Anda di halaman 1dari 6

Dampak-dampak penting hipotetik yang dikaji dalam dokumen ANDAL ini disesuaikan dengan

KA-ANDAL yang telah disepakati oleh Komisi Penilai AMDAL Provinsi DKI Jakarta melalui
Surat Keputusan Nomor 21/KA.Andal/1.774.151 tentang Persetujuan KA Andal Reklamasi Pulau
I Bagian Barat Kawasan Raklamasi Pantura Jakarta. Namun demikian karena terdapat beberapa
perubahan atau modifikasi dari rencana kegiatan maka beberapa dampak penting hipotetik yang
dikaji disesuaikan dengan rencana kegiatan yang terbaru. Berdasarkan hal tersebut maka dampak-
dampak penting hiptoteik yang dikaji adalah :
Tahap Pra Reklamasi

Pada tahap pra reklamasi, kegiatan yang menimbulkan dampak penting hipotetik terhadap
lingkungan hidup adalah:
a. Penetapan Lokasi Perubahan Persepsi Masyarakat
Kegiatan penetapan lokasi oleh Gubernur DKI Jakarta akan mengubah persepsi masyarakat
sekitar. Perubahan persepsi terjadi dari tidak tahu menjadi tahu, dan tahu timbul kekhawatiran
bahwa kegiatan reklamasi Pulau I akan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar

Tahap Reklamasi
Perubahan Perubahan Persepsi Masyarakat

Akibat Kegiatan Penetapan Lokasi


Pada tahap pra reklamasi / pra konstruksi, dampak yang mungkin timbul adalah perubahan persepsi
masyarakat yang bersumber dari penetapan lokasi reklamasi Pulau I. Persepsi masyarakat adalah
proses dimana masyarakat memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang dianggap menarik dari
lingkungan tempat tinggal mereka berdasarkan informasi, data atau pengalaman yang mereka
miliki. Terkait dengan penetapan lokasi Pulai I oleh Gubernur DKI Jakarta berdasarkan konsultasi
publik yang dilakukan, persepsi masyarakat masih dalam tahap pembentukan opini belum sampai
dalam bentuk kecemasan maupun dalam bentuk aksi (action). Opini negatif yang timbul adalah :
(1) Kegiatan Penetapan Lokasi Reklamasi Pulau I akan mengganggu aktivitas pelabuhan Sunda
Kelapa dan Kabel Laut;
(2) Kegiatan Penetapan Lokasi Reklamasi Pulau I akan meningkatkan kekeruhan perairan laut
yang berdampak terhadap biota laut;
(3) Kegiatan Penetapan Lokasi Reklamasi Pulau I akan menambah genangan/banjir.
(4) Kegiatan Penetapan Lokasi Reklamasi Pulau I akan mengganggu lalu lintas dan transportasi
laut
Selain persepsi negatif, terdapat juga persepsi positif yang juga berupa opini terhadap
penetapan Pulau I seperti akan adanya peluang kerja dan berusaha di Pulau I. Dengan demikian
dengan adanya penetapan reklamasi untuk membentuk Pulau I telah menimbulkan mengubah
persepsi masyarakat dari tidak tahu menjadi opini positif maupun opini negatif. Jumlah masyarakat
yang memberikan opini positif 35-43 orang atau 70-85% dari responden dan yang memberikan
opini negatif 7-15 orang atau 15-30% responden. Adanya sikap dan persepsi ini bersifat positif bagi
lingkungan karena hal ini menunjukkan adanya perhatian masyarakat terhadap rencana kegiatan.
Persepsi atau opini negative terhadap timbulnya dampak yang merugikan masyarakat lebih banyak
disebabkan karena keterbatasan informasi yang didapatkan oleh responden dan juga karena
masyarakat memandang tidak ada menfaat yang akan mereka peroleh dari kegiatan pembangunan
tersebut. Dari analisis persepsi masyarakat tersebut, didapatkan gambaran tingginya kekawatiran
masyarakat terhadap penetapan lokasi area reklamasi pulai I tersebut disebabkan karena:
 Masyarakat belum mendapatkan informasi terhadap rencana kegiatan
 Masyarakat belum mendapatkan gambaran yang utuh terhadap dampak yang akan terjadi.
 Masyarakat beranggapan tidak akan mendapat manfaat dari keberadaan kegiatan
Penurunan Kualitas Udara
Penurunan kualitas udara bersumber dari emisi gas buang dari kendaraan yang digunakan
untuk mobilisasi alat dan bahan atau material reklamasi. Pada uraian kegiatan dijelaskan bahwa
pengangkutan material terbanyak melalui darat adalah pengangkutan tanah urug yang mencapai 19
rit per jam. Kendaraan ini akan mengeluarkan emisi gas buang terutama adalah CO, HC, NOx.
Kendaraan ini berupa dump trcuk secara empiris menghasilkan gas buang (faktor emisi) CO: 12,5
gram/km, HC: 2,75 gram/km dan NOx: 25 gram/km.
Penurunan Kualitas Air Laut
Pengerukan sandkey merupakan sumber dampak dari penurunan kualitas air laut. Dampak
terutama disebabkan adanya galian atau pengerukan seabed pada saat pembuatan sandkey.
Pengerukan direncanakan menggunakan CSD yang menggerus lumpur, menghisap dan kemudian
menempatkannya ke dalam tongkang/barge. Kapasitas CSD adalah daya hisap ± 1.000 m3/jam.
Material yang dihisap terdiri dari lumpur dan air. Apabila komposisi material adalah 70% lumpur
dan 30% air maka dalam setiap jam akan terdapat 300 m3 air keruh yang tumpah dari barge. Bila
barge tidak menggunakan (anti-turbidity overflow system) ATOS maka sebaran TSS dapat
mencapai 200 mg/l atau 0,2 kg/m3. Penyebaran TSS di lokasi pengerukan sandkay ini dapat didekati
dengan model disperse menggunakan bantuan software SMS ver 8.1.
Pengurugan atau reklamasi adalah proses pengisian perairan yang sudah dibatasi oleh
tanggul /revetment dengan pasir laut hingga mencapai ketinggian rencana (+7,5 sampai +8,5
mLWS). Penurunan kualitas air laut terjadi karena ketika pengisian areal reklamasi dengan pasir
yang ditimbunkan akan menyebabkan resuspensi di perairan. Resuspensi ini menyebabkan
kekeruhan air. Air ini akan terdesak keluar oleh material reklamasi sehingga menimbulkan
kekeruhan di perairan sekitar. Ketika pengisian masih pada batas atau dibawah elevasi tanggul,
maka air keruh ini dapat dilokalisasi (blocking) oleh keberadaan tanggul. Namun apabila ketinggian
pengurugan sudah diatas elevasi tanggul, penyebab kekeruhan tidak lagi pengisian / pengurugan
tetapi disebabkan oleh limpasan hujan yang jatuh ke lahan reklamasi. Air limpasan ini akan
membawa sebagian partikel dan masuk ke perairan di sekitar tanggul yang menyebabkan
peningkatan TSS di perairan sekitar tanggul.
Perubahan Pola Arus
Sumber dampak terhadap perubahan pola arus adalah pembangunan tanggul. Pembangunan
tanggul tipe revetment, akan menghalangi pergerakan massa air. Tanggul dapat dianggap sebagai
struktur atau halangan yang tidak dapat ditembus oleh massa air sehingga keberadaan tanggul akan
menyebabkan perubahan pola arus di sekitar lahan reklamasi.
Perubahan pola arus dibandingkan dengan kondisi rona lingkungan dimana kegiatan
penanggulan belum ada. Berdasarkan pada hasil model diketahui bahwa pada saat kondisi air
pasang maksimum menunjukkan arus di wilayah/areal rencana reklamasi pulau mengalami
perubahan pola dan kecepatan, di mana pada saat ada penanggulan pulau maka akan terjadi
perubahan arah arus di wilayah rencana lokasi pulau khususnya di wilayah selatan yang akan
bergerak ke arah barat, di mana sebelum ada penanggulan/reklamasi pulau pola arus bergerak ke
arah selatan, demikian juga dengan kecepatan meningkat menjadi > 0,02 m/s. Hal ini sebagai akibat
adanya penyempitan (berbentuk selat) di wilayah barat reklamasi pulau (antara reklamasi pulau dan
Pelabuhan Muara Baru). Sedangkan pada saat kondisi air menuju pasang maksimum di wilayah
rencana reklamasi pulau kecepatan arus meningkat mencapai 0,18 m/s. Pola arus pada saat pasang
maupun menuju pasang menunjukkan arah pergerakkannya bergerak dari arah utara ke selatan dan
memasuki daerah pantai.
Gangguan Terhadap Biodata Laut
Pengerukan sandkey akan memberikan dampak terhadap biota laut baik secara langsung
maupun secara tidak langsung. Secara langsung gangguan terhadap biota perairan terjadi oleh
kegiatan pengambilan material dasar (tapak sandkey) dan memindahkannya ke tempat lain.
Kegiatan ini menyebabkan hewan dasar (benthos) yang mendiami substrat dasar perairan akan
terambil dan dipindahkan. Permasalahan terjadi karena dalam pemindahan ini menggunakan cutter
suction dan pompa hisap dengan daya hisap yang kuat. Hal ini menyebabkan biota laut mengalami
luka, pecah cangkang hingga kematian.
Secara tidak langsung gangguan terhadap biota perairan terjadi melalui rambatan dampak dari
penurunan kualitas air laut terutama peningkatan kekeruhan atau kadar TSS di perairan.
Peningkatan TSS bisa secara langsung mempengaruhi proses fisiologis biota air dan secara tidak
langsung mengurangi intensitas cahaya matahari yang menembus perairan sehingga mengurangi
kemampuan berfotosintesis bagi biota air sehingga mengurangi produktivitas primer perairan. Jenis
biota perairan yang terkena dampak ini adalah plankton dan nekton, sedangkan benthos dapat
dikatakan tidak terpengaruh karena hidupnya sejatinya berada di dasar perairan yang lunak
(lumpur).
Pada rona dijelaskan bahwa kondisi hewan benthos sedang mengalami tekanan ekologis yang
terlihat dari indeks keanekaragaman. Besaran dampak dapat diperkirakan dari jumlah hewan
benthos yang terkena dampak. Pada rona dijelaskan hewan benthos yang terdapat di perairan yang
akan dikeruk mempunyai kepadatan 116 ind/m2. Luas areal yang akan dijadikan tapak sandkey
adalah 297.671 m2, sehingga hewan benthos yang terkena dampak adalah 34.529.836 individu.
Selain terhadap benthos, gangguan juga terjadi pada kelompok plankton dan nekton. Habitat
plankton yang terkena dampak adalah sesuai dengan penyebaran TSS. Pada dampak penurunan
kualitas air laut (hasil simulasi), luas penyebaran TSS yang melebihi baku mutu lebih kurang
terjadi pada radius 400 m atau 125.600 m2. Di areal tapak sandkey kedalaman perairan sampai -4,7
sampai - 8,5 mLWS sehingga volume air yang terpengaruh adalah 753.600 m3. Pada rona dijelaskan
bahwa kelimpahan phitoplankton zooplankton di areal pengerukan adalah 181.678.437 ind/m3
sehingga jumlah plankton yang terkena dampak adalah 136.912 milyar individu.
Arti penting dari angka-angka jumlah individu plankton yang terkena dampak dapat didekati
dengan sistem rantai makanan. Jika bobot rata-rata zooplankton laut 0,001 mg maka perkiraan
bobot plankton yang terkena dampak adalah 136,91 ton. Ratio pakan ikan budidaya adalah 2,5%
bobot/hari dan jika diasumsikan hal yang sama untuk ikan laut, maka plankton ini dapat menjadi
makanan bagi 3,42 ton ikan.
Nekton merupakan hewan yang dapat berpindah tempat sehingga kalau terjadi gangguan tehadap
habitanya, maka nekton dengan segera akan berpindah tempat mencari lingkungan yang sesuai
dengan tingkat toleransinya (zone of comfort). Oleh karena itu dampak terhadap nekton dapat
dikatakan kecil atau tidak terjadi
Gangguan Transportasi Laut
Sumber dampak terhadap transportasi laut adalah kegiatan mobilisasi material reklamasi dan
pembangunan tanggul. Pada prinsipnya gangguan transportasi laut oleh kedua sumber dampak ini
dapat terjadi bersamaan sehingga membentuk sifat sinergi. Berikut uraian dari masing-masing
sumber dampak.
Mobilisasi alat dan material reklamasi lewat laut menggunakan kapal TSHD, barge dan
transportation boat serta hopper barge. Kapal TSHD membawa material pasir dari wilayah quarry
menuju areal reklamasi. Kapal TSHD memiliki badan yang besar dan lamban dalam pergerakannya.
Kapal tongkang yang ditarik oleh tugboat membawa material batuan dari lokasi quarry menuju
areal reklamasi, kapal ini mempunyai ukuran yang lebih kecil dan olah gerak yang juga lamban.
Sedangkan transportation boat memiliki badan paling kecil dengan olah gerak yang cepat. Hopper
barge membawa material hasil kerukan sandkey dari area reklamasi menuju dumping area. Kapal
mirip dengan tongkang. Dengan demikian gangguan transportasi laut terutama disebabkan oleh olah
gerak kapal TSHD, tugboat + tongkang dan hopper barge + tugboat. Pada uraian rencana kegiatan
telah dijelaskan bahwa frekuensi dari masing-masing alat angkut ini adalah:
- Kapal TSHD : 5 rit / hari selama 1 tahun.
- Tongkang + tugboat : 4 rit / hari selama 67 hari
- Tongkang + hopper barge : 36 rit / hari selama 49 hari
Gangguan yang ditimbulkan adalah terpotongnya alur pelayaran oleh lalu lintas kapal TSHD,
tugboat + barge dan hopper barge + tugboat. Kapal TSHD bergerak dari sumber material yang
berada sebelah timur lokasi reklamasi memotong jalur pergerakan kapal-kapal ikan dari dan ke
Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman dan pergerakan kapal-kapal niaga dari dan
ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Demikian juga dengan tugboat+barge pembawa batuan. Namun agak
berbeda dengan tugboat+hopper barge bergerak dari area reklamasi (selatan) ke area dumping
(utara).
Pada rona dijelaskan bahwa kapal-kapal yang keluar dan masuk ke PPS Nizam Zachman adalah
kapal-kapal ikan dengan frekuensi kapal masuk 3.890 kapal per tahun dan kapal keluar 3.817 kapal
per tahun, total 7.707 kapal per tahun atau 21 – 22 kapal per hari. Di Pelabuhan Sunda Kelapa,
frekuensi kapal yang datang mencapai 252 kapal/bulan dan kapal berangkat 238 kapal/bulan, total
490 kapal per bulan atau 16 - 17 kapal per hari. Dengan demikian pergerakan kapal di kedua
pelabuhan ini adalah 37 – 39 kapal per hari. Kapal-kapal inilah yang berpeluang berinteraksi
dengan jalur armada kapal reklamasi.

PROPOSED
The purpose of the EIA study was to provide information on the nature and extent of
environmental impacts arising from the construction and operation of the Project and associated
works that will take place concurrently., conclusions and recommendations of the EIA report. This
ES contains the following information:
 The overall acceptability of any adverse environmental consequences that are likely to arise
as a result of the Project
 The conditions and requirements for the detailed design, construction and operation of the
Project to mitigate against adverse environmental consequences wherever practicable; and
 The acceptability of residual impacts after the proposed mitigation measures are
implemented
 The purpose of this EIA Executive Summary (ES) is to present a summary of the findings,
conclusions and recommendations of the EIA report. This ES contains the following
information:
 Purpose and nature of the Project, consideration of alternative development options and
construction methods for the Project;
 Presents the key findings of the environmental impact assessment;
 Describes the proposed environmental monitoring and audit for the Project; and
 Presents the conclusions.

Summarizes the details of the recommended mitigation measures for all works areas. For
each recommended mitigation measures, both the location and timing for the measure have clearly
been identified as well as the parties responsible for implementing the measure and for
maintenance.
The Environmental Monitoring and Audit (EM&A) requirements and the mitigation
measures to be implemented during the construction and operational phases of the Project have
been specified in the EM&A Manual. The EM&A Manual contains full details of the proposed
baseline and impact monitoring programmes, as well as performance specifications, audit
requirements and monitoring procedures.
The EM&A programme covers the design, construction and operational phases of the
Project to monitor the environmental impacts on the neighbouring sensitive receivers.
Air Quality
During construction phase, good site practices and relevant control measures as stipulated in
the Air Pollution Control (Construction Dust) Regulation will be implemented to mitigate the
potential air quality impacts. Any open storage piles in the Project Site should be covered. With
mitigation measures in place, it is anticipated that construction phase air quality impacts can be
reduced to acceptable levels. Sufficient monitoring and audit shall be provided during construction
phase.
For potential air quality impacts during operation phase, sufficient setback distance from
major road shall be provided for those air sensitive receivers. The fresh air intake locations for the
office/commercial building and the indoor sports arena shall be selected at the location without
unacceptable air quality through the quantitative air quality assessment. Specific mitigation
requirements will be subject to the findings of the EIA.
Persepsi Masyarakat
Masyarakat harus terlebih dahulu diberikan sosialisasi tentang proyek yang akan dibangun
atau dikerjakan agar tidak terjadi konflik apa lagi para nelayan yang punya kepentingan terdahap
pesisir laut untuk mencari ikan di laut lepas yang aksesnya ke laut terganggu oleh proyek reklamasi.
Kualitas Air Laut
Upaya untuk mengoptimalkan daya dukung perairan Teluk Jakarta terhadap kehidupan ikan,
sebaiknya sanitasi lingkungan harus dilakukan secara menyeluruh. regulasi yang jelas dan tegas
serta fokus dalam mengatur seluruh kegiatan yang dapat menghasilkan limbah baik domestik
maupu industri. Adaptasi merupakan suatu tindakan yang diambil untuk mengurangi kerentanan
dan meningkatkan resiliensi. Penekanan pada adaptasi diperlukan karena dampak kematian masal
ikan begitu mengkhawatirkan.
Gangguan Transportasi Laut
Gangguan transportasi darat dan laut, menyebabkan perubahan persepsi menjadi meluas
pada masyarakat yang tidak hanya berada di Kelurahan Ancol tetapi dapat juga pada masyarakat
nelayan yang banyak berdian di Kelurahan Pademangan atau Muara Baru serta masyarakat
pengguna dan yang berada di sepanjang jalan transportasai material. Oleh karena itu transportasi
darat dan laut menjadi antagonis terhadap persepsi positif yang telah terbentuk pada tahap pra
reklamasi.

Anda mungkin juga menyukai