Anda di halaman 1dari 42

1

HIPOKALEMIA
dr. Ratna Adelia (Angkatan 42)

TANDA & GEJALA :


hipokalemia ringan dan sedang sering aritmia, terutama pada pasien yang iskemik,
asymptomatic gagal jantung, atau sedang mengkonsumsi
digoksin
lemas rhabdomyolisis (pada hypokalemia berat)
konstipasi ascending paralysis (pada hypokalemia berat)
kram otot respiratory difficulties
perubahan EKG (U waves, T wave flattening,
perubahan segmen ST)

ETIOLOGI
meningkatnya potassium loss Trans-cellular shift
obat : diuretik (thiazides, loop diuretics), • terapi insulin
laxatives, glucocorticoids, fludrocortisone, • salbutamol dan beta-agonis lain
penicillins, amphotericin, aminoglycosides • teofilin
GI losses: diare, vomiting, ileostomy, • metabolic alkalosis
intestinal fistula
renal causes, dialysis
gangguan endokrin : hyperaldosteronism
(Conn’s syndrome), Cushing’s syndrome
menurunnya intake potassium deplesi magnesium
terkait dengan meningkatnya kehilangan
potassium melalui ginjal

2
PRINSIP UMUM :
hilangkan penyebab
koreksi kalium secara perlahan melalui per oral lebih diutamakan
lakukan pemeriksaan EKG : hipokalemia berat/ simptomatik, penyakit jantung, atau gangguan
ginjal
koreksi kalium pada pasien gangguan ginjal harus dilakukan dengan hati-hati : resiko
hiperkalemia sekunder karena gangguan ekskresi kalium
suplemen kalium oral harus dikonsumsi dengan banyak cairan, dengan atau setelah makan
gunakan rute IV pada pasien dengan mual parah, muntah, atau abdominal distress
NaCl 0,9 % merupakan cairan infus pilihan (dibandingkan Glukosa 5% yang dapat
mengakibatkan trans-celluler shift kalium kedalam sel)
gunakan pre-mixed IV infusion
cek kadar magnesium- replesi cadangan magnesium akan memudahkan koreksi hipokalemia
lebih cepat

3
TATALAKSANA HIPOKALEMIA
Jenis kriteria tatalaksana keterangan
hipokalemia
ringan 3.0 – 3.4 koreksi oral : o biasanya asimptomatik
mmol/l o Sando-K 2 tablets 3x1 (72mmol/hari) , o monitor K+ per hari
atau jika tidak dapat ditoleransi: sesuaikan dosis
o Kay Cee L 25ml 3x1 (75mmol/hari) o gunakan IV bila pasien
tidak dapat
mentoleransi PO
sedang 2.5 – 2.9 koreksi oral : o monitor K+ per hari
mmol/l o Sando-K 2 tablets 4x1 (96mmol/hari) , sesuaikan dosis
tanpa/ atau jika tidak dapat ditoleransi: o gunakan IV bila pasien
gejala ringan o Kay Cee L 25ml 4x1 (100 mmol/hari) tidak dapat
mentoleransi PO
berat <2.5mmol/l koreksi IV :  monitor kadar K+
or dosis : setelah tiap 40mmol 
simptomatik 40mmol KCl dalam 1L 0.9% NaCl 2-3x/hari lakukan penyesuaian
dapat menggunakan glukosa 5%, namun dosis
lihat catatan diatas  pada kondisi khusus
kecepatan infus : (overload cairan, gagal
standard : 10mmol/jam jantung berat) boleh
maksimum : 20mmol/jam diberikan konsentrasi
koreksi magnesium K+ lebih tinggi (seperti
 lakukan cek Mg otomatis bila K <2.8 40mmol KCl dlm 500ml)
mmol/l  konsentrasi >40mmol/L
 bila hypomagnesemia : menyebabkan nyeri
1. 4ml MgSO4 50% (8mmol) dan dapat
diencerkan dengan 10ml with NaCl menyebabkan phlebitis:
0.9% berikan selama 20 menit berikan melalui vena
2. berikan infus 40 mmol KCl perifer terbesar
3. lakukan koreksi hypomagnesemia menggunakan infusion
sesuai protap pump dan monitor
lokasi infus,
pertimbangkan infus
central, cek status
cairan
unstable Panggil tim resusitasi
arrhythmias

4
HIPERKALEMIA
Dr. Galih Dwi Jayanto (Angkatan 42)

5
6
7
HIPONATREMIA
dr. Efriko Septananda Saifillah (Angkatan 42)

(sumber: jasn, aaf)

8
9
10
11
12
HIPERNATREMIA
dr. Siwastuastri Usa Paramitha (Angkatan 42)

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3894528/

13
14
HIPOGLIKEMIA
dr. Rokhma Maisyaroh Qulsum(Angkatan 42)

The American Diabetes Association (ADA) memberikan definisi hipoglikemia pada pasien
diabetes sebagai “semua episode konsentrasi glukosa darah yang abnormal yang dapat
memberikan ancaman potensial bagi seorang individu”. ADA menyarankan bagi penderita
diabetes untuk mulai waspada jika kadar glukosa darah mencapai 70 mg/dL atau kurang.4

15
Manifestasi klinis

Tanda dan gejala dari hipoglikemia dapat dibedakan menjadi yang berasal dari
neuroglikopenia (kurangnya kadar glukosa untuk fungsi sistem saraf pusat yang normal
sehingga mengarah ke kebingungan dan koma) dan yang berasal dari stimulasi sistem saraf
otonom. Setiap pasien memiliki tanda dan gejala yang berbeda pada kondisi hipoglikemia,
namun masing-masing pasien tersebut akan mengalami tanda dan gejala yang sama setiap
kali mengalami episode hipoglikemia. Pada pasien yang sudah tua (yang sering mengalami
episode hipoglikemia) dan pada penderita diabetes yang mengalami neuropati otonom,
maka respon otonom akan sulit terlihat atau bahkan tidak terjadi sama sekali.
Suatu kondisi dapat digolongkan sebagai hipoglikemia jika memenuhi Whipple’s triad,
yaitu:3

 Menunjukkan gejala yang konsisten pada setiap kejadian hipoglikemia


 Konsentrasi glukosa darah yang rendah diukur dengan menggunakan metode yang
akurat
 Gejala yang mereda setelah glukosa darah kembali meningkat

Neuroglikopenia
Tanda dan gejala dari neuroglikopenia diantaranya kebingungan mental dengan gangguan
pada proses berpikir, stupor, koma, dan bahkan kematian dapat terjadi pada hipoglikemia
yang parah. Fungsi sistem saraf bisa jadi tidak dapat berfungsi normal kembali seperti
sebelumnya apabila perawatan yang diberikan terlambat.

16
Hiperaktivitas Otonom
Tanda dan gejala dari hipereaktivitas otonom dapat berasal dari stimulasi adrenergik (seperti
takikardia, palpitasi, berkeringat) dan dari stimulasi parasimpatik (seperti mual dan
kelaparan). Bagi pasien yang mengkonsumsi beta bloker, maka rangsangan yang berasal
dari stimulasi adrenergik akan menjadi samar, kecuali untuk kondisi berkeringat. Oleh
karena itu, penggunaan beta bloker pada pasien diabetes harus diawasi dengan hati-hati
agar tidak menimbulkan masking effect.
Pada kondisi normal, ketika glukosa darah menurun, maka baik glukagon dan
epinefrin akan bertindak untuk mengatasi kondisi hipoglikemia tersebut. Respon hormon
akan mulai bekerja ketika gula darah berada di bawah 70 mg/dL (3,9 mmol/L). Apabila
glukagon dan epinefrin gagal untuk mengatasi kondisi hipoglikemia, maka hipereaktivitas
otonom baru akan muncul ketika glukosa darah berada di bawah 60 mg/dL (3,3 mmol/L).
Kadar glukagon dalam plasma dianggap sebagai salah satu lini utama dalam mengatasi
kondisi hipoglikemia akut, sedangkan epinefrin dan sistem simpatis bertindak sebagai
sistem cadangan. Adanya hormon glukagon, epinefrin, dan stimulasi saraf simpatis akan
membantu kondisi euglikemia dan memberikan alarm peringatan bagi subjek yang
mengalami hipoglikemia agar segera mengkonsumsi karbohidrat.
Regulasi normal untuk mengatasi hipoglikemia tersebut tidak terjadi pada penderita
diabetes tipe 1 yang umumnya kehilangan kemampuan untuk mensekresi glukagon sebagai
respon hipoglikemia yang diinduksi oleh insulin, selama beberapa tahun setelah diabetes
makin berkembang. Pada kondisi tersebut, penderita diabetes tipe 1 hanya dapat
mengandalkan respon otonom adrenergik sebagai alarm peringatan.

17
18
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dl. Hipoglikemia
adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala
sistem otonom, seperti adanya whipple’s triad:
 Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
 Kadar glukosa darah yang rendah
 Gejala berkurang dengan pengobatan.

Tanda dan Gejala Hipoglikemia pada Dewasa :


Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, gelisah, Pucat, takikardia, widened
paresthesia, palpitasi, Tremulousness pulse-pressure
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness,
confusion, perubahan sikap, hipotermia, kejang, koma
gangguan kognitif, pandangan kabur,
diplopia

Hipoglikemia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian terakit dengan derajat


keparahannya, yaitu :
1. Hipoglikemia berat: Pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk pemberian
karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya.
2. Hipoglikemia simtomatik apabila GDS < 70mg/dL disertai gejala hipoglikemia.
3. Hipoglikemia asimtomatik apabila GDS <70mg/dL tanpa gejala hipoglikemia.
4. Hipoglikemia relatif apabila GDS > 70mg/dL dengan gejala hipoglikemia.
5. Probable hipoglikemia apabila gejala hipogllikemia tanpa pemeriksaan GDS.
6. Hipoglikemia berat dapat ditemui pada berbagai keadaan, antara lain:
 Kendali glikemik terlalu ketat
 Hipoglikemia berulang
 Hilangnya respon glukagon terhadap hipoglikemia setelah 5 tahun terdiagnosis
DMT1
 Attenuation of epinephrine, norepinephrine, growth hormone, cortisol responses
 Neuropati otonom
 Tidak menyadari hipoglikemia
 End Stage Renal Disease (ESRD)
 Penyakit / gangguan fungsi hati
 Malnutrisi
 Konsumsi alkohol tanpa makanan yang tepat

19
REKOMENDASI PENGOBATAN HIPOGLIKEMIA:

Hipoglikemia Ringan:
1. Pemberian konsumsi makanan tinggi glukosa (karbohidrat sederhana)
2. Glukosa murni merupakan pilihan utama, namun bentuk karbohidrat lain yang berisi
glukosa juga efektif untuk menaikkan glukosa darah. (E)
3. Makanan yang mengandung lemak dapat memperlambat respon kenaikkan glukosa
darah.
4. Glukosa 15–20 g (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air adalah terapi pilihan pada
pasien dengan hipoglikemia yang masih sadar (E)
5. Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer harus dilakukan setelah 15 menit
pemberian upaya terapi. Jika pada monitoring glukosa darah 15 menit setelah pengobatan
hipoglikemia masih tetap ada, pengobatan dapat diulang kembali. (E)
6. Jika hasil pemeriksaan glukosa darah kadarnya sudah mencapai normal, pasien diminta
untuk makan atau mengkonsumsi snack untuk mencegah berulangnya hipoglikemia. (E).

Pengobatan pada hipoglikemia berat:


1. Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan berupa pemberian
dekstrose 20% sebanyak 50 cc (bila terpaksa bisa diberikan dextore 40% sebanyak 25 cc),
diikuti dengan infus D5% atau D10%.
2. Periksa glukosa darah 15 menit setelah pemberian i.v tersebut. Bila kadar glukosa darah
belum mencapai target, dapat diberikan ulang pemberian dextrose 20%.
3. Selanjutnya lakukan monitoring glukosa darah setiap 1-2 jam kalau masih terjadi
hipoglikemia berulang pemberian Dekstrose 20% dapat diulang
4. Lakukan evaluasi terhadap pemicu hipoglikemia (E)

Pencegahan hipoglikemia:
1. Lakukan edukasi tentang tanda dan gejala hipoglikemi, penanganan sementara, dan hal
lain harus dilakukan
2. Anjurkan melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM), khususnya bagi
pengguna insulin atau obat oral golongan insulin sekretagog.
3. Lakukan edukasi tentang obat-obatan atau insulin yang dikonsumsi, tentang: dosis, waktu
megkonsumsi, efek samping
4. Bagi dokter yang menghadapi penyandang DM dengan kejadian hipoglikemi perlu
melaKukan:
 Evaluasi secara menyeluruh tentang status kesehatan pasien

20
 Evaluasi program pengobatan yang diberikan dan bila diperlukan melalukan program
ulang dengan memperhatikan berbagai aspek seperti: jadwal makan, kegiatan oleh
raga, atau adanya penyakit penyerta yang memerlukan obat lain yang mungkin
berpengaruh terhadap glukosa darah
 Bila diperlukan mengganti obat-obatan yang lebih kecil kemungkinan menimbulkan
hipoglikemi

Referensi:

1. Gardner DG, Shoback D. Greenspan’s basic & clinical endocrinology. 8th ed. San
Fransisco: McGraw-Hills; 2007. Chapter 18, Pancreatic hormones and diabetes
mellitus.
2. McDermott MT. Endocrine secrets. 4th ed. Elsevier; 2007. Chapter 1, Fuel
metabolism.
3. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al.
Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill; 2008. Chapter
15, Endocrinology and metabolism. p.2282-307.
4. Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg HM. Williams textbook of
endocrinology. 12th ed. Philadelphia: Elsevier; 2011. Chapter 8, Disorders of
carbohydrate and metabolism. p.1513-56.
5. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins basic pathology. 9th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2013. Chapter 19, Endocrinology. p.744.

21
HIPERGLIKEMIA KRISIS (DKA & HHS)
dr. Ema Dianita Mayasari (Angkatan 42)
KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD) DAN HIPEROSMOLAR HIPERGLYCEMIC STATE (HHS)

*Sumber : Diabetes Care. 2004. American Diabetes Association

22
23
24
25
26
27
PENGGUNAAN INSULIN
dr. Arum Gladys Kusumaningrum (Angkatan 42)

Skema Pemakaian insulin sesuai perjalanan penyakit DM

28
Strategi urutan terapi insulin pada DMT2

29
Gambar. Bagan kebutuhan insulin pada pasien rawat inap

Insulin IV kontinyu pada pasien rawat inap

30
Gambar. Skema tata laksana pasien perioperatif

Gambar. Tata laksana insulin perioperatif pada DMT2

31
Strategi pemberian insulin pada pasien perioperatif

Kriteria diagnosis KAD dan SHH

32
Infus IV
Jam ke Infus I Infus II Infus III
(Koreksi
(NaCl 0,9%) (Insulin) (Koreksi K+)
biknat (HCO3))

Pada jam ke-2 50 mEq/6 Bila pH:


Bolus 180 mU/kgBB jam (dalam < 7 : 100 mEq
dilanjutkan dengan infus) HCO3
insulin IV kontinyu 90 Bila kadar K+ : 7-7,1 : 50 mEq
mU/jam/kg BB dalam <3 : 75 HCO3
NaCl 0,9% 3-4,5 : 50 > 7,1 : 0
4,5-6 : 25 Analisa gas darah
>6 : 0 Diperiksa ulang
Bila GD < 200 mg/dL, Kalium diperiksa tiap 6 jam sampai
pada KAD atau GD < ulang tiap 6 jam stabil selam 24
Bila GD < 200 mg/dL, ganti 300 mg/dL pada SHH, sampai stabil jam
Dekstrose 5% kecepatan insulin IV selama 24 jam
Bila kadar Na+ > 145 mEq, kontinyu dikurangi 45
infus NaCl 0,9% diganti mU/jam/kgBB
dengan NaCl 0,45% Bila GD stabil 200-300
Pada pasien dengan mg/dL selama 12 jam
gagal jantung dan gagal dan pasien dapat
ginjal direkomendasikan makan, dapat dimulai
pemasangan CVC ( c e n t r a l pemberian insulin IV
v e n o u s kontinyu 1-2 U/jam
c a t h e t e r ) untuk disertai dengan
memonitor pemberian insulin koreksional
cairan [sesuai
Penanganan penyakit Tabel IV. 3, Bab IV ].
pencetus juga merupakan Insulin IV kontinyu
prioritas yang harus dihentikan setelah
segera dilakukan (misalnya hasil
pemberian antibiotik yang keton darah negatif.
adekuat pada kasus infeksi) Kemudian dilanjutkan
dengan pemberian
insulin
f i x e d dose basal
bolus,
disesuaikan dengan
kebutuhan
sebelumnya.

Skema penatalaksanaan ketoasidosis diabetik dan sindroma hiperosmolar


hiperglikemik

33
THYROID STORM
dr. Dewi Sri Wulandari (Angkatan 42)

Wayne Index

34
35
SIRROSIS HEPATIS
dr. Ellisma Swandini Nugraheni (Angkatan 42)

STIGMATA SIROSIS PATOFISIOLOGI

STAGES & SUBSTAGES SIROSIS

STAGES OF PH IN CIRRHOSIS, CLINICAL MANIFESTATION, & GOALS THERAPHY

36
MANAGEMENT

ACUTE VARICEAL HEMORRHAGE

37
• Garcia-Tsao et al. 2009. Management and Treatment of Patients With Cirrhosis and Portal
Hypertension: Recommendations From the Department of Veterans Affairs Hepatitis C
Resource Center Program and the National Hepatitis C Program. Am J Gastroenterol 2009;
104:1802–1829.

• Garcia-Tsao et al. 2017. Portal Hypertensive Bleeding in Cirrhosis: Risk Stratification,


Diagnosis, and Management: 2016 Practice Guidance by the American Association for the
Study of Liver Diseases. J Hepatol 2017; 65:310-335.

38
ACUTE LUNG OEDEMA (ALO)
CARDIOGENIK & NON-CARDIOGENIK
dr. Ramadi Satryo Wicaksono (Angkatan 42)

Gambar. Pathophisiology edema pulmonum cardiogenik & noncardiogenik (NEJM353:2788-


2796)

39
Tabel :Tanda Klinis untuk membedakan Edema Paru Kardiogenik dan non kardiogenik

Edema Paru Kardiogenik Edema Paru Non Kardiogenik

Riwayat Penyakit Jantung Penyakit Jantung Akut Penyakit dasar di luar


Akut jantung
Orthopnoe

Pemeriksaan Klinis Akral dingin Akral hangat


S3 gallop Pulsasi nadi meningkat
Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop
Ronkhi Basah Tidak ada distensi vena
jugularis
Ronkhi kering

Pemeriksaan Penunjang EKG : biasanya abnormal EKG :biasanya normal


RO : distribusi edema RO : distribusi edema perifer
perihiler
PCWP: <20mmhg
PCWP : >20 mmhg
Echo : normal
Echo : umum abnormal

A B

Representative Chest Radiographs


from Patients with Cardiogenic and Noncardiogenic
Pulmonary Edema. NEJM353:2788-2796
Panel A shows an anteroposterior chest radiograph from a 51-year-old man who presented
with acute anterior myocardial infarction and acute cardiogenic pulmonary edema. Note the
enlargement of the peribronchovascular spaces (arrowheads) and the prominent septal
lines (Kerley’s B lines) (arrows) as well as acinar areas of increased opacity that coalesce into
frank consolidations. The periphery is relatively spared, a common finding in cardiogenic

40
edema.31 Panel B shows an anteroposterior chest radiograph from a 22-year-old woman
whose blood culture was positive for Streptococcus pneumoniae, causing pneumonia
complicated
by septic shock and acute respiratory distress syndrome. Diffuse alveolar infiltrates appear
patchy and bilateral with air bronchograms (arrows), findings that are characteristic of, but
not specific for, noncardiogenic edema and acute lung injury.31 Although involved, the left
upper lobe is relatively spared. There is no evidence of vascular engorgement or
redistribution of pulmonary blood flow

NEJM353:2788-2796

Gambar. Alogaritma penegakkan diagnosis edema paru akut

41
Pedoman penanganan edema pulmonal akut

42

Anda mungkin juga menyukai