Anda di halaman 1dari 5

Pelaksanaan Tax Examination Abroad Dalam Rangka untuk Pertukaran Informasi

Pemeritah telah mengeluarkan beleid terkait tax examination abroad (TEA) dalam skema
pertukaran informasi berdasarkan permintaan atau exchange of information on request (EoIR).
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-02/PJ/2020 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Tax Examination Abroad dDalam Rangka Pertukaran Informasi
Berdasarkan Perjanjian Internasional (Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-02/PJ/2020)(PER DJP
No. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-02/PJ/2020).
TEA adalah kehadiran perwakilan Ditjen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka pencarian
dan/atau pengumpulan informasi yang dilakukan oleh otoritas perpajakan negara mitra atau
yurisdiksi mitra, atau maupun sebaliknya , berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. TEA
Proses ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari pertukaran informasi yang mengacu pada Pasal
13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi
Berdasarkan Perjanjian Internasional (PMK No. 39/2017).
Setidaknya, terdapat tiga manfaat utama dari adanya kebijakan TEA ini. Pertama, DJP dapat
memperoleh informasi yang lengkap terkait profil wajib pajak yang diminta datanya. Kedua, TEA
menjadi sarana kerja sama antarotoritas pajak pada masalah perpajakan yang berkaitan dengan
wajib pajak/grup yang sama sehingga menghindari potensi duplikasi pemeriksaanmenghindari
potensi duplikasi pemeriksaan. Ketiga, dengan TEA, proses mendapatkan informasi dan data yang
lebih cepat.
DJP berwenang sendiri memiliki kewenangan sebagai pelaksana TEA secara resiprokal dengan
pejabat yang berwenang di negara/yurisdiksi mitra. TEA yang dimaksud meliputi TEA ke luar
negeri dan TEA di dalam negeri.
Dalam hal TEA ke luar negeri dilaksanakan berdasarkan usulan permintaan dari pimpinan unit di
lingkungan DJP kepada Direktur Perpajakan Internasional. Usulan permintaan tersebut dilakukan
terhadap Wajib Pajak yang diusulkan untuk dilakukan TEA atas kegiatan pemeriksaan,
pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terhadap
kewajiban perpajakannya.
Selain itu, usulan permintaanm dapat disampaikan dalam hal terdapat potensi penerimaan pajak
yang signifikan dan harus memenuhi dua hal. Pertama, DJP telah melakukan permintaan informasi
kepada pejabat berwenang di negara mitra atau sebaliknya , tetapi informasi yang diteriman
kurang memadai sehingga diperlukan informasi tambahan. Kedua, permintaan informasi telah
dilakukan oleh DJP kepada otoritas pajak negara mitra atau sebaliknya namun . Namun, diperlukan
adanya percepatan dalam rangka mendapatkan informasi.
Lebih lanjut, untuk TEA di dalam negeri dilaksanakan berdasarkan permintaan dari pejabat yang
berwenang di negara mitra atau yurisdiksi mitra kepada Direktur Perpajakan Internasional DJP.
Terdapat dua kondisi yang harus terpenuhi untuk menjalankannya.
Pertama, telah dilakukan dilakukan permintaan informasi dari pejabat yang berwenang di negara
mitra atau yurisdiksi mitra kepada Direktur Perpajakan Internasional , tetapi namun informasi
yang diterima kurang memadai sehingga diperlukan informasi tambahan. Kedua, telah dilakukan
permintaan informasi dari pejabat yang berwenang di negara mitra atau yurisdiksi mitra kepada
Direktur Perpajakan Internasional , tetapi diperlukan percepatan dalam memperoleh informasi.

Pemberitahuan Berlakunya Pemberlakuan Efektif Persetujuan Penghindaran Pajak


Berganda (P3B) Indonesia-Tajikistan
Dirjen Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak mengeluarkan surat edaran yang berisi pemberitahuan
tentang berlakunya persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia
dengan Tajikistan. Surat edaran yang dimaksud adalah Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-
03/PJ/2020Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor. SE-03/PJ/2020 tentang Pemberitahuan
Berlakunya Persetujuan antara Republik Indonesia dan Republik Tajikistan Mengenai
Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak atas Penghasilan (SE DJP No.
03/PJ/2020).. Beleid ini dirilis lantaran pemerintah telah menyelesaikan prosedur ratifikasi
dan pemberitahuan yang dipersyaratkan oleh kedua belah negara.
Melalui beleid ini, pemerintah memberitahukan menyampaikan pemberitahuan mengenaai saat
berlaku, saat berlaku efektif, dan pokok-pokok pengaturan dalam P3B Indonesia-Tajikistan.
Pemberitahuan tersebut dijabarkan dalam empat ruang lingkup.
Pada lingkup pPertama, beleid ini menjabarkan secara runtut proses penandatanganan,
ratifikasi, dan pemberitahuan dalam rangka pemberlakuan P3B Indonesia-Tajikistan.
Adapun dijelaskan bahwa P3B Indonesia-Tajikistan ini sendiri telah ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang dari kedua belah negara di Jakarta pada 28 Oktober 2003.
Selanjutnya, Pemerintah Tajikistan telah menyampaikan notifikasi pemberitahuan berupa
nota diplomatik pada 8 Mei 2014 kepada pemerintah Indonesia yang berisi informasi bahwa
pemerintah Tajikistan telah menyelesaikan syarat-syarat formal konstitusionalnya terkait
pemberlakuan P3B.
Kemudian, Dari sisi Indonesia, pPemerintah Indonesia telah meratifikasi P3B ini melalui
Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2019 (Perpres 76/2019) tentang Pengesahan
Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Republik Tajikistan mengenai Penghindaran
Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak atas Penghasilan (Perpres 76/2019) pada
12 November 2019.
TerakhirBerdasarkan kondisi tersebut, , Pemerintah Indonesia telah kemudian menyampaikan
notifikasi pemberitahuan berupa nota diplomatik pada 13 Desember 2019 kepada
Pemerintah Tajikistan yang berisi pemberitahuan bahwa pemerintah Indonesia telah
menyelesaikan prosedur atau syarat formal berdasarkan konstitusi Indonesia dalam rangka
pemberlakuan P3B.
KeduaLingkup kedua beleid ini berisi pemberitahuan , pemberitauan tentang saat mulai berlaku
(entry into force) dan saat mulai berlaku efektif (effective date) P3B Indonesia-
Tajikistan. Adapun saat mulai berlaku P3B Indonesia-Tajikistan adalah pada tanggal 13
Desember 2019. Sementara, saat mulai berlaku efektif baik untuk pajak yang dipotong atas
penghasilan di negara sumber (tax withheld at the source) maupun pajak atas penghasilan
lainnya (other taxes on income) terhitung setelah 1 Januari 2020. 
Lebih lanjut, Ketiga, lingkup ketiga SE DJP No. 03/PJ/2020 ini menjelaskan pemberitahuan terkait
tentang beberapa pokok pengaturan yang diatur dalam P3B Indonesia-Tajikistan. Beleid ini
menjelaskan bahwa hak pemajakan negara sumber penghasilan atas penghasilan berupa
dividen, bunga, dan royalti maksimal dikenakan tarif 10% dari jumlah bruto yang diterima
oleh pemilik manfaat sebenarnya (beneficial owner). Tarif maksimal 10% juga berlaku
untuk branch profit tax.
NamunAkan tetapi, ketentuan tarif maksimal untuk branch profit tax tidak berlaku untuk
kontrak bagi hasil di bidang dan gas bumi serta kontrak di bidang pertambangan yang
disetujui oleh pemerintah Indonesia, badan-badan pemerintahnya, perusahaan minyak dan
gas bumi milik negara, atau entitas lain dengan orang atau badan yang merupakan
penduduk Tajikistan.
Terakhir, lingkup keempat dari SE DJP No. 03/PJ/2020Keempat, pemberitahuan berisi tentang
tentang ketentuan administratif pemanfaatan untuk dapat memanfaatkan P3B Indonesia-
Tajikistan. Beleid ini menekankan orang atau badan yang merupakan penduduk Tajikistan
dapat memanfaatkan P3B Indonesia-Tajikistan sehubungan dengan penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dari Indonesia sepanjang memiliki surat keterangan domisili
(SKD). Adapun beleid ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo pada 24 Januari
2020.

Penegasan Pelakuan Pembebasan PPN Kepada Perusahaan Angkutan Laut yYang


Melakukan Kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri
Pemerintah merilis surat edaran yang menegaskan bahwa penerima jasa kepelabuhan
tertentu yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN adalah perusahaan yang
mengoperasikan kapal untuk kegiatan angkutan laut luar negeri. Selain itu, perusahaan
angkutan laut tersebut harus mencatat biaya jasa pelayanan kapal dan barang sebagai
beban perusahaan.
Penegasan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-4/PJ/2020 tentang
Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kepelabuhanan Tertentu
Kepada Perusahaan Angkutan Laut yang Melakukan Kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri (SE DJP
No. SE-4/PJ/2020). Pemerintah merisilis beleid untuk memberikan keseragaman pemahaman dan
perlakuan PPN atas penyerahan jasa kepelabuhan tertentu kepada perusahaan angkutan laut yang
melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri.
Adapun Berdasarkan beleid ini, apabila suatu kapal dioperasikan berdasarkan konsorsium
atau vessel sharing agreement oleh beberapa perusahaan angkutan laut asing, maka
penerima jasa kepelabuhan yang mendapatkan pembebasan PPN adalah ialah operator kapal
menurut dokumen pelayaran atau kepelabuhan.
Penegasan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No SE-4/PJ/2020.
Pemerintah merisilis beleid untuk memberikan keseragaman pemahaman dan perlakuan PPN atas
penyerahan jasa kepelabuhan tertentu kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan
angkutan laut luar negeri.
Adapun Jjasa kepelabuhan tertentu yang mendapatkan pembebasan PPN meliputi dua jenis
jasa. Pertama, jasa pelayanan kapal, yaitu jasa labuh, jasa pandu, jasa tunda, dan jasa
tambat. Kedua, jasa pelayanan barang, yaitu jasa bongkar muat peti kemas sejak dari kapal
sampai ke lapangan penumpukan dan/atau sejak dari lapangan penumpukan sampai ke
kapal.
Lebih lanjut, jasa bongkar muat peti kemas meliputi jasa stevedoring dan cargodoring.
Jasa stevedoring adalah jasa pembongkaran barang atau pemuatan barang dari kapal ke
dermaga/tongkang/truk atau memuat barang dari dermaga/tongkang/truk ke dalam kapal
sampai dengan tersusun dalam palka kapal, baik dengan menggunakan derek kapal atau
maupun derek darat. Sementara itu, jasa cargodoring adalah jasa untuk melepaskan barang
dari tali/jala-jala (ex- tackle) di dermaga dan hingga mengangkut pengangkutan dari dermaga
ke gudang/lapangan penumpukan barang atau maupun sebaliknya.
Beleid ini juga menjelaskan menegaskan bahwa pembebasan PPN hanya diberikan jika kapal
yang digunakan tidak mengangkut penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke
pelabuhan lain di wilayah Indonesia. Dengan demikian, Hal ini berarti pembebasan PPN INI
hanya berlaku untuk benar-benar hanya diberikan untuk kegiatan angkutan ke luar negeri saja.
Secara lebih terperinci, pemenuhan syarat tidak mengangkut penumpang dan/atau barang itu
dapat diketahui oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan informasi dari sistem informasi
terintegrasi Kementerian Perhubungan dan/atau dokumen dari otoritas/instansi yang berwenang.
NamunDi sisi lain, peti kemas (container) yang digunakan sebagai sarana pengemas yang
dipakai berulang-ulang tidak termasuk dalam pengertian barang, sehingga kapal yang
mengangkutnya pun tetap diperkenankan mendapatkan fasilitas PPN. Secara lebih terperinci,
pemenuhan syarat di atas dapat dideteksi oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan informasi dari
sistem informasi terintegrasi Kementerian Perhubungan dan/atau dokumen dari otoritas/instansi
yang berwenang.
Selanjutnya, beleid ini menekankan untuk bahwa perusahaan angkutan laut asing baru dapat
memperoleh pembebasan jika negara tempat kedudukan perusahaan tersebut memberikan
perlakuan yang sama pada terhadap kapal angkutan laut Indonesia (atau menerapkan asas
timbal balik). SE DJP No. SE-4/PJ/2020 juga mencantumkan Beleid ini juga menjabarkan 41
negara yang membebaskan atau tidak memungut PPN atas jasa kapal angkutan laut
Indonesia tersebut di dalam wilayahnya., diantaranya Singapura, Filipina, Pakistan, Belgia.
Namun, Adapun perusahaan angkutan laut asing yang bertempat kedudukan di negara yang
tidak termasuk dalam 41 negara tersebut, tetap memenuhi juga dapat memperoleh fasilitas ini
asas timbal batik sepanjang terdapat surat keterangan dari Competent Authority (CA). Surat
kKeterangan dari CA tersebut harus berasal wajib mencantumkan negara tempat kedudukan
perusahaan dan menyatakan bahwa negara tersebut juga memberikan perlakuan PPN yang
sama terhadap kapal angkutan laut Indonesia.
Adapun surat keterangan dari CA itu dapat pula digunakan oleh Badan Usaha Pelabuhan
kemudian dapat menggunakan dokumen tersebut sebagai bentuk pembuktian terhadap seluruh
perusahaan angkutan laut yang memiliki sertifikat domisili (Certificate of Domicile/COD)
dari negara yang sama.
Selanjutnya, dalam hal persyaratan tidak mengangkut dan asas timbal balik tidak terpenuhi,
perusahaan angkutan laut wajib wajib membayar PPN yang terutang dalam waktu paling
lambat satu bulan terhitung sejak tanggal persyaratan tersebut tidak terpenuhi. Apabila PPN
tidak dibayar sesuai melewati jangka waktu yang ditetapkan, maka Dirjen Pajak kemudian akan
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ditambah dengan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 

Anda mungkin juga menyukai