Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH EKOLOGI TUMBUHAN

“ Hubungan Antara Vegetasi Dengan Cahaya Dan Suhu”

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Cherly Novika Ananda (18010034)


Rizka Aulia Marzani ( 18010037)
Reza Zatria ( 18010046)

Dosen Pengampu : Elza Safitri, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia-
Nya Makalah Ekologi Tumbuhan mengenai “Hubungan Antara Vegetasi Dengan
Cahaya Dan Suhu” ini dapat terselesaikan walaupun masih terdapat beberapa
kendala dalam penyusunan makalah ini.
Selain itu, kami juga berharap kritik dan saran dari ibu dosen dalam
pembuatan makalah ini supaya dapat dijadikan koreksi dalam pembuatan makalah
berikutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan dengan sebaik
mungkin sehingga akan menghasilkan hasil yang memuaskan dan sesuai keinginan.

Padang, Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................


DAFTAR ISI ...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................
1.3 Tujuan ........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kualitas Cahaya ...........................................................................
2.2 Intensitas Cahaya .........................................................................
2.3 Titik Kompensasi ........................................................................
2.4 Heliofita dan Siofita.....................................................................
2.5 Cahaya Optimal Bagi Tumbuhan .................................................
2.6 Adaptasi Tumbuhan Terhadap Cahaya .........................................
2.7 Lama Penyinaran .........................................................................
2.8 Variasi Suhu ................................................................................
2.9 Suhu dan Tumbuhan ....................................................................
2.10 Suhu dan Produktivitas ..............................................................
2.11 Thermoperiodis .........................................................................
2.12 Suhu dan Dormansi ...................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................
3.2 Saran ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Faktor-faktor lingkungan yaitu iklim, edafik (tanah), topografi dan
biotik antara satu dengan yang lain sangat berkaitan erat dan sangat
menentukan kehadiran suatu jenis tumbuhan di tempat tertentu, namun
cukup sulit mencari penyebab terjadinya kaitan yang erat tersebut.(Syafei
(1994).
Persebaran suatu jenis tumbuhan secara tidak langsung dipengaruhi
oleh interaksi antara vegetasi dengan suhu, kelembaban udara, dan kondisi
topografi seperti ketinggian dan kedalaman tanah. (Korner 1999, dalam
Dolezal dan Srutek, 2002).
Hubungan antara persebaran jenis tumbuhan dengan faktor
lingkungan. Canonical Correspondence Analysis (CCA) adalah teknik
ordinasi yang digunakan untuk menentukan persebaran jenis tumbuhan
berdasarkan variabel lingkungan ataupun respon tumbuhan terhadap
variabel lingkungan. (Kent dan Coker, 1992; Kent dan Ballard, 1988; ter
Braak, 1987).
Tumbuhan sangat berguna bagi makhluk hidup, dengan adanya
tumbuhan, kebutuhan makhluk hidup secara tidak langsung dapat terpenuhi.
Tumbuhan dalam tingkatan tropik berperan sebagai produsen, karena
mempunyai kemampuan untuk berfotosintesis menghasilkan klorofil. Dari
produsen, dapat menghasilkan zat hijau daum yang berguna bagi konsumen,
termasuk hewan dan manusia. Dalam pertumbuhannya tumbuhan terpenuhi
oleh beberapa faktor yang disebut faktor pembatas, faktor ini terdapat pada
ekosistem lingkungan dan habitat dimana makhluk hidup itu tinggal.
(Resosoedarmo et al. (1985)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kualitas cahaya dalam hubungan antara vegetasi dengan cahaya
dan suhu ?
2. Bagaimana intensitas cahaya dalam hubungan antara vegetasi dengan cahaya
dan suhu?
3. Bagaimana titik kompensasi dalam hubungan antara vegetasi dengan cahaya
dan suhu?
4. Bagaimana heliofita dan siofita dalam hubungan antara vegetasi dengan
cahaya dan suhu?
5. Bagaimana cahaya optimal bagi tumbuhan dalam hubungan antara vegetasi
dengan cahaya dan suhu?
6. Bagaimana adaptasi tumbuhan terhadap cahaya dalam hubungan antara
vegetasi dengan cahaya dan suhu?
7. Bagaimana lama penyinaran dalam hubungan antara vegetasi dengan cahaya
dan suhu?
8. Bagaimana variasi suhu dalam hubungan antara vegetasi dengan cahaya dan
suhu?
9. Bagaiamana suhu dan tumbuhan dalam hubungan antara vegetasi dengan
cahaya dan suhu?
10. Bagaimana suhu dan produktivitas dalam hubungan antara vegetasi dengan
cahaya dan suhu?
11. Apakah terdapat thermoperiodis dalam hubungan antara vegetasi dengan
cahaya dan suhu?
12. Bagaimana suhu dan dormansi dalam hubungan antara vegetasi dengan
cahaya dan suhu ?
C. Tujuan
Mahasiswa mampu menganalisis hubungan antara vegetasi dengan cahaya dan
suhu.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kualitas Cahaya

Radiasi matahari secara fisika merupakan gelombang-gelombang


elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Tidak semua gelombang-
gelombang tadi dapat menembus lapisan atas atmosfer untuk mencapai permukaan
bumi. Yang dapat mencapai permukaan bumi adalah gelombang-gelombang
dengan ukuran 0,8 sampai 10 mikron. Gelombang yang dapat terlihat oleh mata
berkisar antara 0,39 sampai 7,60 mikron, sedangkan gelombang dibawah 0,39
merupakan gelombang pendek dikenal dengan ultraviolet dan gelombang diatas
7,60 mikron merupakan radiasi gelombang panjang atau infrared/merah-panjang.
Umumnya kualitas cahaya tidak memperlihatkan perbedaan yang mencolok antara
satu tempat dengan tempat lainnya, sehingga tidak selalu merupakan faktor ekologi
yang penting. Meskipun demikian telah dipahami adanya respon kehidupan
terhadap berbagai panjang gelombang cahaya ini.

Cahaya sangat besar artinya bagi tumbuhan, terutama karena perannya


dalam kegiatan fisiologis seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan serta
pembungaan, pembukaan dan penutupan stomata, perkecambahan dan
pertumbuhan tanaman. Penyinaran matahari mempengaruhi pertumbuhan,
reproduksi dan hasil tanaman melalui proses fotosintesis. Penyerapan cahaya oleh
pigmen-pigmen akan mempengaruhi pembagian fotosintat ke bagian-bagian lain
dari tanaman melalui proses fotomorfogenesis (Nurshanti, 2011).
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
pertumbuhan tanaman melalui tiga sifatnya yaitu intensitas cahaya, kualitas cahaya
(panjang gelombang) dan lamanya penyinaran (panjang hari). Pengaruh ketiga sifat
cahaya tersebut terhadap pertumbuhan tanaman adalah melalui pembentukan
klorofil, pembukaan stomata, pembentukan antosianin (pigment merah), perubahan
suhu daun dan batang, penyerapan hara, permeabilitas dinding sel, transpirasi dan
gerakan protoplasma (Hanum, 2008 dalam Aji et al, 2015).

2.2 Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya yang


terpenting sebagai faktor ingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali
utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam
ruang/spesial maupun dalam waktu/temporal. Radiasi matahari yang sampai dan
menembus atmosfer bumi akan terabsorbsi dan terrefleksi atau berhamburan oleh
gas-gas dan partikel-partikel yang dikandungnya.

Intensitas cahaya yang terbesar terjadi didaerah tropika, terutama daerah


kering (zona arid), sedikit cahaya derefleksikan oleh awan. Didaerah garis lintang
rendah cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar
dengan permukaan bumi, sehingga lapisan atmosfer yang tertembus berada dalam
ketebalan minimum . Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis
lintang. Pada garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah
terhadap permukaan bumi dan juga permukaan atmosfer, dengan demikian sinar
menembus lapisan atmosfer yang terpanjang, ini akan mengakibatkan lebih banyak
cahaya yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di
atmosfer. Perbedaan musim juga mempengaruhi intensitas cahaya di daerah dengan
latituda tinggi ini, intensitas pada musim panas jauh berbeda dengan intensitas
cahaya pada musim dingin.

Variasi intensitas cahaya dalam skala besar akan dimodifiksasikan lagi


oleh faktor topografi. Sudut dan arah kemiringan akan sangat berpengaruh terhadap
jumlah cahaya yang sampai di permukaan bumi atau ekosistem, hal ini akan lebih
terasa untuk daerah-daerah di garis lintang tinggi, sehingga dapat menghasilkan
perbedaan struktur ekosistem.

Alat yang digunakan untuk mengetahui intesitas cahaya yaitu Lux meter

2.3 Titik Kompensasi

Dengan tujuan untuk mengasilkan produktivitas bersih, tumbuhan harus


menerima sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk karbohidrat yang
memadai dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat akibat repirasi.
Apabila semua faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi laju fotosintesis
(pembentukan karbohidrat) dapat mengimbangi kehiangan karbohidrat akibat
respirasi dikenal sebagai titik kompensasi. Titik ini menggambarkan intensitas
cahaya yang memadai untuk terjadinya fotosintesis, dan merupakan intensitas
cahaya minimum yang penting untuk pertumbuhan. Harga titik kompensasi ini akan
berlainan untuk setiap jenis tumbuhan.

Tanaman yang ternaungi luas daun bertambah disebabkan karena kecepatan


difusi CO2 lebih tinggi, lebih banyak klorofil per unit satuan luas daun dan
peningkatan aktivitas bagian-bagian yang melaksanakan fotosintesis (Fitter dan
Hay, 1992).

Aktivitas cahaya yang rendah akan mengakibatkan tanaman melakukan suatu


perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis ini memberikan dampak untuk
pertahanan keseimbangan karbon yang akan mempengaruhi perubahan kecepatan
respirasi. Pada tanaman yang ternaung ada 3 hal yang dilakukan dengan intensitas
cahaya yang rendah, yaitu dengan cara pengurangan kecepatan respirasi untuk
menurunkan titik kompensasi, titik kompensasi merupakan penggunaan CO2 oleh
fotosintesis sama dengan hilangannya CO2 yang dihasilkan dari respirasi,
peningkatan luas daun untuk mendapatkan satu permukaan yang lebih besar untuk
mengabsopsi cahaya dan terjadi peningkatan kecepatan fotosintesis pada setiap unit
energi cahaya dan luas daun (Fitter dan Hay, 1992).

Alat yang digunakan untuk mengukur titik kompensasi yaitu Elektroda PH

2.4 Heliofita Dan Siofita

Tumbuhan yang beradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan intensitas


cahaya yang tinggi biasa disebut tumbuhan dengan intensitas cahaya yang tinggi
biasa disebut tumbuhan heliofita. Merupakan tumbuhan yang senang dengan
cahaya yang tinggi intensitasnya dan mempunyai titik kompensasi yang tinggi pula.
Dalam tubuhnya mempunyai sistem kimia yang aktif untuk membentuk karbohidrat
dan juga membongkarnya dalam respirasi.

Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang
rendah, dengan titik kompensasi yang rendah pula, dikenal dengan tumbuhan
senang keteduhan atau siofita, metabolismenya lambat dan demikian juga proses
respirasinya. Titik kompensasi heiofita dapat mencapai setinggi 4.200 luks tetapi
untuk tumbuhan yang hidup di tempat teduh (siofita) titik kompensasinya bisa
serendah 27 luks. Bahkan ganggang yang hidup dalam perairan dalam dan
ganggang serta lumut yang hidup dalam gua-gua dapat tumbuh dengan intensitas
cahaya yang lebih lemah sampai tidak melebihi cahaya bulan.

Beberapa jenis tumbuhan mempunyai karakteristika siofita ketika masih


muda, yang kemudian berkembang karakteristika heliofita apabila telah dewasa.
Hal ini biasanya terjadi pada pohon-pohon dengan anaknya yang harus tahan hidup
di bawah peneduhan.

Pada dasarnya kaitan antara besar penyinaran dengan laju fotosintesis


merupakan pangkal dari perbedaan helofilia dengan siofita ini. Dalam hal ini
peranan pembentukan pigmen hijau serta klorofil sangat erat kaitannya dengan
intensitas cahaya tadi. Pada tempet-tempat dengan penyinaran yang penuh, cahaya
berkecendrungan untuk merusak atau menghancurkan klorofi ini. Dengan demikian
kemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofil ini adalah mutlak diperlukan
bagi tumbuhan yang hidup di tempat terbuka.

Apabila tumbuhan tidak mampu menghasilkan klorofil untuk


mengimbangi klorofil inilah yang membedakan antara heliofita dengan siofita.
Heliofita berkemampuan yang tinggi dalam pembentukan klorofilnya sehingga
dapat tahan ditempat yang terbuka, dan sebaiknya siofita akan lebih efektif bila
berada dibawah naungan dan akan gagal apabila berada pada daerah terbuka.

Alat untuk mengukur pigmen fotosintesis


2.5 Cahaya Optimal Bagi Tumbuhan

Proses pertumbuhan dari tumbuhan membutuhkan hasil fotosintesis yang


melebihi kebutuhan respirasi. Jadi kebutuhan minimum cahaya untuk proses
pertumbuhan ini baru terpenuhi apabila cahaya melebihi titik kompensasinya . bagi
umumnya tumbuhan intensitas cahaya optimum untuk fotosintesis haruslah lebih
keci dari intensitas cahaya matahari penuh apabila ditinjau dari sudut kebutuhan
daun secara individual. Meskipun demikian bila suatu tumbuhan besar hidup pada
cahaya yang penuh sebagian besar dedaunannya tidak dapat menerima cukup
cahaya matahari untuk fotosintesis secara maksimal akibat akan tertutup dedaunan
di permukaan kanopinya. Dengan demikian cahaya matahari penuh akan
menguntungkan bagi daun-daun di dalam kanopi untuk mencapai efektifitas
fotosintesis secara total bagi tumbuhan untuk mengimbangi kekurangan dari daun-
daun yang berada dalam cahaya supra-optimal.

Intensitas cahaya optimum bagi tumbuhan yang hidup dihabitat alami janganlah
diartikan betul-betul cahaya optimal untuk fotosintesis. Pada umumnya cahaya
matahari itu terlalu kuat atau terlalu lemah bagi organ-organ fotosintesis. Optimum
haruslah diartikan bahwa kombinasi tertentu dari faktor-faktor lingkungan lainnya,
ingat konsep holosinotik, akan memberikan pengaruh bersih dari kondisi cahaya
dalam suatu perioda tertentu lebih baik untuk proses fotosintesis dibandingkan
dengan keadaan lainnya.

Alat untuk mengukur kandungan klorofil


2.6 Adaptasi Tumbuhan Terhadap Cahaya

Beberapa tumbuhan mempunyai karakteristik yang dianggap sebagai


adaptasinya dalam mereduksi keusakan akibat cahaya yang teralu kuat atau supra-
optimal. Dedaunan yang mendapat cahaya dengan intensitas yang tinggi kloropast
berbentuk cakram, posisinya sedemikian rupa sehingga cahaya yang diterima hanya
oleh dinding vertikalnya. Bahkan pada beberapa jenis tertentu letak daun secara
keseluruhan sering tidak berada dalam keadaan horizontal, hal ini untuk mengindar
dari arah cahaya yang tegak lurus pada permukaan daun dan ini berarti mengurangi
kuat cahaya yang masuk. Berkurangnya kadar klorofi pada intensitas cahaya yang
tinggi mengandung aspek yang menguntungkan. Cahaya yang diserap atau
diabsorpsi akan mempertinggi energi yang diubah menjadi panas akibat efisiensi
ekologi yang rendah. Hal ini akan tidak saja mempengaruhi keseimbangan air
tetapi juga akan mengganggu keseimbangan fotosintesis dengan respirasi dalam
tumbuhan.

Telah banyak dipelajari bahwa umumnya tumbuhan tropika intensitas


cahaya yang diterima mempunyai hubungan langsung dengan kadar anthocyanin.
Pigmen ini yang biasanya terletak pada lapisan permukaan dari sel berperan sebagai
pemantul cahaya sehingga menghambat atau mengurangi penembusan cahaya ke
jaringan yang berkadar panas. Dengan dipantukannya cahaya merah ini maka akan
mereduksi kemungkinan kerusakan-kerusakan sel sebagai akibat pemanasan.
Ternyata suhu dibawah lapisan berwarna merah dari suatu buah mempunyai suhu
lebih rendah jika dibandingkan dengan bagian lainnya yang berwarna hijau.
Beberapa ganggang yang bebas bergerak akan menghindar dari cahaya yang terlalu
kuat dengan jalan pergerakan secara vertikal, bermigrasi ke kedalaman air.

Struktur anatomi dan morfologidaun merupakan salah satu mechanism


eadaptasi yang dilakukan tumbuhan terhadap intensitas cahaya yang berbeda (Peri
et al, 2009). Tujuannya adalah agartumbuhan mampu melakukanpenyerapan
cahaya optimal danmelakukan proses fotosintesis secaraefisien. Jenis adaptasi yang
dilakukanoleh tumbuhan dapat berupa sieve effectatau efek penyaringan, light
channeling atau penyaluran cahaya, dan aklimatisasi (Taiz&Zeiger, 2010).

Alat untuk mengukur pada tanaman: PH Meter

2.7 Lama Penyinaran

Lama penyinaran matahari akan berpengaruh terhadap aktivitas


makhlukhidup, yaitu pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Penyinaran
yang lebih lama akan memberi kesempatan yang lebih besar pada tumbuhan untuk
memanfaatkannya melalui proses fotosintesis. Penelitian efek dari lama penyinaran
matahari terhadap pertumbuhan rumput laut melalui metode akit apung
menyebutkan bahwa lama penyinaran matahari berpengaruh terhadap
pertumbuhannya (Triajie, et.al.2012).

Lama Penyinaran Matahari (LPM) merupakan salah satu indikator yang


penting di dalam klimatologi. Sinar matahari akan menggerakkan reaksi-reaksi
fotokimia di atmosfer (misalnya reaksi pembentukan ozon), menghasilkanuap air
yang sangat dibutuhkan untuk terjadinya hujan, menjaga agar suhu atmosfer tetap
hangat, dan lain sebagainya.Penelitian yang dilakukan di Semarang pada tahun
2005-2007 menyimpulkan bahwa peningkatan persentasilama penyinaran matahari
dan penyusutan intensitas radiasi matahari disebabkan oleh efek rumah kaca yang
diakibatkanolehsemakin banyaknya gas-gas polutan, serta semakin berkurangnya
ruang hijau yang berganti dengan pemukiman dan industri (Yuliatmaja, 2009).

Lama penyinaran relative antara siang dan malam dalam 24 jam akan
mempengaruhi fisiologis dari tumbuhan. Fotoperiodisme adalah respon dari suatu
organisme terhadap lamanya penyinaran sinar matahari. Contoh dari
fotoperiodisme adalah perbungaan, jatuhnya daun, dan dormansi. (Ramli, D. 1989).

Di daerah sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari ataufotoperiodisme


akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12 jam. Di daerah temperata/ bermusim
panjang hari lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam
pada musim dingin.

Berdasarkan responnya terhadap periode siang dan malam, tumbungan


berbunga dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Tumbuhan berkala panjang

Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang hari lebih dari 12 jam untuk
terjadinya proses perbungaan, seperti gandum, bayam, dll.

2. Tumbuhan berkala pendek

Tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam


untuk terjadinya proses perbungaan, seperti tembakau dan bunga krisan.

3. Tumbuhan berhari netral

Tumbuhan yang tidak memerlukan periode panjang hari tertentu untuk


proses perbungaannya, misalnya tomat.
Apabila beberapa tumbuhan terpaksa harus hidup di kondisi fotoperiodisme
yang tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser ke pertumbuhan
vegetatif. Di daerah khatulistiwa, tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan
fotoperiodisme ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok.
Tumbuhan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor- faktor
lainnya dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi tidak merupakan faktor pembatas.

Pengukuran durasi lama penyinaran matahari dengan menggunakan alat


Campbell stokes menghasilkan data yang relatif kasar dikarenakan kemampuan
perkiraan pengamat dalam menafsirkan panjang bekas penyinaran kartu pias.
Masalah yang sering dihadapi oleh para pengamat dalam menafsirkan lama
penyinaran matahari adalah bekas penyinaran yang terekam pada kartu pias tidak
selalu membentuk garis lurus yang mudah dihitung.(Lakitan, 2002).

2.8 Variasi Suhu

Suhu merupakan ukuran yang mewakili banyaknya energi radiasi matahari


berupa panas yang dirasakan (sensible heat), yang berperan dalam pemanasan
atmosfer (Widyatmanti, 1998).
Suhu udara berubah sesuai dengan tempatnya. Tempat yang terbuka
suhunya berbeda dengan tempat yang bergedung, demikian pula suhu di ladang
berbeda dengan suhu di jalan aspal (Bayong Tjasyono, 1999).

Suhu akan mengalami fluktuasi dengan nyata setiap 24 jam. Fluktuasi suhu
udara berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer.
Serapan energi radiasi matahari ini akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu
harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum
tercapai. Intensitas cahaya maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak
lurus, yakni pada waktu tengah hari. (Lakitan, 2002)

Sangat sedikit tempat- tempat di permukaan bumi secara terus- menerus


berada dalamkondisi terlalu panas atau terlalu dingin untuk sistem kehidupan, suhu
biasanya mempunyai variasi baik secara ruang maupun secara waktu. Variasi suhu
ini berkaitan dengan garis lintang, dan sejalan dengan ini juga terjadi variasi local
berdasarkan topografi dan jarak dari laut.Terjadi juga variasi dari suhu ini dalam
ekosistem, misalnya dalam hutan dan ekosistem perairan. Perbedaan yang nyata
antara suhu pada permukaan kanopi hutan dengan suhu di bagian dasar hutan akan
terlihat dengan jelas. Demikian juga perbedaan suhu berdasarkan kedalaman air.

Seperti halnya dengan faktor cahaya, letak dari sumber panas ( matahari ),
bersama- sama dengan putarannya bumi pada porosnya akan menimbulkan variasi
suhu di alam tempat tumbuhan hidup.Jumlah panas yang diterima bumi juga
berubah- ubah setiap saat tergantung pada lintasan awan, bayangan tumbuhan setiap
hari, setiap tahun dan gejala geologi.

Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi energi panas ketika cahaya
diabsorpsi oleh suatu substansi. Suhu sering berperan bersamaan dengan cahaya
dan air untuk mengontrol fungsi- fungsi dari organisme. Relatif mudah untuk
mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi sulit untuk menentukan suhu yang
bagaimana yang berperan nyata, apakah keadaan maksimum, minimum atau
keadaan harga rata- ratanya yang penting (Wijana, 1998).
Begitu matahari terbit pagi hari, permukaan bumi mulai memperoleh lebih
banyak panas dibandingkan dengan yang hilang karena radiasi panas bumi, dengan
demikian suhu akan naik dengan cepat. Setelah beberapa jam tercapailah suhu yang
tinggi sekitar tengah hari, setelah lewat petang mulailah terjadi penurunan suhu
maka bumi ini akibat reradiasi yang lebih besar dibandingkan dengan radiasi yang
diterima.

Pada malam hari penurunan suhu muka bumi akan bertambah lagi, panas
yang diterima melalui radiasi dari matahari tidak ada, sedangkan reradiasi berjalan
terus, akibatnya ada kemungkinan suhu permukaan bumi lebih rendah dari suhu
udara disekitarnya. Proses ini akan menimbulkan fluktuasi suhu seharian, dan
fluktuasi suhu yang paling tinggi akan terjadi di daerah antara ombak di tepi pantai.

Berbagai karakteristika muka bumi penyebab variasi suhu :

1. Komposisi dan warna tanah, makin terang warna tanah makin banyak
panas yang dipantulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas yang
diserap.
2. Kegemburan dan kadar air tanah, tanah yang gembur lebih cepat
memberikan respon pada pancaran panas daripada tanah yang padat,
terutama erat kaitannya dengan penembusan dan kadar air tanah, makin
basah tanah makin lambat suhu berubah.
3. Kerimbunan Tumbuhan, pada situasi dimana udara mampu bergerak
dengan bebas maka tidak ada perbedaan suhu antara tempat terbuka dengan
tempat tertutup vegetasi. Tetapi kalau angin tidak menghembus keadaan
sangat berlainan, dengan kerimbunan yang rendah mampu mereduksi
pemanasan tanah oleh pemancaran sinar matahari. Ditambah lagi
kelembaban udara dibawah rimbunan tumbuhan akan menambah
banyaknya panas yang dipakai untuk pemanasan uap air, akibatnya akan
menaikan suhu udara. Pada malam hari panas yang dipancaran kembali oleh
tanah akan tertahan oleh lapisan kanopi, dengan demikian fluktuasi suhu
dalam hutan sering jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan fluktuasi di
tempat terbuka atau tidak bervegetasi.
4. Iklim mikro perkotaan, perkembangan suatu kota menunjukkan adanya
pengaruh terhadap iklim mikro. Asap dan gas yang terdapat di udara kota
sering mereduksi radiasi. Partikel- partikel debu yang melayang di udara
merupakan inti dari uap air dalam proses kondensasinya uap air inilah yang
bersifat aktif dalam mengurangi pengaruh radiasi matahari tadi.
5. Kemiringan lereng dan garis lintang, kemiringan lereng sebesar50 dapat
mereduksi suhu sebanding dengan 450 km perjalanan arah ke kutub.

Yang mempengaruhi variasi suhu :


1. Energi
Dalam proses perubahan suhu, energi merupakan komponen yang
diperlukan untuk meningkatkan aktifitas molekul dalam tanah.
2. Permukaan
1. Tekstur dan struktur tanah, porositas yaitu tanah porus yang umumnya
fluktuasi suhu besar dibandingkan tanah yang porositasnya rendah.
2. Warna tanah memiliki kemampuan menyerap dan memantulkan apabila
berwarna gelap bagian energi matahari akanyang diserap banyak sehingga suhu
meningkat sehingga warna dari tanah menjadfi lebih terang.

Alat untuk mengukur kadar PH tanah yaitu : Soil tester


Alat untuk memperkirakan besarnya tekanan udara yaitu Anemometer

2.9 Suhu Dan Tumbuhan

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh


terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan
pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung.

Suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan
dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan
berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama
suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja
keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme. (Rai dkk, 1998)

Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu


sebagai faktor lingkungan. Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi energi
panas ketika cahaya diabsorpsi oleh suatu substansi. Suhu sering berperan
bersamaan dengan cahaya dan air untuk mengontrol fungsi- fungsi dari organisme.
Relatif mudah untuk mengukur suhu dalam suatu lingkungan tetapi sulit untuk
menentukan suhu yang bagaimana yang berperan nyata, apakah keadaan
maksimum, minimum atau keadaan harga rata- ratanya yang penting.

Kehidupan di muka bumi ini berada dalam suatu bahan kisaran suhu antara
00 C sampai dengan 500 C, dalam kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai
suhu minimum, maksimum dan optimum yang diperlukan untuk aktifitas
metabolismenya. Suhu- suhu tadi yang diperlukan organisme hidup dikenal dengan
suhu kardinal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya
karena adanya pertukaran suhu yang terus- menerus antara tumbuhan dengan udara
sekitarnya.

Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bevariasi, untuk tanaman di


tropika, semangka, tidak dapat mentoleransi suhu di bawah 150 – 180 C, sedangkan
untuk biji- bijian tidak bisa hidup dengan suhu di bawah minus 20 C – minus 50 C.
Sebaliknya konifer di daerah temperata masih bisa mentoleransi suhu sampai
serendah minus 300 C. Tumbuhan air umumnya mempunyai kisaran toleransi suhu
yang lebih sempit jika dibandingkan dengan tumbuhan di daratan. Secara garis
besar semua tumbuhan mempunyai kisaran toleransi terhadap suhu yang berbeda
tergantung pada umur, keseimbangan air dan juga keadaan musim.

Alat untuk mengukur kelembaban dan suhu udara ialah thermometer

2.10 Suhu Dan Produktivitas

Laju respirasi dan fotositesis dari tumbuhan haruslah terjadi sedemikian


rupa sehingga terdapat produktivitas bersil untuk tumbuhan umumnya suhu
optimum untuk respirasi lebih tinggi dari suhu optimum untuk fotosintesis. Diatas
suhu tertentu respirasi akan melebihi fotosintesis, maka akan terjadi kelaparan bagi
tumbuhan tersebut. Hal inilah yang berperan dalam membatasi penyebaran
tumbuhan dari daerah dingin ke daerah hangat.
Alat mengukur proses fotosintesis

2.11 Thermoperiodis

Fluktuasi suhu yang bersifat ritnik. Hal ini dapat terjadi baik secara musim
atau harian. Tumbuhan yang biasanya hidup pada tempat-tempat dengan suhu yang
berfluktuasi berkecenderungan akan mengalami gangguan apabila ditumbuhkan
pada tempat dengan suhu yang konstan. Kebanyakan tumbuhan akan tumbuh baik
bila suhu lingkungan berubah-ubah. Misalnya tomat mempunyai laju pertumbuhan
optimum bila berada pada tempat dengan suhu siang 25̊c dan suhu malam sekitar
10̊c. Fluktus suhu ini menghasilkan keseimbangan optimum antara respirasi dan
fotosintesis. Beberapa jenis tumbuhan fluktuasi teratur diperlukan untuk
perkecambahan. Thermoperiodisme membatasi penyebaran baik berdasarkan garis
lintang maupun ketinggian tempat. (Syamsuri, 2007).

Alat untuk mengukur Kecepatan pertumbuhan tanaman dapat diukur dengan


menggunakan alat yang disebut busur tumbuh atau auksanometer.
2.12 Suhu Dan Dormansi

Dormansi tidak saja terjadi pada tumbuhan yang hidup pada tumbuhan yang
hidup didaerah beriklim hangat. Sebagai gejala umum dormansi diinduksikan
dalam tumbuhan ditemperatur sebagai jawaban terhadap fotoperioda. Tetapi fasa
dorman dari tumbuhan akan dipecahkan oleh suhu yang dingin, gejala ini disebut
vernalisasi. Bila tidak cukup suhu dingin untuk memecahkan masa dorman maka
tumbuhan tidak mampu untuk hidup lagi. Kebanyakan pohon dan perdu didaerah
inggris, misalnya memerlukan antara 200 sampai 300 jam dibawah suhu 9 ̊ c untuk
memecahkan masa dorman itu. Vernalisasi dimanfaatkan dalam hortrikultra untuk
mempercepat siklus hidup untuk tujuan penyilangan. Tanaman bianual seperti beet
dan seledri menghasilkan daum dan umbi dalam musim tumbuh pertama dan
berbunga pada musim tumbuh kedua. Dengan memanfaatkan suhu dingin buatan
siklus hidup akan terjadi secara lengkap hanya dalam satu tahun. (Wirakusumah, S.
2003).
Alat membantu dalam vernalisasi ialah jangka sorong
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahwa dapat disimpulkan hubungan antara vegetasi dengan cahaya dan


suhu, yaitu kualitas cahaya, dimana Umumnya kualitas cahaya tidak
memperlihatkan perbedaan yang mencolok antara satu tempat dengan tempat
lainnya. Intensitas Cahaya, dimana Intensitas cahaya atau kandungan energi
merupakan aspek cahaya yang terpenting sebagai faktor ingkungan. Titik
Kompensasi, dimana Titik ini menggambarkan intensitas cahaya yang memadai
untuk terjadinya fotosintesis.

Heliofita dan Siofita, dimana Heliofita berkemampuan yang tinggi dalam


pembentukan klorofilnya sehingga dapat tahan ditempat yang terbuka, dan
sebaiknya siofita akan lebih efektif bila berada dibawah naungan dan akan gagal
apabila berada pada daerah terbuka. Cahaya Optimal Bagi Tumbuhan, dimana
cahaya matahari diperlukan bagi organ-organ fotosintesis. Adaptasi tumbuhan
terhadap cahaya, dimana intensitas cahaya yang diterima mempunyai hubungan
langsung dengan kadar anthocyanin. Lama Penyinaran, dimana Lamanya
penyinaran relatif antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi fungsi
dari tumbuhan secara luas .

Variasi Suhu, dimana variasi dari suhu ini dalam ekosistem, misalnya
dalam hutan dan ekosistem perairan. Suhu dan Tumbuhan, dimana, tumbuhan
mempunyai suhu minimum, maksimum, dan optimum yang diperlikan untuk
aktivitas metabolismenya. Suhu-suhu yang diperlukan organisme hidup dikenal
dengan suhu kardinal. Suhu dan Produktivitas, dimana Produktivitas untuk
tumbuhan umumnya suhu optimum untuk respirasi lebih tinggi dari suhu optimum
dalam fotosintesis. Thermoperiodis, dimana Thermoperiodisme membatasi
penyebaran baik berdasarkan garis lintang maupun ketinggian tempat. suhu dan
dormansi, dimana Dormansi tidak saja terjadi pada tumbuhan yang hidup pada
tumbuhan yang hidup didaerah beriklim hangat.

3.2 Saran
Demikianlah makalah yang berisikan tentang “Hubungan Antara Vegetasi
Dengan Cahaya Dan Suhu.” Makalah ini pun tak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan
sebagai penunjang pada makalah berikutnya. Sebelum dan sesudahnya kami
ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Aji I.M.L., Sutriono R., Yudistira, 2015. Pengaruh Media Tanam dan Kelas
Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Benih Gaharu (Gyrinops versteegii).
Jurnal Media Bina Ilmiah 9 (5) : 1-10

Fitter AH dan RKM Hay, 1992. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogjakarta: Gajah
Mada University

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT Raja Grafindo


Persada.

Nurshanti, 2011. Pengaruh Beberapa Tingkat Teradap Pertumbuhandan Produksi


Tanaman Seledri (Apium graveolens L.) di Polibag. Jurnal Agronobis 3 (5) : 12-18

Press. Gardner VR, P.L.Peri., G.Martines Pastur., M.V.Lencinas (2009).


Photosynthetic response to different light intensities and water status of two main
Nothofagus species of southern Patagonian forest, Argentina. Journal of Forest
Science, 55 (3), 101 – 111

Rai. Wijana. Arnyana. 1998. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan. Singaraja : STKIP
Singaraja.

Ramli, D. 1989. Ekologi. Jakarta : PPLP Tenaga Kependidikan.

Triajie, H., Yudhita, P., dan Mahfud Efendy, 2012. Lama Pencahayaan Matahari
terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Eucheuma Cottonii dengan Metode Rakit
Apung,Dipresentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi
2012, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura.WMO,2008.Guide to
Meteorologic

Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas.


Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Yuliatmaja, M.R.,2009.Kajian Lama Penyinaran Matahari dan Intensitas Radiasi
Matahari terhadap Pergerakan Semu Matahari Saat Solstice di Semarang (Studi
Kasus Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Semarang pada Bulan
Juni dan September 2005 sampai dengan 2007),Under graduate thesis, Universitas
Negeri Semarang.

Anda mungkin juga menyukai