Disusun Oleh:
Kelompok 2
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia-
Nya Makalah Ekologi Tumbuhan mengenai “Hubungan Antara Vegetasi Dengan
Cahaya Dan Suhu” ini dapat terselesaikan walaupun masih terdapat beberapa
kendala dalam penyusunan makalah ini.
Selain itu, kami juga berharap kritik dan saran dari ibu dosen dalam
pembuatan makalah ini supaya dapat dijadikan koreksi dalam pembuatan makalah
berikutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan dengan sebaik
mungkin sehingga akan menghasilkan hasil yang memuaskan dan sesuai keinginan.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Faktor-faktor lingkungan yaitu iklim, edafik (tanah), topografi dan
biotik antara satu dengan yang lain sangat berkaitan erat dan sangat
menentukan kehadiran suatu jenis tumbuhan di tempat tertentu, namun
cukup sulit mencari penyebab terjadinya kaitan yang erat tersebut.(Syafei
(1994).
Persebaran suatu jenis tumbuhan secara tidak langsung dipengaruhi
oleh interaksi antara vegetasi dengan suhu, kelembaban udara, dan kondisi
topografi seperti ketinggian dan kedalaman tanah. (Korner 1999, dalam
Dolezal dan Srutek, 2002).
Hubungan antara persebaran jenis tumbuhan dengan faktor
lingkungan. Canonical Correspondence Analysis (CCA) adalah teknik
ordinasi yang digunakan untuk menentukan persebaran jenis tumbuhan
berdasarkan variabel lingkungan ataupun respon tumbuhan terhadap
variabel lingkungan. (Kent dan Coker, 1992; Kent dan Ballard, 1988; ter
Braak, 1987).
Tumbuhan sangat berguna bagi makhluk hidup, dengan adanya
tumbuhan, kebutuhan makhluk hidup secara tidak langsung dapat terpenuhi.
Tumbuhan dalam tingkatan tropik berperan sebagai produsen, karena
mempunyai kemampuan untuk berfotosintesis menghasilkan klorofil. Dari
produsen, dapat menghasilkan zat hijau daum yang berguna bagi konsumen,
termasuk hewan dan manusia. Dalam pertumbuhannya tumbuhan terpenuhi
oleh beberapa faktor yang disebut faktor pembatas, faktor ini terdapat pada
ekosistem lingkungan dan habitat dimana makhluk hidup itu tinggal.
(Resosoedarmo et al. (1985)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kualitas cahaya dalam hubungan antara vegetasi dengan cahaya
dan suhu ?
2. Bagaimana intensitas cahaya dalam hubungan antara vegetasi dengan cahaya
dan suhu?
3. Bagaimana titik kompensasi dalam hubungan antara vegetasi dengan cahaya
dan suhu?
4. Bagaimana heliofita dan siofita dalam hubungan antara vegetasi dengan
cahaya dan suhu?
5. Bagaimana cahaya optimal bagi tumbuhan dalam hubungan antara vegetasi
dengan cahaya dan suhu?
6. Bagaimana adaptasi tumbuhan terhadap cahaya dalam hubungan antara
vegetasi dengan cahaya dan suhu?
7. Bagaimana lama penyinaran dalam hubungan antara vegetasi dengan cahaya
dan suhu?
8. Bagaimana variasi suhu dalam hubungan antara vegetasi dengan cahaya dan
suhu?
9. Bagaiamana suhu dan tumbuhan dalam hubungan antara vegetasi dengan
cahaya dan suhu?
10. Bagaimana suhu dan produktivitas dalam hubungan antara vegetasi dengan
cahaya dan suhu?
11. Apakah terdapat thermoperiodis dalam hubungan antara vegetasi dengan
cahaya dan suhu?
12. Bagaimana suhu dan dormansi dalam hubungan antara vegetasi dengan
cahaya dan suhu ?
C. Tujuan
Mahasiswa mampu menganalisis hubungan antara vegetasi dengan cahaya dan
suhu.
BAB II
PEMBAHASAN
Alat yang digunakan untuk mengetahui intesitas cahaya yaitu Lux meter
Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang
rendah, dengan titik kompensasi yang rendah pula, dikenal dengan tumbuhan
senang keteduhan atau siofita, metabolismenya lambat dan demikian juga proses
respirasinya. Titik kompensasi heiofita dapat mencapai setinggi 4.200 luks tetapi
untuk tumbuhan yang hidup di tempat teduh (siofita) titik kompensasinya bisa
serendah 27 luks. Bahkan ganggang yang hidup dalam perairan dalam dan
ganggang serta lumut yang hidup dalam gua-gua dapat tumbuh dengan intensitas
cahaya yang lebih lemah sampai tidak melebihi cahaya bulan.
Intensitas cahaya optimum bagi tumbuhan yang hidup dihabitat alami janganlah
diartikan betul-betul cahaya optimal untuk fotosintesis. Pada umumnya cahaya
matahari itu terlalu kuat atau terlalu lemah bagi organ-organ fotosintesis. Optimum
haruslah diartikan bahwa kombinasi tertentu dari faktor-faktor lingkungan lainnya,
ingat konsep holosinotik, akan memberikan pengaruh bersih dari kondisi cahaya
dalam suatu perioda tertentu lebih baik untuk proses fotosintesis dibandingkan
dengan keadaan lainnya.
Lama penyinaran relative antara siang dan malam dalam 24 jam akan
mempengaruhi fisiologis dari tumbuhan. Fotoperiodisme adalah respon dari suatu
organisme terhadap lamanya penyinaran sinar matahari. Contoh dari
fotoperiodisme adalah perbungaan, jatuhnya daun, dan dormansi. (Ramli, D. 1989).
Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang hari lebih dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan, seperti gandum, bayam, dll.
Suhu akan mengalami fluktuasi dengan nyata setiap 24 jam. Fluktuasi suhu
udara berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer.
Serapan energi radiasi matahari ini akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu
harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum
tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak
lurus, yakni pada waktu tengah hari. (Lakitan, 2002)
Seperti halnya dengan faktor cahaya, letak dari sumber panas ( matahari ),
bersama- sama dengan putarannya bumi pada porosnya akan menimbulkan variasi
suhu di alam tempat tumbuhan hidup.Jumlah panas yang diterima bumi juga
berubah- ubah setiap saat tergantung pada lintasan awan, bayangan tumbuhan setiap
hari, setiap tahun dan gejala geologi.
Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi energi panas ketika cahaya
diabsorpsi oleh suatu substansi. Suhu sering berperan bersamaan dengan cahaya
dan air untuk mengontrol fungsi- fungsi dari organisme. Relatif mudah untuk
mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi sulit untuk menentukan suhu yang
bagaimana yang berperan nyata, apakah keadaan maksimum, minimum atau
keadaan harga rata- ratanya yang penting (Wijana, 1998).
Begitu matahari terbit pagi hari, permukaan bumi mulai memperoleh lebih
banyak panas dibandingkan dengan yang hilang karena radiasi panas bumi, dengan
demikian suhu akan naik dengan cepat. Setelah beberapa jam tercapailah suhu yang
tinggi sekitar tengah hari, setelah lewat petang mulailah terjadi penurunan suhu
maka bumi ini akibat reradiasi yang lebih besar dibandingkan dengan radiasi yang
diterima.
Pada malam hari penurunan suhu muka bumi akan bertambah lagi, panas
yang diterima melalui radiasi dari matahari tidak ada, sedangkan reradiasi berjalan
terus, akibatnya ada kemungkinan suhu permukaan bumi lebih rendah dari suhu
udara disekitarnya. Proses ini akan menimbulkan fluktuasi suhu seharian, dan
fluktuasi suhu yang paling tinggi akan terjadi di daerah antara ombak di tepi pantai.
1. Komposisi dan warna tanah, makin terang warna tanah makin banyak
panas yang dipantulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas yang
diserap.
2. Kegemburan dan kadar air tanah, tanah yang gembur lebih cepat
memberikan respon pada pancaran panas daripada tanah yang padat,
terutama erat kaitannya dengan penembusan dan kadar air tanah, makin
basah tanah makin lambat suhu berubah.
3. Kerimbunan Tumbuhan, pada situasi dimana udara mampu bergerak
dengan bebas maka tidak ada perbedaan suhu antara tempat terbuka dengan
tempat tertutup vegetasi. Tetapi kalau angin tidak menghembus keadaan
sangat berlainan, dengan kerimbunan yang rendah mampu mereduksi
pemanasan tanah oleh pemancaran sinar matahari. Ditambah lagi
kelembaban udara dibawah rimbunan tumbuhan akan menambah
banyaknya panas yang dipakai untuk pemanasan uap air, akibatnya akan
menaikan suhu udara. Pada malam hari panas yang dipancaran kembali oleh
tanah akan tertahan oleh lapisan kanopi, dengan demikian fluktuasi suhu
dalam hutan sering jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan fluktuasi di
tempat terbuka atau tidak bervegetasi.
4. Iklim mikro perkotaan, perkembangan suatu kota menunjukkan adanya
pengaruh terhadap iklim mikro. Asap dan gas yang terdapat di udara kota
sering mereduksi radiasi. Partikel- partikel debu yang melayang di udara
merupakan inti dari uap air dalam proses kondensasinya uap air inilah yang
bersifat aktif dalam mengurangi pengaruh radiasi matahari tadi.
5. Kemiringan lereng dan garis lintang, kemiringan lereng sebesar50 dapat
mereduksi suhu sebanding dengan 450 km perjalanan arah ke kutub.
Suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan
dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan
berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama
suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja
keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme. (Rai dkk, 1998)
Kehidupan di muka bumi ini berada dalam suatu bahan kisaran suhu antara
00 C sampai dengan 500 C, dalam kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai
suhu minimum, maksimum dan optimum yang diperlukan untuk aktifitas
metabolismenya. Suhu- suhu tadi yang diperlukan organisme hidup dikenal dengan
suhu kardinal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya
karena adanya pertukaran suhu yang terus- menerus antara tumbuhan dengan udara
sekitarnya.
2.11 Thermoperiodis
Fluktuasi suhu yang bersifat ritnik. Hal ini dapat terjadi baik secara musim
atau harian. Tumbuhan yang biasanya hidup pada tempat-tempat dengan suhu yang
berfluktuasi berkecenderungan akan mengalami gangguan apabila ditumbuhkan
pada tempat dengan suhu yang konstan. Kebanyakan tumbuhan akan tumbuh baik
bila suhu lingkungan berubah-ubah. Misalnya tomat mempunyai laju pertumbuhan
optimum bila berada pada tempat dengan suhu siang 25̊c dan suhu malam sekitar
10̊c. Fluktus suhu ini menghasilkan keseimbangan optimum antara respirasi dan
fotosintesis. Beberapa jenis tumbuhan fluktuasi teratur diperlukan untuk
perkecambahan. Thermoperiodisme membatasi penyebaran baik berdasarkan garis
lintang maupun ketinggian tempat. (Syamsuri, 2007).
Dormansi tidak saja terjadi pada tumbuhan yang hidup pada tumbuhan yang
hidup didaerah beriklim hangat. Sebagai gejala umum dormansi diinduksikan
dalam tumbuhan ditemperatur sebagai jawaban terhadap fotoperioda. Tetapi fasa
dorman dari tumbuhan akan dipecahkan oleh suhu yang dingin, gejala ini disebut
vernalisasi. Bila tidak cukup suhu dingin untuk memecahkan masa dorman maka
tumbuhan tidak mampu untuk hidup lagi. Kebanyakan pohon dan perdu didaerah
inggris, misalnya memerlukan antara 200 sampai 300 jam dibawah suhu 9 ̊ c untuk
memecahkan masa dorman itu. Vernalisasi dimanfaatkan dalam hortrikultra untuk
mempercepat siklus hidup untuk tujuan penyilangan. Tanaman bianual seperti beet
dan seledri menghasilkan daum dan umbi dalam musim tumbuh pertama dan
berbunga pada musim tumbuh kedua. Dengan memanfaatkan suhu dingin buatan
siklus hidup akan terjadi secara lengkap hanya dalam satu tahun. (Wirakusumah, S.
2003).
Alat membantu dalam vernalisasi ialah jangka sorong
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Variasi Suhu, dimana variasi dari suhu ini dalam ekosistem, misalnya
dalam hutan dan ekosistem perairan. Suhu dan Tumbuhan, dimana, tumbuhan
mempunyai suhu minimum, maksimum, dan optimum yang diperlikan untuk
aktivitas metabolismenya. Suhu-suhu yang diperlukan organisme hidup dikenal
dengan suhu kardinal. Suhu dan Produktivitas, dimana Produktivitas untuk
tumbuhan umumnya suhu optimum untuk respirasi lebih tinggi dari suhu optimum
dalam fotosintesis. Thermoperiodis, dimana Thermoperiodisme membatasi
penyebaran baik berdasarkan garis lintang maupun ketinggian tempat. suhu dan
dormansi, dimana Dormansi tidak saja terjadi pada tumbuhan yang hidup pada
tumbuhan yang hidup didaerah beriklim hangat.
3.2 Saran
Demikianlah makalah yang berisikan tentang “Hubungan Antara Vegetasi
Dengan Cahaya Dan Suhu.” Makalah ini pun tak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan
sebagai penunjang pada makalah berikutnya. Sebelum dan sesudahnya kami
ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Aji I.M.L., Sutriono R., Yudistira, 2015. Pengaruh Media Tanam dan Kelas
Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Benih Gaharu (Gyrinops versteegii).
Jurnal Media Bina Ilmiah 9 (5) : 1-10
Fitter AH dan RKM Hay, 1992. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogjakarta: Gajah
Mada University
Rai. Wijana. Arnyana. 1998. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan. Singaraja : STKIP
Singaraja.
Triajie, H., Yudhita, P., dan Mahfud Efendy, 2012. Lama Pencahayaan Matahari
terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma Cottonii dengan Metode Rakit
Apung,Dipresentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi
2012, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura.WMO,2008.Guide to
Meteorologic