Anda di halaman 1dari 6

PPN atas Jasa Pengurusan Transportasi

Redempta Pricilla Resmayanti Leven

Magister Akuntansi Trisakti

Konsentrasi Perjapajakan

REDEMPTA PRICILLA RESMAYANTI LEVEN


1. PENGERTIAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI
Pengertian jasa Freight Forwarding di Indonesia disebut dalam Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 10 Tahun 1988 yaitu kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili
kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi
terlaksananya kegiatan pengiriman barang melalui transportasi udara, laut, dan darat, dengan
kegiatan penerimaan barang, penyimpanan barang, sortasi barang, pengepakan barang,
penandaan barang, pengukuran barang, penimbangan barang, pengurusan penyelesaian
dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas
pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya –biaya lainnya.

2. JENIS JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI


Jasa ini terdiri dari 4 (empat) segmen yaitu :
 Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK);
yaitu suatu badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban
pabean untuk dan atas kuasa importir atau eksportir.
 Jasa pengurusan transportasi murni (JPT);
yaitu jasa yang berhubungan dengan pengiriman barang keberbagai tujuan baik
domestik maupun ke luar negeri, dimulai dari pengambilan barang daritempat
penjual/pemilik barang sampai barang tersebut selamat sampai di pelabuhan /
bandara yang dituju sesuai dengan sifat barang, tujuan pengiriman, jadwal pengiriman
dan jenistransportasi pengiriman apakah melalui udara atau laut.
 Trucking;
yaitu jasa freight forwarding melalui transportasi darat dengan menggunakan truk.
 Pergudangan:
yaitu jasa freight forwarding yang melayani konsumen dalam penyimpananbarang-
barang yang dimuat dari kapal sebelum didistribusikan ke tempat si penerima barang.

REDEMPTA PRICILLA RESMAYANTI LEVEN


berdasarkan 4 (empat) segmen jasa pengurusan transportasi di atas memiliki aspek-
aspek perpajakan yang berbeda.

3. ASPEK PAJAK JASA TRANSPORTASI

A. PAJAK PENGHASILAN

Perusahaan Jasa Transportasi dan Pengurusan Transportasi


- Setiap entitas usaha wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan
termasuk perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pengangkutan dan
pengurusan transportasi.
- Dan apabila di dalamnya terdapat penghasilan yang bersifat tidak final dan
final serta bukan objek pajak sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (1) PP
94 tahun 2010 Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara
terpisah dan atas biaya bersama bagi Wajib Pajak yang tidak dapat dipisahkan
dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak pembebanannya
dialokasikan secara proporsional.
- Terhadap bukti potong PPh Pasal 23 yang diterima oleh Pengusaha Jasa
Transportasi dan Pengurusan transportasi ini dapat dikreditkan.
- Sementara bukti PPh pasal 4 ayat (2) yang diterima tidak lagi
diperhitungkan sebagai kredit pajak.

Pengguna Jasa Transportasi dan Pengurusan Transportasi

- Dalam hal ini adalah kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 atas penggunaan
jasa pengurusan transportasi dengan tarif 2% dari jumlah bruto tidak termasuk
PPN.
- Bagi pengguna jasa wajib mengetahui jenis jasa yang digunakan dan cara
penagihannya, karena bisa jadi ada jenis jasa yang bukan merupakan objek
PPh Pasal 23 (PPh Pasal 23 berbentuk positif list artinya yang disebutkan
dalam aturan yang dikenakan PPh Pasal 23 dalam hal ini PMK 141/2015).
- Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 141/PMK.03/2015 tentang jasa
lain, khususnya pasal 1 ayat 6 huruf ak termasuk jenis jasa lain adalah Jasa
Freight Forwading (JFF). Sehingga bagi perusahaan yang menggunakan
Jasa Pengurusan Angkutan (JFT) wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar
2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.

REDEMPTA PRICILLA RESMAYANTI LEVEN


B. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Perusahaan Jasa Transportasi dan Pengurusan Transportasi

Bahwa pengertian JFF dan JPT adalah sebagai perantara antara pemilik barang dan
pemilik intermoda angkut maka pengusaha jenis JFF dan JPT keberatan apabila Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas seluruh tagihan kepada pemilik barang.
Alasannya adalah pembayaran kepada pihak ketiga adalah jenis reimbursement
(numpang lewat) oleh karena itu PPN seharusnya hanya dikenakan atas imbalan yang
diterima oleh pengusaha JFF/JPT. Namun terdapat kesulitan, pengusaha JFF/JPT
keberatan apabila imbalan (fee) yang diterima harus dicantumkan dalam tagihan
sehingga GAFEKSI mengusulkan agar DPP PPN menggunakan Nilai Lain (deemed)
sepertihalnya DPP PPN Jasa Kurir karena ada persamaan yaitu mengantar barang
milik orang lain ke tempat tujuan.

Dalam perubahan ketiga atas Peraturan menteri keuangan nomor


75/PMK/03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak yaitu
Peraturan Menteri Keuangan nomor 121/PMK.03/2015 khususnya pasal 2 huruf
m yang menyebutkan ” untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight
forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat
biaya transportasi (freight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang
ditagih atau seharusnya ditagih.”

Dalam ketentuan ini diberi opsi apakah pengusaha JFF/JPT memilih untuk
memisahkan antara biaya jasa pengurusan transportasi dan biaya transportasi atau
tidak. Ketentuan pasal 2 huruf m ini sepertinya harus dimengerti bahwasanya apabila
tidak ada biaya transportasi (freight charges) di dalamnya maka DPP PPN adalah
seluruh nilai tagihan.

Contoh tagihan tidak dipisahkan:

PT. Nusa Transportasi yang bergerak dalam bidang JFF dan JPT, menerima
order jasa pengurusan transportasi sekaligus jasa angkutan dengan nilai Rp.
18.750.000,- dari PT. Nusa SMS.
Maka PT. Nusa Transportasi mengeluarkan faktur dengan kode transaksi 04 dengan
PPN sebesar Rp. 187.500,- yaitu bersumber dari 10% x DPP dimana DPP itu sendiri
adalah (10% x Tagihan) atau 10% x (Rp. 18.750.000 x 10%).

Contoh tagihan dipisahkan:

PT. Nusa Transportasi yang bergerak dalam bidang JFF dan JPT, menerima
order jasa pengurusan transportasi dan tidak termasuk jasa angkutan dengan
nilai Rp. 8.750.000,- dari PT. Nusa SMS.
Maka PT. Nusa Transportasi mengheluarkan faktur dengan kode transaksi 01 dengan
PPN sebesar Rp. 875.000,- yaitu bersumber dari 10% x Rp. 8.750.000,-

REDEMPTA PRICILLA RESMAYANTI LEVEN


Dua Kondisi di atas menyebabkan PT. Nusa Transportasi memiliki Pajak Keluaran
dengan kode transaksi Faktur Pajak (FP) 01 dan 04, maka atas faktur Pajak Masukan
yang berhubungan dengan penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight
forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat
biaya transportasi (freight charges) yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengurusan
transportasi merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Pengguna Jasa Transportasi dan Pengurusan Transportasi


Hal yang perlu diketahui oleh PT. Nusa SMS (lawan transaksi pengusaha jasa
pengurusan transportasi) di atas, setiap faktur pajak masukan yang diterima termasuk
yang menerima Faktur Pajak dengan DPP Nilai Lain dapat mengkreditkan Faktur
Pajak sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku.

Aspek perpajakan bagi pengusaha yang bergerak dalam bidang JFF atau JPT terdiri atas
Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pajak Pertambahan Nilai, namun masing-masing jenis pajak
memiliki penjelasan-penjelasan tersendiri sebagaimana ketentuan mengatur.

Bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa Freight Forwarding (JFF) atau Jasa
Pengurusan Transportasi (JPT) dapat memilih untuk mengeluarkan faktur pajak dengan kode
transaksi 01 (DPP Penggantian) atau 04 (DPP Nilai Lain).

Kode transaksi 04 apabila tagihan antara Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding)
dan Jasa Transportasi (Freight Charges) tidak dapat dipisahkan,
sementara kode transaksi 01 apabila tagihan dipisahkan antara Jasa Pengurusan Transportasi
(Freight Forwarding) dan Jasa Transportasi (Freight Charges)

Demikian halnya Pajak Masukan, apabila pajak masukan berhubungan dengan transaksi
dengan kode transaksi 04 tidak dapat dikreditkan dan sebaliknya.

Sementara faktur pajak masukan yang diterima oleh pengguna jasa tetap dapat dikreditkan
sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku terkait Pajak Masukan.

REDEMPTA PRICILLA RESMAYANTI LEVEN


4. DASAR HUKUM
Dalam PMK Nomor 75/PMK.03/2010 tercatat ada 11 kategori transaksi yang
menggunakan nilai lain sebagai DPP PPN.
Dari 11 transaksi tersebut yang menggunakan tarif PPN 1% ada 3, antara lain:
1. Penyerahan jasa biro perjalanan dan/atau agen perjalanan wisata
2. Jasa pengiriman paket.
3. Jasa pengurusan transportasi

Penghitungan pungutan PPN untuk tiga transaksi di atas sebenarnya sama, ditetapkan sebesar
10%.
Namun, pungutan PPN-nya berbeda dengan transaksi lain.
Transaksi pada umumnya mengenakan PPN sebesar 10% x harga jual Barang/Jasa Kena
Pajak (BKP/JKP).
Sementara, untuk tiga transaksi di atas, yang menggunakan nilai lain sebagai DPP,
perhitungannya menjadi 10% x DPP x harga jual BKP/JKP.
Penulisan pengenaan PPN untuk tiga transaksi di atas kemudian dituliskan menjadi
10% x 10% x harga jual BKP/JKP.
Yang berarti 1% x harga jual BKP/JKP.

PENJELASAN PPN 1% Jasa Pengurusan Transportasi

Jasa pengurusan transportasi, yang juga biasa disebut freight forwading, merupakan jasa yang
menjadi objek PPN. Tapi, perlakuan pengenanaan PPN-nya berbeda dari jasa lain pada
umumnya.

Pengenaan PPN jasa freight forwarding termasuk yang menggunakan dasar nilai lain,
yang diatur dalam PMK Nomor 121/PMK.03/2015.

Dalam PMK Nomor 121/PMK.03/2015 disebutkan bahwa atas penyerahan jasa pengurusan
transportasi atau freight forwarding yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi
tersebut terdapat biaya transportasi, dikenakan PPN sebesar 10% dari jumlah yang ditagih
atau seharusnya ditagih.

Berdasarkan ketentuan PMK Nomor 121/PMK.03/2015, maka 10% dari jumlah yang ditagih
atau seharusnya ditagih diasumsikan sebagai biaya freight forwarding.

Sedangkan, nilai sisa sebesar 90% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih
diasumsikan sebagai biaya yang dibayarkan kepada pihak ketiga, yang nantinya ditagihkan
kepada pengguna jasa perusahaan freight forwarding.

Oleh karena itu, maka tarif efektif PPN atas jasa freight forwarding adalah sebesar 1%.

REDEMPTA PRICILLA RESMAYANTI LEVEN

Anda mungkin juga menyukai