Anda di halaman 1dari 2

Padang Rumput Pune

Padang rumput. Benar. Tempatku memejamkan mata, merasakan indahnya


dunia. Terhindar dari kebisingan kota terlebih penting ‘’ Nasib ‘’. Aku bernama Sophia
Melliana. Seorang anak perempuan yang mencari jati diri,mencari sahabat yang
nyata dan mencari kenangan masa lalu. Aku terlahir di kota yang sangat berkembang
sekali tetapi dibagian timur kota terdapat dataran hijau yang belum terjamah pabrik-
pabrik besar. Benar, padang rumput hijau kesukaanku. Terdapat pemandangan
hewan ternak berusaha meraih makanannya,burung-burung berkicau menyanyikan
lagu alam, Langit biru tertutup awan-awan, dan cahaya matahari yang menyinari
seluruh nya. Seperti biasa, aku mudah ditemukan di padang rumput ini. Kantuk
terbawa olehku. Perlahan-lahan aku mulai menyamankan diri dan aku pun terjaga.
Sering kali diriku terbawa masa lalu yang kelam,kadang menyenangkan.

Sejak kecil aku ditinggal oleh ayahku, ibuku. Ayahku? Kudengar beliau sedang
merantau mencari uang demi kehidupan rumah tanggaku. Ibuku? Oh, ibuku. Beliau
meninggalkanku seorang diri dan kuteringat ia pernah berkata kepadaku sebelum
kepergiannya,’’ Maaf, kehidupan ini terlalu rumit. Kamu harus mencari arti semua ini
sendirian. Aku akan mencari bala bantuan untukmu.’’ Beliau pun pergi dan tak
kembali sampai sekarang. Hidupku? Hmm.. Aku berumur 12 tahun dengan sikap dan
sifat yang lebih tua 10 tahun dibanding anak sebayaku lainnya. Aku sudah
beradaptasi dengan kerasnya hidup dan lenanya dunia. Terkadang hidup itu sulit,
namun kesulitan tersebutlah yang membuat kita menjadi lebih waspada terhadap
apapun. Kesalahan yang sudah terjadi, tak akan terubah. Ini lebih baik dan aku
sangat bersyukur sekali ,terdapat satu orang yang menyayangiku. Beliau bernama
Pune. Pune.. Pune... lucu sekali bukan? Beliau ingin dipanggil seperti itu. Beliau
berkepala 5 jelasnya. Beliau menyediakan kebutuhan primer,sekunder,dan tempat
sandang untukku. Dia melakukan itu karena ia merasa harus melakukan itu. Ia
mengajarkanku tentang banyak ilmu,lebih banyak daripada ilmu yang diajarkan di
sekolah. Ilmu yang paling kusukai adalah ilmu ‘Bertahan hidup dengan berpikir
logika’ kelak aku akan menggunakannya saat dibutuhkan. Aku lupa bagaimana Pune
dapat mengasuhku sampai selama ini, oleh karena itu aku sering mencari tahu.

Pune dan aku bertempat tinggal di tengah padang berselimut rumput hijau.
Pune memiliki banyak hewan ternak. Kaba, sapi betina milik Pune. Pala, domba kecil
yang suka mengekoriku, dan lain-lain. Rumahnya terbuat dari kayu jati yang sangat
kokoh sekali, di samping rumahnya terdapat banyak pot yang berisi bunga yang
sangat indah. Setiap pagi aku selalu menciup aroma bunga mawar yang wanginya
semerbak. Pune menyayanginya sebagai anak. Pune sangat pintar sekali menata
bunga-bunga tersebut, semua selalu indah dibuatnya. Aku sungguh mencintainya.

Suatu saat, sirine pemberitahuan dinyalakan. Dengan saksama kudengarkan


seluruh pemberitahuan yang sangat mendadak itu. ‘’ Pengumuman! Pengumuman!
Pengumuman! Diberitahukan kepada warga distrik 3 diharapkan untuk segera
berkumpul di pusat kota RavenWales.’’ Dan pengumuman itu diulang sampai 3x.
Alhasil, aku dan Pune pergi ke pusat kota dengan berjalan kaki. Setelah kami sampai
di pusat kota, para warga menampakkan kepanikannya dari raut wajah mereka dan
Pune terlihat tenang. Setelah beberapa saat menunggu, bapak walikota naik ke atas
panggung dengan raut wajah yang terkesan marah bercampur sedih. Aku menjadi
semakin penasaran. Dan setelah berbasa-basi, beliau pun memberitahukan isi
daripada pengumumannya. ‘’Wahai rakyatku yang berbahagia, di pagi hari ini saya
akan umumkan bahwasanya besok jam 9 pagi seluruh warga distrik 3 akan
diungsikan ke kota EasternEve. Diharapkan para warga mulai berkemas-kemas mulai
dari sekarang. Sekian pemberitahuan yang saya sampaikan,terima kasih.’’ Setelah
beliau pergi, para warga terlihat panik dengan berboro-boro pergi ke rumah masing-
masing. Aku heran melihat Pune dengan tenangnya memakan roti selai isi coklat
buatannya dan aku pun bertanya, ‘’Pune, mengapa kau tidak panik?’’. Ia melihatku
dengan tersenyum manis,’’ Sayangku, itu cuma pengumuman biasa. Tidak ada yang
menakutkan kok jadi tidak perlu panik.’’ Sambil mengelus kepalaku ia perlahan
menenangkan diriku.

Esoknya sekitar jam 7 pagi para warga telah berkumpul di pusat kota, aku
sudah berada di pusat kota sejak jam 6 pagi. Aku sangat penasaran dengan
diungsikannya kami dan aku merasa sedih karena Pune tidak membawa hewan
ternaknya. Meskipun begitu, Pune nampak lebih bersemangat daripada pada hari-
hari biasa. Setelah sekian lama kami menunggu, para penjaga kota mengarahkan
kami untuk menaiki kereta kuda yang dapat dimuat sebanyak 4 orang. Pune
menyuruhku untuk menaiki keretanya duluan, aku menurut. Di dalam kereta kuda
terdapat pasangan suami istri menangis, aku merasa takut. Mereka pun mencoba
menenangkan diri lalu menghiburku, ‘’Tenang ya nak, semua ini pasti akan berlalu.
Perang dingin ini pasti akan berlalu. Sabar ya nak.’’

Anda mungkin juga menyukai