Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN

PROSES PENGOLAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)


DR. SOETOMO SURABAYA

Dosen Pembimbing: 1. Rijanti Abdurrachim, DCN.,M.Kes


2. Magdalena, A., M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok 8

Novia Arianti P07131117113


Novia Belgis Sahara P07131117114
Nur Anisa P07131117115
Nurul Ida P07131117116

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM DIPLOMA III JURUSAN GIZI
2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang memegang peranan

penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Fungsi dari rumah sakit

memberikan pelayanan yang sempurna, baik pencegahan maupun pengobatan penyakit.

Dalam UU No. 23/1992 tentang kesehatan disebutkan berbagai sarana atau tempat untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan yang menangani khusus satu macam penyakit adalah

Rumah Sakit Khusus, diantaranya adalah Rumah Sakit Jiwa (Depkes 1991-1992).

Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan faktor penunjang dalam rangka

meningkatkan status gizi pasien (Depkes 1990). Saat ini pelayanan gizi mulai dijadikan

tolok ukur mutu pelayanan di rumah sakit karena makanan merupakan kebutuhan dasar

manusia dan sangat dipercaya menjadi faktor pencegah dan membantu penyembuhan

suatu penyakit. Ruang lingkup kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit dibagi atas empat

kegiatan pokok yaitu :1) Asuhan gizi pasien rawat jalan 2) Asuhan gizi pasien rawat inap

3) Penyelenggaraan makanan 4) Penelitian dan pengembangan gizi (Depkes 2003a).

Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan pelayanan yang diberikan di

rumah sakit bagi penderita rawat jalan dan penderita rawat inap, untuk memperoleh

makanan yang sesuai guna mencapai syarat gizi yang maksimal. Bentuk pelayanan gizi di

rumah sakit tergantung pada tipe rumah sakit dan macam pelayanan spesialistik yang

diberikan di rumah sakit tersebut (Moehyi 1995).

Bentuk pelayanan gizi yang paling umum terdapat di rumah sakit adalah
penyelenggaraan makanan bagi penderita yang dirawat di ruang rawat inap di rumah

sakit. Pelayanan gizi yang diberikan di rumah sakit disesuaikan dengan keadaan penderita

dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan

gizi penderita sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses

perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi penderita. Sering terjadi

kondisi klien/penderita semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya. Hal ini

diakibatkan karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan organ

tubuh. Laporan dari berbagai survei di rumah sakit membuktikan kejadian hospital

malnutrition dengan asuhan gizi yang tidak tepat sebagai faktor resiko(Prosiding ASDI

2005).

Menurut Suharjo (1989) mengkonsumsi pangan berarti juga mengkonsumsi zat

gizinya. Salah satu faktor penyebab terjadinya kurang gizi adalah kurangnya intake zat

gizi essensial karena makanan yang dikonsumsi tidak cukup, baik kualitas maupun

kuantitasnya. Bila keadaan ini terjadi pada penderita yang dirawat di rumah sakit, selain

akan menurunkan status gizi penderita, juga akan memperpanjang hari rawat dan

meningkatkan biaya perawatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Almatsier dibeberapa rumah sakit

umum di Jakarta tahun 1991 menunjukkan 20 – 60% penderita menderita kurang gizi

pada saat dirawat di rumah sakit. Berbagai faktor penyebab kurang gizi pada pasien yang

dirawat, diantaranya adalah asupan zat gizi yang kurang karena kondisi pasien, hilangnya

nafsu makan, faktor ekonomi, defresi (faktor stress), kurangnya pengetahuan tentang

penyakit dan lama dirawat yang dapat menimbulkan kebosanan terhadap makanan yang

disajikan. Untuk mencegah dan mempertahanankan keadaan gizi perlu adanya perhatian
serta monitoring status gizi dan asupan makanan oleh tim kesehatan.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo Surabaya merupakan rumah

sakit milik Pemerintah Daerah Jawa Timur yang diklasifikasikan sebagai rumah sakit

Umum tipe A. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo juga merupakan rumah

sakit pendidikan yang memberikan pendidikan dibidang Kedokteran, Farmasi dan

keperawatan. Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

mengenai jenis dan klasifikasi Rumah Sakit maka Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Dr. Soetomo merupakan Rumah sakit Umum (berdasarkan jenis pelayanan) dan Rumah

sakit publik (berdasarkan pengelolaan).

Kegiatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo, antara lain

melaksanakan pelayanan kesehatan, penyembuhan penderita, dan pemulihan keadaan

(cacat badan dan jiwa) sesuai dengan peraturan perundangan. RSUD Dr. Soetomo juga

berfungsi dalam melaksanakan usaha pelayanan medis, melakukan usaha rehabilitasi

medis, melaksanakan sistem rujukan, usaha pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi tenaga

medis dan paramedis, serta sebagai tempat penelitian untuk pengembangan, serta

penyelenggaraan umum pelayanan rumah sakit yang pada tahun 2011 telah lulus

akreditasi Rumah Sakit Pendidikan ISO 9001:2008 untuk Manajemen Strukural RSUD

Dr. Soetomo. Pelaksanaan semua fungsi rumah sakit tersebut secara keseluruhan

dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna.

Fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh RSUD Dr. Soetomo secara

umum antara lain pelayanan rawat darurat (IRD), pelayanan rawat jalan (IRJ),

pelayanan rawat inap (IRNA), pelayanan bedah terpadu (GBPT), pelayanan penunjang

(laboratorium, radiologi, gizi, farmasi, patologi, anatomi) dan Pendidikan Pelatihan


Penelitian Pengembangan (Diklat-Litbang). Struktur organisasi RSUD Dr. Soetomo

diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2008, yang

selanjutnya menjadi landasan dalam pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab

masing-masing bagian.

1.2. Rumusan masalah

Bagaimana proses pengolahan bahan makanan di rumah sakit Dr. Soetomo

Surabaya ?

1.3. Tujuan

A. Tujuan umum

Untuk mengetahui proses pengolahan bahan makanan di rumah sakit Dr. Soetomo

Surabaya

B. Tujuan khusus

1. Mengetahui apakah tersedia menu, pedoman menu dan siklus menu

2. Mengetahui ketersediaan bahan makanan yang akan dimasak

3. Mengetahui ketersediaan alat yang digunakan untuk pemasakan

4. Mengetahui ketersediaan aturan dalam menilai hasil pemasakan

5. Mengetahui ketersediaan prosedur tetap pemasakan

6. Mengetahui ketersediaan peraturan pemberian Bahan Tambahan Pangan (BTP)

7. Mengetahui jenis proses pemasakan apa yang dilakukan

8. Mengetahui prosedur pemasakan apakah telah sesuai SOP

A. Prosedur pemasakan makanan non diet


B. Prosedur pemasakan makanan diet

C. Prosedur pemasakan susu

D. Prosedur pemasakan sonde dengan formula komersial

E. Prosedur pemasakan sonde dengan formula rumah sakit


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penyelenggaraan makanan merupakan proses pengelolaan makanan untuk orang

banyak. Pada hakekatnya penyelenggaraan makanan merupakan program kegiatan di dapur,

yang mencangkup perencanaan anggaran belanja, perencanaan menu, perencanaan bahan

makanan, persiapan, pengolahan, penyajian makanan.

Tujuan penyelenggaraan makanan adalah menghasilkan makanan dengan cita rasa

yang sebaik-baiknya sesuai dengan keinginan konsumen dengan penggunaan dana material,

dan tenaga sehemat mungkin. Tiga faktor yang mempengaruhi efisiensi penyelenggaraan

makanan yaitu pengaturan tenaga, tata letak ruang kerja dan arus kerja.

Pelayanan makanan yang cepat dan menyenangkan berkaitan dengan distribusi

makanan yang dikelola dengan prinsip kecepatan dan keakuratan, didukung oleh fasilitas

yang layak – seperti alat makan dan alat distribusi makanan.

Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan adalah suatu proses

menyediakan makanan dalam jumlah besar dengan alas an tertentu. Sedangkan Depkes

(2003) menjelaskan bahwa penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari

perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam

rangka pencapaiana status yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan

termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi bertujuan untuk mencapai status

kesehatan yang optimal melalui pemberian makan yang tepat (Rahmawati, 2011).
2.1. Tipe, Karakteristik Pelayanan Rumah Sakit

A. Tipe pelayanan gizi institusi

Proses distribusi berdasarkan Mukrie (1990) mengenal dua cara pendistribusian

makanan kepada konsumen, yaitu:

1. Cara sentralisasi

Semua kegiatan pembagian makanan dipusatkan pada suatu tempat

(centralized). Sebelum memilih cara sentralisasi ini, maka penanggung jawab

penyediaan makanan sudah harus memperhitungkan konsekuensi yang harus

diadakan seperti luas tempat, peralatan, tenaga dan kesepian manajemen yang

menyeluruh.

Beberapa keuntungan menerapkan cara sentralisasi dalam proses

pendistribusian diantaranya adalah penghematan bangunan institusi, tidak

membutuhkan alat-alat makan yang berlebih di pantry, masalah kelebihan

makanan atau sisa makanan akan berkurang, pengawasan dipusat,

pendistribusian dapat lebih intensif dan teliti, tidak akan dijumpai suara

keributan tenaga, alat ataupun bau makanan ke konsumen, serta makanan dapat

langsung ke konsumen tanpa hambatan yang berarti.

Kelemahan dari pelaksanaan cara sentralisasi ini adalah dibutuhkan uang

pendistribusian yang cukup luas untuk peralatan makanan dan alat makan,

diperlukan pegawai yang terampil dan terlatih untuk bekerja dengan teliti, cepat,

benar, dan rapi, ketidaksesuaian alat makan dan isi hidangan yang tersedia, serta

kepuasan konsumen per orang agak terabaikan.

2. Cara desentralisasi
Cara pendistribusian desentralisasi biasa diterapkan di institusi yang

memiliki ruang makan atau unit-unit pelayanan yang berada pada lokasi yang

berbeda. Fokus kegiatan masih tetap berada di unit pembagian utama, kemudian

selanjutnya menata makanan dalam alat-alat makan perorangan yang telah

disediakan di dapur ruangan. Sistem ini membutuhkan pos pelayanan makan

sementara yang berfungsi menghangatkan kembali makanan, membuat minuman

atau seisinya, menyiapkan peralatan makanan sesuai dengan porsi yang

ditetapkan, meneliti macam dan jumlah makanan, serta membawa hidangan

kepada konsumen.

Keuntungan cara desentralisasi adalah mutu makanan dapat dipertahankan

karena makanan dihangatkan kembali dan peralatan yang dibutuhkan relative

lebih sedikit serta macam peralatan lebih murah dibandingkan cara sentralisasi.

Kelemahan cara sentralisasi adalah memerlukan tempat distribusi yang luas,

kadang kualitas makanan dapat rusak, pelayanan makanan lebih lambat, biaya

pantry cukup tinggi, pengawasan sukar, kesulitan menata peralatan makan dan

inventarisasinya di pantry, serta sering menimbulkan kegaduhan dan bau

makanan.

B. Karakteristik pelayanan gizi institusi

Menurut Depkes RI tahun 2007 dalam buku pedoman sistem penyelenggaran

makanan Rumah Sakit bentuk penyelenggaraan makanan dibedakan menjadi tiga,

yaitu :
1. Swakelola

Makanan dimasak sendiri sekaligus melayani distribusi makanan kepada

konsumen. Dan Penyelenggaraan makanan merupakan tanggung jawab penuh

instalasi gizi dalam pelaksanaan kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan

sampai evaluasi.

2. Out-Sourching

Makanan tidak disiapkan dan tidak dimasak sendiri, tetapi menyerahkan

kepada usaha jasa boga untuk memasok makanan yang diperlukan.

Penyelenggaraan makanan bentuk ini dilaksanakan dengan bantuan perusahaan

jasa boga atau catering. Out-sourching dibedakan menjadi dua kategori yaitu semi

out-sourching dan full out-sourching.

3. Sistem kombinasi

Sistem kombinasi merupakan perpaduan antara swakelola dan out-

sourching dipilih sebagai upaya memaksimalkan sumber daya yang ada dengan

segala keterbatasannya dimana sebagian jenis makanan dikelola oleh pihak

jasaboga atau catering. Bisa berdasarkan kelas rawatnya, karena ada dua system

pengelolaan, maka sebaiknya pencatatan dan pelaporan setiap system dipisahkan

agar memudahkan pengawasan dan pengendaliannya.

C. Tujuan Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit

Menurut Moehyi (1992), tujuan dari penyelenggaraan makanan di rumah sakit

adalah untuk penyembuhan penyakit yang tidak jarang digunakan sebagai acuan

masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Depkes tahun 2007 dalam buku pedoman PPMRS (Pelayanan penyelenggaraan
makanan Rumah Sakit) tujuan dari penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah

untuk menyediakan makanan dengan kualitas yang baik dan jumlah sesuai kebutuhan

serta pelayanan yang layak dan memadai bagi pasien atau konsumen yang membutuhkan.

2.2. Pengolahan Bahan Makanan

Menurut Depkes (2003) pengolahan bahan pangan merupakan suatu kegiatan

mengubah (memasak) bahan pangan mentah menjadi makanan yang siap dimakan,

berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi.

Tujuan pengolahan bahan pangan adalah mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi

bahan pangan, meningkatkan nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa,

keempukan dan penampilan makanan, bebas dari organisme dan zat berbahaya untuk tubuh.

Pada prinsipnya pengolahan bahan pangan meliputi persiapan dan pemasakan bahan

pangan. Persiapan adalah suatu proses kegiatan dalam rangka menangani bahan pangan dan

bumbu sehingga siap atau layak untuk dilanjutkan dengan kegiatan pemasakan. Proses ini

dimulai dari saat dibeli atau diambil di ruang penyimpanan, kemudian disiangi, dicuci,

dipotong, diiris, digiling, ditumbuk, dibentuk, atau dicetak, dan diberi bumbu-bumbu sampai

siap untuk dimasak.

Peraturan pemberian makanan rumah sakit adalah suatu pedoman yang ditetapkan

pimpinan rumah sakit sebagai salah satu acuan dalam memberikan pelayanan gizi pada

pasien dan karyawan yang memuat : pola makan sehari, nilai gizi yang mengacu pada buku

penuntun diet, standar makanan, jenis konsumen yang dilayani. Peraturan pemberian makan

Rumah Sakit ditetapkan sesuai dengan kondisi dan kemampuan Rumah Sakit.

Pengolahan bahan makanan adalah suatu kegiatan atau memasak bahan makanan
mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi.

Proses pemasakan pada institusi berbeda dengan pemasakan jumlah porsi sedikit. Pada

system penyelenggaraan makanan institusi, dimana bahan yang sudah dipersiapkan dalam

prsi banyak. Oleh karena itu, agar tercipta rasa hidangan dapat dipertahankan kualitasnya,

maka diperlukan tahap-tahap yang berbeda bila pemasakan dalah jumlah sedikit. Cita rasa

yang dimaksud disini adalah kualitas hidangan dilihat dari aspek penampilan dan rasa. Pada

proses pemasakan dalam jumlah besar diperlukan tahap-tahap agar bentuk bahan makanan

tetap terjaga sesuai dengan resep dan tingkat kematangan

Tujuan:

a. Mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan

b. Meningkatkan nilai cerna

c. Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan makanan

d. Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.

Prasyarat:

a. Tersedianya menu, pedoman menu, dan siklus menu

b. Tersedianya bahan makanan yang akan dimasak

c. Tersedianya peralatan pemasakan bahan makanan

d. Tersedianya aturan dalam menilai hasil pemasakan

e. Tersedianya prosedur tetap pemasakan


f. Tersedianya peraturan penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

2.3. Macam - Macam Proses Pemasakan:

Pemasakan bahan makanan merupakan suatu kegiatan mengubah (memasak)

bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan aman

untuk di konsumsi.

a. Pemasakan dengan medium udara, seperti:

1) Memanggang/mengoven yaitu memasak bahan makanan dalam oven sehingga masakan

menjadi kering atau kecoklatan.

2) Membakar yaitu memasak bahan makanan langsung diatas bara api sampai kecoklatan

dan mendapat lapisan yang kuning.

b. Pemasakan dengan menggunakan medium air, seperti:

1) Merebus yaitu memasak dengan banyak air. Pada dasarnya ada 3 cara dalam merebus, yaitu:

 Api besar untuk mendidihkan cairan dengan cepat dan untuk merebus sayuran.

 Api sedang untuk memasak santan dan berbagai masakan sayur.

 Api kecil untuk membuat kaldu juga dipakai untuk masakan yang memerlukan waktu

lama.

2) Menyetup yaitu memasak dengan sedikit air.

 Mengetim: memasak dalam tempat yang dipanaskan dengan air mendidih.


 Mengukus: memasak dengan uap air mendidih. Air pengukus tidak boleh mengenai

bahan yang dikukus.

 Menggunakan tekanan uap yang disebut steam cooking.

 Panasnya lebih tinggi daripada merebus.

c. Pemasakan dengan menggunakan lemak

Menggoreng adalah memasukkan bahan makanan dalam minyak banyak atau

dalam mentega/margarine sehingga bahan menjadi kering dan berwarna kuning

kecoklatan.

d. Pemasakan langsung melalui dinding panci.

 Dinding alat langsung dipanaskan seperti membuat kue wafel.

 Menyangrai : menumis tanpa minyak, biasa dilakukan untuk kacang, kedelai, dan

sebagainya.

e. Pemasakan dengan kombinasi seperti:

Menumis : memasak dengan sedikit minyak atau margarine untuk membuat layu

atau setengah masak dan ditambah air sedikit dan ditutup.

f. Pemasakan dengan elektromagnetik:

Memasak dengan menggunakan energi dari gelombang elektromagnetik misalnya

memasak dengan menggunakan oven microwave.


2.3. Standar Operasional Prosedur (SOP)

a) PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN

Pengertian Suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi

makanan yang siap dimakan, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi.

 Tujuan

1. Mengurangi resiko kehilangan zat gizi bahan makanan.

2. Meningkatkan nilai cerna.

3. Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan

4. penampilan makanan.

Prosedur Setelah dilakukan persiapan bahan makanan dilakukan pengolahan berdasarkan standar

resep.

1. Makanan diet

a. Makanan diit rendah lemak, diet jantung, diet rendah

kolesterol, diet hati, diet rendah purin :

 Makanan diambil dari pengolahan sebelum dilakukan

pemberian santan

 Lauk nabati rendah garam

b. Makanan diit rendah garam

Makanan diambil dari pengolahan sebelum dilakukan

pemberian garam

c. Makanan diit Diabetes Mellitus

Makanan diambil dari pengolahan sebelum dilakukan


pemberian gula

2. Makanan non diet

Setelah makanan diambil untuk makanan diet maka dilakukan pemberian gula dan tambahan

garam.

b) PEMBUATAN SUSU

 Pengertian

Kegiatan atau proses pembuatan susu untuk pasien.

 Tujuan

Menghasilkan susu yang higienis dan layak dikonsumsi untuk pasien.

 Kebijakan

1.Susu dibuat dengan proses dan alat yang higienis.

2.Susu dibuat sesuai volume cairan dan takaran susu formula.

 Prosedur

1. Pembuatan susu maksimal 30 menit sebelum waktu minum susu yang telah ditentukan untuk

pasien.

2. Ahli gizi operasional katering memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker.

3. Ahli gizi operasional katering membersihkan permukaan meja yang akan digunakan untuk

menyiapkan susu.

4. Ahli gizi operasional katering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian

keringkan dengan lap bersih.


5. Ahli gizi operasional katering membilas peralatan susu (gelas ukur, sendok dan gelas susu)

dengan air hangat yang mengalir sebelum dipakai.

6. Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang dapat berkontak

langsung dengan anggota tubuh.

7. Ahli gizi operasional katering menyiapkan air panas ± 70ºC dan susu yang akan diseduh.

8. Ahli gizi operasional katering menuangkan air panas ke dalam gelas ukur sesuai volume

yang dibutuhkan kemudian dituang ke gelas susu.

9. Ahli gizi operasional katering menuang bubuk susu sesuai takaran ke dalam gelas susu.

10. Ahli gizi operasional katering mengaduk susu hingga larut dalam air..

11. Ahli gizi operasional katering menutup susu dengan plastik wrap.

12. Ahli gizi operasional katering memberi label pada bagian atas plastik wrap.

13. Ahli gizi operasional katering membersihkan tempat pembuatan susu beserta peralatan susu.

14. Ahli gizi operasional katering mencuci peralatan susu dengan sabun cair.

15. Ahli gizi operasional katering menggunakan busa lembut untuk membersihkan bagian dalam

gelas ukur kemudian membilas peralatan susu dengan air bersih yang mengalir.

16. Susu yang siap dikonsumsi maksimal 15 menit diantar sebelum waktu minum susu yang

telah ditentukan untuk pasien.

c) PEMBUATAN SONDE DENGAN FORMULA KOMERSIAL (FK)

 Pengertian

Kegiatan atau proses pembuatan sonde untuk pasien menggunakan formula komersial.

 Tujuan

Menghasilkan sonde yang higienis dan layak dikonsumsi untuk pasien.

 Kebijakan
1. Sonde dibuat dengan proses dan alat yang higienis.

2. Sonde dibuat sesuai volume cairan dan takaran susu formula.

3. Sonde dapat masuk ke lambung pasien melalui oral, pipa atau enteral (Naso Gastric Tube)

dan bolus atau drip (tetes).

 Prosedur

1. Pembuatan sonde maksimal 30 menit sebelum waktu minum sonde yang telah ditentukan

untuk pasien.

2. Ahli gizi operasional katering memakai Alat Pelindung Diri (APD) sepertin masker.

3. Ahli gizi operasional katering membersihkan permukaan meja yang akan digunakan untuk

menyiapkan susu formula.

4. Ahli gizi operasional katering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, kemudian

keringkan dengan lap bersih.

5. Ahli gizi operasional katering membilas peralatan sonde (saringan, gelas ukur, sendok dan

gelas sonde) dengan air hangat yang mengalir sebelum dipakai.

6. Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang dapat berkontak

langsung dengan anggota tubuh.

7. Ahli gizi operasional katering menyiapkan air panas ± 70ºC dan susu enteral yang akan

diseduh.

8. Ahli gizi operasional katering menuangkan air panas ke dalam gelas

9. ukur sesuai volume yang dibutuhkan kemudian tambahkan susu formula sesuai takaran.

10. Ahli gizi operasional katering mengaduk sonde hingga larut dalam air, menuang dan

menyaring sonde ke dalam gelas sonde.

11. Ahli gizi operasional katering menutup sonde dengan plastik wrap.
12. Ahli gizi operasional katering memberi label pada bagian atas plastik wrap.

13. Ahli gizi operasional katering membersihkan tempat pembuatan sonde beserta peralatan

sonde.

14. Ahli gizi operasional katering mencuci peralatan sonde dengan sabun cair.

15. Ahli gizi operasional katering menggunakan busa lembut untuk membersihkan bagian dalam

gelas ukur dan sikat botol untuk membersihkan gelas ukur agar sisa susu yang melekat bisa

dibersihkan

16. Ahli gizi operasional katering membilas peralatan sonde dengan air bersih yang mengalir.

17. Sonde yang siap dikonsumsi segera diberikan kepada pasien sesuai identitas label.

18. Sonde yang siap dikonsumsi maksimal 15 menit diantar sebelum waktu minum sonde yang

telah ditentukan untuk pasien.

d) PEMBUATAN SONDE DENGAN FORMULA RUMAH SAKIT (FRS) UNTUK

PASIEN GIZI BURUK

 Pengertian

Kegiatan atau proses pembuatan sonde untuk pasien gizi buruk.

 Tujuan

Menghasilkan sonde yang higienis dan layak dikonsumsi untuk pasien.

 Kebijakan

1. Sonde dibuat dengan proses dan alat yang higienis.

2. Sonde dibuat sesuai volume cairan dan takaran susu formula.

3. Sonde dapat masuk ke lambung pasien melalui oral, pipa atau enteral (Naso Gastric Tube)

dan bolus atau drip (tetes).


 Prosedur

1. Pembuatan sonde maksimal 30 menit sebelum waktu minum sonde yang telah ditentukan

untuk pasien.

2. Ahli gizi operasional katering memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker.

3. Ahli gizi operasional katering membersihkan permukaan meja yang akan digunakan untuk

menyiapkan susu formula.

4. Ahli gizi operasional katering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, kemudian

keringkan dengan lap bersih.

5. Ahli gizi operasional katering membilas peralatan sonde (saringan, gelas ukur, sendok dan

gelas sonde) dengan air hangat yang mengalir sebelum dipakai.

6. Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang dapat berkontak

langsung dengan anggota tubuh.

7. Ahli gizi operasional katering menyiapkan air panas ± 70ºC dan bahan formula rumah sakit

yang akan diseduh seperti susu skim, gula pasir, minyak sayur dan larutan elektrolit dengan

jumlah yang telah ditentukan sesuai pesanan sonde.

8. Ahli gizi operasional katering mencampur semua bahan formula hingga gula pasir mencair

kemudian menuang air panas ke dalam gelas ukur sesuai volume yang dibutuhkan.

9. Ahli gizi operasional katering mengaduk sonde hingga larut dalam air, menuang dan

menyaring sonde ke dalam gelas sonde.

10. Ahli gizi operasional katering menutup sonde dengan plastik wrap.

11. Ahli gizi operasional katering memberi label pada bagian atas plastik wrap.

12. Ahli gizi operasional katering membersihkan tempat pembuatan sonde beserta peralatan

sonde.
13. Ahli gizi operasional katering mencuci peralatan sonde dengan sabun cair.

14. Ahli gizi operasional katering menggunakan busa lembut untuk membersihkan bagian dalam

gelas ukur dan sikat botol untuk membersihkan gelas ukur agar sisa susu yang melekat bisa

dibersihkan

15. Ahli gizi operasional katering membilas peralatan sonde dengan air bersih yang mengalir.

16. Sonde yang siap dikonsumsi segera diberikan kepada pasien sesuai

17. identitas label.

18. Sonde yang siap dikonsumsi maksimal 15 menit diantar sebelum waktu minum sonde yang

telah ditentukan untuk pasien.


BAB III

HASIL PENGAMATAN

A. Pengolahan bahan makanan

Di Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya pengolahan bahan makanan dilakukan dengan

sistem swakelola secara sentralisasi, ruang pengolahan terbagi menjadi dua tempat yaitu

pengolahan umum dan pengolahan khusus, di Pengolahan umum dilakukan pemasakan untuk

makan karyawan, pasien kelas 123 dan pasien VIP keatas, pengolahan dilakukan oleh chef

dan petugas boga lain. Selain pasien, dokter dan karyawan serta penunggu pasien VIP

mendapatkan makan. Kepada tenaga kesehatan yang sedang melakukan jaga atau berada di

laboratorium, kadang akan diberikan susu milo kotak. Saat memasuki ruang pengolahan di RS

Dr.Soetomo yang pertama dilalui adalah pengolahan umum, kemudian pastry atau snack yang

berada dalam satu ruangan dengan pengolahan makananan biasa seteelah itu ruang pengolahan

khusus yang terletak di ujung.

Dalam ruang pengolahan umum ada pengolahan makanan pokok, sayur, lauk nabati,

lauk hewani, penyimpanan alat masak, ruang cuci alat masak. Pengolahan dilakukan dengan

alat alat yang berbeda, misalnya sayur ada bagian pertama bumbu, penumisan, dan bagian

rebus sayur. dan di ruang pengolahan khusus dilakukan pengolahan seperti bubur, sonde ,

formula, dll. Mereka juga punya shif, shif pagi siang dan sore. Seluruh pembuatan di

pengolahan khusus pemesanan sesuai pemeriksaan dan dari dokter dan hanya membuat sekali

dalam sehari tidak ada yang disimpan dikulkas. Biasanya petugas memasak sesuai jumlah

pemesanan kemudian dimasukkan dalam mangkok stainless setelah itu dibagi sesuai

kebutuhan tiap pasien. Tepung yang digunakan dalam pembuatan menu khusus yaitu tepung
maizena. Untuk pengoalahan menu ada yang dibikinkan dalam bentuk cair yang diletakkan

dalam cangkir yang berukuran, tapi ada juga dalam bentuk sachet yang biasanya hanya tinggal

diseduh dengan air oleh pasien sendiri atau dari perawatnya. Untuk pemasakan beras

menggunakan kompor PGA dengan dilengkapi rice cooker sebanyak 12 alat, 1 alat dapat

memasak 6 kg selama 45 menit.

Standar porsi makanan cair dalam sekali penyajian ialah 2 irus/±250 gr. Standar porsi

makanan berdiet khusus 150 gr dan makanan biasa 200 gr. Dalam penyajian makanan khusus

terutama makanan dalam bentuk cair ada dua cara, yaitu pada makanan cair penuh disajikan

dengan menggunakan piring yang di plastik wrapping. Pada makanan cair jernih disajikan

dengan menggunakan gelas yang mempunyai tutup.

Pada tahap pengolahan Di Rumah sakit Dr.Soetomo Surabaya tidak menambahkan

bahan tambahan pangan seperti royko dan untuk vitsin tidak ditambahkan. Sebelum semua

makanan yang diolah didistribusikan dilakukan uji yang oleh satu orang ahli gizi untuk

mencicipi sedikit apakah tekstur,warna,bau,aroma sudah sesuai ,apabila ada tekstur masakan

yang belum sesuai maka akan dilakukan pemasakan ulang.

Dalam memasuki ruang Pengolahan umum dan khusus harus menggonakan APD, ada 3

zona dalam penggunaan APD yaitu : zona merah yaitu menggunaka masker, penutup kepala,

celemek dan sarung tangan, zona kuning menggunakan masker, celemek dan penutup kepala,

sedangkan zona hijau hanya menggunakan celemek dan penutup kepala, untuk ruang

pengolahan menggunakan zona kuning dimana semua orang yang memasuki ruangan

pengolahan harus menggunakan masker, celemek,dan penutup kepala. Pada saat di ruang

pengolahan suhu disana sangat panas karena pada saat kunjungan di Surabaya sedang musim

kemarau dan proses pengolahan menambah panas suhu ruangan sehingga banyak karyawan
yang masih melepas pasang masker. Dan saat pemorsian bahan makanan terutama pada

pembagian ayam tanpa menggunakan sarung tangan.

Untuk proses pemasakan dimulai pada jam 07.30 sampai 09.15 wib kemudian

dilakukan pemorsian yang selesai pada jam 10.00 wib lalu dilakukan pengujian rasa oleh ahli

gizi. Lama pengolahan sayur tergantung waktu 15 sampai 20 menit kacang panjang dan

wortel. Lama pemasakan tahu 20 sampai 25 menit, tempe 15-20 menit dan pembuatan roti

1200c selama 20 menit. Untuk semua pengolahan di instalasi gizi dibuat berdasarkan standar

SOP yang dibuat langsung oleh pihak RS Dr.Soetomo, salah satunya SOP pembuatan sonde

ketogenik menggunakan 200 gr alpukat, 100 ml kara, 25 gr telur rebus dan air 300 ml dengan

cara diblender jadi satu dengan nilai gizi 900 kkal, protein 11 gr, lemak 90 gr, karbohidrat 11

gr. Pemasakan dalam jumlah banyak pemasakan dilakukan dalam ketel dan dalam jumlah

sedikit menggunakan wajan.

Alat-alat yang digunakan pada tahap pengolahan Di Rumah sakit Dr.Soetomo Surabaya

, yaitu :

1. Ketel uap digunakan untuk mengukus dan merebus, ketel uap juga digunakan

untuk memasak nasi, bubur, dan sayur yang berkuah.

2. Centong sayur digunakan untuk mengaduk sayur yang berkuah.

3. Centong stainless diginakan untuk mengaduk bubur.

4. Blander digunakan untuk menghaluskan bumbu.

5. Sutil stainless digunakan untuk menggoreng dan menumis.

6. Peniris digunakan untuk meniriskan minyak.

7. Mixer digunakan untuk membuat kue.


8. Oven digunakan untuk membuat kue dan makanan seperti telur oven.

9. Wadah stainless digunakan untuk menaruh sayur yang sudah matang dan

digunakan juga untuk menaruh makanan cair dan saring.

10. Irus digunakan untuk mengaduk makanan cair dan digunakan untuk menakar

pemberian makanan cair.

11. Kompor gas digunakan untuk menggoreng dan menumis.

12. Wajan stainless digunakan untuk menggoreng.

13. Penggorengan kotak stainless/deep fryer digunakan untuk menggoreng dengan

minyak dalam. Dll.

Semua alat makan di ruang pengolahan terbuat dari stainless, peralatan yang digunakan

oleh Rumah sakit Dr.Soetomo Surabaya sudah ada pembagiannya sesuai dengan bahan

makanannya. Seperti peralatan untuk memotong, pisau dan talenan sudah ada tersedia khusus

untuk bahan hewani, nabati, sayur-sayuran, ataupun buah-buahan. untuk alat-alat dibagian

pengolahan belum mempunyai patokan berapa lama alat-alat tersebut bisa digunakan namun,

dapat dilihat terlebih dahulu kondisi peralatan yang dipakai bagaimana, jika kondisi peralatan

sudah tidak dapat dipakai, dapat diganti dengan yang baru dengan lebih dulu melakukan

pelaporan dan pencatatan. Untuk alat-alat pengolahan elektronik jika terjadi kerusakan dapat

dilaporkan terlebih dahulu kepada bagian teknisi dan vendor.


BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dari hasil Praktek Belajar Lapangan (PBL) di Rumah Sakit Dr. Soetomo dapat

simpulkan bahwa pengolahan dilakukan dengan sistem swakelola secara sentralisasi ruang

pengolahan terbagi menjadi dua tempat yaitu pengolahan umum dan pengolahan khusus,

terdapat pemakaian APD yang telah ditetapkan untuk memasuki ruang pengolahan.

Pengolahan umum ada pengolahan makanan pokok, sayur, lauk nabati, lauk hewani,

penyimpanan alat masak, ruang cuci alat masak. Pada pengolahan khusus dilakukan

pemasakan hanya sesuai pesanan dan tidak ada yang masuk kulkas.

Untuk proses pemasakan dimulai pada jam 07.30 sampai 09.15 wib kemudian

dilakukan pemorsian yang selesai pada jam 10.00 wib lalu dilakukan pengujian rasa oleh

ahli gizi. Semua alat makan di ruang pengolahan terbuat dari stainless, peralatan yang

digunakan oleh Rumah sakit Dr.Soetomo Surabaya sudah ada pembagiannya sesuai dengan

bahan makanannya.

Anda mungkin juga menyukai