Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 2

PERPAJAKAN

Nama : Christian Mangasapu


Nim : 220611040339
Kelas : C7 Akuntansi

1. Seseorang yang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif harus mendaftarkan
diri untuk mendapatkan NPWP. Jelasakan.
Jawaban :
Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, wajib
mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan, dan tempat kegiatan usaha Wajib Pajak, dan kepada Wajib Pajak diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak
yang menerima, atau memperoleh penghasilan, atau diwajibkan melakukan
pemotongan ataupun pemungutan. Kewajiban melaporkan diri berlaku juga terhadap
wanita kawin yang dikenai pajak secara terspisah/hidup tepisah, bredasarkan keputusan
hakim atau dikehendaki secara tertulis. Wanita kawin dapat mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melakukan
hak dan kewajiban perpajakannya. Dalam hal berhubungan dengan dokumen
perpajakan WP diwajibkan mencantumkan NPWPnya terhadap wajib pajak yang tidak
mendaftarkan diri untuk mendaftarkan NPWP dikenai sanksi sesuai dengan KUP.
Penerbitan NPWP secara jabatan adalah penerbitan NPWP yang dilakukan
terhadap wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya mendaftarkan diri.
Penerbitan NPWP secara jabatan dilakukan Dirjen Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan
atau data/informasi milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Jika Penerbitan NPWP secara
jabatan maka bisa saja dilakukan pemeriksaan harta hingga 5 tahun sebelumnya kepada
wajib pajak.

2. Apakah NPWP dapat diberikan secara jabatan? Jelaskan.


Jawaban :
Penerbitan NPWP secara jabatan dilakukan Direktur Jenderal Pajak berdasarkan
hasil pemeriksaan atau data milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap Wajib Pajak
yang tidak melaksanakan kewajibannya mendaftarkan diri. Dasar hukum penerbitan
NPWP secara jabatan ini diatur dalam Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang menyatakan
bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan NPWP secara jabatan apabila Wajib
Pajak tidak melaksanakan kewajibannya. Kewajiban yang dimaksud adalah yang diatur
dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
Perpajakan yang mengharuskan setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif untuk mendaftarkan diri.
Persyaratan subjektif yang dimaksud adalah persyaratan yang sesuai dengan
ketentuan mengenai subjek pajak dalam Pasal 2, Pasal 2A dan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pada Pasal 2 mengatur mengenai
pihak yang menjadi subjek pajak. Pasal 2A mengatur waktu dimulainya kewajiban
subjektif. Kemudian, Pasal 3 mengatur pihak-pihak yang tidak termasuk ke dalam subjek
pajak. Sedangkan untuk persyaratan objektif diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang mengatur bahwa bagi subjek
pajak yang menerima/ memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan
pemotongan/ pemungutan sesuai dengan ketentuan.
Lebih lanjut, penerbitan NPWP secara jabatan diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 147/PMK.03/2017. Pada Pasal 3 ayat 2 PMK ini mengatur
bahwa terdapat dua Wajib Pajak Orang Pribadi yang diharuskan mendaftarkan diri pada
KPP atau KP2KP, yaitu Wajib Pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Jangka waktu pendaftaran NPWP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas paling lama dilakukan pada akhir bulan
berikutnya, yaitu setelah penghasilan yang disetahunkan pada suatu bulan sama atau
melebihi PTKP. Sedangkan, Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas wajib mendaftarkan diri paling lama 1 bulan setelah kegiatan
usaha atau pekerjaan bebasnya mulai dilakukan.
Apabila terdapat Wajib Pajak yang diwajibkan mendaftarkan diri untuk
mendapatkan NPWP tetapi tidak melakukannya, maka Kepala KPP atau KP2KP dapat
menerbitkan NPWP secara jabatan.

3. Apa alasan sehingga SPT yang sudah dilaporkan oleh Wajib Pajak dapat diperiksa oleh
Petugas Pajak?
Jawaban :
Ada beberapa alasan mengapa Surat Pemberitahuan (SPT) yang sudah dilaporkan oleh
Wajib Pajak dapat diperiksa oleh Petugas Pajak. Pemeriksaan SPT biasanya dilakukan
oleh Petugas Pajak yang memiliki kewenangan untuk memeriksa dokumen, informasi,
dan bukti-bukti terkait dengan pelaporan pajak Wajib Pajak. Jika terdapat
ketidaksesuaian antara informasi dalam SPT dengan bukti yang ada, Petugas Pajak dapat
mengambil langkah-langkah yang sesuai, termasuk penyesuaian jumlah pajak yang
harus dibayar oleh Wajib Pajak.
Berikut adalah beberapa alasan umumnya:
1) Verifikasi dan Kepatuhan: Pemeriksaan SPT dilakukan untuk memverifikasi
kebenaran informasi yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak. Tujuannya adalah
untuk memastikan bahwa jumlah pendapatan, pengeluaran, dan kewajiban
pajak lainnya yang dilaporkan sesuai dengan fakta dan aturan perpajakan yang
berlaku. Pemeriksaan ini membantu dalam memastikan bahwa Wajib Pajak
mematuhi kewajiban perpajakannya dengan benar.
2) Menghindari Penyalahgunaan dan Pemalsuan: Pemeriksaan juga dilakukan untuk
mencegah penyalahgunaan dan pemalsuan informasi dalam SPT. Terkadang,
Wajib Pajak dapat mencoba untuk menghindari pembayaran pajak dengan
memberikan informasi yang tidak akurat atau dengan sengaja menyembunyikan
sebagian dari pendapatannya. Pemeriksaan ini membantu mengungkap potensi
kecurangan dan menjaga integritas sistem perpajakan.
3) Analisis Risiko: Petugas Pajak melakukan analisis risiko terhadap SPT yang
dilaporkan. SPT dengan karakteristik tertentu, seperti jumlah penghasilan yang
tinggi atau pengembalian pajak yang besar, mungkin lebih cenderung untuk
diperiksa karena memiliki potensi risiko pajak yang lebih tinggi.
4) Peningkatan Penerimaan Pajak: Pemeriksaan SPT juga dapat menjadi sumber
pendapatan tambahan bagi negara. Jika terdapat kesalahan dalam pelaporan
atau kewajiban pajak yang tidak dibayar dengan benar, hasil dari pemeriksaan ini
dapat meningkatkan penerimaan pajak yang seharusnya diterima oleh negara.
5) Kepatuhan Secara Umum: Pemeriksaan SPT juga memiliki efek jangka panjang
dalam membangun budaya kepatuhan terhadap perpajakan. Ketika Wajib Pajak
tahu bahwa SPT mereka dapat diperiksa, mereka cenderung lebih berhati-hati
dalam pelaporan pajak mereka dan lebih mungkin untuk mematuhi peraturan
perpajakan.

4. Apa yang Saudara ketahui tentang PMK 112 Tahun 2022?


Jawaban :
Belum lama ini menteri keuangan telah menerbitkan aturan yang menjelaskan
ketentuan lebih lanjut tentang integrasi NIK dan NPWP yang diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.
Menurut Pasal 2 ayat (1) PMK 112/2022, NIK sudah digunakan sebagai NPWP
bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk negara Indonesia dan sudah
berlaku sejak tanggal 14 Juli 2022 lalu. Agar NIK dapat digunakan sebagai NPWP maka
NIK harus diaktivasi terlebih dahulu sesuai dengan isi pada Pasal 2 ayat (4) PMK
112/2022. Sedangkan bagi wajib pajak orang pribadi yang yang sudah memiliki NPWP
sebelum aturan ini resmi dijalankan, maka aktivasi NIK akan dilakukan otomatis oleh
Direktorat Jendral Pajak (DJP).
Meskipun di cap dapat memudahkan proses perpajakan di dalam masyarakat,
namun aturan PMK 112 ini juga masih mendapati permasalahan. Permasalahan ini tentu
saja berkaitan dengan tingkat pemahaman masyarakat tentang integrasi NIK menjadi
NPWP. Banyak yang menganggap bahwa penggunaan NIK sebagai NPWP tersebut
beresiko terhadap keamanan data pribadi masyarakat. Tidak sedikit masyarakat yang
masih ragu dengan regulasi yang dijalankan oleh Kemenkeu apakah sudah aman atau
belum untuk memberikan data NIK mereka ke dalam sistem yang ditentukan. Masalah
lain juga datang dari sebagian masyarakat yang kurang paham mengenai informasi dan
tata cara untuk mengubah NIK menjadi NPWP ini karena tidak semua masyarakat dapat
menjangkau informasi dengan cepat. Akibatnya target pemerintah di tahun 2024 nanti
juga mungkin tidak dapat sesuai target.
Dari permasalahan yang timbul, maka ada baiknya jika kebijakan PMK 112 ini
dibarengi dengan peraturan terkait keamanan data bagi masyarakat agar
penghimpunan pendapatan negara dari pajak penghasilan dapat berjalan maksimal.
Dengan adanya payung hukum terkait keamanan data masyarakat, maka dapat
meningkatkan kepercayaan publik. Pemerintah juga diharapkan dapat terus
memberikan informasi lewat semua media agar masyarakat luas dapat mengetahui
tentang adanya aturan baru yang berlaku yaitu PMK 112 ini.

Anda mungkin juga menyukai