menyelenggarakan pelayanan dasar bidang pkerjaan umum dan
penataan ruang harus mengacu pada ketentuan SPM tersebut.
2.3.2 Definisi Operasional
Kriteria tingkat pelayanan adalah bahwa sebuah kabupaten/kota
dengan jumlah masyarakat minimal 50.000 jiwa yang telah memiliki
tangki septik (sesuai dengan standar teknis berlaku) diharapkan
memiliki sebuah IPLT yang memiliki kualitas efluent air limbah
domestik tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah
ditetapkan.
Nilai SPM tingkat pelayanan adalah jumlah masyarakat yang
dilayani dinyatakan dalam persentase jumlah masyarakat yang memiliki
tangki septik pada tahun akhir SPM terhadap jumlah total masyarakat
yang memiliki tangki septik di seluruh kabupaten/kota.
Kriteria ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah
adalah bahwa pada kepadatan penduduk > 300 jiwa/ha diharapkan
memiliki sebuah sistem jaringan dan pengolahan air limbah terpusat
dengan kualitas efluen instalasi pengolahan air limbah tidak melampaui
baku mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan.
Nilai SPM ketersediaan sistem jaringan dan pengolahan air limbah
adalah nilai tingkat pelayanan sistem jaringan dan pengolahan air
limbah dinyatakan dalam persentase jumlah masyarakat yang terlayani
sistem jaringan dan pengolahan air limbah terpusat pada tahun akhir
SPM terhadap jumlah total penduduk di seluruh kabupaten/kota
tersebut.
2.3.3 Ruang Lingkup
Sasaran penyediaan sanitasi air limbah permukiman adalah
meningkatnya kualitas layanan sistem air limbah permukiman Indikator
Kualitas Layanan sistem air limbah antara lain :
36
1. Persentase penduduk yang terlayani sistem air limbah setempat yang
memadai
2. Persentase penduduk yang terlayani sistem air limbah terpusat.
2.3.4 Target Capaian
SPM pengelolaan air limbah permukiman yang memadai adalah
jumlah penduduk yang terlayani sistem pengelolaan air limbah pada
tahun 2020 sebesar 60%.
2.3.5 Upaya Pencapaian
1. Sosialisasi penggunaan tangki septik yang benar kepada masyarakat,
sesuai dengan standar teknis yang berlaku
2. Sosialisasi pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang
benar kepada seluruh stakeholder, sesuai dengan standar teknis yang
berlaku
3. Sosialisasi penyambungan Sambungan Rumah ke sistem jaringan air
limbah.
2.3.6 Referensi
1. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai
4. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum PU No. 16/PRT/M/2008
Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem
Pengelolaan Air Limbah Permukiman.
Tabel 2.3 Standar Pelayanan Minimal Bidang PUPR Sub Bidang Cipta Karya
37
(Sumber : PERMEN PUPR No. 01/PRT/M/2014)
Alternatif badan air penerima hasil air Batas wilayah studi, wilayah proyek,
limbah yang dikelola dan wilayah pelayanan
38
2.5 Keterpaduan Perencanaan Dengan Sektor Lain
2.5.1 Air Minum
Penyediaan air minum di Kabupaten Klaten menggunakan air
PDAM, air tanah dan air permukaan (sungai atau danau)
2.5.2 Drainase
Sistem drainase di Kabupaten Klaten pada dasarnya memenuhi
syarat, akan tetapi beberapa lokasi sistem drainasenya tidak memenuhi
syarat seperti besaran ukuran, kedalaman dll. Selain itu, jaringan
drainase utama yang berupa sungai tertutup oleh timbunan dampah dan
permukiman di tepi sungai yang terkesan kumuh, akibatnya jaringan
drainase utama tidak dapat berfungsi secara baik dalam mengalirkan air.
Kondisi drainase yang ada banyak yang tidak berfungsi dengan baik
dalam mengalirkan air ke badan air (sungai), rusak dan mengalami
pendakalan akibat sedimentasi lumpur dan sampah
Selain itu, sistem drainase yang ada arah pembuangannya banyak
tidak beraturan, ada yang membuang langsung ke sungai dan atau ke
lahan-lahan kosong di sekitarnya. Hal ini merupakan salah satu
penyebab sering terjadinya banjir yang menggenangi daerah
permukiman, jalan dan sarana/prasarana umum lainnya di Kabupaten
Klaten.
2.5.3 Air Limbah
Pengelolaan air limbah domestik menggunakan sistem onsite
(setempat) atau dengan menggunakan tangki septik namun masih ada
juga masyarakat yang melakukan buang air besar sembarangan (BABS)
misalnya disungai dan kebun. Untuk limbah rumah tangga masih
banyak yang membuang ke saluran drainase, jadi belum ada saluran air
limbah secara khusus. Pengelolaan air limbah domestik masih belum
maksimal dalam penanganannya. Hal ini terlihat dari tingginya angka
BABS, jamban tidak layak, ketersediaan truk tinja minim dan IPLT
belum optimal , serta belum ada peraturan tingkat kabupaten yang
39
mengatur tentang pembuangan air limbah domestik masyarakat
termasuk standar pembuatan tangki septik. Saat ini Kabupaten Klaten
telah memiliki Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di Jomboran.
Karena IPLT Kabupaten Klaten masih belum optimal masyarakat
cenderung mengandalkan pembuangan melalui resapan tanah maupun
ke IPLT kota lain melalui jasa penyedot tinja yaitu Kota Klaten
khususnya wilayah yang berbatasan langsung yaitu kota Surakarta dan
Yogyakarta
2.5.4 Sarana Transportasi
Sarana transportasi di Kabupaten Klaten menggunakan sarana
transportasi darat, transportasi perkeretaapian. Transpotasi darat yang
prasarana jalan yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
40
BAB III
DESKRIPSI DAERAH PERENCANAAN
41
Gambar 3.1.1 Peta Administratif Kabupaten Klaten
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Klaten.
Jumlah kecamatan dan desa atau kelurahan di Kabupaten Klaten serta
luas wilayah administrasi dan wilayah terbangun dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Tabel 3.1.1 Pembagian Wilayah Administrasi dan Luas Wilayah per Kecamatan
Jumlah Luas Wilayah
No. Kecamatan
Desa/Kelurahan (Ha) % thd Total
1 Bayat 18 4.236 23
2 Cawas 20 3.620 1
3 Ceper 18 2.575 14
4 Delanggu 16 2.003 12
5 Gantiwarno 16 2.663 16
6 Jatinim 18 3.663 20
7 Jogonalan 18 2.708 15
8 Juwiring 19 3.097 16
9 Kalikotes 7 1.395 19
10 Karanganom 19 2.561 13
11 Karangdowo 19 3.077 16
12 Karangnongko 14 2.975 21
13 Kebonarum 7 1.036 14
14 Kemalang 13 5.881 45
15 Klaten Selatan 12 1.525 12
16 Klaten tengah 9 955 10
17 Klaten Utara 8 1.119 13
18 Manisrenggo 16 3.098 16
19 Ngawen 13 1.815 21
20 Pedan 14 2.000 14
21 Polanharjo 18 2.546 14
22 Prambanan 16 2.601 16
23 Trucuk 18 3.471 19
24 Tulung 18 3.435 19
25 Wedi 19 2.636 13
26 Wonosari 18 3.330 1
JUMLAH 401 70.022 100
Sumber: Bappeda Kabupaten Klaten,2017
3.1.2 Tata Ruang Wilayah
Penggunaan lahan di Kabupaten Klaten terbagi atas penggunaan
lahan untuk area pertanian dan lahan untuk area non pertanian. Lahan
42
pertanian terbagi atas lahan sawah, lahan non sawah atau pertanian
lahan kering serta kolam/empang. Sedangkan lahan pertanian yaitu
berupa area permukiman, sarana dan prasaranan, jasa dan industri.
Berdasarkan Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten
Klaten, penggunaan lahannya di dominasi oleh area permukiman dan
persawahan. Pola Permukiman di Kabupaten Klaten memiliki pola yang
menyebar di seluruh wilayah Kabupaten.
43
Tabel 3.1.2 Luas Penggunaan Lahan (Ha) menurut Kecamatan di Kabupaten
Klaten Tahun 2016
44
permukiman perkotaan, perdagangan dan jasa, industri, pendidikan,
kesehatan, perhubungan, dan peribadatan, meliputi:
Kecamatan Klaten Selatan;
Kecamatan Klaten Tengah; dan
Kecamatan Klaten Utara.
2. PKL dengan fungsi pengembangan sebagai kawasan perdagangan
dan jasa, permukiman perkotaan, pariwisata, pertanian, industri,
pelayanan perekonomian dan sosial untuk skala regional, pendidikan,
kesehatan, perhubungan, dan peribadatan, meliputi:
Kecamatan Delanggu; dan
Kecamatan Prambanan.
3. PKLp dengan fungsi pengembangan sebagai kawasan perdagangan
dan jasa, permukiman perkotaan, pariwisata, pertanian, industri,
pelayanan perekonomian dan sosial untuk skala lokal, pendidikan,
kesehatan, perhubungan, dan peribadatan, meliputi:
Kecamatan Jatinom;
Kecamatan Pedan; dan
Kecamatan Wedi.
4. PPK dengan fungsi pengembangan sebagai kawasan pusat pelayanan
skala antar kecamatan, pendidikan, kesehatan, peribadatan,
perdagangan dan jasa, pertanian, perekonomian dan sosial untuk
skala local meliputi:
45
Kecamatan Bayat; Karangdowo;
Kecamatan Cawas; Kecamatan Karangnongo;
Kecamatan Ceper; Kecamatan Kebonarum;
Kecamatan Kecamatan Kemalang;
Gantiwarno; Kecamatan Manisrenggo;
Kecamatan Jogonalan; Kecamatan Ngawen;
Kecamatan Juwiring; Kecamatan Polanharjo;
Kecamatan Kalikotes; Kecamatan Trucuk;
Kecamatan Kecamatan Tulung; dan
Karanganom; Kecamatan Wonosari.
Kecamatan
46
3.1.3 Demografi
Dalam penyusunan Masterplan Pengelolaan Air Limbah
Kabupaten Klaten, data kependudukan merupakan data pokok yang
dibutuhkan untuk perencanaan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan,
mengingat setiap aspek perencanaan pembangunan memerlukan data
penduduk karena penduduk merupakan subjek sekaligus objek dari
pembangunan.
Jumlah penduduk pada tahun 2015 sebanyak 1.158.795 jiwa, naik
sebesar 4.767 jiwa atau 0.41% bila dibandingkan terhadap tahun 2014.
Berikut tabel jumlah penduduk berdasarkan kecamatan dan laju
pertumbuhan di Kabupaten Klaten:
Tabel 3.1.3.1 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan di Kabupaten Klaten
Laju
Penambahan Kepadatan
Pertumbuha
Penduduk Penduduk
Kecamatan 2014 2015 n
(Jiwa ) (jiwa/km2)
(%)
Prambanan 58712 59460 748 1,26 2.434
Gantiwarno 49631 50161 530 1,06 1.956
Wedi 64290 64525 235 0,36 2.647
Bayat 74836 75623 787 1,04 1.918
Cawas 70071 70118 47 0,07 2.034
Trucuk 87526 87121 -405 -0,46 2.577
Kalikotes 23861 23913 52 0,22 1.842
Kebonarum 68260 69157 897 1,30 7.152
Jogonalan 48084 48689 605 1,24 1.824
Manisrenggo 42082 42466 384 0,90 1.575
Karangnongko 73735 74681 946 1,27 2.793
Ngawen 54507 55013 506 0,92 3.242
Ceper 53060 53201 141 0,27 2.176
Pedan 68271 68651 380 0,55 3.581
Karangdowo 70626 71171 545 0,77 2.435
Juwiring 49739 49868 129 0,26 1.674
Wonosari 48610 48641 31 0,06 1.562
Delanggu 52034 52404 370 0,71 2.790
Polanharjo 62049 62614 565 0,90 2.626
47
Karanganom 66804 67867 1063 1,57 2.821
Tulung 41905 42428 523 1,23 1.326
Jatinom 51388 51517 129 0,25 1.450
Kemalang 41052 41502 450 1,08 803
Klaten Selatan 50804 51372 568 1,11 3.560
Klaten Tengah 47245 47700 455 0,95 5.348
Klaten Utara 50070 50408 338 0,67 4.856
Jumlah 1.469.253 1.480.271 11.018 0,75 2.258
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Adapun tabel jumlah penduduk yang telah diproyeksikan 5 Tahun
(2017-2022) di Kabupaten Klaten:
Tabel 3.1.3.2 Jumlah Penduduk yang telah diproyeksikan 5 Tahun (2017-2022)
Jumlah Penduduk
No Nama Kecamatan
48
24 Tulung 59504 59772 60041 60311 60582 60855
25 Wedi 66244 66377 66509 66642 66776 66909
26 Wonosari 77229 77468 77708 77949 78191 78433
TOTAL 1454402 1462642 1470947 1479317 1487752 1531092
Sumber: Instrumen Profil Sanitasi, 2017
Berdasarkan tabel diatas pertumbuhan penduduk di Kabupaten
Klaten meningkat tiap tahunnya, pertumbuhan penduduk ini juga
memiliki korelasi terhadap jumlah kepala keluarga sehingga kepadatan
penduduk pun akan terjadi.
Data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kabupaten Klaten jumlah penduduk Tahun 2018 menurut
regristrasi sebanyak 1.171.411 jiwa dengan rincian sebagai berikut laki-
laki 574.824 jiwa dan perempuan 596.587 jiwa dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 3.1.3.3 Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Kecamatan di Kabupaten
Klaten Tahun 2018
Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
Prambanan 23 868 25 663 50 531
Gantiwarno 17 056 17 693 34 749
Wedi 23 210 24 537 47 747
Bayat 26 164 27 471 53 635
Cawas 24 538 26 186 50 724
Trucuk 35 258 36 000 71 258
Kalikotes 16 755 17 330 34 085
Kebonarum 8 706 9 240 17 946
Jogonalan 27 231 27 879 55 110
Manisrenggo 19 684 20 692 40 376
Karangnongko 15 979 16 714 32 693
Ngawen 20 205 20 520 40 725
Ceper 29 191 29 761 58 952
Pedan 21 142 21 756 42 898
Karangdowo 18 935 19 857 38 792
Juwiring 26 373 27 634 54 007
Wonosari 29 122 30 057 59 179
Delanggu 19 439 20 354 39 793
Polanharjo 17 878 18 819 36 697
Karanganom 20 018 21 022 41 020
49
Tulung 22 458 23 31 45 759
Jatinom 27 161 27 924 55 085
Kemalang 18 200 18 504 36 704
Klaten Selatan 22 238 22 745 44 983
Klaten Tengah 19 465 20 730 40 195
Klaten Utara 23 550 24 218 47 768
Kabupaten Klaten 574 824 596 587 1 171 411
Sumber: Bappeda Kab.Klaten, BPS Kabupaten Klaten Tahun 2018
3.1.4 Prasarana Kota
Sistem jaringan prasarana yang ada di Kabupaten Klaten dibagi
menjadi dua sistem yang terdiri atas sistem prasarana utama dan
prasarana lainnya. Sistem prasarana utama berupa sistem jaringan
trasnportasi yaitu sistem jaringan transportasi darat dan sistem jaringan
perkeretaapian. Dalam sistem jaringan transportasi darat terdapat
jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, berupa terminal.
Sedangkan dalam sistem jaringan perkeretaapian berupa stasiun.
Berikut prasarana kota yang berada di Kabupaten Klaten pada
tahun 2020 dan proyeksi prasarana kota pada tahun 2040:
Tabel 3.1.4 Proyeksi prasarana kota di Kabupaten Klaten
Tahun
Fasilitas
2020 2040
Pendidikan
SD 843 977
SMP 140 185
SMA 35 57
Kesehatan
Rumah Sakit 11 20
Puskesmas 152 159
Peribadatan
Masjid 2701 2708
Mushola 1577 1663
Gereja 212 219
Perniagaan
Pusat Perbelanjaan/pasar 11 18
Koperasi 707 793
50
Rumah Makan 429 450
Warung dan Toko 2993 3079
Rekreasi
Bioskop 0 7
Kolam Renang 11 13
GOR 2 9
Balai Pertemuan 0 7
Gedung Kesenian 0 0
Objek Wisata Buatan 91 98
Objek Wisata Alam 2 2
Industri
Sentra Industri 151 172
Unit Usaha 2312 2333
Transportasi
Terminal Bus 7 14
Sumber: Hasil Perhitungan
3.1.5 Undang-undang Lingkungan
Peraturan-peraturan yang menjadi landasan pengelolaan air limbah
domestik di Kabupaten Klaten sebagai berikut:
1. Peraturan Bupati Klaten Nomor 34 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Pemberian Izin Pembuangan Air Limbah di Kabupaten Klaten
2. Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Klaten.
3.1.6 Kondisi Kelembagaan
Dalam melaksanakan tugas pemerintahan, Bupati Klaten dibantu
oleh seperangkat institusi Pemerintah Daerah yang memiliki tugas dan
fungsi yang berbeda-beda namun terorganisir dan merupakan suatu
kesatuan, dengan rincian Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Bagan
organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Klaten dapat dilihat pada
gambar berikut:
51
Adapun institusi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi terkait
dengan sanitasi adalah:
1. Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah
(BAPPEDA);
2. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR);
3. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperwaskim);
4. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK);
5. Dinas Kesehatan (Dinkes); dan
6. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes).
Kabupaten Klaten belum mempunyai regulasi yang mengatur
pengelolaan air limbah domestik. Berikut adalah struktur organisasi
OPD Pengawasan bidang Air Limbah:
52
Gambar 3.1.6 Bagan OPD DPUPR Kabupaten Klaten yang menangani Air
Limbah Domestik
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, 2017
53
administrasi di Kabupaten Klaten yang terdiri dari 26 Kecamatan, 391
Desa serta 10 Kelurahan, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah)
2. Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo (Jawa Tengah)
3. Sebalah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DIY)
4. Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DIY)
Jarak Kabupaten Klaten dengan kabupaten/kota di eks
Karesidenan Surakarta:
1. Kabupaten Klaten ke Kota Solo 36 Km;
2. Kabupaten Klaten ke Kabupaten Boyolali 38 Km;
3. Kabupaten Klaten ke Kabupaten Sukoharjo 47 Km;
4. Kabupaten Klaten ke Kabupaten Karanganyar 49 Km;
5. Kabupaten Klaten ke Kabupaten Wonogiri 67 Km; dan
6. Kabupaten Klaten ke Kabupaten Sragen 63 Km.
54
m dpl (di atas permukaan laut). Secara geografis terbagi ke dalam 3
(tiga) wilayah, yaitu:
1. Wilayah lereng Gunung Merapi (wilayah bagian utara) yang meliputi
Kecamatan Karangnongko, Kemalang, Jatinom dan Tulung.
2. Wilayah datar (wilayah bagian tengah) yang meliputi wilayah
kecamatan–kecamatan Manisrenggo, Klaten Tengah, Kalikotes,
Klaten Utara, Klaten Selatan, Ngawen, Kebonarum, Wedi,
Jogonalan, Prambanan, Gantiwarno, Delanggu, Wonosari, Juwiring,
Ceper, Pedan, Karangdowo, Trucuk, Cawas, Karanganom,
Polanharjo.
3. Wilayah berbukit/gunung kapur (wilayah bagian selatan) yang hanya
meliputi sebagian Kecamatan Bayat, Cawas dan Gantiwarno.
55
1. Wilayah dengan ketinggian kurang dari 100 m di atas permukaan laut
(dpl) meliputi sebagian dari kecamatan: Juwiring, Karangdowo dan
Cawas.
2. Wilayah dengan ketinggian antara 100 – 200 m dpl meliputi
Kecamatan: Prambanan, Jogonalan, Gantiwarno,Wedi, Bayat, Cawas
(di bagian barat), Trucuk, Kalikotes, Klaten Selatan, Klaten Tengah,
Klaten Utara, Kebonarum (di bagian selatan), Ngawen (di bagian
selatan dan timur), Ceper, Pedan, Karanganom (di bagian timur),
Polanharjo (di bagian timur), Delanggu, Juwiring (di bagian barat)
dan Wonosari (di bagian barat).
3. Wilayah dengan ketinggian antara 200 – 400 m dpl meliputi
Kecamatan: Manisrenggo, Jogonalan (di bagian utara),
Karangnongko, Kebonarum (di bagian utara),Ngawen (di bagian
utara), Jatinom, Karanganom (di bagian barat), Tulung (sebagian
besar) dan Polanharjo (bagian barat).
4. Wilayah dengan ketinggian antara 400 – 1000 m dpl meliputi
Kecamatan: Kemalang (sebagian besar), Manisrenggo (sebagian
besar), Jatinom (sebagian kecil) dan Tulung (sebagian kecil).
5. Wilayah dengan ketinggian 1.000 – 2000 m dpl berada di Kecamatan
Kemalang.
Gambaran luas daerah di Kabupaten Klaten berdasar kecamatan dan
ketinggian dari permukaan laut, selengkapnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.2.2 Luas Daerah di Kabupaten Klaten Berdasar Kecamatan dan
Ketinggian dari Permukaan Laut (dalam Ha dan mdpl)
Luas (Ha) Berdasar Ketinggian (mdpl)
No. 100- 200- 400- 1000- 1500-
Kecamatan 100 2000 Jumlah
200 400 1000 1500 2000
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Prambanan 0 2.168 275 0 0 0 0 2.443
2 Gantiwarno 0 2.564 0 0 0 0 0 2.564
56
3 Wedi 0 2.438 0 0 0 0 0 2.438
4 Bayat 0 3.943 0 0 0 0 0 3.943
5 Cawas 232 1.125 0 0 0 0 0 3.447
6 Trucuk 62 3.319 0 0 0 0 0 3.381
7 Kalikotes 0 1.298 0 0 0 0 0 1.298
8 Kebonarum 0 472 495 0 0 0 0 967
9 Jogonalan 0 2.240 430 0 0 0 0 2.670
10 Manisrenggo 0 20 2.318 358 0 0 0 2.696
11 Karangnongko 0 22 2.224 428 0 0 0 2.674
12 Ngawen 0 816 881 0 0 0 0 1.697
13 Ceper 0 2.445 0 0 0 0 0 2.445
14 Pedan 176 1.741 0 0 0 0 0 1.917
15 Karangdowo 2.828 95 0 0 0 0 0 2.923
16 Juwiring 1.042 1.937 0 0 0 0 0 2.979
17 Wonosari 1.054 2.060 0 0 0 0 0 3.114
18 Delanggu 0 1.878 0 0 0 0 0 1.878
19 Polanharjo 0 2.030 354 0 0 0 0 2.384
20 Karanganom 0 882 1.524 0 0 0 0 2.406
21 Tulung 0 0 2.612 588 0 0 0 3.200
22 Jatinom 0 0 2.948 605 0 0 0 3.553
23 Kemalang 551 0 554 3062 975 325 250 5.166
24 Klaten Selatan 0 1.407 15 0 0 0 0 1.443
25 Klaten Tengah 0 892 0 0 0 0 0 892
26 Klaten Utara 0 1.038 0 0 0 0 0 1.038
Jumlah 5.945 36.830 14.630 5.041 975 325 250 65.556
Sumber: RTRW Kabupaten Klaten 2011-2031
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa wilayah Kabupaten
Klaten sebagian besar berada didataran rendah yang terletak diantara
ketinggian 100-200 meter di atas permukaan laut.
Adapun jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Klaten sebagai
berikut:
1. Litosol
Bahan induk dari skis kristalin dan batu tulis terdapat di daerah
Kecamatan Bayat.
2. Regosol Kelabu
Bahan induk abu dan pasir vulkanik termedier terdapat di
Kecamatan Cawas, Trucuk, Klaten Tengah, Kalikotes, Kebonarum,
Klaten Selatan, Karangnongko, Ngawen, Klaten Utara, Ceper, Pedan,
57
Karangdowo, Juwiring, Wonosari, Delanggu, Polanharjo,
Karanganom, Tulung, dan Jatinom.
3. Grumusol Kelabu Tua
Bahan induk berupa abu dan pasir vulkanik intermedier terdapat
di daerah Kecamatan Bayat, Cawas sebelah selatan.
4. Kompleks Regosol Kelabu dan Kelabu Tua
Bahan induk berupa batu apurnapal terdapat di daerah
Kecamatan Klaten Tengah dan Kalikotes sebelah selatan.
5. Regosol Coklat Kekelabuan
Bahan induk berupa abu dan pasir vulkanik intermedier terdapat
di daerah Kecamatan Kemalang, Manisrenggo, Prambanan,
Jogonalan, Gantiwarno, dan Wedi.
3.2.3 Kondisi Hidrologi
Suplai air tanah maupun air tawar seluruhnya datang dari hujan
yang berasal dari penguapan air laut, yang merupakan bagian dari
proses siklus hidrologi. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada di
Kabupaten Klaten antara lain: Sungai Dengkeng, Sungai Mlese,
Sungai Simping, selain itu terdapat Kali Babadan, Kali Gampar, Kali
Logede, Kali Bagor, Kali Macanan, Kali Bajung, Kali Kahuman, Kali
Dandang, Kali Ngrancah, Kali Soko dan sungai-sungai kecil lainnya.
Umumnya sungai-sungai di Kabupaten Klaten bermuara di Bengawan
Solo. Sungai-sungai di Wilayah Klaten sebagian besar mengalir air
sepanjang tahun, dan air sungai tersebut sebagian besar dipergunakan
untuk irigasi. Berdasarkan data yang terdapat di subdin Pengairan DPU
Kabupaten Klaten volume air sungai tersebut +1.083.198.528 m3.
Adapun pola aliran sungai di Wilayah Kaupaten Klaten dapat di
bedakan menjadi tiga bagian yaitu:
1. Pola Dendritiks
Sungai yang mengalir memanjang yang merupakan induk dari
sungai kecil sebagi cadangannya, meliputi wilayah Wedi,
58
Jogonalan, Prambanan, Kebonarum, Kalikotes, Ngawen,
Karanganom, Polanharjo, Trucuk, Ceper dan Delanggu. Pola aliran
ini jika dilihat dari atas nampak seperti pohon dan cabang-
cabangnya, dan daya erosinya relatif kecil.
2. Pola Sejajar
Terdapat dibagian hilir, pola aliran ini walaupun terbelah-belah
tetapi tidak menyatu, yaitu meliputi daerah Cawas bagian utara,
Karangdowo, Wonosari, dan Juwiring. Pola aliran ini telah sedikit
berubah karena mendekati daerah keseimbangan, dengan tingkat
erosinya ringan.
3. Pola Radial dan Sentrifugal
Sungai-sungai yang mengalir seakan-akan berasal dari satu
titik, pola aliran seperti ini bila dilihat dari atas seperti ruji-ruji
lingkaran. Pola aliran ini menempati daerah perbukitan di Wilayah
Kabupaten Bayat, Kemalang, Tulung, Karangnongko, dan
Manisrenggo. Sungai-sungai tersebut mempunyai daya erosi yang
cukup kuat.
Kabupaten Klaten dilalui 80 sungai dengan berbagai klasifikasi
(ordo) yaitu:
1. 1 (satu) sungai berklasifikasi induk yaitu Bengawan Solo;
2. 1 (satu) sungai berklasifikasi Ordo I yaitu sungai Dengkeng;
3. 24 (dua puluh empat) sungai dengan klasifikasi ordo II; dan
4. 54 (lima puluh empat) sungai dengan Ordo III.
Potensi air lainnya adalah sumber mata air. Terdapat 174 titik
sumber mata air yang tersebar di 20 (dua puluh) Kecamatan. Dimana
sumber air terbanyak terdapat di Kecamatan Tulung (24 lokasi) dan
Manisrenggo (24 lokasi).
59
Gambar 3.2.3 Peta Hidrogeologi Kabupaten Klaten
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Klaten.
60
mana dilihat dari banyaknya jumlah sarana ibadah seperti masjid dan
surau.
Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Klaten dari tahun 2016 –
2019 mengalami peningkatkan secara positif setiap tahunnya yang dapat
dilihat pada laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kabupaten Klaten atas Dasar Harga Konstan 2010 di Provinsi
Jawa Tengah. Gambaran selengkapnya Nilai PDRB atas dasar Harga
Konstan Tahun 2010, di Kabupaten Klaten salama tahun 2016-2019
dapat dilihat sebagaimana Tabel 3.3.1
Tabel 3.3.1 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar
Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah (2015-
2019)
Kabupaten/Kota
2016 2017 2018 2019
Regency/Municipality
1. Cilacap 5.09 2.58 3.05 2.33
2. Banyumas 6.05 6.34 6.45 6.32
3. Purbalingga 4.85 5.37 5.42 5.65
4. Banjarnegara 5.44 5.65 5.67 5.60
5. Kebumen 5.01 5.15 5.52 5.58
6. Purworejo 5.15 5.27 5.38 5.45
7. Wonosobo 5.36 4.14 5.06 5.61
8. Magelang 5.39 5.50 5.28 5.30
9. Boyolali 5.33 5.80 5.72 5.96
10. Klaten 5.17 5.34 5.47 5.57
11. Sukoharjo 5.72 5.76 5.79 5.92
12. Wonogiri 5.25 5.32 5.41 5.14
13. Karanganyar 5.40 5.77 5.98 5.93
14. Sragen 5.77 5.97 5.75 5.90
15. Grobogan 4.51 5.85 5.83 5.37
16. Blora 23.54 5.98 4.41 4.05
17. Rembang 5.28 6.98 5.89 5.20
18. Pati 5.49 5.67 5.72 5.86
19. Kudus 2.54 3.21 3.24 3.10
20. Jepara 5.06 5.39 5.85 6.02
21. Demak 5.09 5.82 5.40 5.36
22. Semarang 5.30 5.65 5.79 5.59
23. Temanggung 5.02 5.03 5.13 5.05
61
24. Kendal 5.56 5.78 5.77 5.69
25. Batang 5.03 5.55 5.72 5.39
26. Pekalongan 5.19 5.44 5.76 5.35
27. Pemalang 5.43 5.61 5.70 5.80
28. Tegal 5.92 5.38 5.51 5.58
29. Brebes 5.11 5.65 5.22 5.86
Kota/Municipality
1. Magelang 5.23 5.42 5.46 5.44
2. Surakarta 5.35 5.70 5.75 5.78
3. Salatiga 5.27 5.58 5.84 5.88
4. Semarang 5.89 6.70 6.52 6.86
5. Pekalongan 5.36 5.32 5.69 5.50
6. Tegal 5.49 5.95 5.87 5.77
Sumber: BPS Kabupaten Klsten
62
3.3.2 Tingkat Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Klaten selama tahun 2011-
2015 cenderung mengalami penurunan walaupun penurunannya relatif
lambat. Jumlah penduduk miskin tahun 2011 sebanyak 203.052 Jiwa
(17,95 %) sedangkan pada tahun 2015 turun menjadi sebanyak 175.480
jiwa (13,46%). Kondisi kemiskinan di Kabupaten Klaten masih di atas
rata-rata Provinsi Jawa Tengah, dan sebagai gambaran dapat dilihat
sebagaimana Gambar 3.3.2
20
16,21 14,98 14,44 13,47
13,58
15 17,95 16,71 15,62 14,58
10 13,46
Prov
5
Kab
0
2011 2012 2013 2014 2015
63
10 Manisrenggo 11,990 6,269 52.29
11 Karangnongko 10,977 4,772 43.47
12 Ngawen 15,356 5,551 36.15
13 Ceper 20,106 7,899 39.29
14 Pedan 13,130 6,124 46.64
15 Karangdowo 14,051 6,808 48.45
16 Juwiring 16,901 8,095 47.90
17 Wonosari 19,188 8,210 42.79
18 Delanggu 11,937 4,846 40.60
19 Polanharjo 12,714 4,548 35.77
20 Karanganom 13,212 6,045 45.75
21 Tulung 14,743 7,296 49.49
22 Jatinom 15,370 8,876 57.75
23 Kemalang 10,496 6,494 61.87
24 Klaten Selatan 10,888 3,077 28.26
25 Klaten Tengah 14,547 2,717 18.68
26 Klaten Utara 11,480 2,908 25.33
Jumlah 369,502 168,543 45.61
Sumber: Basis Data Terpadu Kabupaten Klaten, 2015
64
Angka Partisipasi Sekolah di Kabupaten Klaten Tahun 2011-2017 dapat
dilihat pada Tabel 3.3.3.1
Tabel 3.3.3.1 Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Kabupaten
Klaten Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2011–2017
SD /MI SMP/MTs/SM SMA/SMK/MA/
No Tahun
/SDLB /Paket A PLB/Paket B SMALB/Paket C
1 2011 81,56 65,60 36,29
2 2012 119,63 93,65 57,28
3 2013 88,81 72,67 48,37
4 2014 82,24 86,52 67,33
5 2015 93,83 86,83 51,51
6 2016 103,38 99,58 94,53
7 2017 105,14 93,40 100,58
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten 2017
65
Tabel 3.3.3.2 Sekolah, Murid dan Guru Menurut Kecamatan di Kabupaten
Klaten Tahun 2017
Rata-
Kecamatan Sekolah Murid Guru Rata-
rata Rasio
rata
Guru Murid
Murid
per Terhadap
per
Sekola Guru
Sekolah
h
01 Prambanan 27 1 228 100 45 4 1:12
02 Gantiwarno 24 674 66 28 3 1:10
03 Wedi 30 1 568 111 52 4 1:14
04 Bayat 35 1 379 123 39 4 1:11
05 Cawas 37 1 043 128 28 3 1:8
06 Trucuk 43 1 258 103 29 2 1:12
07 Kalikotes 20 88 51 44 3 1:17
08 Kebonarum 17 519 79 31 5 1:7
09 Jogonalan 37 1 080 95 29 3 1:11
10 Manisrenggo 30 1 224 81 41 3 1:15
11 Karangnongko 28 804 60 29 2 1:13
12 Ngawen 23 664 47 29 2 1:14
13 Ceper 52 983 92 19 2 1:11
14 Pedan 35 1 444 101 41 3 1:14
15 Karangdowo 31 874 63 28 2 1:14
16 Juwiring 41 1 362 109 33 3 1:12
17 Wonosari 44 1 358 124 31 3 1:11
18 Delanggu 30 1 478 117 49 4 1:13
19 Polanharjo 30 810 71 27 2 1:11
20 Karanganom 48 1 646 127 34 3 1:13
21 Tulung 40 1 216 81 30 2 1:15
22 Jatinom 49 1 873 122 38 2 1:15
23 Kemalang 21 754 55 36 3 1:14
24 Klaten Selatan 26 933 83 36 3 1:11
25 Klaten Tengah 36 2 040 139 57 4 1:15
26 Klaten Utara 37 1 653 124 45 3 1:13
Jumlah/Total 2017 871 30 742 2 454 35 3 1:13
2016 936 35 586 2 690 38 3 1:13
2014 909 34 636 2 750 38 3 1:13
2015 905 34 021 2 699 38 3 1:13
2013 904 32 813 2 646 37 3 1:13
66
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa rasio guru dan murid
dari tahun 2013-2017 memiliki rasio yang stabil atau dapat dikatakan
stabil, sedangkan untuk jumlah murid dan guru mengalami penurunan
pada tahun 2017.
3.3.4 Tingkat Kesehatan
Kabupaten Klaten merupakan sebuah Kabupaten dengan jumlah
penduduk yang cukup besar. Guna menjaga kesehatan seluruh
penduduk. Perlu di dukung berbagai fasilitas Kesehatan yang ada.
Berbagai fasilitas Kesehatan ada di Kabupaten Klaten di antaranya
Rumah Sakit, Rumah Sakit Bersalin, Poliklinik, Pusekesmas, Puskesmas
Pembantu dan Apotek. Berikut rincian Sarana Kesehatan secara rinci:
Tabel 3.3.4.1 Jumlah Sarana Kesehatan (Rumah Sakit, Rumah Sakit Bersalin,
dan Poliklinik) di Kabupaten Klaten Periode 2011-2018
Rumah Sakit
Rumah Sakit Poliklinik
Kecamatan Bersalin
201 201 201 201 201
2014 2014 2011 2014
1 8 1 8 8
Prambanan 0 0 0 5 4 0 1 1 5
Gantiwarno 0 0 0 1 0 0 1 2 1
Wedi 0 0 0 5 2 0 2 7 1
Bayat 0 1 0 3 3 4 2 3 3
Cawas 2 3 1 9 2 1 1 2 3
Trucuk 0 0 0 5 4 0 3 3 4
Kalikotes 0 0 0 4 0 0 1 1 1
Kebonarum 0 0 0 4 0 0 1 1 0
Jogonalan 0 0 0 8 3 1 1 2 1
Manisrenggo 1 1 0 1 3 2 0 3 3
Karangnongko 0 0 0 8 0 0 1 0 1
Ngawen 0 0 0 3 0 0 4 0 2
Ceper 0 0 0 1 0 0 1 2 1
Pedan 2 2 2 4 1 0 2 2 3
Karangdowo 0 0 0 12 2 1 2 2 1
67
Juwiring 0 0 0 5 0 0 2 2 3
Wonosari 0 0 0 6 4 1 1 0 6
Delanggu 1 3 1 6 4 0 2 2 4
Polanharjo 0 1 0 5 0 0 4 0 7
Karanganom 0 0 0 2 0 1 0 1 1
Tulung 0 0 0 1 0 0 1 2 2
Jatinom 0 1 1 4 1 0 1 1 0
Kemalang 0 0 0 1 1 0 0 1 2
Klaten Selatan 3 3 3 6 0 0 3 5 6
Klaten Tengah 0 0 1 1 2 0 4 2 3
Klaten Utara 3 3 2 3 3 0 3 5 4
KabupatenKlate
12 18 11 113 39 11 44 52 68
n
Sumber: BPS Kabupaten Klsten
68
Tabel 3.3.4.2 Jumlah Sarana Kesehatan (Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan
Apotek) di Kabupaten Klaten Periode 2011-2018
Puskesmas
Puskesmas Apotek
Kecamatan Pembantu
201 201 201 201 201
2018 2011 2014 2018
1 4 8 1 4
Prambanan 2 2 2 3 3 3 5 5 5
Gantiwarno 1 1 1 3 3 2 1 4 5
Wedi 1 1 1 3 3 3 5 6 8
Bayat 1 0 1 5 6 6 3 3 2
Cawas 2 2 2 4 4 3 2 5 5
Trucuk 2 2 3 4 4 4 3 6 12
Kalikotes 1 1 1 2 2 2 1 2 3
Kebonarum 1 1 1 1 1 1 2 2 3
Jogonalan 2 2 2 2 2 2 5 7 6
Manisrenggo 1 1 2 5 4 4 3 3 6
Karangnongko 1 1 1 3 3 3 2 2 3
Ngawen 1 1 1 3 3 3 2 2 2
Ceper 2 2 2 4 4 3 4 6 5
Pedan 1 1 1 4 4 1 4 3 5
Karangdowo 1 1 1 3 3 3 2 2 1
Juwiring 1 1 1 3 3 3 2 2 5
Wonosari 2 2 2 6 6 5 6 5 5
Delanggu 1 1 1 2 2 2 5 5 4
Polanharjo 1 1 1 4 4 4 0 3 2
Karanganom 1 1 1 5 5 3 0 4 4
Tulung 2 2 3 4 4 4 1 2 2
Jatinom 2 2 2 4 4 2 4 5 3
Kemalang 1 1 2 3 3 3 1 1 2
Klaten Selatan 1 1 2 3 3 3 6 8 8
Klaten Tengah 1 1 1 0 0 0 5 6 5
Klaten Utara 1 1 1 1 1 1 6 6 7
Kabupaten
34 33 39 84 84 73 80 105 118
Klaten
Sumber: BPS Kabupaten Klsten
69
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan saah satu faktor pnentu
dalam tingkat Kesehatan. Kondisi Angka Kematian Ibu di Kabupaten
Klaten dalam kurun waktu tahun 2011-2015 cenderung bersifat
fluktuatif. Penyebab kematian ibu, di samping akibat hipertensi dan
pendarahan, juga disebabkan oleh faktor- faktor non medis. Kondisi ini
menggambarkan derajat kesehatan masyarakat perlu di tingkatkan
terutama di wilayah-wilayah kecamatan dengan kasus kematian ibu
yang tinggi, yang diantaranya adalah kecamatan: Prambanan dan
Jogonalan. Perkembangan angka kematian ibu melahirkan di
Kabupaten Klaten selama tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Gambar
3.3.4.1
25
20
20 22
19
15 15 AKI
10
10
70
di Kabupaten Klaten selama Tahun 2011-2015 dapat disajikan pada
Gambar 3.3.4.2
14
12,94
12 10,77 11,05
10
9,34
8,46
8
71
berhubungan dengan sarana air bersih, cara penyajian makanan, dan
Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
72
meningkatkan akses dasar untuk mengurangi BABS tersebut, termasuk
penyediaan SPALD setempat maupun SPAD Terpusat.
Kabupaten Klaten penyediaan SPADT Perkotaan belum optimal. Untuk
proses pengolahan hulu sampai hilir dimana alur pengelolaan air limbah
menggambarkan 2,3% aman dan 97,7% tidak aman. Hal ini menunjukkan bahwa
masih banyak pengolahan air limbah khususnya lumpur tinja baik dari IPAL
komunal, MCK maupun tangki septik dibuang selain di IPLT.
3.5 Permasalahan Sistem yang dihadapi
Seiring meningkatnya aktivitas pembangunan dengan bertambahnya
penduduk akan memberikan dampak terhadap lingkungan, apabila tidak dikelola
dengan baik maka akan dapat menimbulkan masalah di bidang sanitasi. Hal ini
akan menyebabkan adanya pencemaran lingkungan, menurunnya kualitas
lingkungan dan estetika serta timbulnya penyakit sehingga merugikan
masyarakat di sekitarnya.
Perilaku masyarakat membuang sampah dan limbah rumah tangga ke saluran
drainase, sungai-sungai dan pada tempat-tempat yang bukan peruntukannya ikut
memperburuk kondisi sanitasi di Kabupaten Klaten. Dari semua persoalan
sanitasi di Kabupaten Klaten, penyebab utamanya adalah masih terbatasnya
pengetahuan masyarakat tentang sanitasi yang berakibat kepada kurangnya
kesadaran terhadap pentingnya sanitasi dalam kehidupan. Tidak hanya itu,
kondisi topografi di Kabupaten Klaten juga mempengaruhi, yang mana
Kabupaten Klaten terbagi menjadi 3 (tiga) wilayah yaitu wilayah lereng Gunung
Merapi, Wilayah datar dan Wilayah berbukit yang memiliki ketinggian antara 76–1.600
mdpl.
3.6 Analisis Profil Pelayanan Sistem Pengelolaan Air Limbah
Kondisi sistem pengelolaan air limbah di Kabupaten Klaten pada dasarnya
berupa pelayanan sanitasi sistem setempat (individual) untuk limbah tinja berupa
pengumpulan limbah tinja dari septik tank ke pengolahan akhir. Saat ini
Kabupaten Klaten telah memiliki Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di
Jomboran, namun dalam penyusunan pemuthakiran ini pemanfaatannya belum
73
optimal sehingga dalam perencanaan program dan kegiatan akan disampaikan
lebih lanjut.
Secara umum pengelolaan limbah tinja di Kabupaten Klaten dilaksanakan
sendiri oleh masyarakat secara individual, sedangkan limbah cair langsung ke
saluran drainase. Akan tetapi, kebiasaan ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
sanitasi yang baik sehingga kebiasaan ini harus ditinggalkan.
74
BAB IV
ANALISIS KONDISI SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH
KABUPATEN
4.1 Permasalahan Sistem Pengelolahan Air limbah Yang Dihadapi
4.1.1 Sub Sistem Pengaturan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 111 tahun 2003
tentang Pedomn Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta
Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber
Air.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Pemerintah Kabupaten Klaten telah mempunyai Peraturan
Daerah Kabupaten Klaten No. 11 tahun 2011 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Klaten 2011-2031 retribusi mengenai
penataan ruang wilayah terutama untuk pengolahan air limbah di
Kabupaten Klaten. Adanya Perda Menyangkut Pengelolalaan air
Limbah dan Perda RTRW namun belum diperlakukan secara tepat
pelaksanaanya. Masih banyak bangunan rumah yang tidak
mengikuti aturan
4.1.2 Sub Sistem Kelembagaan
Diperlukan perangkat kebijakan dalam pengelolaan sanitasi,
sehingga dapat digunakan sebagai kerangka acuan dalam
pelaksanaan oleh SKPD atau pemangku kepentingan, dalam
kaitannya dengan hal tersebut di Kabupaten Klaten masih dirasa
kurang dalam hal kebijakan yang terkait dengan sanitasi utamanya
air limbah, oleh karena itu kedepan masih diperlukan kebijakan
yang mengatur tentang air limbah dengan secara terinci dan jelas.
Ada SKPD Pengelolaan Air Limbah dan telah melakukan
kampanye sanitasi namun terdapat keterbatasan SDM dalam
implementasi.
75
4.1.3 Sub Sistem Keuangan
Pengelolaan Keuangan Daerah di Kabupaten Klaten
berpedoman pada Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Dana
Perimbangan, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan.
Berdasarkan ketentuan perundang–undangan tersebut di atas,
Pemerintah Kabupaten Klaten telah menetapkan Peraturan Daerah
Kabupaten Klaten Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pokok – Pokok
Pengelolalaan Keuangan Daerah. Pengelolaan keuangan daerah
yang diatur dalam perda tersebut meliputi : kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan
rancangan APBD, penetapan APBD, pelaksanaan APBD, laporan
Realisasi Semester Pertama dan Perubahan APBD, penatausahaan
keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,
pengendalian Defisit dan Penggunaan Surplus APBD, kekayaan dan
kewajiban, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan
daerah, penyelesaian kerugian daerah, pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) dan pengaturan pengelolaan
keuangan daerah.
4.1.4 Sub Sistem Peran Masyarakat dan Swasta
Dengan kapasitas masyarakat yang masih relatif terbatas maka
banyak yang belum menyadari tentang pentingnya dan bahayanya
jikalau membuang limbah dengan cara yang tidak baik akan
76
berdampak kepada kesehatan. Dan yang terpenting lagi bahwa
dengan mengalirkan air limbah ke saluran irigasi maka masalah
limbah sudah selesai artinya dalam pemikiran dan pemahaman
masyrakat rumah mungkin bisa dimengerti tetapi dalam segi
lingkungan bisa dapat menimbulkan dampak negatif yang serius.
Masih sedikitnya peran swasta dalam pengelolaan Air Limbah
Domestik (2 usaha sedot tinja). Kurangnya kerjasama dengan pihak
ketiga terkait dengan limbah domestik.
4.1.5 Sub Sistem Teknis Teknologis
Diketahui bahwa masih ada pengelolaan air limbah di
masyarakat yang tidak baik atau mencemari lingkungan,
diantaranya pembuangan black water di sungai, WC helicopter, di
kolam, selokan dan sebagainya. Selain pengelolaan air limbah yang
kurang baik juga ada yang dikelola dengan baik melalui IPAL
komunal, tangki septic dan dilakukan penyedotan lumpur tinja.
Namun sampai saat ini Kabupaten Klaten belum memiliki Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), jadi layanan sedot tinja yang ada
dibuang ke sungai sehingga menjadikan permasalahan yang amat
serius dan menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Klaten.
77
Klaten, APBD Propoinsi Jawa Tengah, APBN maupun dari dana bantuan
lembaga donor atau hibah.
Segala upaya telah dilakukan demi kesempurnaan penyusunan
dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten Klaten Tahun 2018-2022, telah
dikenalkan juga kegiatan SANIMAS (Sanitasi oleh Masyarakat), yaitu
sebuah inisiatif untuk mempromosikan penyediaan prasarana dan sarana air
limbah permukiman yang berbasis masyarakat dengan pendekatan tanggap
kebutuhan. Fokus kegiatan SANIMAS adalah penanganan air limbah rumah
tangga khususnya tinja manusia, namun tidak tertutup juga untuk menangani
limbah cair industri rumah tangga yang dapat terurai secara alamiah seperti
industri tahu, tempe dan sejenisnya. Melalui pelaksanaan SANIMAS ini,
masyarakat memilih sendiri prasarana dan sarana air limbah permukiman
yang sesuai, ikut aktif menyusun rencana aksi, membentuk kelompok dan
melakukan pembangunan fisik termasuk mengelola kegiatan operasi dan
pemeliharaannya, bahkan bila perlu mengembangkannya.
78
b. Kawasan rawan banjir
c. Kawasan rawan bencana gempa bumi.\
d. Kawasan rawan erupsi gunung merapi
4.3.3 Rencana Pusat Pemukiman
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten,
rencana pusat permukiman di Kabupaten Klaten, meliputi :
Sistem pusat kegiatan:
1. Sistem Perkotaan
2. Sistem Perdesaan
Pusat Kegiatan Perkotaan;
Pusat kegiatan perkotaan terdiri atas:
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau
beberapa kabupaten. PKL mempunyai fungsi utama
pengembangan kawasan pusat pemerintahan; pusat
perdagangan dan jasa; pusat pendidikan; dan pusat kesehatan
berupa Perkotaan Klaten. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) di
Kabupaten Klaten meliputi; Kecamatan Delanggu dan
Kecamatan Prambanan
b. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) adalah pusat
pelayanan kawasan yang dipromosikan untuk di kemudian
hari ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) meliputi;
Kecamatan Jatinom, Kecamatan Pedan, Kecamatan Wedi
c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa. PPK mempunyai fungsi utama pengembangan
kawasan : pemerintahan kecamatan; pertanian; pendidikan;
peternakan; pariwisata; perkebunan; dan jasa dan pelayanan
sosial ekonomi skala kecamatan atau beberapa desa meliputi;
Kecamatan Bayat, Kecamatan Cawas, Kecamatan Ceper,
79
Kecamatan Gentiwarno, Kecamatan Jogonalan, Kecamatan
Juwiring, Kecamatan Kalikotes, Kecamatan Karanganom,
Kecamatan Karangdowo, Kecamatan Karangnongko,
Kecamatan Kebonarum, Kecamatan Kemalang, Kecamatan
Manisrenggo, Kecamatan Ngawen, Kecamatan Polanharjo,
Kecamatan Trucuk, Kecamatan Tulung, Kecamatan
Wonosari.
Pusat Kegiatan Perdesaan
Pusat kegiatan terdiri atas dilakukannya pengembangan
PPL, pengmbangan PPL sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1
Pasal 10 pada Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011
Kabupaten Klaten meliputi:
Desa Ngerangan Kecamatan Bayat;
Desa Wiro Kecamatan Bayat;
Desa Gombang Kecamatan Cawas;
Desa Nanggulan Kecamatan Cawas;
Desa Srebegan Kecamatan Ceper;
Desa Bowan Kecamatan Delanggu;
Desa Sawit Kecamatan Gantiwarno;
Desa Kayumas Kecamatan Jatinom;
Desa Mranggen Kecamatan Jatinom;
Desa Dompyongan Kecamatan Jogonalan;
Desa Rejoso Kecamatan Jogonalan;
Desa Bolopleret Kecamatan Juwiring;
Desa Serenan Kecamatan Juwiring;
Desa Jimbung Kecamatan Kalikotes;
Desa Jeblok Kecamatan Karanganom;
Desa Bakungan Kecamatan Karangdowo;
Desa Banyuaeng Kecamatan Karangnongko;
80
Desa Ngemplak Kecamatan Karangnongko;
Desa Bawukan Kecamatan Kemalang;
Desa Bumiharjo Kecamatan Kemalang;
Desa Sapen Kecamatan Manisrenggo;
Desa Drono Kecamatan Ngawen;
Desa Kebondalemlor Kecamatan Prambanan;
Desa Kemudo Kecamatan Prambanan;
Desa Kaligawe Kecamatan Pedan;
Desa Glagahwangi Kecamatan Polanharjo;
Desa Janti Kecamatan Polanharjo;
Desa Gaden Kecamatan Trucuk;
Desa Pomah Kecamatan Tulung;
Desa Wunut Kecamatan Tulung;
Desa Kadilanggon Kecamatan Wedi;
Desa Trotok Kecamatan Wedi;
Desa Gunting Kecamatan Wonosari;
Desa Tegalgondo Kecamatan Wonosari; dan
Desa Teloyo Kecamatan Wonosari.
4.3.4 Rencana Jaringan Transportasi
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten,
rencana jaringan transportasi di Kabupaten Klaten, meliputi :
1. Jaringan Transportasi Darat;
a. Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan; dan
b. Jaringan terminal bus yang beroperasi diKabupaten Klaten
4.3.5 Rencana Jaringan Energi
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten,
rencana jaringan energi di Kabupaten Klaten, meliputi :
Jaringan pipa minyak dan gas bumi
Jaringan transmisi tenaga listrik
81
Pembangkit tenaga listrik
4.3.6 Rencana Jaringan Telekomunikasi
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten,
rencana jaringan telekomunikasi di Kabupaten Klaten, meliputi :
Sistem jaringan kabel
Sistem jaringan nirkabel
Sistem jaringan satelit
4.3.7 Rencana Jaringan Sumbar Daya Air
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten,
rencana jaringan sumber daya air di Kabupaten Klaten, meliputi :
Sistem wilayah sungai
Sistem jaringan irigasi
Sistem pengelolaan air baku
Sistem pengendalian banjir
4.3.8 Sistem Prasarana Lainnya
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten,
sistem prasaranan lainnya di Kabupaten Klaten, meliputi:
Sistem jaringan persampahan
Sistem jaringan air minum
Sistem pengelolahan limbah
Sistem jaringan drainase
Jalur ruang evakuasi bencana
4.3.9 Rencana Kawasan Lindung
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten
kawasan lindung di Kabupaten Klaten meliputi:
kawasan hutan lindung;
kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
kawasan perlindungan setempat;
82
kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
kawasan rawan bencana alam;
kawasan lindung geologi; dan
kawasan lindung lainnya.
4.3.10 Kawasan Budidaya
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten
mengenai kawasan budidaya di Kabupaten Klaten meliputi:
kawasan peruntukan hutan produksi;
kawasan peruntukan hutan rakyat;
kawasan peruntukan pertanian;
kawasan peruntukan perikanan;
kawasan peruntukan pertambangan;
kawasan peruntukan industri;
kawasan peruntukan pariwisata;
kawasan peruntukan permukiman; dan
kawasan peruntukan lainnya.
83
e. Belum meratanya kualitas pendidikan di semua jenjang
pendidikan, dan
f. Masih perlunya peningkatan penanaman nilai-nilai moralitas dan
integritas bagi tenaga kependidikan.
3 2) Urusan Kesehatan
4 Dengan permasalahan yang dihadapi, diantaranya :
a. Angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan penyakit
menular dan tidak menular masih ditemui, diantaranya: kematian
ibu melahirkan, kematian bayi kematian balita .
b. Angka kesakitan demam berdarah masih ditemui, penemuan
infeksi HIV dan AIDS tiap tahun cenderung meningkat, serta
adanya ancaman pandemik flu burung, serta penyakit yang
bersumber dari binatang diantaranya :
- Deman berdarah dengue .
- Malaria
- Filariatis
c. Untuk jenis penyakit menular / infeksi tertentu belum dapat
diatasi, di sisi lain angka kesakitan dan kematian beberapa
penyakit tidak menular dan degeneratif seperti Diabetes Militus
(DM), kardiovaskuler dan keganasan (kanker). Serta beberapa
penyakit yang perlu kewaspadaan dini, diantaranya:
- Penyakit menular Tuberculosis paru
- Kusta penderita PB
- Diare
- Infeksi Saluran Pernapasan atas
- HIV
- Kejadian luar biasa KIPI
d. Keadaan gizi : BB naik, BB di bawah garis merah dan Gizi
buruk
84
e. Derajat kesehatan masyarakat perlu diantisipasi, mengingat
masih diketemukan adanya kualitas lingkungan, cakupan sanitasi
dasar seperti cakupan air bersih, cakupan jamban keluarga,
cakupan sarana pembuangan air limbah rendah, serta proporsi
rumah tangga sehat rendah.
f. Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat masih
rendah, diantaranya: kebiasaan cuci tangan dengan sabun,
sebelum makan dan sesudah buang air besar, serta kebiasaan
merokok di masyarakat masih tinggi, dan
g. Pelaksanaan Pembiayaan Jaminan Pelayanan Kesehatan belum
optimal.
5 3) Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
a. Infrastruktur Jalan dan jembatan banyak dalam kondisi rusak,
sebagai akibat minimnya pemeliharaan dan peningkatan
prasarana jalan dan jembatan.
b. Belum terpenuhinya semua kebutuhan pengelolaan jaringan
irigasi dan jaringan pengairan lainnya dalam mendukung
pembangunan pertanian dan penyediaan air baku.
c. Belum optimalnya fungsi sarana, prasarana dan utilitas umum
(drainase).
d. Belum optimalnya kinerja sarana dan prasarana air bersih,
sanitasi terutama, di lingkungan masyarakat berpenghasilan
rendah.
e. Rendahnya kualitas pembangunan dan pengelolaan bangunan
gedung Pemerintah diakibatkan tidak dipatuhinya NSPM dan
rendahnya sosialisasi serta pengawasan pelaksanaan NSPM.
f. Belum optimalnya kinerja tim pembina jasa konstruksi di tingkat
kabupaten dalam pembinaan sampai dengan pengawasan
pelaksanaan jasa konstruksi.
85
g. Kinerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD)
belum optimal dalam memfasilitasi pemecahan permasalahan
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
h. Peningkatan efektivitas RTRW sebagai instrumen pembangunan
secara konsisten digunakan untuk mewujudkan ruang yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.
i. Pengendalian pemanfaatan ruang belum dilaksanakan secara
konsisten, hal ini disebabkan karena belum lengkapnya piranti
peraturan penunjang.
j. Belum kuatnya pengendalian pemanfaatan ruang melalui
penyusunan rencana detail, penetapan peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif-desinsentif serta pemberian sanksi
yang tegas terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang.
k. Kurangnya pengembangan sarana informasi kepada masyarakat
di bidang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
l. Koordinasi dan kerjasama antar daerah belum optimal terutama
daerah perbatasan, dan
m. Rendahnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam
pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukannya.
6 4) Urusan Perumahan dan Kawasan Pemukiman
a. Banyaknya rumah tidak layak huni, dan merata di setiap
kecamatan.
b. Belum optimalnya pemanfaatan lahan dengan pola pembangunan
vertikal terutama pada kawasan-kawasan permukiman yang
padat.
c. Belum optimalnya upaya pemberdayaan masyarakat dalam
meningkatkan kualitas lingkungan permukiman.
d. Belum memadainya sarana dan prasarana pendukung
permukiman (air bersih, sanitasi dan utilitas umum).
e. Masih adanya kawasan kumuh perkotaan.
86
5) Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan
Masyarakat
a. Masih munculnya berbagai penyakit masyarakat
b. Adanya ancaman terorisme, konflik SARA (baik vertikal
maupun horizontal) dan gerakan yang bersifat radikalisme yang
kadang bersifat laten
c. Masih rendahnya kualitas pembinaan aparatur penanggulangan
bencana alam dan rendahnya managemen penanganan bencana,
dan
d. Masih rendahnya kualitas politik masyarakat.
87
BAB V
STRATEGI PENGEMBANGAN SISITEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH
88
2. Mengelola sampah dengan efektif dan efisien dari sumbernya serta
meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan
persampahan.
3. Meningkatkan sistem drainase yang terpadu dan memadai
5.1.2 Tujuan dan Sasaran Strategis
Tujuan :
Tujuan adalah pernyataan-pernyataan tentang hal-hal yang perlu
dilakukan untuk mencapai visi, melaksanakan misi dan menangani isu
strategis daerah yang dihadapi. Rumusan tujuan yang dibuat merupakan
dasar dalam menyusun pilihan pilihan strategi pembangunan serta
kriteria untuk mengevaluasi pilihan tersebut.
Adapun tujuan dalam pencapaian Visi Misi Sanitasi Kabupaten
Klaten tidak lepas dari tujuan visi misi, yaitu “Terwujudnya Sanitasi
Yang Sehat Bagi Masyarakat”.
Diharapkan dengan tujuan tersebut dapat menopang dan
mengimplementasikan terwujudnya masyarakat Kabupaten Klaten yang
bersih dan sehat dengan pembangunan sanitasi yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
Sasaran :
Menurunkan angka BABs dari 3,74% menjadi 0%
Akses layak sistem pengolahan setempat dan sistem pengolahan
terpusat
Optimalisasi kinerja IPLT Jomboran
Meningkatkan pelayanan sedot tinja dan menambah jumlah truk tinja
89
Jangka Pendek:
Untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengendalian rencana pembangunan daerah
Kabupaten Klaten dalam kurun waktu 1 (satu) tahun anggaran dalam periode
perencanaan.
1. Menurunkan angka BABS dari 10,88% menjadi 0%.
2. Menurunkan akses cubluk tidak layak wilayah perkotaan 0,95% menjadi
0%.
Jangka Sedang:
Memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah,
rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat
indikatif. Perencanaan jangka menengah ini dilakukan dalam kurun waktu 5
(lima) tahun anggaran dalam periode perencanaan.
1. Akses layak SPALD Setempat dari 26,66% menjadi 67,37%.
2. Akses layak SPALDT Permukiman dari 0,63% meningkat menjadi
19,67%.
3. Jumlah Truk Tinja meningkat dari 1 unit menjadi 6 unit.
Jangka Panjang :
Berpedoman pada Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten yang merupakan
bagian dari Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah.
1. Pembentukan kelembagaan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM
pengelola Air Limbah.
2. Tersusunnya Perda Pengelolaan Air Limbah.
3. Tersusunnya Masterplan Air Limbah.
4. Optimalisasi IPLT Jomboran.
5. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan air limbah dan
pemanfaatan IPLT.
90
5.3 Pengembangan Daerah Pelayanan
Pembangunan sanitasi adalah proses yang terus menerus ditempuh dan
direncanakan sesuai dengan kondisi zona dan sistem sanitasi yang akan
diterapkan pada wilayah Kabupaten Klaten, zona dan sistem ini akan
mempengaruhi tahapan pengembangan sanitasi berjangka yang akan
dilaksanakan.
5.3.1 Pilihan Arah Pengembangan
Penetapan pengembangan sistem dan zona sanitasi dilakukan untuk
mengidentifikasi sistem sanitasi yang paling sesuai untuk suatu wilayah
dan membantu perumusan program dan kegiatan yang paling sesuai
dengan kondisi wilayah berdasarkan sistem yang diusulkan.
Pengembangan sanitasi merupakan penggolongan penanganan subsektor
sanitasi berdasar kondisi yang ada sesuai subsektornya dengan
memperhitungkan instrumen yang mempengaruhi kondisi tersebut
sehingga didapatlah peta zona sanitasi sesuai sub sektornya masing-
masing.
Analisis SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunities dan Threats)
merupakan instrument perencanaaan strategis yang klasik dengan
menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan
ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk
memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi yang
dapat membantu perencanaan penetapan arah pengembangan sarana dan
prasarana air limbah di masa mendatang. Analisis ini dibagi menjadi 2
(dua) yaitu analisis internal dan analisis eksternal. Analisis internal
meliputi penilaian terhadap faktor kekuatan faktor kekuatan (Strength)
dan kelemahan (Weakness). Sementara, analisis eksternal mencakup
faktor peluang (Opportunity) dan tantangan (Threat). Elemen-elemen
yang berada di dalam SWOT dipertimbangkan oleh pemangku
91
kepentingan dan tim perencanaan masterplan dengan melihat dari hasil
survey lapangan dan dokumen-dokumen pendukung.
Dalam pemilihan arah pengembangan sistem pengelolaan air
limbah dapat dibagi kedalam 4 (empat) kuadran yang terdiri dari:
Mengoptimalkan sistem setempat (on-site) yang sudah berjalan
(kuadran I);
Mengembangkan sistem off-site pada kawasan tertentu (kuadran II);
Mengembangkan sistem off-site skala kota (kuadran III); dan
Mengembangkan sistem off-site dengan teknologi maju (kuadran
IV).
Berdasarkan analisis SWOT tersebut, maka pengembangan sarana
dan prasarana air limbah dapat dipetakan pada salah satu dari 4 (empat)
kuadran yang sudah ada. Kedudukan posisi hasil dari analisa SWOT
untuk pengembangan sarana dan prasarana air limbah pada kuadran
yang ada dapat dijelaskan pada Gambar 5.3.1. Penggambaran posisi
tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan:
Posisi pengembangan sarana dan prasarana pada saat ini (A);
Posisi pengembangan sarana dan prasarana pada masa mendatang
atau 10 tahun mendatang (B).
92
Untuk meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana air
limbah pada zona prioritas di permukiman zona prioritas, dengan
pertimbangan sebagai berikut :
1. Kepadatan Penduduk
2. Tingkat Pendapatan
3. Pelayanan Air Minum (Sumber air bersih dan peruntukannya)
4. Kemiringan Tanah dan Ketersediaan Lahan
5. Keinginan dan Kemampuan Membiayai
6. Pilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah
Berdasarkan kondisi eksisting wilayah perencanaan yaitu
Kabupaten Klaten dapat menjadi potensi dalam pengembangan
pengelolaan air limbah, maka Analisa SWOT (Strenghts, Weakness,
Opportunities dan Threats) yang didapatkan pada Tabel 5.3.1, sebagai
berikut :
Tabel 5.3.1 Analisa SWOT (Strenghts, Weakness, Opportunities dan Threats)
93
prasarana tangki septik sesuai
sistem dengan SNI
pengelolaan air
limbah
Adanya alokasi Kabupaten Peran media lokal Sosialisasi dan
APBD untuk Klaten belum (cetak, radio, tv) yang peran media belum
pengelolaan mempunyai dapat digunakan untuk optinal dalam
sanitasi air Masterplan air kegiatan sosialisasi memberikan
limbah dan limbah informasi terkait
adanya program pengelolaan air
yang limbah kepada
mendukung masyarakat
untuk sanitasi
air limbah
Terdapat media Belum Adanya peluang Pertumbuhan
lokal untuk tersedianya dalam pengembangan penduduk yang
mendukung peraturan teknologi pengolahan semakin meningkat
kegiatan sanitasi khusus tentang air limbah tinja yang sehingga
air limbah penanganan air semakin maju meningkatkan
limbah dan jumlah limbah
lumpur tinja domestik
Adanya Sistem Masih terdapat Melakukan Kerja Lembaga pengelola
On-Site yang masyarakat sama dengan pihak SLBM belum
sudah berjalan yang BAB ketiga atau swasta seluruhnya
sembarangan terkait dengan memahami dan
pengelolaan air limbah berpihak kepada
domestik program sanitasi,
sehingga tidak
berjalan secara
optimal
94
Adanya truk Kinerja IPLT Adanya peluang
tinja dan belum optimal pendanaan dari
Pelayanan sedot berbagai sumber
tinja seperti APBN, APBD
Provinsi, Belanja
Kementrian, DAK
sanitasi, serta sumber
dana internasional dari
lembaga multilateral
(World Bank, Asian
Development Bank,
Ausaid), CSR dan
partisipasi masyarakat
Adanya Belum adanya Adanya peluang
sanitarian di sistem terpusat pengelolaan air limbah
masing-masing dapat meningkatkan
kecamatan PAD dan kesehatan
masyarakat
Belum Penyedotan lumpur
efektifnya tinja pada rumah
sosialisasi tangga yang sudah
terhadap memiliki tangki septik
masyarakat
95
SKOR (TINGKAT
PENGARUH) PERKALIAN BOBOT
NO ELEMEN BOBOT DAN TINGKAT KETERANGAN
PENGARUH
1 2 3 4
Terbatasnya
Adanya pendanaan
peluang Pemerintah
pengelolaan Daerah
air limbah untuk
dapat
72 penyediaan sarana 10,00%
10,00% 3 4 0,30,4
meningkatkan PADdan
danprasarana
kesehatansistem pengelolaan
masyarakat
air limbah
Penyedotan lumpurbelum
Kabupaten Klaten tinja pada rumah tangga
mempunyai yang air
Masterplan
83 10,00%
15,00% 3 4 0,60,3
sudah
limbahmemiliki tangki septik
Totalkhusus tentang
Belum tersedianya peraturan 100% 3,15
4 15,00% 4 0,6
penanganan air limbah dan lumpur tinja
ANCAMAN (THREATH)
5 Kurangnya pemahaman
Masih terdapat danyang
masyarakat kesadaran masyarakat
BAB sembarangan 10,00% 4 0,4
1 terhadap pengelolaan air limbah, khususnya limbah 25,00% 4 1
domestik
6 Kinerja IPLT belum optimal 10,00% 4 0
Kurangnya sarana pengelolaan air limbah domestik
yang belum memenuhi syarat seperti jamban dan
2 20,00% 4 0,8
7 Belum septik
tangki adanyasesuai
sistemdengan
terpusat
SNI 15,00% 3 0,45
96
Sumber : Hasil Analisis
Skor Keterangan
1 Tidak berpengaruh dalam pengelolaan air limbah
2 Tingkat pengaruh rendah dalam pengelolaan air limbah
3 Tingkat pengaruh sedang dalam pengelolaan air limbah
4 Tingkat pengaruh tinggi dalam pengelolaan air limbah
Berdasarkan analisa SWOT yang telah dilakukan untuk kondisi saat
ini dan potensi kondisi pada masa yang akan datang atau 10 tahun
mendatang terkait dengan pengelolaan air limbah, maka Kabupaten
Klaten berada pada Kuadran I yaitu Optimalisasi Sistem On-site, dengan
parameter Kelemahan (Weakness) lebih dominan dibandingkan
Kekuatan (Strenght) dan dengan potensi Peluang (Opportunity) lebih
dominan dibandingkan dengan Ancaman (Threath) untuk
mengembagkan pengelolaan air limbah. Berikut Gambar 5.3.1
97
5.3.2 Penetapan Arah Pengembangan
Arah pengembangan merupakan hasil kompilasi tujuan dan
sasaran jangka menengah pembangunan daerah yang dijabarkan dalam
bentuk yang lebih operasional. Pada penetapan sistem pengembangan
sarana dan prasarana pengelolaan air limbah pada tiap Kecamatan di
Kabupaten Klaten dilakukan dengan beberapa pertimbangan
sebagiamana yang tercantum pada Skema Opsi Sistem dan Teknologi
Sanitasi yaitu:
Kepadatan Penduduk
Tingkat kepadatan penduduk menjadi salah satu parameter yang
digunakan dalam penentuan sistem sanitasi dan teknologi yang
digunakan. Wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi
biasanya cenderung memiliki tingkat resiko sanitasi yang cukup
tinggi. Berikut klasifikasi tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten
Klaten:
1. Daerah kepadatan sangat rendah, daerah dengan kepadatan
penduduk di wilayah terbangunnya adalah < 3 jiwa/ha;
2. Daerah kepadatan rendah, daerah dengan kepadatan penduduk di
wilayah terbangunnya adalah 3 - 13 jiwa/ha;
3. Daerah kepadatan sedang daerah dengan kepadatan penduduk di
wilayah terbangunnya adalah 14 - 23 jiwa/ha;
4. Daerah kepadatan tinggi, daerah dengan kepadatan penduduk di
wilayah terbangunnya adalah 24 - 33 jiwa/ha;
5. Daerah kepadatan sangat tinggi, daerah dengan kepadatan
penduduk di wilayah terbangunnya adalah >33 jiwa/ha.
Berikut detail nilai perangkingan dan klasifikasi angka kepadatan
penduduk pada tiap kecamatan di Kabupaten Klaten:
98
Tabel 5.3.2.1 Perangkingan dan Klasifikasi Angka Kepadatan Penduduk
Kabupaten Klaten
Luas Kepadatan
Penduduk
Kecamatan Wilayah penduduk Keterangan
(ribu)
(ha) (jiwa/ha)
Prambanan 60095 2443 25 Tinggi
Gantiwarno 47041 2564 18 Sedang
Wedi 66909 2438 27 Tinggi
Bayat 77894 3943 20 Sedang
Cawas 75574 3447 22 Sedang
Trucuk 92799 3381 27 Tinggi
Kalikotes 37801 1297 29 Tinggi
Kebonarum 24814 967 26 Tinggi
Jogonalan 66459 2670 25 Tinggi
Manisrenggo 49491 2696 18 Sedang
Karangnongko 4688 2674 2 sangat rendah
Ngawen 63385 1697 37 sangat tinggi
Ceper 84038 2445 34 sangat tinggi
Pedan 54197 1917 28 Tinggi
Karangdowo 56996 2923 19 Sedang
Juwiring 73187 2979 25 Tinggi
Wonosari 78433 3114 25 Tinggi
Delanggu 51906 1878 28 Tinggi
Polanharjo 5248 2384 2 sangat rendah
Karanganom 54688 2406 23 Sedang
Tulung 60855 3200 19 Sedang
Jatinom 65915 3553 19 Sedang
Kemalang 43779 5166 8 Rendah
Klaten Selatan 3871 1443 3 Rendah
Klaten Tengah 5938 892 7 Rendah
Klaten Utara 47386 1038 46 sangat tinggi
Total 1353387 65555
Sumber: BPS Kabupaten Klaten
Resiko Sanitasi
Risiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup,
kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses
terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat.
99
Tingkat sanitasi yang berada di Kabupaten Klaten masih terbilang
kurang baik, walaupun sudah menggunakan sistem onsite tetapi
masih adanya kegiatan BABS yang dilakukan oleh masyarakat,
kondisi sarana dan prasana sanitasi juga masih belum aman dan
masih banyak masyarakat yang membuang air limbah rumah tangga
ke saluran drainase serta tempat yang memungkinkan untuk
terjadinya resapan, sehingga belum ada saluran air limbah secara
khusus
Risiko Kesehatan
Wilayah dengan tingkat resiko sanitasi yang tinggi di kabupaten
klaten akan mempunyai masalah kesehatan yang tinggi juga
dikarenakan buruknya sistem pengelolaan air limbah. berdasarkan
data dinas kesehatan kabupaten klaten, penyakit diare sampai saat ini
masih masuk dalam 10 besar penyakit yang ada di Kabupaten Klaten,
walaupun dari tahun sebelumnya sudah turun. Penurunan ini
mungkin dikarenakan peningkatan jumlah desa ODF di Kabupaten
Klaten. Kasus diare lebih banyak dialami oleh perempuan
dibandingkan laki-laki karena perempuan lebih banyak berhubungan
dengan faktor risiko diare, yang penularannya melalui fecal oral,
terutama yang berhubungan dengan sarana air bersih, cara penyajian
makanan, serta Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Hal ini
menunjukkan bahwa risiko kesehatan masih cukup tinggi terutama
dalam hal yang berhubungan dengan sanitasi.
Kondisi Tanh dan Topografi Wilayah
Kondisi tanah dan topografi wilayah merupakan salah satu faktor
penting terutama dalam proses konstruksi pembangunan prasarana
pengelolaan air limbah nantinya.
100
pada kuadran I. Grand strategi kuadran I: Optimasi sistem on-site, yang
mana sistem on-site ini meliputi on-site individual dan sistem on-site
komunal. Dalam Master Plan ini arah strategi pengembangan sistem
pengelolaan air limbah Kabupaten Klaten, meliputi:
Optimalisasi pemanfaatan IPLT terbangun
Peningkatan pelayanan penyedotan lumpur tinja melalui:
Peningkatan kapasitas IPLT
Peningkatan kapasitas armada
Pengembangan program SANIMAS
Meningkatkan sarana dan prasarana sanitasi menjadi lebih baik.
Sarana dan prasarana pengelolaan air limbah domestik yang
dikembangkan sesuai dengan arahan sistem pengelolaan yaitu Tangki
Septik sesuai dengan SNI dan IPLT untuk sistem On-site Individual dan
Komunal. Adapun arahan sistem pengembangan sarana dan prasarana
air limbah di Kabupaten Klaten ditetapkan per kecamatan berdasarkan
analisa yang mengacu pada Skema Opsi Sistem, Teknologi, Sanitasi dan
jumlah kepadatan penduduk dapat dilihat dalam Tabel 5.3.2.2
101
Tabel 5.3.2.2 Arahan Pengembangan Pengelolaan Air Limbah Per Kecamatan di Kabupaten
Klaten
102
pada seluruh daerah pelayanan Masterplan sistem pengelolaan air limbah
mencakup kawasan terbangun serta kawasan strategis di Kabupaten Klaten.
Berikut daerah pelayanan Masterplan Sistem Pengelolaan Air Limbah di
Kabupaten Klaten :
1. Kecamatan Prambanan 14. Kecamatan Pedan
2. Kecamatan Gantiwarno 15. Kecamatan Karangdowo
3. Kecamatan Wedi 16. Kecamatan Juwiring
4. Kecamatan Bayat 17. Kecamatan Wonosari
5. Kecamatan Cawas 18. Kecamatan Delanggu
6. Kecamatan Trucuk 19. Kecamatan Polanharjo
7. Kecamatan Kalikotes 20. Kecamatan Karanganom
8. Kecamatan Kebonarum 21. Kecamatan Tulung
9. Kecamatan Jogonalan 22. Kecamatan Jatinom
10. Kecamatan Manisrenggo 23. Kecamatan Kemalang
11. Kecamatan Karangnongko 24. Kecamatan Klaten Selatan
12. Kecamatan Ngawen 25. Kecamatan Klaten Tengah
13. Kecamatan Ceper 26. Kecamatan Klaten Utara
103
5.5 Penetapan Zona Prioritas
Penetapan zona prioritas bertujuan untuk membagi zona perencanaan
menurut tingkat kemendesakan/tingkat prioritas dalam pengelolaan air limbah.
Secara umum, skala prioritas pengelolaan sanitasi mempertimbangkan tipologi
wilayah dan tingkat kepadatan penduduk. Kabupaten Klaten dibedakan menjadi
2 wilayah yaitu perkotaan dan perdesaan. Selain mempertimbangkan wilayah dan
tingkat kepadatan penduduk, penetapan zona prioritas harus mempertimbangkan
hasil studi Buku Putih Sanitasi yang telah disusun oleh Pokja AMPL Kabupaten
Klaten, SSK dan dokumen-dokumen pendukung lainnya.
Penetapan zona prioritas dilakukan dengan cara scoring terhadap kepadatan
penduduk Kabupaten Klaten, kondisi sanitasi perkecamatan di Kabupaten Klaten
dan kasus diare di Kabupaten Klaten.
a. Scoring Kepadatan Penduduk
Metode scoring dilakukan berdasarkan perhitungan angka kepadatan
penduduk per hektar are luas wilayah tiap kecamatan di Kabupaten Klaten
berdasarkan hasil proyeksi penduduk pada tahun 2022. Klasifikasi metode
scoring yang dilakukan sebagai berikut:
Nilai 1 adalah daerah kepadatan sangat rendah, daerah dengan kepadatan
penduduk di wilayah terbangunnya adalah < 3 jiwa/ha;
Nilai 2 adalah daerah kepadatan rendah, daerah dengan kepadatan
penduduk di wilayah terbangunnya adalah 3-13 jiwa/ha;
Nilai 3 adalah daerah kepadatan sedang daerah dengan kepadatan
penduduk di wilayah terbangunnya adalah 14-23 jiwa/ha;
Nilai 4 adalah daerah kepadatan tinggi, daerah dengan kepadatan penduduk
di wilayah terbangunnya adalah 24-33 jiwa/ha;
Nilai 5 adalah daerah kepadatan sangat tinggi, daerah dengan kepadatan
penduduk di wilayah terbangunnya adalah >33 jiwa/ha.
Berikut detail dari nilai perangkingan dan klasifikasi angka kepadatan
penduduk pada tiap kecamatan yang berada di Kabupaten Klaten:
Tabel 5.5.1 Scoring Angka Kepadatan Penduduk Kabupaten Klaten
104
Luas Kepadatan
Penduduk
Kecamatan Wilayah penduduk Nilai Keterangan
(ribu)
(ha) (jiwa/ha)
Prambanan 60095 2443 25 4 tinggi
Gantiwarno 47041 2564 18 3 sedang
Wedi 66909 2438 27 4 tinggi
Bayat 77894 3943 20 3 sedang
Cawas 75574 3447 22 3 sedang
Trucuk 92799 3381 27 4 tinggi
Kalikotes 37801 1297 29 4 tinggi
Kebonarum 24814 967 26 4 tinggi
Jogonalan 66459 2670 25 4 tinggi
Manisrenggo 49491 2696 18 3 sedang
Karangnongko 4688 2674 2 1 sangat rendah
Ngawen 63385 1697 37 5 sangat tinggi
Ceper 84038 2445 34 5 sangat tinggi
Pedan 54197 1917 28 4 tinggi
Karangdowo 56996 2923 19 3 sedang
Juwiring 73187 2979 25 4 tinggi
Wonosari 78433 3114 25 4 tinggi
Delanggu 51906 1878 28 4 tinggi
Polanharjo 5248 2384 2 1 sangat rendah
Karanganom 54688 2406 23 3 sedang
Tulung 60855 3200 19 3 sedang
Jatinom 65915 3553 19 3 sedang
Kemalang 43779 5166 8 2 rendah
Klaten Selatan 3871 1443 3 2 rendah
Klaten Tengah 5938 892 7 2 rendah
Klaten Utara 47386 1038 46 5 sangat tinggi
Sumber: Hasil Analisis
b. Scoring Sanitasi
Scoring sanitasi yang digunakan adalah kepemilikan jamban layak yang
tercatat di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten. Jenis jamban tercatat adalah
jamban leher angsa dan plengsengan. Berikut metode scoring dilakukan
berdasarkan perhitungan angka kondisi sanitasi Kabupaten Klaten:
Nilai 1 diberikan apabila persentase kepemilikan jamban sangat tinggi,
yaitu berada pada range > 150%.
105
Nilai 2 diberikan apabila persentase kepemilikan jamban yang tinggi, yaitu
berada pada range 101 – 150%.
Nilai 3 diberikan apabila persentase kepemilikan jamban yang sedang,
yaitu berada pada range 51 – 100%.
Nilai 4 diberikan apabila persentase kepemilikan jamban yang sangat
rendah, yaitu berada pada range < 50%.
Detail dari scoring dan klasifikasi angka kondisi sanitasi pada tiap
Kecamatan di Kabupaten Klaten tertera pada Tabel 5.5.2.
Tabel 5.5.2 Scoring Kondisi Sanitasi di Kabupaten Klaten
Penduduk dengan
akses sanitasi
No KECAMATAN layak (jamban Nilai Keterangan
sehat)
%
1 Prambanan 57,06 3 Sedang
2 Gantiwarno 62,93 3 Sedang
3 Wedi 167,80 1 Sangat Tinggi
4 Bayat 221,21 1 Sangat Tinggi
5 Cawas 79,94 3 Sedang
6 Trucuk 87,31 3 Sedang
7 Kalikotes 132,69 2 Sedang
8 Kebonarum 72,84 3 Sedang
9 Jogonalan 71,14 3 Sedang
10 Manisrenggo 102,41 2 Tinggi
11 Karangnongko 85,71 3 Sedang
12 Ngawen 111,65 2 Tinggi
13 Ceper 79,17 3 Sedang
14 Pedan 66,72 3 Sedang
15 Karangdowo 146,13 2 Tinggi
16 Juwiring 145,68 2 Tinggi
17 Wonosari 51,65 3 Sedang
18 Delanggu 87,82 3 Sedang
19 Polanharjo 98,90 3 Sedang
20 Karanganom 144,39 2 Tinggi
21 Tulung 83,94 3 Sedang
22 Jatinom 66,13 3 Sedang
106
23 Kemalang 87,07 3 Sedang
24 Klaten Selatan 73,94 3 Sedang
25 Klaten Tengah 20,77 4 Rendah
26 Klaten Utara 89,53 3 Sedang
Sumber: Hasil Analisis
c. Scoring Kasus Diare
Scoring kasus diare yang digunakan adalah cakupan penderita diare per
kecamatan yang tercatat di Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten. Klasifikasi
metode scoring yang dilakukan sebagai berikut:
Nilai 1 diberikan apabila persentase penderita diare sangat tinggi, yaitu
berada pada range > 150%.
Nilai 2 diberikan apabila persentase penderita diare tinggi, yaitu berada
pada range 101 – 150%.
Nilai 3 diberikan apabila persentase penderita diare sedang, yaitu berada
pada range 51 – 100%.
Nilai 4 diberikan apabila persentase penderita diare sangat rendah, yaitu
berada pada range < 50%.
Berikut detail dari nilai perangkingan dan klasifikasi angka penderita diare
pada tiap kecamatan yang berada di Kabupaten Klaten:
107
Tabel 5.5.3 Scoring kasus diare per Kecamatan di Kabupaten Klaten
Penderita Diare
KECAMATAN Nilai Keterangan
%
Prambanan 213 1 Sangat Tinggi
Gantiwarno 130 2 Tinggi
Wedi 109 2 Tinggi
Bayat 68 3 Sedang
Cawas 158 1 Sangat Tinggi
Trucuk 110 2 Tinggi
Kalikotes 40 4 Rendah
Kebonarum 91 3 Sedang
Jogonalan 134 2 Tinggi
Manisrenggo 112 2 Tinggi
Karangnongko 60 3 Sedang
Ngawen 67 3 Sedang
Ceper 81 3 Sedang
Pedan 79 3 Sedang
Karangdowo 148 2 Tinggi
Juwiring 234 1 Sangat Tinggi
Wonosari 272 1 Tinggi
Delanggu 222 1 Sangat Tinggi
Polanharjo 97 3 Sedang
Karanganom 104 2 Tinggi
Tulung 233 1 Sangat Tinggi
Jatinom 90 3 Sedang
Kemalang 111 2 Tinggi
Klaten Selatan 101 2 Tinggi
Klaten Tengah 57 3 Sedang
Klaten Utara 70 3 Sedang
Sumber: Hasil Analisis
108
Kabupaten Klaten, untuk pembagian zona prioritas dibagi menjadi 5 (Lima)
zona. Dapat dilihat perinciannya sebagai berikut:
Tebel 5.5.4 Tabel hasil scoring akhir
Nilai
Nilai Nilai Kondis
Total Rangkin Zona
Kecamatan Kepadatan Penderit i
Nilai g Prioritas
Penduduk a Diare Sanitas
i
Prambanan 4 1 3 8 11 4
Gantiwarno 3 2 3 8 11 4
Wedi 4 2 1 7 14 5
Bayat 3 3 1 7 14 5
Cawas 3 1 3 7 14 5
Trucuk 4 2 3 9 7 3
Kalikotes 4 4 2 10 3 2
Kebonarum 4 3 3 10 3 2
Jogonalan 4 2 3 9 7 3
Manisrenggo 3 2 2 7 14 5
Karangnongk
1 3 3 7 14 5
o
Ngawen 5 3 2 10 3 2
Ceper 5 3 3 11 1 1
Pedan 4 3 3 10 3 2
Karangdowo 3 2 2 7 14 5
Juwiring 4 1 2 7 14 5
Wonosari 4 1 3 8 11 4
Delanggu 4 1 3 8 11 4
Polanharjo 1 3 3 7 14 5
Karanganom 3 2 2 7 14 5
Tulung 3 1 3 7 14 5
Jatinom 3 3 3 9 7 3
Kemalang 2 2 3 7 14 5
Klaten Selatan 2 2 3 7 14 5
Klaten
2 3 4 9 7 3
Tengah
Klaten Utara 5 3 3 11 1 1
Sumber: Hasil Analisis
109
Dengan melihat hasil scoring akhir diatas berdasarkan rangking tertinggi dan
dibagi menjadi 5 zona prioritas diantaranya:
1. Zona I yaitu zona dengan prioritas sangat tinggi dan akan dimasukkan
kedalam rencana pembangunan jangka pendek. Daerah yang termasuk zona
prioritas sangat tinggi adalah Klaten Utara dan Ceper.
2. Zona II yaitu zona dengan prioritas tinggi dan akan dimasukkan kedalam
rencana pembangunan jangka menengah. Daerah yang termasuk zona prioritas
tinggi adalah Kalikotes, Kebonarum, Ngawen, dan Pedan.
3. Zona III yaitu zona dengan prioritas sedang dan akan dimasukkan kedalam
recana pembangunan jangka menengah. Daerah yang termasuk zona prioritas
sedang adalah Trucuk, Jogonalan, Jatinom, dan Klaten Tengah.
4. Zona IV yaitu zona dengan prioritas rendah dan akan dimasukkan kedalam
rencana pembangunan jangka panjang. Daerah yang termasuk zona prioritas
rendah adalah Prambanan, Gantiwarno, Wonosari, dan Delanggu
5. Zona V yaitu zona dengan prioritas sangat rendahdan akan dimasukkan
kedalam rencana pembangunan jangka panjang. Daerah yang dimasukkan
kedalam zona prioritas sangat rendah adalah Wedi, Bayat, Cawas,
Manisrenggo, Karangnongko, Karangdowo, Juwiring, Karanganom, Tulung,
Kemalang, dan Klaten Selatan.
110
masyarakat serta belum sesuai dengan standar teknis yang ada
Kinerja IPLT yang berada di Kabupaten Klaten belum optimal.
Berdasarkan kondisi yang ada dan untuk mencapai tujuan dan sasaran
penanganan, maka sistem pengelolaan air limbah yang dapat diterapkan di
Kabupaten Klaten adalah Sistem Setempat/On-site. Sistem ini
menggunakan Tangki septik sesuai dengan SNI.
Strategi pengembangan pengelolaan air limbah ini untuk masing-
masing Kecamatan dan berdasarkan jangka waktu perencanaan.
5.6.2 Strategi Pengembangan Kelembagaan
Strategi kelembagaan di Kabupaten Klaten sangat dibutuhkan untuk
mencapai tujuan dan target penanganan sistem pengelolaan air limbah.
Adanya kelembagaan yang secara khusus menangani pengelolaan air
limbah diharapkan dapat membantu pengelolaan air limbah secara optimal
dan berkelanjutan di Kabupaten Klaten. Pengembangan kelembagaan
pengelolaan air limbah di kabupaten Klaten berdasarkan jangka waktu
perencanaan
5.6.3 Strategi Pengembangan Pengaturan
Strategi pengembangan pengaturan dalam pengelolaan air limbah di
Kabupaten Klaten, yaitu :
Penetapan peraturan mengenai struktur Instalasi Pengelolaan Air
Limbah (IPLT)
Penetapan peraturan mengenai penyedotan lumpur tinja
Penetapan peraturan mengenai kepemilikan Tangki Septik sesuai
dengan standar teknis yang ada pada setiap rumah
Penetapan peraturan mengenai pengelolaan air limbah domestik yang
berasal dari permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas
komersial
111
5.6.4 Strategi Pengembangan Edukasi dan Peran Serta Masyarakat
Peran masyarakat sangat penting dalam pengelolaan air limbah.
Dengan adanya peran masyarakat, maka masyarakat akan peduli serta
merasa memiliki dan berusaha menjaga keberlanjutannya.
Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai manfaat dari adanya
pengelolaan air limbah akan membuat masyarakat tidak peduli atau tidak
ingin terlibat dalam perencanaan pengelolaan air limbah. Oleh karena itu,
edukasi mengenai sistem pengelolaan air limbah kepada masyarakat sangat
penting. Berikut strategi pengembangan serta peran masyarakat dalam
perencanaan pengelolaan air limbah :
Diskusi secara khusus
Sosialisasi
Mendatangkan Tenaga Ahli/konsultan publik
Target sasaran dalam perencanaan pengelolaan air limbah ini adalah
Aparat Pemda, Masyarakat, LSM. Dengan strategi ini, diharapkan akan
tercapainya sasaran penerimaan masyarakat dalam rencana kegiatan
infrastruktur pengelolaan air limbah, peningkatan status kesehatan
masyarakat dan lingkungan.
5.6.5 Strategi Pengembangan Ekonomi dan Pembiayaan
Strategi pengembangan ekonomi dan pembiayaan di Kabupaten
Klaten, yaitu :
Sharing dana dari APBD kabupaten, APBD provinsi, APBN, DAK serta
dari masyarakat untuk pengembangan sarana dan prasarana pengelolaan
air limbah.
Penarikan retribusi dari IPLT dan IPAL sesuai dengan kenaikan jumlah
dan jenis pelanggan.
112
BAB VI
RENCANA PROGRAM DAN TAHAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN
113
Berdasarkan arahan pengembangan sistem teknologi pengolahan air
limbah pada setiap Kecamatan di Kabupaten Klaten ialah sistem on site.
Adapun teknologi dari sistem on site yaitu berupa tangki septik dan IPLT.
Fasilitas IPLT disediakan untuk pengembangan Sistem on site, pada
masyarakat telah memiliki jamban keluarga dan tangki septik di setiap
rumah, dimana tangki septik tersebut memerlukan penyedotan untuk
periode 2-3 tahun sekali. IPLT merupakan unit instalasi tempat pengolahan
lumpur tinja hasil penyedotan tangki septik.
Pada saat ini di Kabupaten Klaten sudah memiliki IPLT tetapi belum
optimal. Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk sampai dengan tahun
2040 dan arahan sistem pengembangan sarana dan prasarana air limbah
domestik, jika seluruh penduduk pada arahan tersebut diasumsikan
memiliki jamban keluarga dengan tangki septik yang sesuai standar di
setiap rumah, maka kebutuhan fasilitas IPLT di Kabupaten Klaten
diperkirakan sampai dengan Tahun 2040 sebagaimana tertera pada Tabel
6.1.2.2.
Tabel 6.1.2.2 Proyeksi Kapasitas IPLT Kabupaten Klaten
114
sudah disusun dan ditetapkan bukan berdasarkan panggilan ketika tangki
septik penduduk mampet atau mengalami luapan akibat terlalu penuh.
Kegiatan pengoperasian Program LLTT terdiri dari :
1. Penyedotan lumpur tinja
Dilakukan pada tangki septik pelanggan secara berkala tiap 2-3
tahun sekali sesuai dengan jadwal. Pengurasan menggunakan pompa
vakum atau pompa sentrifugal yang terhubung langsung dengan
kendaraan pengangkut lumpur tinja. Penyedotan dilakukan oleh
pengelola penyedotan tangki septik yang mendapatkan izin atau
terdaftar dan memiliki sertifikat kompetensi
2. Pengangkutan lumpur tinja
Lumpur tinja yang sudah disedot dari tangki septik selanjutnya
dibawa ke IPLT untuk diolah. Pengangkutan dilakukan dengan sebuah
kendaraan truk pengangkut tinja
3. Pembuangan lumpur tinja
Setelah sampai di IPLT kendaraan pengangkut tinja akan
disambungkan dengan sebuah selang ke dalam unit pengumpul
LLTT hanya melakukan penyedotan tangki septik dan transportasi
lumpur tinja, pengolahan lumpur tinja bukan merupakan bagian dari LLTT.
Diminta atau tidak oleh pemilik tangki septik, penyedotan lumpur tinja
dalam LLTT akan dilakukan sesuai jadwal yang sudah ada. Berbeda
dengan layanan on-call, penyedotan tangki septik dalam on-call hanya
diberikan jika ada permintaan dari pengguna tangki septik.
LLTT juga berbeda dengan layanan sedot tinja berkala atau
berlangganan yang sudah sering ditawarkan oleh banyak penyedia jasa
sedot tinja, layanan ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara
penyedia jasa dengan pemilik tangki septik. Berikut perbedaan dari 3
layanan sedot lumpur tinja :
115
Tabel 6.1.3 Perbandingan Layanan Sedot Tinja
116
fasilitas berupa Wc helikopter, Wc duduk/jongkok, leher angsa, cemplung
dan lainnya.
Berdasarkan arahan sistem teknologi pengelolaan air limbah di
Kabupaten Klaten yaitu Sistem Setempat/on-site. Sistem setempat
membutuhkan tangki septik dan IPLT. Di Kabupaten Klaten terdapat IPLT
Jomboran, tetapi IPLT tersebut belum bekerja secara optimal sehingga
masyarakat masih mengandalkan IPLT dari luar kabupaten atau melalui
resapan. Tangki septik di Kabupaten masih belum memenuhi standar yang
ada.
Teknologi dalam IPLT yang direkomendasikan untuk teknologi
pengolahan dan pengembangan fasilitas IPLT adalah sebagai berikut :
1. Unit Pengumpul (Equalizing unit)
Bak pengumpul berfungsi untuk mencampur atau
menghomogenkan semua lumpur yang masuk ke IPLT.
2. Tangki Imhoff
Tangki imhoff adalah bangunan konstruksi dari beton bertulang
yang kedap air berfungsi untuk menurunkan kebutuhan oksigen
biokimia dan suspended solid serta pembusukan dari lumpur yang
terendapkan dari efluen lumpur tinja bak pengumpul. Di dalam tangki
imhoff terjadi proses pengendapan dan pencernaan secara anaerobik,
melalui zona sedimentasi, zona netral dan zona lumpur
3. Kolam Anaerobik
Kolam ini beroperasi tanpa menggunakan oksigen terlarut
4. Kolam Fakultatif
Pada kolam ini, air limbah berada dalam kondisi aerobik dan
anaerobik. Zona aerobik terdapat di atas atau permukaan sedangkan
anaerobik terdapat di bawah atau dasar. Waktu tinggal di kolam ini 6-10
hari
5. Kolam Maturasi
117
Tahap terakhir atau kolam pematangan, untuk menyisihkan mikroba
pathogen
6. Bak Pengering Lumpur
Mengeringkan lumpur yang dihasilkan dari kolam anaerobik, kolam
fakultatif dan kolam maturasi. Lamanya waktu pengeringan lumpur
antara 1-2 minggu tergantung ketebalan lumpur
6.1.5 Kriteria dan Standar Pelayanan
Strategi sistem pengelolaan air limbah di Kabupaten Klaten ditentukan
oleh faktor internal dan faktor eksternal yaitu Kekuatan, Kelemahan,
Peluang dan Hambatan. Selanjutnya dalam menentukan zona prioritas,
maka dilakukan pembobotan/scouring bedasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Kepadatan jiwa per Ha
2. Tingkat sanitasi perkecamatan di Kabupaten Klaten
3. Tingkat diare perkecamatan di Kabupaten Klaten
Pelayanan pada tahap awal ditujukan untuk wilayah yang termasuk
dalam zona prioritas 1, yaitu Klaten Utara dan Ceper. Pelayanan berikutnya
diarahkan pada daerah pengembangan yang sesuai dengan arahan.
6.1.6 Rencana Pengelolaan Keuangan
Secara umum, penanggungjawab dalam pembiayaan sistem
pengelolaan air limbah di Kabupaten Klaten terbagi menjadi 3 (tiga),
yaitu :
1. Sektor masyarakat, memiliki tanggungjawab terhadap pembiayaan
sistem pelayanan pengelolaan air limbah on-site invidual.
2. Sektor swasta, memiliki tanggungjawab terhadap pembiayaan sistem
pelayanan pengelolaan air limbah on-site berupa
pengumpulan/transportasi dan pembuangan.
3. Sektor Pemerintah Daerah, memiliki tanggungjawab terhadap
pembiayaan sistem pelayanan pengelolaan air limbah on-site berupa
pengelolaan/penyimpanan.
118
Tabel 6.1.6 Total Biaya Jangka Pendek
Jangka Pendek
No Kegiatan Harga Satuan Harga Total
Jumlah Satuan
(Rp.) (Rp.)
Survey Lokasi
1 1 Lokasi 3.000.000 3.000.000
IPLT Jomboran
Penyusunan Studi
2 Kelayakan & DED 1 Paket 750.000.000 750.000.000
IPLT
Penyusunan
3 Dokumen 1 Paket 100.000.000 100.000.000
Lingkungan
Pembentukan
4 UPTD IPLT 1 Kali 5.000.000.000 5.000.000.000
(termasuk SDM)
Penetapan Regulasi
Pengelolaan Air
Limbah dan
5 Lumpur Tinja serta 1 Kali 1.800.000.000 1.800.000.000
Iuran/Retribusi
Penyedotan
Lumpur Tinja
Pembangunan
6 Akses Sanitasi 2 Kecamatan 2.450.000.000 4.900.000.000
Layak
Penyelenggaraan
Sosialisasi Lokasi
7 26 8.000.000 208.000.000
Pengelolaan Air Kecamatan
Limbah dan PHBS
Total 12.761.000.000
Sumber : Hasil Analisis
119
Tabel 6.1.6.1 Total Biaya Jangka Menengah
Jangka Menengah
No Kegiatan Harga Satuan Harga Total
Jumlah Satuan
(Rp.) (Rp.)
Penambahan Truk
1 5 Unit 475.000.000 2.375.000.000
Tinja
665,62
2 IPLT 1 886.096.641 886.096.641
(m3/hari)
Pembangunan
3 IPAL kawasan 1 Paket 518.735.972 518.735.972
dan Jaringan
Pembangunan
4 Akses Sanitasi 5 Kecamatan 2.450.000.000 12.250.000.000
Layak
Penyelenggaraan
Sosialisasi Lokasi
5 26 8.000.000 208.000.000
Pengelolaan Air Kecamatan
Limbah dan PHBS
Total 16.237.832.613
Sumber : Hasil Analisis
120
Tabel 6.1.6.2 Total Biaya Jangka Panjang
Jangka Panjang
No Kegiatan Harga Satuan Harga Total
Jumlah Satuan
(Rp.) (Rp.)
Pembangunan
1 Akses Sanitasi 19 Kecamatan 2.450.000.000 46.550.000.000
Layak
Pembangunan
2 IPAL kawasan 3 Paket 518.735.972 1.556.207.916
dan Jaringan
Penyusunan
3 Dokumen 1 Paket 100.000.000 100.000.000
Lingkungan
Total 48.106.207.916
Sumber : Hasil Analisis
121
b. Rencana Jangka Menengah
Rencana jangka menengah dalam periode 5 tahun memprioritaskan
sebagai berikut:
1. Menghilangkan angka BABs di Kabupaten Klaten
2. Melanjutkan pembangunan tangki septic baru dan perbaikan septic tank
yang belum memenuhi syarat teknis (SNI)
3. Ada penambahan armada truk tinja
4. Pengoperasian IPLT Kabupaten Klaten
5. Peningkatan pelayanan pengelolaan air limbah
6. Pembangunan IPAL kawasan dan jaringannya
c. Rencana Jangka Panjang
Dalam rencana jangka panjang diprioritaskan pada pengembangan serta
melanjutkan program yang belum selesai untuk memenuhi standar pelayanan
minimal (SPM) sebagai berikut:
1. Melanjutkan pembangunan akses sarana dan prasarana sanitasi yang layak
dan sesuai dengan standar yang ada
2. Melanjutkan pembangunan IPAL kawasan dan jaringan
3. Mengembangkan aplikasi sederhana untuk mengelola air limbah
Tabel 6.2 Rencana Tahapan Perencanaan
Jangka Jangka
Jangka
Eksisting 2020 Menengah Panjang
Sistem Pendek (2020)
(2025) (2040)
% Jiwa % Jiwa % Jiwa % Jiwa
Sistem On-
site
122
Tangki
Septik
73957 103540 133123
Individual 20% 295830 50% 70% 90%
5 5 5
Layak
Teknis
1479150
MCK 3,00 4,00 73957,
44375 59166 5% 6% 88749
Komunal % % 5
Tidak
Memiliki
Tangki
1138945 68040 369787
Septik/Tan 77% 46% 25% 4% 59166
,5 9 ,5
gki Septik
Tidak
Layak
100 100 14791 100 147915 100 147915
Total 1479150
% % 50 % 0 % 0
Sumber : Hasil Analisis
123
2. CSR
Pengelolaan IPLT Biaya pengolahan Pemerintah
buangan Per tangki
Air Limbah Domestik
(offsite)
Jaringan pipa SR sampai Iuran pelanggan termasuk Pemerintah
IPAL komunal biaya pengelolaan IPAL
Pengelolaan IPAL Pemerintah
Sumber : Hasil Analisis
Pembiayaan proyek terdiri dari:
1. Biaya Dasar Konstruksi (terdiri dari biaya langsung-dasar perkiraan dari
perkalian jumlah/ volume pekerjaan dikalikanharga satuan dan biaya
tidak langsung, yang diperkirakan dari persentase biaya langsung).
2. Biaya Kompensasi (pembebasan tanah dan bangunan dan segala sesuatu
yangberhubungan dalam pembangunan).
3. Biaya Administrasi (pengeluaran untuk Pengelola Proyek dalam
pelaksanaan sebenarnya. Biaya iniadalah 5% dari biaya konstruksi,
ditambah biaya tak terduga fisik).
4. Biaya Jasa Perencanaan (pembiayaan pekerjaan detail desain dan
supervisi pekerjaan konstruksi, utamanya yang dilakukan oleh Konsultan
jasa perencanaan teknik diperkirakan12% dari biaya konstruksi ditambah
biaya tak terduga fisik).
5. Biaya Tak Terduga, Fisik (diterapkan 10% dari biaya konstruksi. Biaya
ini disediakan untuk pembiayaan pengeluaran lainnya, seperti biaya
kompensasi, biaya administrasi, dan biaya untuk kejadian-kejadian
lainnya dalam pengerjaan konstruksi).
6. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (diterapkan 10% dari biaya konstruksi
ditambah biaya tak terduga fisik).
124
6.4.1. Perencanaan
Membuat target pengolahan air limbah domestik skala kabupaten.
Membuat rencana program air limbah domestik dalam rangka
pencapaian target.
Membuat rencana anggaran program air limbah domestik.
Menyusun rencana desain IPLT.
6.4.2. Pengadaan Sarana
Membangun sarana pembangunan septik tank yang layak guna.
Membangun IPLT.
Menyediakan sarana pengangkutan air limbah truk tinja.
6.4.3. Pengelolaan
Menyediakan layanan penyedotan lumpur tinja.
Mengelola IPLT.
Melakukan penarikan retribusi penyedotan lumpur tinja.
Memberikan izin usaha pengelolaan air limbah domestik dan
penyedotan air limbah domestik.
Melakukan pengecekan kelengkapan teknis bangunan (tangki septik,
dan saluran drainase lingkungan) dalam pengurusan IMB.
6.4.4. Pengaturan dan Pembinaan
Mengatur prosedur penyediaan layanan air limbah domestik
(pengangkutan, personil, peralatan, dll).
Melakukan sosialisasi peraturan dan pembinaan dalam pengelolaan
air limbah domestik.
Memberikan sanksi kepada pelanggar pengelolaan air limbah
domestik.
6.4.5. Monitoring dan Evaluasi
Melakukan monitoring dan evaluasi pada kapasitas infrastruktur
sarana pengelolaan air limbah domestik.
125
Melakukan monitoring dan evaluasi pada efektivitas layanan air
limbah domestik dan menampung serta mengelola keluhan layanan
air limbah domestik.
6.5 Rencana Edukasi dan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka edukasi dan peran serta masyrakat maka dilakukan :
1. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berkontribusi dalam
pengembangan kesehatan masyarakat dan sanitasi
2. Melibatkan masyarakat untuk membantu berpartisipasi dalam kegiatan seperti
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan serta pemeliharaan hasil
kegiatan
3. Mengembangkan dan menjaga hubungan baik masyarakat agar program
kegiatan dalam berjalan baik dan lancar karena masyarakat menjadi faktor
yang sangat penting
4. Program kegiatan harus saling berkaitan agar menghasil kesatuan program
yang berjalan baik Pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan
stakeholder yang berkaitan harus saling bersinergi untuk menjalan program
dengan sangat baik
126
BAB VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
7.1 KESIMPULAN
Adapun simpulan dari pembuatan Masterplan Kabupaten Klaten ini adalah:
Kondisi saat ini pengelolaan air limbah di Kabupaten Klaten menggunakan
sistem on-site yang sudah memiliki tangki septik individual layak teknis, mck
komunal (on-site komunal), dan tangki septik tidak layak.
Rencana program pengembangan dibagi menjadi 3, yaitu Jangka Pendek,
Jangka Menengah dan Jangka Panjang. Rencana tersebut direncanakan
dengan persentase yang dibandingkan dengan kondisi eksisting Kabupaten
Klaten
Peraturan tentang pengolahan lumpur tinja dan pengoperasian IPLT baik
retribusi maupun sistem penyedotan sudah tersedia namun belum ada.
Sudah adanya armada dan kegitan penyedotan lumpur tinja, namun belum
efektif.
Belum maksimal peran masyarakat dan swasta dalam kegiatan pengembangan
air limbah di Kabupaten Klaten.
Belum adanya organisasi atau Lembaga yang mengelola air limbah.
Pelayanan yang akan dilakukan di Kabupaten Klaten pada jangka waktu
perencanaan (2020-2040) sesuai dengan analisis SWOT adalah kuadran I,
yaitu Optimalisasi Sistem Setempat (On-Site)
Pembagian zona prioritas didasarkan pada jumlah penduduk, tingkat sanitasi
dan tingkat diare di Kabupaten Klaten
7.2 SARAN
Adapun saran dari kelompok kami untuk menunjang Pembangunan Sistem
Pengelolaan Air Limbah Daerah Kabupaten Klaten adalah :
Peningkatan akses sanitasi dasar pada rumah tangga di Kabupaten Klaten.
Menurunkan angka BABS menjadi 0%
127
Perlu adanya penetapan regulasi mengenai sistem pengelolaan limbah
domestik, retribusi penyedotan lumpur tinja dan kelembagaan pengelola
IPLT.
Perlu mengoptimalisasikan pengoperasian IPLT Kabupaten Klaten.
Perlu adanya edukasi masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pentingnya pengelolaan air limbah.
128
DAFTAR PUSTAKA
Buku Putih Sanitasi Kabupaten Klaten Tahun 2012. Klaten: TIMPOKJA Sanitasi
Kabupaten Klaten, 2012
Hasil Sensus Penduduk 2019. Klaten: Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten,
2019
Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten 2018-2022. Klaten: Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten Tahun 2011-2031. Klaten: Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten
Kabupaten Klaten Dalam Angka 2017. Klaten: Bappeda Kabupaten Klaten, 2019
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 1 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Minimum Pekerjaan Umum dan Penataan Tata
Ruang
Kabupaten Klaten Dalam Angka 2018. Klaten: Bappeda Kabupaten Klaten, 2019
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 1 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Minimum Pekerjaan Umum dan Penataan Tata
Ruang
Pedoman Perencanaan Teknik Terinci Instalansi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2019
129