Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zat non gizi adalah zat selain zat gizi yang ada dalam bahan makanan,
biasanya tidak dapat dicerna dengan jalur metabolisme biasa dalam tubuh. Zat non
gizi tidak berfungsi sebagai zat gizi, tetapi terbukti besar manfaatnya bagi
kesehatan. Termasuk dalam kategori zat-zat nongizi antara lain serat makanan
(dietary fiber), enzim, pigmen (karoten, klorofil, flavonoid, senyawa yang
menyerupai vitamin atau vitamin like compound), dan substansi yang disebut zat
makanan minor.

Salah satu zat non gizi adalah serat. Serat ini banyak terdapat di dalam buah-
buahan dan sayur-sayuran, juga terdapat dalam zat gizi lainnya. Dibandingkan
dengan protein, lemak dan karbohidrat selama ini pembahasan mengenai serat
makanan seringkali terabaikan. Serat termasuk bagian dari makanan yang tidak
mudah diserap dan sumbangan gizinya dapat diabaikan, namun serat makanan
sebenarnya mempunyai fungsi penting yang tidak tergantikan oleh zat lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan serat dalam makanan ?
1.2.2 Bagaimana struktur kimia serat dalam makanan tersebut ?
1.2.3 Bagaimana metode analisis serat dalam makanan?
1.2.4 Bagaimana prinsip analisis serat dalam makanan ?
1.2.5 prosedur kerja dalam analisis serat dalam makanan ?
1.2.6 Apa saja kesalahan yang dapat terjadi saat melakukan analisis serat dalam
makanan ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian serat dalam makanan.
1.3.2 Untuk mengetahui struktur kimia serat dalam makanan.

1
1.3.3 Untuk mengetahui metode analisis, prinsip, dan prosedur kerja dalam
analisis serat dalam makanan.
1.3.4 Untuk mengetahui kesalahan yang dapat terjadi dalam analisis serat dalam
makanan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Serat makanan (dietary fiber) adalah komponen bahan makanan nabati


yang penting yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim-enzim pada
sistem pencernaan manusia, sehingga tidak menghasilkan energi atau kalori.
Komponen yang terbanyak dari serat makanan ditemukan pada dinding sel
tanaman.

Definisi terbaru tentang serat makanan yang disampaikan oleh the


American Association of Cereal Chemist (AACC, 2001) adalah merupakan
bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten
terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap
atau partial pada usus besar.
Mutu serat makanan dapat dilihat dari komposisi komponen serat
makanan, dimana komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut
(Soluble Dietary Fiber, SDF) dan komponen yang tidak larut (Insoluble
Dietary Fiber, IDF). Sekitar sepertiga dari serat makanan total adalah serat
makanan yang larut (SDF), sedangkan kelompok terbesarnya merupakan serat
yang tidak larut (IDF).
Serat larut adalah serat lembut dan lengket yang menyerap air yang
kemudian membentuk zat seperti gel dalam sistem pencernaan. Sumber serat
ini adalah kacang-kacangan, gandum, buah, dan rumput laut. Serat larut
melunakkan tinja sehingga mempelancar BAB. Serat yang larut dalam air
adalah pektin, beta-glucan, karagenan, dan gum.
Sedangkan serat tidak larut ditemukan bahan kasar pada biji-bijian
utuh, kacang, buah dan sayuran khususnya di batang, kulit dan biji. Serat ini
tidak larut dalam air. Serat ini tidak dipecah usus dan diserap langsung ke
aliran darah yang menambah ampas di sistem pencernaan. Sangat baik untuk
mencegah sembelit serta masalah lain seperti wasir. serat yang tidak larut

3
dalam air adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin.

2.2 Struktur Kimia


2.2.1 Serat Larut (Soluble Dietary Fiber, SDF)
A. Pektin

Senyawa-senyawa pectin (subtansi pktat) merupakan polimer dari asam D-


galakturonat yang dihubungkan dengan ikatan ß-(1,4)-glikosida, selain rantai
utamanya yang terdiri dari asam D-galakturonat, juga terdapat rantai cabang yang
terdiri dari glukosa, galaktosa, rhamnosa, arabinosa, xilosa dan fruktosa
(Southgate, 1976).

B. Beta-Glucan

4
Beta glukan merupakan senyawa metabolit sekunder yang dapat diisolasi
dari tanaman , kelompok cendawan dan mikroorganisme. Beta glukan merupakan
homopolimer glukosa yang diikat melalui ikatan β-(1,3) dan β-(1,6)-glukosida dan
banyak ditemukan pada dinding sel.

C. Karagenan

Kappa Karagenan tersusun dari unit D-galaktosa-4-sulfat dengan ikatan β-


1,3 dan unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dengan ikatan α-1,4. Disamping itu
karagenan sering mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-
galktosa-2-sulfat ester. Iota karagenan merupakan jenis karagenan dengan
kandungan sulfat berada di antara lamda dan kappa karaginan. Iota karagenan
tersusun dari ikatan 1,3-D-galaktosa 4 sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6-anhidro-
D-galaktosa-2-sulfat. Lamda karagenan tersusun dari ikatan 1,3-D-galaktosa-2-
sulfat dan 1,4-D-galaktosa-2,6-disulfat. Perbedaan lamda karagenan dengan kappa
dan iota karagenan adalah karena lamda karagenan memilki sebuah residu disulfat
α(1,4) D-galaktosa.

5
D. Gum

Struktur primer gum xanthan tersusun atas lima gugus sakarida yang


berulang, yang masing-masing mempunyai dua gugus glukosa, dua
gugus manosa, dan satu gugus asam glukuronat, dengan perbandingan molar
sebesar 2.8:2.0:2.0. Gum xanthan biasa dipakai dalam industri sebagai bahan
pengental . Senyawa ini banyak diproduksi dengan fermentasi di
dalam bioreaktor menggunakan proses kultur tertutup.

2.2.2 Serat Tidak Larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF)

A. Selulosa

6
Struktur kimia selulosa terdiri dari unsur C, O, H yang membentuk rumus
molekul (C6H10O5)n,dengan ikatan molekulnya ikatan hidrogen yang sangat
erat. Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hidroksil. Gugus – OH ini
dapat berinteraksi satu sama lain dengan gugus –O, -N, dan –S, membentuk ikatan
hidrogen. Ikatan –H juga terjadi antara gugus –OH selulosa dengan air. Gugus-
OH selulosa menyebabkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik. Rantai selulosa
memiliki gugus-H di kedua ujungnya. Ujung –C1 memiliki sifat pereduksi.
Struktur rantai selulosa distabilkan oleh ikatan hidrogen yang kuat disepanjang
rantai. Di dalam selulosa alami dari tanaman, rantai selulosa diikat bersama-sama
membentuk mikrofibril yang sangat terkristal (highly crystalline) dimana setiap
rantai selulosa diikat bersama-sama dengan ikatan hydrogen.

B. Hemiselulosa

Merupakan polisakarida yang terdiri dari berbagai gula termasuk xilosa,


arabinosa, manosa. Hemiselulosa terutama xilosa dan arabinosa masing-masing
disebut sebagai xyloglucans atau arabinoglucans. Molekul hemiselulosa sering
bercabang, dengan tulang punggung β-1,4 dan rantai samping yang relatif pendek,
tidak membentuk mikrofibril namun membentuk ikatan hydrogen dengan selulosa
yang disebut “cross-linking glycans”. Hemiselulosa sangat hidrofilik dan sangat
terhidrasi dan berbentuk gel. Hemiselulosa banyak dijumpai pada dinding sel
primer tetapi juga di temukan pada dinding sel sekunder

7
C. Lignin

Berbeda dengan selulosa yang terbentuk dari gugus karbohidrat,struktur


kimia lignin sangat kompleks dan tidak berpola sama. Gugus aromatik ditemukan
pada lignin, yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3
karbon.

2.3 Metode Analisis

Ada beberapa metode analisis serat makanan, antara lain metode deterjen dan
metode enzimatik yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kekurangan.

2.3.1 Metode Deterjen

Metode analisis dengan menggunakan deterjen (acid deterjen fiber, ADF


atau neutral deterjen fiber, NDF) merupakan metode gravimetrik yang hanya
dapat mengukur komponen serat makanan yang tidak larut. Adapun untuk
mengukur komponen serat yang larut seperti pektin dan gum, harus
menggunakan metode yang lain karena selama analisis tersebut komponen serat
larut mengalami kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat
pekat (James dan Theander, 1981).

8
2.3.2 Metode Enzimatis

Metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp, et al. (1984) merupakan


metode fraksinasi enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang diikuti oleh
penggunaan enzim pepsin pankreatik. Metode ini dapat mengukur kadar serat
makanan total, serat makanan larut dan serat makanan tidak larut secara
terpisah.

2.4 Prinsip Analisis


2.4.1 Prinsip kerja dari metode deterjen yaitu ektrasi sampel dengan asam dan
basa untuk memisahkan serat dari bahan lainnya, peranan utama serat
dalam makanan adalah kemampuan untuk mengiat air, selulosa dan pektin.
2.4.2 Prinsip kerja dari metode enzimatis yaitu bahan dihidrolisis disertai
penyaringan hingga zat yang tersisa hanya serat kasar sebagai residu yang
tidak terhidrolisis.

2.5 Prosedur Kerja


2.5.1 Metode Deterjen
1. Blender sampel, timbang sebanyak 6 gram.
2. Bebaskan dari lemak dengan cara ekstraksi soxlet, dengan kloroform.
3. Sampel dikeringkan, setelah kering masukan ke dalam Erlenmeyer 500ml
4. Tambahkan 50 ml H2SO4 1,25 %, didihkan 30 menit dengan hotplate,
dinginkan
5. Tambahkan 50 ml NaOH 3,25 %, didihkan 30 menit dengan hotplate,
dinginkan
6. Saring dalam keadaan panas dengan corong Buchner yang telah berisi
kertas saring bebas abu.
7. Cuci endapan pada kertas saring dengan berturut – turut air panas, aseton,
eter.
8. Angkat kertas saring beserta isinya, masukan ked lam krus kosong yang
telah diketahui krusnya
9. Keringkan pada oven suhu 1050 C, sekitar 1 jam sampai konstan

9
10. Keringkan dalam desikator sampai konstan.

2.5.2 Metode Enzimatis


1. Sampel basah dihomogenasi dan digiling.
2. Ekstraksi lemak digunakan petrolium eter selama 15 menit.
3. Sampel seberat 1 gram ditimbang dan dimasukkan dalam erlenmeyer
ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer Natium fosfat pH 6 dan diaduk.
4. Ditambahkan enzim termamyl, diinkubasi selama 15 menit.
5. Dibiarkan dingin dan ditambahkan air aquades dan pH diatur menjadi 1,5.
6. Ditambah dengan 100 mg pepsin, diinkubasi selama 60 menit suhu 40ºC.
7. Ditambah 20 ml air destilasi dan pH diatur jadi 6,8 dengan menggunakan
NaOH.
8. Ditambah dengan 100 mg pankreatin, tutup erlenmeyer dan diinkubasi
selama 60 menit suhu 40 0C.
9. Diatur pH menjadi 4,5 dengan HCL.
10. Disaring dengan crucible
Residu
1. Dicuci dengan 2x10 ml etanol 95 % dan 2x10 ml aseton.
2. Dikeringkan pada suhu 105ºC.
3. Diabukan dengan suhu 550ºC selama 5 jam.

Filtrat

1. Volume filtrat diatur menjadi 100 ml.


2. Ditambah 400 ml etanol 95 %, dibiarkan mengendap selama 1 jam.
3. Disaring dengan crucible.
4. Dicuci dengan 2x10 ml etanol 78 %, 2x10 ml etanol 95 % dan 2x10 ml
aseton.
5. Dikeringkan pada suhu 105ºC semalaman

10
2.6 Kesalahan Dalam Analisis

Kesalahan yang dapat terjadi ketika melakukan analisis serat dalam makanan
diantaranya yaitu, sebagai berikut :

2.6.1 Kurang mengerti terhadap prosedur kerja saat melakukan analisis.


2.6.2 Kurangnya ketelitian dan ketepatan pada saat melakukan analisis.
2.6.3 Kesalahan dalam menggunakan alat dan bahan sehingga menimbulkan
hasil yang salah dan tidak akurat.
2.6.4 Kesalahan dalam melakukan perhitungan.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Serat makanan termasuk kedalam zat non gizi yang merupakan bagian
makanan yang tidak dapat dicerna oleh cairan pencernaan (enzim), sehingga tidak
menghasilkan energi atau kalori. Komponen serat makanan terdiri dari komponen
yang larut dan komponen tidak larut. Dalam hal ini serat dapat dianalisis dengan
beberapa metode, yaitu metode deterjen dan metode enzimatis yang memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing.

3.2 Saran

Dalam melakakukan analisis harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati


agar hasil yang dihasilkan akurat dan tepat. Sehingga perlu memahami terlebih
dahulu metode yang akan digunakan saat melakukan analisis.

12
DAFTAR PUSTAKA

AACC. 2001. The Definition of Dietary Fiber. Cereal Fds. World.

James, W.P.T. and O. Theander. 1981. The Analysis of Dietary Fiber in


Food. Marcel Dekker Inc., New York.
Sudarmadji, Slamet. et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian.Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Winarno, zf. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia pustaka
utama.
Adimulyo, P., U. Nurmaida, WS. Wimala. 2010. Pengukuran Kadar Serat
Pangan Metode Enzimatik – Gravimetrik. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) Dan Manfaatnya Bagi


Kesehatan. Magistra No. 75 Th. XXIII. (diakses pada
http://fmipa.umri.ac.id/wp-content/uploads/09/Pinki-A-Serat-dan-
manfaatnya-bg-kesehatan-74-129-1-SM.pdf tanggal 17 Pebruari 2019)

Koswara, S. 2006. Serat Makanan dan Kesehatan. E-Book Pangan. Diakses pada
(http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/07/SERAT-MAKANAN-
DAN-KESEHATAN.pdf tanggal 17 Pebruari 2019)

13

Anda mungkin juga menyukai