I.1. Pendahuluan
Perkembangan pesat pembangunan ditujukan dalam rangka peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat. Pembangunan diarahkan pada peningkatan kuantitas perumahan dan
diikuti fasilitas penunjang, seperti perkantoran, sekolah, serta fasilitas umum lainnya. Setiap
ekspansi proses pembangunan selalu menghasilkan dampak bagi lingkungan. Peningkatan
jumlah air limbah, air limbah rumah tangga (domestic sewage) dan air limbah industri (non-
domestic sewage), merupakan salah salah produk hasil yang dapat memberikan efek negatif bagi
stabilitas daya dukung lingkungan. Kurangnya perhatian terhadap pencemaran akibat air limbah
merupakan masalah yang sangat ironis, terutama di negara berkembang. Penggunaan anggaran
belanja total dari pemerintah maupun swasta untuk penanggulangan pencemaran jauh lebih kecil
dibandingkan untuk pembangunan sarana dan infrastruktur wilayah sehingga ketersediaan
langsung sumber air bersih yang sesuai dengan standar baku mutu semakin sulit ditemui.
Efek samping air limbah menyebabkan:
a. Peningkatan akumulasi penyakit sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia
b. Kerugian pada sektor ekonomi karena air limbah menimbulkan kerusakan pada satu elemen
barang atau bangunan, serta kematian pada hewan dan tumbuhan.
c. Penurunan kualitas lingkungan seperti degradasi kualitas air, tanah, dan udara (seperti
timbulnya bau busuk) sehingga stabilitas lingkungan terganggu.
Industri maupun rumah tangga diperkenankan membuang air limbah ke lingkungan melalui
standar persyaratan yang berlaku. Pernyataan tersebut memberikan satu pernyataan bahwa
tidak semua industri dan rumah tangga mencemari lingkungan karena lingkungan merupakan
media akhir pembuangan air limbah. Pengolahan sesuai dengan karakteristik air limbah
mencegah dampak akumulasi polutan berbahaya di lingkungan. Pengolahan air limbah didukung
oleh strategi produksi bersih akan memberikan dampak perbaikan efisiensi dan performansi
lingkungan yang baik. Produksi bersih adalah usaha peningkatan produktivitas melalui
pemberian tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan mentah, energi, dan air;
peningkatan performansi lingkungan melalui reduksi sumber pembangkit limbah dan emisi;
serta reduksi dampak produk terhadap lingkungan dari siklus produk ramah lingkungan dan
efektif dari segi biaya (Indrasti dan Fauzi, 2009).
Pengolahan air limbah selalu bersinergi dengan sistem penyaluran air limbah membentuk
elemen tidak terpisahkan di dalam sistem pengelolaan air limbah. Sistem penyaluran berfungsi
sebagai sarana untuk memompa dan mengangkut air limbah dari sumber penghasil menuju
pengolahan (Linsley dan Franzini, 1986). Sistem penyaluran air limbah sangat penting
diperhatikan karena merupakan elemen yang vital terhadap kelancaran pengolahan air limbah.
Ruang lingkup perencanaan sistem penyaluran adalah dekripsi lokasi perencanaan, kriteria
perencanaan, penentuan jalur perpipaan, penentuan debit air limbah, perencanaan dimensi
saluran, dan perencanaan perletakkan perlengkapan saluran.
Sebagai pelengkap informasi, peta Kota Banyuasih (Gambar I.1) diberikan secara detil sehingga
dapat memberikan gambaran umum perencanaan. Peta dibuat dalam skala 1:11.500 (cm). Selain
perumahan, kota ini dilengkapi sarana pendukung yang cukup memadai bagi penduduknya,
seperti perkantoran, sekolah, rumah sakit, mesjid, dan terminal bis. Data sekunder sarana-sarana
tersebut tersaji di Tabel 3.3 pada Modul TPSA.
Tugas Praktikum-1 (Pertemuan ke-2) - Lanjutan
Setelah sistem penyediaan air bersih telah berhasil dibuat, permasalahan lingkungan lain di
Kota Banyuasih adalah buruknya sanitasi lingkungan, terutama pengelolaan air limbah. Dari data
di atas, instalasi pengolahan air limbah domestik (IPAL) skala perkotaan diharapkan segera
dibangun dengan tahap awal adalah perencanaan sistem penyaluran air limbah dari sumber
menuju rencanan lokasi IPAL. Data sekunder debit perencanaan air limbah diperoleh dari debit air
bersih pada setiap blok wilayah pelayanan. Perencanaan pipa air limbah terbagi menjadi empat
tahap perhitungan, yaitu penentuan debit, dimensi pipa, volume air limbah dan debit
penggelontoran, dan penanaman pipa.
b) Kedalaman aliran
− Kedalaman aliran minimum dalam saluran harus diperhitungkan karena air limbah
mengandung partikel padatan yang belum hancur.
− Kedalaman minimum berkisar antara 7,5-10 cm.
− Perencanaan kedalaman aliran minimum harus mampu membawa partikel padatan
tersebut mengikuti aliran pada kecepatan minimum.
− Kedalaman aliran maksimum sebesar 80% dari diameter saluran.
Tabel I.3. Kecepatan aliran minimum saat debit puncak berdasarkan daya pembilasan
Kecepatan self cleansing
Diameter
(m/detik)
(mm)
n = 0,0013 n = 0,015
200 0,47 0,41
250 0,49 0,42
300 0,50 0,44
375 0,52 0,45
450 0,54 0,47
(Sumber: Departemen Pekerjaan Umum)
d) Persamaan aliran
Pendekatan hidrolika pada saluran tertutup (closed conduit) dibutuhkan dalam menentukan
dimensi saluran. Persamaan-persamaan hidrolika tersebut disajikan pada Tabel I.4-I.7.
Perhitungan debit air limbah meliputi debit rata-rata (Qr), debit minimum (Qmin), debit
maksimum (Qm), debit infiltrasi, dan debit puncak (Qp). Persamaan untuk mencari jenis debit
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tabel I.4. Persamaan hidrolika perpipaan air limbah
Nama Formula Keterangan
0,5
𝐶 = 1,107 (𝑅𝑒 )
Chezy Re = Bilangan Reynolds
𝑣 = 𝐶 (𝑅 𝑆)0,5
C = koefisien (tergantung jenis
157,6
Bazin 𝐶= formula)
1,81 + 𝐾/𝑅
R = jari-jari hidrolis (m)
0,00155 1
23 + (
𝑆
)+( )
𝑁 v = keepatan aliran (m/detik)
Ganguillet-Kutter 𝐶= S = kemiringan/slope
𝑁 23 + 0,00155
1 + 0,5 [ ]
𝑅 𝑆 K = koefisien Bazin
Hazen William 𝑄 = 0,2785 𝐶 𝐷2,63 𝑆 0,54 N = koefisien Ganguillet-Kutter
𝑅1/6 D = diameter pipa (m)
𝐶=
𝑛 n = koefisien kekasaran Manning
1 2/3 0,5 HL = kehilangan tekan/head loss
Manning 𝑣= 𝑅 𝑆
𝑛 (m)
1 2/3 0,5
𝑄= 𝑅 𝑆 𝐴 f = faktor friksi
𝑛
g = gaya gravitasi (m/detik2)
𝐿 𝑣2
Darcy Weisbach 𝐻𝐿 = 𝑓
𝐷 2𝑔
(Sumber: Giles et al., 1994)
Qab bervariasi sesuai dengan peruntukkan lahan. Kebutuhan penggunaan air bersih sesuai
dengan pemakaian air rata-rata dalam satu hari untuk permukiman berdasarkan rumah
sederhana, rumah mewah, dan apartemen ditampilkan pada Tabel I.8.
− Departemen Pekerjaan Umum juga telah mengeluarkan standar penggunaan air bersih
untuk sektor non-domestik dengan mengacu pada analisis terakhir fasilitas-fasilitas
sosial ekonomi pada daerah perencanaan. Tabel I.9−I.11 menjelaskan standar kebutuhan
air bersih non-domestik berdasarkan kategori kota tipe metro/I (>1.000.000 jiwa),
besar/II (500.000−1.000.000 jiwa), sedang/III (100.000−500.000 jiwa), kecil/IV
(20.000-100.000 jiwa), dan desa/V (<20.000 jiwa).
Tabel I.8. Standar pemakaian air bersih setiap hari berdasarkan jenis bangunan
Pemakaian air rata-rata Jangka waktu
No. Jenis bangunan sehari pemakaian air rata- Keterangan
(L) rata sehari (jam)
1. Perumahan mewah 250 8-10 Setiap penghuni
2. Rumah biasa 160-250 8-10 Setiap penghuni
250 L (mewah)
3. Apartemen 200-230 8-10 180 L (menengah)
120 L (sederhana - satu orang)
4. Asrama 120 8 Sederhana - satu orang
Setiap tempat tidur pasien
>1000 (mewah)
Catatan: 8 L (pasien luar)
5. Rumah sakit 500-1000 (menengah) 8-10
120 L (staf/pegawai)
350-500 (umum)
160 L (keluarga pasien)
6. Sekolah dasar 40 5 100 L (guru)
7. SMP 50 6 100 L (guru)
SMA dan lebih
8. 80 6 100 L (guru/dosen)
tinggi
9. Rumah-toko 100-200 8 160 L (penghuni)
10. Gedung kantor 100 8 Setiap pegawai
Toserba (toko serba Pemakaian air hanya untuk kakus,
11. ada, departemen 3 7 belum termasuk untuk bagian
store) restoran.
60 (buruh pria) Per orang, setiap giliran (bila kerja
12. Pabrik/industri 8
100 (buruh wanita) lebih dari 8 jam sehari)
Setiap kedatangan atau
13. Stasiun/terminal 3 15
keberangkatan penumpang
14. Restoran 30 5 160 L (penghuni)
160 L (penghuni)
100 L (pelayan)
15. Restoran umum 15 7 70% dari jumlah tamu perlu 15
L/orang untuk kakus, cuci tangan,
dan sebagainya.
16. Gedung eksibisi 30 5 Bila penggunaan siang dan malam,
pemakaian air dihitung per
penonton.
17. Bioskop 10 3
Jam pemakaian air dalam tabel
untuk satu kali pertunjukkan.
30 L/tamu (pedagang besar)
18. Toko pengecer 40 6
150 L/staf atau 5 L/hari/m2 lantai
Untuk setiap tamu.
19. Hotel 250-300 10 120-150 L (staf)
200 L (penginapan)
Gedung Berdasarkan jumlah jemaah setiap
20. 10 2
peribadatan hari.
Untuk setiap pendatang yang
21. Perpustakaan 25 6
membaca di tempat.
22. Bar 30 6 Setiap tamu.
23. Perkumpulan sosial 30 Setiap tamu.
24. Kelab malam 120-350 Setiap tempat duduk.
Gedung
25. 150-200 Setiap tamu.
perkumpulan
26. Laboratorium 100-200 8 Setiap staf.
(Sumber: Morimura, 2000)
Tabel I.9. Kebutuhan air non-domestik untuk jenis kategori kota tipe I, II, III, dan IV
Sektor Nilai Satuan
Sekolah 10 L/siswa/hari
Rumah sakit 200 L/tempat tidur/hari
Puskesmas 2000 L/unit/hari
Mesjid 3000 L/unit/hari
Kantor 10 L/pegawai/hari
Pasar 12000 L/ha/hari
Hotel 150 L/tempat tidur/hari
Rumah makan 100 L/tempat duduk/hari
Komplek militer 60 L/jiwa/hari
Kawasan industri 0,2-0,8 L/detik/ha
Kawasan pariwisata 0,1-0,3 L/detik/ha
(Sumber: Ditjen Cipta Karya PU, 1996)
Tabel I.10. Kebutuhan air non-domestik untuk jenis kategori kota tipe V
Sektor Nilai Satuan
Sekolah 5 L/siswa/hari
Rumah sakit 200 L/tempat tidur/hari
Puskesmas 2000 L/unit/hari
Mesjid 3000 L/unit/hari
Mushalla 2000 L/unit/hari
Pasar 12000 L/ha/hari
Komersial/industri 10 L/ hari
(Sumber: Ditjen Cipta Karya PU, 1996)
c) Debit rata-rata
− Debit rata-rata air limbah (Qr) merupakan kumulatif debit rata-rata kontribusi segmen
pipa hulu.
− Debit rata-rata setiap segmen pipa (Qr) dapat terdiri atas debit satu atau beberapa sumber
air limbah melalui persamaan berikut:
Qr1 . a1 Qr2 . a2
QrA QrC
d) Debit minimum
− Debit minimum air limbah (Qmin) terjadi saat kecepatan air limbah juga minimum. Bila
debit minimum tidak diketahui, maka kondisi kedalaman berenang (floating depth) dapat
tidak tercapai, terdapat endapan di dalam pipa, dan akan terjadi proses pembusukan
bahan organik di dalam air limbah.
− Debit minimum dihitung melalui persamaan berikut:
− Jumlah populasi ekuivalen adalah jumlah penduduk ekuivalen yang setara dengan debit
rata-rata dari sumber air limbah dan dilayani oleh satu segmen pipa per 1000 jiwa. Nilai
PE diketahui melalui persamaan berikut:
𝑄r𝑛 𝑎n
PE = (I − 5)
𝑄r
𝑄m = 5 ∙ PE 0.8 ∙ 𝑓m 𝑄r (I − 6)
Keterangan:
Qm = debit maksimum air limbah (L/detik)
fm = faktor harian maksimum = 1,25−2
f) Debit infiltrasi
− Debit infiltrasi (Qinf.) adalah penambahan debit air limbah akibat infiltrasi air tanah, air
permukaan, dan air hujan ke dalam saluran yang masuk melalui sambungan-sambungan
atau celah pipa.
− Besar debit infiltrasi merupakan akumulasi dari debit infiltrasi permukaan (surface) dan
infiltrasi saluran.
− Debit infiltrasi permukaan (QS) diketahui dari persamaan berikut:
𝑄S = 𝐶r ∙ PE ∙ 𝑄r (I − 7)
Keterangan:
QS = debit infiltrasi permukaan (L/adetik)
Cr = 0,1−0,3
𝐿
𝑄lr = ( )𝑞 (I − 8)
1000 inf.
Keterangan:
Qlr = debit infiltrasi saluran (L/detik)
L = panjang segmen pipa (m)
qinf = nilai infiltrasi saluran = 1−3 L/detik/1000 panjang pipa
g) Debit puncak
− Debit puncak merupakan debit pemakaian air bersih terbesar dalam satu jam selama satu
hari. Dengan deskripsi lain, debit puncak air limbah adalah kondisi ketika air limbah
dihasilkan pada kondisi maksimum dalam satu hari. Debit puncak diperlukan untuk
menentukan perencanaan dimensi saluran air limbah pada kondisi puncak.
− Debit puncak diketahui dari persamaan berikut:
𝑄p = 𝑄m + 𝑄inf. (I − 9)
Dengan demikian,
𝑄p = 𝑄m + 𝑄S + 𝑄lr (I − 10)
Tugas Praktikum-2 (Pertemuan ke-3)
Perencanaan Debit Air Limbah
1. Buat tabel sesuai dengan contoh Tabel I.14.
2. Isi kolom ke-1 untuk nomor node bagian hulu (upstream) dan hilir (downstream).
3. Isi kolom ke-2 dengan panjang segmen berdasarkan jarak antar node.
4. Isi kolom ke-3 untuk kode blok pelayanan pada setiap segmen.
5. Isi kolom ke-4 untuk luas blok pelayanan berdasarkan Tabel 1.1 di Modul TPSA.
6. Isi kolom ke-5 untuk jenis peruntukkan sesuai kode blok pelayanan, seperti permukiman,
sekolah, rumah sakit, mesjid, dan lain-lain.
7. Isi kolom ke-6 untuk debit air bersih setiap daerah pelayanan dari data perencanaan sistem
penyediaan air bersih pada modul TPSA untuk tahun perencanaan 2049.
8. Isi kolom ke-7 untuk debit air bersih pada setiap daerah pelayanan setelah ditambahkan nilai
kehilangan air. Nilai kehilangan air (KH) diperoleh dari Tabel 3.5 pada modul TPSA.
9. Isi kolom ke-8 untuk debit air bersih jam puncak. Faktor harian maksimum mengacu pada
Tabel 3.5 (Modul TPSA). Lihat prosedur l - m pada Tugas 3.3 (Modul TPSA).
10. Isi kolom ke-9 untuk debit air limbah domestik (Qd) berdasarkan Persamaan (I-1). Pilih nilai
80% dari debit air bersih (Qam).
11. Isi kolom ke-10 untuk penduduk ekuivalen berdasarkan Persamaan I-5.
12. Isi kolom ke-11 untuk nilai PE kumulatif dari PE setiap blok pelayanan. Nilai PE kumulatif
tergantung dari pola aliran perencanaan air limbah.
13. Isi kolom ke-12 untuk debit minimum berdasarkan Persamaan (I-4).
14. Isi kolom ke-13 untuk debit harian maksimum berdasarkan Persamaan (I-6).
15. Isi kolom ke-14 untuk debit infiltasi permukaan berdasarkan Persamaan (I-7).
16. Isi kolom ke-15 untuk debit infiltasi saluran berdasarkan Persamaan (I-8).
17. Isi kolom ke-16 untuk debit puncak berdasarkan Persamaan (I-10).
Bentuk saluran sebaiknya menggunakan bentuk penampang hidrolik terbaik dengan luas
penampang minimum, tetapi mampu mengalirkan debit maksimum (Sukarto, 1999). Beberapa
faktor penentu pemilihan jenis saluran adalah:
a) Luas penampang saluran
b) Kemiringan saluran
c) Kekasaran saluran
d) Kondisi aliran
e) Belokan atau rintangan lainnya.
f) Karakteristik efluen
Selain dari Tabel I.13, formula praktis penentuan kemiringan pipa adalah:
2
𝑆min = atau 𝑆min = 0,01 𝑄0,667 (I − 11)
3𝐷
Keterangan:
Smin = kemiringan minimum pipa (m/m)
D = diameter pipa (mm)
Q = debit aliran air limbah (L/detik)
Kemiringan muka tanah lebih curam daripada kemiringan pipa minimal dapat digunakan
sebagai kemiringan rancangan selama kecepatan aliran di bawah kecepatan maksimum.
Penentuan kemiringan pipa ditentukan oleh beberapa faktor pertimbangan, yaitu:
a) Sifat pengaliran air limbah adalah aliran terbuka secara gravitasi. Dengan demikian,
kemiringan pipa sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran.
b) Kemiringan harus diusahakan sekecil mungkin, tetapi mampu memberikan kecepatan yang
diharapkan sehingga galian dapat dilakukan seminimal mungkin.
c) Kemiringan diperoleh dari perbedaan ketinggian antara dua tempat dibagi dengan jarak dua
tempat tersebut.
d) Kemiringan pipa dibutuhkan bila kemiringan dibuat berdasarkan kebutuhan kecepatan
minimum.
e) Kemiringan pipa terbesar pada batas yang diizinkan perlu diketahui agar kecepatan
maksimum tidak terlampaui sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada saluran.
Tabel I.14. Penentuan debit air limbah
Jalur pipa
(nomor
Panjang Blok pelayanan Debit air
Debit air bersih
Debit air PE
Qinf.
node)
segmen bersih
(L/detik)
limbah
PE
kumulatif Qmin Qm (L/detik) Qp
-1- (jiwa) (L/detik) (L/detik) (L/detik)
(m) (L/detik) (L/detik) (jiwa)
Luas Jenis (+ kehilangan Debit jam -10- -12- -13- -16-
Dari Ke
-2- Kode
(ha) peruntukan
-6-
air) puncak (Qjp)
-9- -11- QS Qlr
-3- -14- -15-
-4- -5- -7- -8-
a
1 2 Kolom 3–6 a+b
b Persamaan (I-4), (I-6),
diperoleh dari
data sekunder c a+b+c (I-7), (I-8), dan (I-10)
2 3 modul TPSA d +d
𝑄r𝑛 𝑎n e a+…+d
3 6 𝑃𝐸 = f +e+f+
𝑄r
g g
h
5 6 h+i
i
a+…g+
6 7 j
h+i+j
Jaringan perpipaan air limbah selalu dilengkapi elemen pelengkap untuk mendukung
kelancaran penyaluran air limbah dan mempermudah pemeliharaan pipa. Elemen pelengkap
tersebut terdiri atas manhole, drop manhole, junction atau transition, belokan (bend), terminal
clean out, ventilasi, bangunan penggelontor, dan pompa.
a) Manhole
Manhole adalah lubang pada jalur pipa air limbah untuk mempermudah petugas masuk dalam
melakukan pemeriksaan, perbaikan, maupun pembersihan saluran dari kotoran yang
menghambat aliran. Perencanaan manhole harus memperhatikan kriteria-kriteria sebagai
berikut:
− Lubang manhole harus cukup dimasuki petugas, dan luas bagian di dalam manhole harus
memungkinkan keleluasaan bergerak bagi petugas.
− Struktur dinding manhole harus tahan terhadap pengaruh gaya luar.
− Bahan manhole berupa beton atau pasangan batu bata atau batu kali dan diberi lapisan kedap
air.
− Konstruksi tutup manhole harus kuat untuk menahan beban di atas.
− Tutup manhole harus rapat sehingga aliran air dari luar tidak masuk ke dalam manhole, kecuali
manhole dilengkapi ventilasi udara untuk mengeluarkan gas serta mengatur keseimbangan
tekanan udara.
Penempatan manhole ditetapkan pada tempat-tempat tertentu, yaitu:
− Perubahan arah aliran (belokan, bend, pertemuan saluran, junction)
− Perubahan diameter pipa
− Perubahan kemiringan (slope) pipa
− Pada jarak tertentu berdasarkan kesepakatan
b) Drop manhole
Fungsi drop manhole serupa dengan manhole, tetapi penggunaannya berbeda. Drop manhole
diterapkan pada pertemuan saluran yang mempunyai perbedaan ketinggian. Pengertian
perbedaan ketinggian antara aliran masuk dan aliran keluar ini sebenarnya relatif, minimum 60
cm (sumber lain menyebutkan 90 cm). Tujuan pemasangan drop manhole untuk melindungi
petugas di dalam manhole terhadap terjunan aliran air limbah secara tiba-tiba.
Gambar I.5 Gambar potongan drop manhole
(Sumber: EPA, 1991)
d) Belokan (bend)
Belokan (bend) berfungsi untuk membelokkan arah aliran. Pada belokan terjadi kehialangan
energi yang cukup besar sehingga dibutuhkan perencanaan dengan memperhatikan kriteria
berikut:
− Pada belokan, perubahan diameter atau kemiringan tidak boleh terjadi.
− Dinding bagian dalam harus licin.
− Manhole diperlukan untuk memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.
− Radius belokan yang terlalu kecil harus dihindari untuk mengurangi kehilangan tekanan.
Radius minimum belokan harus lebih besar atau sama dengan diameter saluran.
f) Ventilasi
Ventilasi udara dalam saluran air limbah ditempatkan pada tutup manhole. Ventilasi udara
ini sangat diperlukan untuk:
− Mencegah pembentukan gas dari pembusukan zat-zat organik.
− Mencegah akumulasi gas yang mudah meledak di dalam saluran.
− Mengurangi akumulasi hidrogen sulfida di dalam saluran yang menyebabkan korosif pada
pipa beton maupun logam.
g) Bangunan penggelontoran
Bangunan penggelontoran adalah bangunan tempat air penggelontoran dikumpulkan. Di
samping itu, bangunan penggelontoran juga dilengkapi dengan peralatan untuk keperluan
penggelontoran yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual. Penggelontoran adalah
penambahan volume air dengan debit dan kecepatan tertentu di dalam saluran. Penggelontoran
dilakukan apabila kecepatan (vmin) dan tinggi air (dmin) kurang dari nilai persyaratan.
Penggelontoran dilakukan apabila dmin<100 mm dan/atau vmin< 0,6 m/detik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggelontoran:
− Ketersediaan debit air penggelontor cukup sesuai dengan kebutuhannya.
− Air penggelontor harus jernih, tidak mengandung partikel padat atau koloid, serta tidak
bersifat asam dan basa sehingga tidak mengotori saluran.
− Saat penggelontoran, kecepatan aliran harus diperhitungkan terhadap keamanan di dalam
pipa sehingga pukulan air (water hammer) yang besar dapat dicegah.
Sistem penggelontoran terbagi menjadi dua sistem, yaitu:
− Sistem kontinu melalui penggelontoran secara terus-menerus dengan debit konstan.
− Sistem periodik melalui penggelontoran secara berkala pada kondisi aliran minimum dan
paling sedikit dilakukan sekali dalam satu hari.
Persamaan-persamaan untuk perhitungan penggelontoran adalah sebagai berikut:
h) Instalasi pompa
Instalasi pompa berfungsi untuk mengangkut air limbah dari elevasi rendah menuju elevasi
yang lebih tinggi untuk menghindari penanaman pipa terlalu dalam di tanah, serta memberikan
tekanan (head) yang cukup menuju proses pengolahan. Beberapa faktor untuk diperhatikan di
dalam perencanaan pompa, adalah:
− Kapasitas pompa dan perpipaan pada rumah pompa direncanakan berdasarkan debit puncak
air limbah.
− Jumlah pompa ditetapkan berdasarkan fluktuasi aliran influen dan karakteristik air limbah.
− Pompa harus dapat bekerja secara otomatis bila air limbah di dalam saluran pengumpul telah
mencapai ketinggian tertentu. Sumur pengumpul berfungsi untuk menampung debit rata-
rata dalam suatu periode hingga 30 menit. Perencanaan periode waktu ini harus
diperhitungkan agar tidak terjadi pengendapan partikel padatan air limbah di dalam
pengumpul.
Jenis pompa secara umum terbagi atas dua jenis, yaitu pompa sentrifugal dan pompa
pneumatic ejector. Jenis pompa sentrifugal non clogging lebih banyak digunakan di dalam sistem
penyaluran air limbah karena mempunyai kemampuan yang baik dalam membawa air limbah
yang mengandung partikel padatan. Operasi pompa ini pada umumnya memiliki kecepatan
spesifik yang rendah dan mempunyai efisiensi yang tinggi. Jenis pompa setrifugal digolongkan
menjadi tiga jenis, yaitu axial flow pump, mixed flow pump, dan radial flow pump. Pompa
pneumatic ejector menggunakan kompresi udara melalui prinsip venturi untuk mengevakuasi
udara pada tekanan udara tertentu. Pompa ini lebih digunakan untuk tingkat aliran debit yang
rendah.
Tekanan (head) pompa harus disediakan untuk mengalirkan sejumlah air dari instalasi pada
daerah pelayanan. Tekanan pompa dapat dirumuskan melalui persamaan berikut:
𝐿 𝑣2
𝐻f = 𝑓 ( ) ( ) (I − 15)
𝐷 2𝑔
𝑣2 𝑣2
𝐻m = (𝐾 ∙ jumlah bend) + (𝐾 ∙ jumlah sambungan) (I − 16)
2𝑔 2𝑔
𝐻T = 𝐻s + 𝐻f + 𝐻m (I − 17)
Keterangan:
f = faktor friksi di dalam pipa
K = faktor form-loss pada sambungan pipa
Hf = kehilangan tekanan utama pipa/head loss (m)
Hm = kehilangan tekanan minor (m)
HT = total tekanan pompa (m)
Perletakkan manhole:
1. Lihat kembali denah Kota Banyuasih pada Gambar 1.1 yang telah dilengkapi jalur perpipaan
air limbah dan node.
2. Tentukan posisi manhole pada denah sesuai dengan persyaratan yang tercantum pada sub-
bab I.6 point a dan Tabel I.14.
3. Berikan deskripsi jumlah manhole dan dasar pemilihan lokasi pada laporan praktikum.
4. Berikan kode huruf kapital untuk setiap manhole. Apabila manhole dan node berada pada
lokasi yang sama, gabungkan kode, misalnya kode “1,A; 3,F; dst.“
5. Desain kembali denah dan potongan manhole pada Gambar I.4 menggunakan Autocad,
ukuran kertas A3 dilengkapi kepala gambar dan skala yang proporsional.
Tabel I.19 Lebar galian (W) jaringan pipa transmisi dan distribusi
Kedalaman pipa untuk PVC berdasarkan kondisi permukaan jalan menurut SNI 7511-2011
ditentukan sebagai berikut:
a) kedalaman 300 mm untuk pipa yang tertanam di bawah permukaan tanah biasa;
b) kedalaman 450 mm untuk pipa yang tertanam di sisi jalan dan di bawah permukaan jalan kecil;
c) kedalaman 600 mm untuk pipa yang tertanam di bawah permukaan jalan besar dengan
perkerasan;
d) kedalaman 750 mm untuk pipa yang tertanam di bawah permukaan jalan besar tanpa
perkerasan.
Selain itu, kedalaman dan lebar galian ditentukan berdasarkan diameter pipa, sesuai pada
Gambar I.9.
Gambar I.8 Galian pipa pada tanah tidak stabil
(Sumber: SNI 7511-2011)
II.1. Pendahuluan
Permasalahan drainase terutama di kota-kota besar di Indonesia selalu menjadi pembicaraan
penting ketika banjir dan genangan air sering terjadi sehingga mengganggu permukiman warga,
infrastruktur, dan sistem transportasi. Drainase tidak berfungsi secara optimal akibat tingkat
pemeliharaan saluran dan bangunan drainase yang rendah, serta tingkat kesadaran masyarakat
terhadap fungsi drainase sebagai tempat pembuangan limbah padat. Dengan demikian, drainase
perkotaan harus direncanakan pada salah satu aspek terpenting yang terintegrasi di dalam
sistem prasarana perkotaan sehingga perencanaannya perlu mempertimbangkan faktor-faktor
terkait dengan pembanguanan prasarana perkotaan yang lain (perumahan, industri, jalan, dan
sebagainya).
Sistem drainase terbagi atas dua macam, yaiu drainase permukaan (surface drainage) dan
drainase permukaan bawah tanah (subsurface drainage) (Sukarto, 1999). Drainase permukaan
berfungsi mengalirkan air di atas permukaan tanah ke luar daerah yang akan dikeringkan,
sedangkan drainase permukaan bawah tanah berfungsi untuk mengalirkan air yang masuk ke
dalam tanah. Pada implementasi di lapangan, drainase permukaan lebih mudah dan murah untuk
konstruksi dan perawatan dibandingkan drainase permukaan bawah tanah. Melalui kemiringan
tanah yang cukup, air hujan dapat segera ditampung di dalam saluran drainase untuk dialirkan
menuju badan air.
Konsep drainase perkotaan dahulu menggunakan paradigma lama ketika beban air berlebih
pada titik genangan harus secepatnya dialirkan menuju menuju alur-alur saluran sehingga
diharapkan banjir tidak terjadi pada saat curah hujan tinggi. Sistem drainase tersebut diterapkan
sebelum pola pikir kemprehensif berkembang ketika masalah genangan, banjir, kekeringan, dan
kerusakan lingkungan masih dipandang sebagai masalah lokal dan sektoral dan ditangani secara
lokal dan sektoral pula, tanpa melihat kondisi sumber daya air dan lingkungan di luar area
pelayanan. Dengan memperhatikan terhadap perubahan tata lingkungan, kelebihan air hujan
tidak harus cepat dibuang ke badan air dalam waktu singkat, tetapi dapat disimpan pada lokasi
tertentu sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain. Air hujan dapat digunakan untuk
mengisi/konservasi air tanah, meningkatkan kualitas ekosistem dan lingkungan, atau menambah
debit air limbah sebagai media penggelontoran (PU, 2012; Kurniawan dan Dewi, 2015). Atas
dasar pemikiran tersebut, sistem drainase berwawasan lingkungan lebih dibutuhkan saat ini
melalui konfigurasi jaringan sistem berupa saluran induk/primer, saluran sekunder, saluran
tersier, bangunan peresapan, bangunan tampungan beserta sarana pelengkap yang berhubungan
secara sistemik antar jaringan.
𝑠 ∙ 𝑦n 𝑠 ∙ 𝑌T
𝑅24 = (𝑅̅i − )+( ) (II − 1)
𝑠n 𝑠n
Keterangan:
R24 = curah hujan (mm/hari)
𝑅̅i = rata-rata curah hujan (mm/hari)
s = standar deviasi
sn = reduksi standar deviasi berdasarkan jumlah sampel n (Tabel II.1)
yn = reduksi mean berdasarkan jumlah sampel n (Tabel II.2)
𝑇r −1
YT = reduksi variate berdasarkan periode ulang hujan/PUH (Tabel II.3) = − ln [− ln ( )]
𝑇r
Tabel II.1 Hubungan reduksi standar deviasi (sn) dengan jumlah sampel
N sn n sn n sn n sn
10 0,9496 33 1,1226 56 1,1696 79 1,1930
11 0,9676 34 1,1255 57 1,1708 80 1,1938
12 0,9833 35 1,12865 58 1,1721 81 1,1945
13 0,9971 36 1,1313 59 1,1734 82 1,1953
14 1,0095 37 1,1339 60 1,1747 83 1,1959
15 1,0206 38 1,1363 61 1,1759 84 1,1967
16 1,0316 39 1,1388 62 1,1770 85 1,1973
17 1,0411 40 1,1413 63 1,1782 86 1,1987
18 1,0493 41 1,1436 64 1,1793 87 1,1987
19 1,0565 42 1,1458 65 1,1803 88 1,1994
20 1,0628 43 1,1480 66 1,1814 89 1,2001
21 1,0696 44 1,1499 67 1,1824 90 1,2007
22 1,0754 45 1,1519 68 1,1834 91 1,2013
23 1,0811 46 1,1538 69 1,1844 92 1,2020
24 1,0864 47 1,1557 70 1,1854 93 1,2026
25 1,0915 48 1,1574 71 1,1854 94 1,2032
26 1,0861 49 1,1590 72 1,1873 95 1,2038
27 1,1004 50 1,1607 73 1,1881 96 1,2044
28 1,1047 51 1,1623 74 1,1890 97 1,2049
29 1,1086 52 1,1638 75 1,1898 98 1,2055
30 1,1124 53 1,1658 76 1,1906 99 1,2060
31 1,1159 54 1,1667 77 1,1915 100 1,2065
32 1,1193 55 1,1681 78 1,1923
(Sumber: Soemarto, 1999)
Tabel II.2 Hubungan reduksi mean (yn) dengan jumlah sampel
n yn n yn n yn n yn
10 0,4952 34 0,5396 58 0,5515 82 0,5672
11 0,4996 35 0,5402 59 0,5518 83 0,5574
12 0,5035 36 0,5410 60 0,5521 84 0,5576
13 0,5070 37 0,5418 61 0,5524 85 0,5578
14 0,5100 38 0,5424 62 0,5527 86 0,5580
15 0,5128 39 0,5430 63 0,5530 87 0,5581
16 0,5157 40 0,5436 64 0,5533 88 0,5583
17 0,5181 41 0,5442 65 0,5535 89 0,5585
18 0,5202 42 0,5448 66 0,5538 90 0,5586
19 0,5220 43 0,5453 67 0,5540 91 0,5587
20 0,5236 44 0,5458 68 0,5543 92 0,5589
21 0,5252 45 0,5463 69 0,5545 93 0,5591
22 0,5268 46 0,5468 70 0,5548 94 0,5592
23 0,5283 47 0,5473 71 0,5550 95 0,5593
24 0,5296 48 0,5477 72 0,5552 96 0,5595
25 0,5309 49 0,5481 73 0,5555 97 0,5596
26 0,5320 50 0,5485 74 0,5557 98 0,5598
27 0,5332 51 0,5489 75 0,5559 99 0,5599
28 0,5343 52 0,5493 76 0,5561 100 0,5600
29 0,5353 53 0,5497 77 0,5563
30 0,5362 54 0,5501 78 0,5565
31 0,5371 55 0,5504 79 0,5567
32 0,5380 56 0,5508 80 0,5569
33 0,5388 57 0,5511 81 0,5570
(Sumber: Soemarto, 1999)
Tabel II.3 Hubungan reduksi variate (YT) sebagai fungsi waktu balik
Tr (tahun) YT
2 0,36651
5 1,9940
10 2,25037
20 2,97019
50 3,90194
100 4,60015
200 5,29561
500 6,21361
1000 6,90726
2000 7,60065
5000 8,51709
10000 9,21029
20000 9,90346
50000 10,81977
100000 11,51292
(Sumber: Soemarto, 1999)
Tugas Praktikum-4 (Pertemuan ke-5)
Analisis frekuensi kejadian hujan
Curah hujan Kota Banyuasih tercatat pada rentang waktu antara tahun 1999-2019 adalah sebagai
berikut:
1. Data curah hujan masing-masing kelompok akan diisi oleh dosen praktikum.
2. Tentukan analisis perhitungan hujan rencana berdasarkan periode ulang hujan 2, 5, dan 10
tahun. Gunakan metode Gumbel pada Persamaan (II-1).
A
𝑅 ∙ 60
𝐼obs. = (II − 2)
𝑡
Keterangan:
R = curah hujan pada jangka waktu pendek (mm) = (𝐴 ∙ 𝑅24 )Τ(𝐵 + 𝑅24 )
R24 = curah hujan pada periode ulang hujan (mm)
t = periode hujan (menit)
A, B = konstanta (Tabel II.4)
60 = konversi menit ke jam
I = intensitas hujan observasi (mm/jam)
Tabel II.4 Konstanta A dan B pada waktu hujan tertentu
Waktu hujan B
A
(menit)
1 5,85 21,6
5 29,1 116
10 73,8 254
15 138 424
20 228 636
25 351 909
30 524 1272
35 774 1781
40 1159 2544
45 1811 3816
50 3131 6360
55 7119 13992
59 39083 75048
Intensitas hujan pada selang waktu tertentu (durasi hujan) tergantung pada penentuan
periode ulang hujan (PUH). PUH akan menentukan estimasi debit genangan/banjir. Semakin
besar PUH, semakin besar pula debit genangan terjadi. Penetapan banjir rencana didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan faktor hidro-ekonomis, terutama mengenai jumlah kerugian
yang akan diderita jika bangunan air rusak oleh genangan/banjir. Pada umumnya, semakin besar
nilai t (Persamaan II-2), intensitas hujan semakin kecil. Jika tidak ada waktu untuk mengamati
jumlah intensitas hujan atau tidak tersedia alat pengamatan, cara empiris berikut dapat ditempuh
dengan menggunakan persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro.
a) Persamaan Talbot
𝑎
𝐼e = (II − 3)
𝑡+𝑏
Keterangan:
Ie = intensitas hujan empiris (mm/jam)
a, b = konstanta
n = jumlah data pada Tabel II.4
∑𝑛𝑗=1(𝐼obs ∙ 𝑡) ∑𝑛𝑗=1(𝐼obs 2 ) − ∑𝑛𝑗=1(𝐼obs 2 ∙ 𝑡) ∑𝑛𝑗=1(𝐼obs )
𝑎= 2
𝑛 ∑𝑛𝑗=1(𝐼obs 2 ) − (∑𝑛𝑗=1(𝐼obs ))
∑𝑛𝑗=1(𝐼obs ) ∑𝑛𝑗=1(𝐼obs ∙ 𝑡) − 𝑛 ∑𝑛𝑗=1(𝐼obs 2 ∙ 𝑡)
𝑏= 2
𝑛 ∑𝑛𝑗=1(𝐼obs 2 ) − (∑𝑛𝑗=1(𝐼obs ))
b) Persamaan Sherman
𝑎
𝐼e = (II − 4)
𝑡𝑏
Keterangan:
∑𝑛𝑗=1(log 𝐼obs ) ∑𝑛𝑗=1(log 𝑡)2 − ∑𝑛𝑗=1(log 𝐼obs ∙ log 𝑡) ∑𝑛𝑗=1(log 𝑡)
log 𝑎 = 2
𝑛 ∑𝑛𝑗=1(log 𝑡)2 − (∑𝑛𝑗=1(log 𝑡))
∑𝑛𝑗=1(log 𝐼obs ) ∑𝑛𝑗=1(log 𝑡) − 𝑛 ∑𝑛𝑗=1(log 𝐼obs ∙ log 𝑡)
𝑏= 2
𝑛 ∑𝑛𝑗=1(log 𝑡)2 − (∑𝑛𝑗=1(log 𝑡))
c) Persamaan Ishiguro
𝑎
𝐼e = (II − 5)
√𝑡 + 𝑏
Keterangan:
∑𝑛𝑗=1(𝐼obs ∙ √𝑡) ∑𝑛𝑗=1(𝐼obs 2 ) − ∑𝑛𝑗=1(𝐼obs 2 ∙ √𝑡) ∑𝑛𝑗=1(𝐼obs )
𝑎= 2
𝑛 ∑𝑛𝑗=1(𝐼obs 2 ) − (∑𝑛𝑗=1(𝐼obs ))
Tabel II.8 Standar deviasi intensitas hujan empiris untuk PUH n tahun
t Metode Talbot Metode Sherman Metode Ishiguro
Iobs
(menit) -2- Ie Δ Ie Δ Ie Δ
-1- -3- -4- -5- -6- -7- -8-
1
5
………
59
STDEV = …… …… ……
Tugas Praktikum-4 (Pertemuan ke-5)
Intensitas curah hujan empiris
1. Buat tabel sesuai contoh Tabel II.6 untuk PUH 2, 5, dan 10 tahun.
2. Inputkan data t pada Tabel II.4 untuk kolom pertama pada Tabel II.6.
3. Inputkan data kolom ke-7 dan ke-8 pada Tabel II.5 untuk kolom ke-2 dan ke-3 pada Tabel II.6.
4. Kalkulasikan seluruh data untuk kolom ke-4 hingga ke-13 (Tabel II.6) sehingga diperoleh
konstanta a dan b berdasarkan Persamaan (II-2), (II-3), dan (II-4).
5. Buat tabel sesuai contoh Tabel II.7 untuk PUH 2, 5, dan 10 tahun.
6. Inputkan data t pada Tabel II.4 untuk kolom pertama pada Tabel II.7.
7. Inputkan nilai konstanta a dan b berdasarkan untuk setiap metode persamaan. Hitung Ie
berdasarkan Persamaan (II-2), (II-3), dan (II-4).
8. Buat tabel sesuai contoh Tabel II.8 untuk PUH 2, 5, dan 10 tahun.
9. Inputkan data t, Iobs, dan Ie berdasarkan kalkulasi pada tabel sebelumnya pada kolom 1,2, dan
3 di Tabel II.8.
10. Hitung selisih (Δ) nilai Iobs, dan Ie pada kolom ke-4,6, dan 8 (Tabel II.8),
11. Hitung standar devisi dari nilai Δ untuk ketiga metode persamaan di atas. Metode terpilih
berdasarkan nilai standar devisi Δ terkecil.
12. Buat kurva intencity duration of frequency (IDF) pada metode terpilih berdasarkan PUH 2, 5,
dan 10 tahun. Lihat contoh pada Gambar II.1.
b) Pola pencegat (intercepter pattern), untuk mencegah air hujan langsung dibuang ke badan air
melalui sistem pencegat (intercepter). Batas kemampuan intercepter dalam menampung
limpasan air hujan tidak melebihi dari debit maksimum aliran pada musim kering. Lebih dari
jumlah debit ini, air hujan akan melimpas ke badan air melalui lubang keluar (outlet) sebelum
memasuki intercepter.
c) Pola wilayah (zone pattern), untuk saluran pembuangan air hujan tercampur. Pola ini
membagi pola ke dalam satu atau lebih rangkaian seri saluran untuk daerah-daerah yang
sejajar atau berbeda elevasi dan mempunyai intercepter pada masing-masing rangkaian
secara terpisah.
Gambar II.4 Pola wilayah sistem drainase perkotaan
(Sumber: Sukarto, 1999)
d) Pola kipas (fan pattern), untuk saluran pembuangan air hujan terpisah dengan air limbah.
Pola ini memusatkan sistem aliran dari pinggiran daerah pelayanan menuju ke dalam untuk
dibuang ke satu tempat pengeluaran (single outfall). Pola ini sangat memungkinkan melintasi
daerah dengan kepadatan penduduk tinggi sehingga sulit meningkatkan kapasitas sistem.
e) Pola radial (radial pattern), untuk saluran pembuangan air hujan terpisah atau tercampur
dengan air limbah. Pada pola ini, sistem aliran menuju ke luar dari pusat daerah pelayanan
dengan pola mengikuti jari-jari roda. Pola ini memiliki jalur relatif pendek, tetapi jumlah
tempat pengolahan dapat berlipat ganda.
Tabel II.10 Koefisien run-off (C) alternatif untuk setiap area peruntukkan lahan
Peruntukkan lahan C
Perumahan 0,4
Kantor 0,7
Sekolah 0,9
Rumah sakit 0,4
Pasar 0,75
Mesjid 0,75
Terminal bis 0,75
Taman 0,1
(Sumber: McGhee dan Steel, 1991)
Nilai koefisien C dipengaruhi oleh:
a) Keadaan hujan
b) Luas dan bentuk daerah aliran
c) Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
d) Kebasahan tanah
e) Suhu udara, angin, dan evaporasi
f) Letak daerah aliran terhadap arah angin
g) Daya tampung palung sungai dan daerah sekitarnya
Standar nilai koefisien C dapat ditentukan berdasarkan tipe daerah aliran berdasarkan
kriteria perencanaan tata guna lahan pada lokasi setempat. Tabel II.9 dan II.10 mendeskripsikan
nilai C berdasarkan kisaran dan nilai peruntukkan pada kawasan permukiman dan komersial.
1⁄
108 ∙ 𝑛 ∙ 𝐿o 3
𝑡o = 1⁄ (II − 8)
𝑆o 5
58,5 ∙ 𝐿o
𝑡o = (II − 9)
𝐴0.1 𝑆o 0.2
Keterangan:
(𝐻o(1) − 𝐻o(2) )
So = kemiringan medan limpasan (%) (Gambar II.7) = ⁄
cos 𝜃 ∙ 𝐿o ∙ 100%
Lo = panjang limpasan (m)
C = koefisien pengaliran
n = koefisien kekasaran saluran (Tabel II–11)
to = inlet time (waktu pengaliran air hujan untuk mencapai saluran) atau waktu limpasan (menit)
Ho(1) = elevasi muka tanah awal limpasan (m)
Ho(2) = elevasi muka akhir limpasan (m)
Θ = sudut medan limpasan
𝐿
𝑡d = (II − 10)
𝑣d
Keterangan:
L = panjang segmen saluran (m)
vd = kecepatan rata-rata dalam saluran (m/detik)
td = waktu pengaliran (menit)
Sebagai catatan, S dan jenis material saluran mempengaruhi kecepatan aliran (vd) di dalam
saluran drainase (Tabel II–12 dan Tabel II–13). Pada aplikasi di lapangan, kemiringan saluran (S)
hampir sama dengan kemiringan medan limpasan (So) apabila saluran dibangun mengikuti
topografi untuk sifat aliran secara gravitasi (Tabel II–12).
vd di dalam saluran tertutup (closed conduit) tergantung dari bahan, sifat-sifat hidrolik
saluran, dan kondisi fisik. vd minimum pada sistem drainase sangat bervariasi dan tidak dapat
ditentukan dengan tepat. Untuk saluran tertutup dengan lapisan lining atau tahan erosi, vd
minimum berkisar 0,6–0,9 m/detik, sedangkan untuk saluran terbuka vd minimum berkisar 0,4 –
0.6 m/detik (Chow, 1989; Sukarto, 1999). Kecepatan ini sangat diperlukan untuk mencegah
pengendapan dan pertumbuhan tanaman air yang dapat menghambat aliran di sistem drainase.
vd maksimum adalah kecepatan pengaliran terbesar untuk mencegah erosi di permukaan saluran.
Untuk saluran dengan material tertentu, vd maksimum sebesar 2,5–3,5 m/detik, sedangkan
saluran alam (saluran tanah) sebesar 2,0 m/detik.
Selain Persamaan (II–11) di atas, penentuan waktu tc dapat ditentukan melalui pendekatan
sebagai berikut:
a) Persamaan Kirpich
b) Persamaan Bransby-Williams
Keterangan:
Q = debit air hujan pada PUH n tahun (m3/dtk)
Ie = intensitas hujan empiris untuk lama (durasi) curah hujan yang sama dengan waktu pengumpulan (tc)
pada PUH n tahun (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran atau catchment area (m2)
C = koefisien pengaliran
2𝑡c
CS = koefisien penyimpanan (storage factor) = ⁄(2𝑡 + 𝑡 )
c d
Koefisien penyimpanan (CS) adalah koefisien pengurangan debit banjir rencana akibat adanya
penyimpanan atau penampungan debit banjir di saluran maupun genangan di daerah tangkapan.
Untuk saluran tersier dengan daerah tangkapan kecil dan bebas banjir, koefisien CS mempunyai
nilai satu (CS = 1). Untuk saluran primer dengan luas daerah tangkapan besar dan masih diizinkan
terjadi genangan, koefisien CS mempunyai nilai kurang dari satu (CS < 1).
Pada Tabel II.17, beberapa unsur-unsur geometrik penampang saluran ditampilkan untuk
dipakai dalam perhitungan dimensi saluran. Menurut Chow (1989), unsur-unsur geometrik
tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:
a) Kedalaman aliran (depth of flow), y, adalah jarak vertikal titik terendah pada penampang
saluran hingga ke permukaan bebas. Istilah ini sering kali disalahtafsirkan dengan kedalaman
penampang aliran (depth of flow section), d, dengan definisi tinggi penampang saluran yang-
Tabel II.14 Penentuan debit limpasan air hujan
Jalur Tata
Daerah A H o(1) H o(2) to Ld vd td tc I Q
Saluran Guna C C·A Σ C·A L (m) S o (m) CS PUH
Pengaliran (km2) (m) (m) (menit) (m) (m/detik) (menit) (menit) (mm/jam) (m3/detik)
Dari Ke Lahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tabel II.16 Penentuan elevasi dasar saluran dan muka air saluran drainase perkotaan
Saluran Y F H V L Kemiringan/slope Elevasi tanah (m) Elevasi dasar Elevasi muka air
(m) (m) (m) (m/detik) (m) saluran (m) (m)
Dari Ke -3- -4- -5- -6- -7- Tanah Saluran US DS US DS US DS
-1- -2- -8- -9- -10- -11- -12- -13- -14- -15-
Tabel II.17 Unsur-unsur geometrik penampang saluran (Sumber: Chow, 1989)
Penampang Luas, A Keliling basah, P Jari-jari hidrolik, R Lebar puncak, T Kedalaman hidrolik, h Faktor penampang, Z
𝑏𝑦
𝑏𝑦 𝑏 + 2𝑦 𝑏 𝑦 𝑏𝑦1,5
𝑏 + 2𝑦
Persegi panjang
𝑧𝑦 √2 2,5
𝑧𝑦 2 2𝑦√1 + 𝑧 2 2𝑧𝑦 0,5𝑦 𝑧𝑦
2√1 + 𝑧 2 2
Segitiga
(sin 0,5𝜃)𝐷
1 1 1 sin 𝜃
atau
1 𝜃 − sin 𝜃 √2 (𝜃 − sin 𝜃)1,5 2,5
(𝜃 − sin 𝜃)𝐷2 𝜃𝐷 (1 − )𝐷 ( )𝐷 𝐷
8 2 4 𝜃 8 sin 0,5𝜃 32 (sin 0,5𝜃)0.5
2√𝑦(𝐷 − 𝑦)
Lingkaran
∗
8 𝑦2
𝑇+
2 3𝑇 2𝑇 2 𝑦 3𝐴 2 2
𝑇𝑦 *Perkiraan yang paling cocok 𝑦 √6𝑇𝑦1,5
3 3𝑇 2 + 8𝑦 2 2𝑦 3 9
untuk interval untuk 0<x≤1
Parabola bila x = 4y/T
𝜋 𝜋 𝜋 1,5
𝜋 ( − 2) 𝑟 2 + (𝑏 + 𝑧𝑟)𝑦 ( − 2) 𝑟 2 [( − 2) 𝑟 2 + (𝑏 + 𝑧𝑟)𝑦]
( − 2) 𝑟 2 + (𝑏 + 𝑧𝑟)𝑦 (𝜋 − 2)𝑟 + 𝑏 + 2𝑦 2 𝑏 + 2𝑟 2 2
2 +𝑦
(𝜋 − 2)𝑟 + 𝑏 + 2𝑦 𝑏 + 2𝑟 √𝑏 + 2𝑟
Persegi panjang
sisi yang dibulatkan
𝑇2 𝑟2
𝑇2 𝑟2 𝑇 2𝑟 𝐴 − (1 − 𝑧 cot −1 𝑧) 𝐴
− (1 − 𝑧 cot −1 𝑧) √1 + 𝑧 2 − (1 − 𝑧 cot −1 𝑧) 2 [𝑧(𝑦 − 𝑟) + 𝑟√1 + 𝑧2 ] 4𝑧 𝑧 𝐴ඨ
4𝑧 𝑧 𝑧 𝑧 𝑃 2[𝑧(𝑦 − 𝑟) + 𝑟√1 + 𝑧 2 ] 𝑇
Segitiga,
dasar dibulatkan
diliputi air. Untuk saluran dengan sudut kemiringan θ, dapat dilihat bahwa y sama dengan d
dibagi cos θ. Dengan demikian, kedua istilah ini harus dibedakan penggunaannya.
b) Luas basah (water area), A, adalah luas penampang melintang aliran yang tegak lurus arah
aliran.
c) Keliling basah (wetted perimeter), P, adalah panjang garis perpotongan dari permukaan basah
saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah aliran.
d) Jari-jari hidrolik (hydraulic depth), R, adalah rasio luas basah dengan keliling basah, atau:
𝐴
𝑅= (II − 15)
𝑃
e) Lebar puncak (top width), T, adalah lebar penampang aluran pada permukaan bebas.
f) Kedalaman hidrolik (hydraulic depth), h, adalah rasio luas basah dengan lebar puncak, atau:
𝐴
ℎ= (II − 16)
𝑇
g) Faktor penampang (section factor), Z, untuk perhitungan aliran kritis adalah perkalian antara
luas basah dan akar kedalaman hidrolik, atau:
𝐴
𝑍 = 𝐴√ℎ = 𝐴ඨ (II − 17)
𝑇
Tinggi jagaan (freeboard) adalah jarak vertikal dari sisi atas saluran ke permukaan air. Jarak
ini digunakan untuk mencegah air dari dalam saluran keluar menuju tepi saluran akibat
gelombang permukaan air. Tinggi jagaan untuk saluran terbuka dengan permukaan diperkeras
(lining) ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain:
a) Ukuran saluran
b) Kecepatan pengaliran
c) Arah dan lengkung (belokan) saluran
d) Debit banjir
e) Gelombang permukaan akibat tekanan aliran angin
Tinggi jagaan dapat diestimasi melalui persamaan:
Tabel II.20 menjelaskan hubungan antara debit dan tinggi jagaan minimum.
Perbandingan antara lebar dengan dalam saluran, yaitu w = b/H ketika H = y + tinggi jagaan
(F) ditentukan sesuai Tabel II.21.
c) Bak Perangkap
Bak perangkap adalah sebuah kolam yang dibuat di bawah inlets. Fungsi utama dari
perangkap ini adalah untuk mencegah padatan masuk pada saluran drainase. Buangan padatan
ditangkap oleh bak pengendap untuk dipisahkan antara padatan berat dan padatan ringan yang
akan muncul ke permukaan. Kadangkala bak perangkap dilengkapi dengan saringan untuk
memisahkan bermacam-macam padatan dan polutan. Bak perangkap dilengkapi dengan pompa
pada saluran dengan kemiringan relatif datar, ketika terdapat endapan pada saluran dan
akhirnya akan mengurangi kapasitas sistem saluran drainase.
d) Bangunan Terjun
Bangunan terjun digunakan untuk menghindari saluran yang terlalu curam sehingga
kecepatan aliran tidak melebihi 3 m/detik untuk menghindari pengikisan pada dinding saluran.
Oleh karena itu, dasar saluran dibuat tidak mengikuti kemiringan muka tanah, tetapi dibuat
normal tidak melebihi kemiringan terbesar yang diizinkan. Saluran dibagi atas ruas-ruas dan tiap
ruas dihubungkan dengan bangunan terjun. Batas ketinggian bangunan terjun adalah 2 meter.
Untuk di dalam kota, biasanya bangunan terjun sekitar 0,5–1,0 meter.
e) Gorong-gorong
Gorong-gorong dibangun pada saluran drainase yang mengalir di bawah bangunan seperti
jalan, jembatan, rel kereta api, dan sebagainya. Biasanya gorong-gorong membutuhkan
pemeliharaan yang lebih intensif dibanding perangkat lainnya. Agar tidak menghambat
pergerakan, sebaiknya gorong-gorong dibangun landai agar tidak terjadi endapan.
Gambar II.10 Potongan memanjang dan melintang gorong-gorong
f) Kolam Olakan
Kolam olakan berfungsi untuk meredam energi air pada hilir bangunan terjun atau pada lokasi
yang dapat mengakibatkan pengikisan.