Anda di halaman 1dari 4

EMBRIOGENESIS DAN ORGANOGENESIS

Embriogenesis dan organogenesis terjadi secara alami dalam tumbuhan. Embriogenesis sebagai
proses dari pembuahan tunggal, atau ganda, dari bakal biji, yang memunculkan dua struktur berbeda:
embrio tanaman dan endosperma yang kemudian berkembang menjadi benih, sedangkan organogenesis
terjadi terus menerus dan hanya berhenti saat tumbuhan mati. Meristem apikal di pucuk secara teratur
menghasilkan organ lateral baru ( daun atau bunga ) dan cabang lateral,  Pada akar , akar lateral baru
terbentuk dari jaringan internal yang berdiferensiasi lemah. Proses embriogengesis dan organogenesis
tanaman dapat diaplikasikan dalam kultur jaringan dan digunakan untuk meregenerasi tanaman, Di dalam
metode kultur kultur jaringan), sistem regenerasi tanaman atau terbentuknya plantlet dari eksplan dapat
dilakukan melalui dua cara yakni organogenesis dan embriogenesis. Organogenesis adalah yang berasal
dari organ atau jaringan tanpa terlebih dahulu membentuk embriosomatik, cara ini dapat dikerjakan
melalui multiplikasi tunas dari mata tunas aksilar dan melalui pembentukan tunas adventif baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Sedangkan induksi embriosomatik atau embriogenesis in-vitro
merupakan proses induksi sel-sel somatik menjadi embrio untuk berkembang dan berdiferensiasi
membentuk tanaman utuh (Wardah, dkk. 2019). Masing-masing terbagi lagi menjadi dua cara, yakni
secara langsung (direct) dan secara tidak langsung atau melalui fase kalus (indirect). Gambar 1.1
memperlihatkan skema regenerasi tanaman dalam kultur jaringan

Langsung (Direct): Eksplan → Embrio →


Plantlet

Gambar 1.
EMBRIOGENESIS Skema Regenerasi Tanaman secara In Vitro
SOMATIK
Tidak Langsung (Indirect):
Eksplan → Kalus → Embrio→Plantlet

Langsung (Direct):
Eksplan →

ORGANOGENESIS
Tidak Langsung (Indirect):
Eksplan  Kalus  organ Plantlet

I. Organogenesis Pada Kultur Jaringan

Organogenesis merupakan proses terbentuknya organ seperti tunas, akar, baik secara langsung
atau tidak langsung melalui pembentukan kalus ataupun tidak. Proses organogenik dimulai dengan
perubahan sel parenkim tunggal atau sekelompok kecil sel, yang selanjutnya membelah menghasilkan
suatu massa sel globuler atau meristemoid, bersifat kenyal dan kemudian berkembang menjadi
primordium pucuk atau akar (Larasati, 2015). Organogenesis bersifat unipolar dimana ada hubungan
jaringan antara eksplan pohon induk dengan organ yang terdiferensiasi dan memiliki satu arah tumbuh
yang mana eksplan membentuk tunas atau akar saja. Sifat kompoten, dediferensiasi dan determinasi sel
atau jaringan sangat penting agar terjadi organogenesis pada eksplan. Proses organogenesis pada
tanaman merupakan hasil dari rangkaian proses perkembangan sel-sel eksplan dimulai dari terjadinya
dediferensiasi, yaitu sel-sel terangsang untuk membelah diri dengan cepat, berlanjut dengan
Plantlet

pembentukan kalus atau tidak terbentuk kalus. Pada stadia ini, sel-sel eksplan dikatakan mencapai
Langsung (Direct): Eksplan  Embrio 
stadia kompeten, yaitu mempunyai
Plantlet kemampuan untuk merespons stimulus dalam bentuk signal
hormonal sifatEMBRIOGENESIS
yang kompoten ini dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan Zat Pengatur Tumbuh
yang cocok atau disebut dengan induksi ZPT , sehingga sel-sel akan terinduksi untuk mengalami
SOMATIK
(Direct): Eksplan  Organ 
determinasi. Determinasi adalah keadaan dimana sel-sel eksplan yangLangsung
terinduksi
Plantlet
Langsung (Direct):
sudah tertentukan
Eksplan  Organ 
Plantlet
nasibnya menjadi suatu primordia, misalnya primordia tunas. Terdapat dua pola perkembangan yang
berbeda pada organogenesis, yaitu organogenesis secara langsung, dimana organ terbentuk dari sel-sel
eksplan tanpa melalui pembentukan kalus dan organogenesis tidak Langsung langsung, yang
(Direct): Eksplan melalui
 Organ 
Plantlet
pembentukan kalus terlebih dahulu (Yusnita, dkk. 2017). Pada dasarnya, regenerasi tanaman melalui
organogenesis dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:

 Organogenesis secara langsung dari eksplan yang tidak memiliki primordia tunas, Tipe ini eksplan
berupa organ tanaman yang tidak memiliki primordia tunas seperti daun, akar, batang membentuk
tunas secara langsung. Selanjutnya tunas-tunas ini disubkultur ke media untuk induksi akar untuk
menghasilkan plantlet. Tunas yang muncul dari jaringan tanaman yang tidak memiliki bakal tunas
disebut tunas adventif. Istilah tunas adventif juga digunakan untuk perbanyakan tanaman secara
vegetatif konvensional, misalnya untuk tunas yang muncul dari stek daun tanaman cocor bebek
(Coleus sp). Tipe organogenesis ini dapat diringkas : Eksplan (daun, akar, batang) → tunas . Sel-sel
dalam eksplan berfungsi sebagai ’direct precursor’ (prekursor secara langsung) untuk pembentukan
primordia organ, yang selanjutnya menjadi organ
 Organogenesis secara tidak langsung melalui fase kalus. Tipe ini eksplan dapat berupa organ apa
saja, akan tetapi diarahkan untuk membentuk kalus terlebih dahulu dengan menanamnya pada
media CIM (misal media yang mengandung 2,4-D), kemudian setelah terbentuk kalus, kalus tersebut
distimulasi untuk menghasilkan tunas dengan memindahkan ke media SIM. Tipe organogenesis yang
ke dua ini dapat diringkas : eksplan (seluruh organ dapat digunakan) → kalus →tunas . Antara fase
kalus dan tunas ada fase ’meristemoid’ dan ’primordia’, sehingga tahapannya menjadi: Eksplan →
kalus →meristemoid → primordia → tunas adventif.
 Organogenesis secara langsung dari eksplan yang memiliki primordia tunas. Pilihan tipe ini Tunas
apikal (apical buds), tunas lateral (laterally buds), dan irisan buku/ruas pada batang (nodal segment)
dapat dijadikan bahan eksplan Tunas yang muncul dari metode mikropropagasi dengan cara ini
disebut tunas aksilar. Tipe organogenesis yang ketiga ini dapat diringkas : Eksplan (tunas ujung
batang/apikal dan tunas lateral) → tunas aksilar.

Jenis dan konsentrasi ZPT yang sesuai untuk organogenesis tergantung pada spesies atau kultivar
tanaman yang dikulturkan (Hodson de Jaramillo et al. 2008) dan jenis eksplan yang digunakan (Beegum
et al. 2007). Konsep klasik Skoog dan Miller (1957) mengenai nisbah auksin dan sitokinin untuk
terjadinya organogenesis menunjukkan bahwa regenerasi tunas adventif ditentukan oleh rasio yang
tinggi antara sitokinin dengan auksin dalam sistem kultur in vitro, sedangkan rasio yang tinggi antara
auksin dan sitokinin akan mengarahkan eksplan untuk pembentukan akar dan menghambat
pembentukan tunas. Sedangkan jika, auksin dan sitokinin berada dalam jumlah berimbang, maka
eksplan akan membentuk kalus. Walaupun demikian, konsep Skoog dan Miller tersebut berlaku sebagai
generalisasi ratio ZPT dalam sistem kultur in vitro. Pada kenyataannya, efektivitas zat pengatur tumbuh
dalam menginduksi organ tunas atau akar pada eksplan sangat tergantung pada genotipe tanaman yang
dikulturkan, yaitu tergantung pada genotipe tanaman sumber eksplan (Yusnita dkk, 2011). Secara
umum, pembentukan tunas adventif memerlukan sitokinin, misalnya benzyladenine (BA), kinetin, atau
thidiazuron (TDZ) atau sitokinin pada konsentrasi lebih tinggi yang dikombinasi dengan auksin pada
konsentrasi lebih rendah (Nasri dkk, 2013). Kemudia untuk pembentukan kalus pada organogenesis
tidak langsung umumnya memerlukan auksin kuat, misalnya 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D)
(Yusnita dkk, 2011), kombinasi antara sitokinin dan auksin (Nasri et al. 2013), atau sitokinin thidiazuron
(TDZ) (Karami & Piri 2009), sedangkan pembentukan akar umumnya memerlukan auksin, misalnya
indolebutyric acid (IBA) atau naphthaleneacetic acid (NAA) (Beegum et al. 2007). Keseimbangan antara
dua jenis zat pengatur yang biasanya diperlukan untuk memulai pertumbuhan atau diferensiasi dalam
kultur jaringan, diilustrasikan pada Gambar 1.2

Gambar 1.2 Konsentrasi relatif auksin dan sitokinin yang biasanya diperlukan untuk pertumbuhan dan
morfogenesis.

Sumber : E. F. George et al. 2008. Plant Propagation by Tissue Culture 3rd Edition, 205–226

DAFTAR PUSTAKA

Wardah, dkk. 2019. Organogenesis Tanaman Gaharu (Aquilaria Malaccensis Lamk) Pada Berbagai
Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Benzyl Amino Purin (Bap) - Indole Butiric Acid (Iba) Secara In-Vitro.
Jurnal Warta Rimba. Vol. 7 (3) : 88-93.
Larasati, Tyas. 2015. Organogenesis dari Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Eksplan Bunga
Betina. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara.

Dwiyani, Rindang. 2015. Kultur Jaringan Tanaman. Pelawa Sari. Bali.

Yusnita, dkk. 2017. Organogenesis Pada Eksplan Daun Melinjo (Gnetum gnemon L.) In Vitro sebagai
Respons terhadap Benziladenin (BA) dan Asam Naftalenasetat (NAA). Seminar Nasional. Universitas
Bangka dan Belitung, Pangkal Pinang.

Beegum AS, Martin KP, Zhang CL, Nishita IK, Ligimol, Slater A, Madhusoodanan PV. 2007. Organogenesis
from leaf and internode explants of Ophiorrhiza prostata, an anticancer drug (camptothecin) producing
plant. Electronic J. Biotech. 10 (1):115-123.

Nasri F, Mortazavi SN, Ghaderi N, Javadi T. 2013. Propagation in vitro of Alstroemeria ligtu hybrid
through direct organogenesis from leaf base. J. Hort. Res. 21(2):23-30.

Yusnita, Pungkastiani W, Hapsoro D. 2011. In vitro organogenesis of two Sansevieria cultivars on


different concentrations of benzyladenine (BA). Agrivita. 33(2):147-153.

Karami O, Piri K. 2009. Shoot organogenesis in oleaster (Elaeagnus angustifolia L.). Afric. J. Biotech.
8(3):438-440.

E. F. George et al. (eds.). Plant Propagation by Tissue Culture 3rd Edition, 205–226. 2008 Springer.

Anda mungkin juga menyukai