Apakah ada hubungan dari pasien yang selalu melakukan sesuatu dengan
paripurna dengan keluhan pasien? (Is there a relationship between the patient who
always does something perfectly with the patient's diagnosis?)
It is possible that the patient has a perfectionist personality. The characteristics of
a reductionist person, namely: Always working with all their heart and totality, ambitious
to achieve what they want, tend to force themselves to do everything. Perfectionism
consists of two types, namely normal and neurotic perfectionism. Normal perfectionism
is defined as someone who derives a very real feeling of pleasure or enjoyment from a
genuine work effort. While neurotic perfectionism is when a person is unable to feel
contentment, in his view they never look quite as good as they want. Neurotic
perfectionism is an attitude of perfectionism, which is a person's attitude to achieve
empty perfection that makes someone confused, and is significantly associated with
psychological problems. These psychological problems include depression, anorexia
nervosa, bulimia, obsessive-complusive personality disorder (Codd, M. Perfectionism
and Gifted Adolescent: Recognizing and helping Gifted Adolescent Deal with their
Perfectionism Tendencies. 2001)
Kemungkinan pasien mempunyai kepribadian yang perfeksionis. Ines dalam
Isnaningtyas (2013) mengungkapkan ciri-ciri orang yang perefsionis, yaitu : Selalu
bekerja dengan sepenuh hati dan totalitas, berambisi untuk mewujudkan apa yang mereka
inginkan, cenderung memaksakan diri untuk melakukan segalanya, walaupun sebenarnya
suda diluar kemampuannya, mudah sekali kecewa , jika ada satu atau sedikit kekurangan
saja yang walaupun di mata orang lain biasa saja, cenderung sulit untuk mendelegasikan
tugas atau pekerjaannya kepada orang lain, cenderung tidak mudah percaya atau
terkadang meremekan kemampuan orang lain, mudah emosi dan sering egois. Ines (2010)
juga mengungkapkan tentang sikap yang sering ditunjukan oleh seorang perfeksionis,
yaitu: Sangat berkomitmen , bahkan sering berlebihan dan bias mencapai terobsesi. tidak
suka mendelegasikan tugas bagi orang lain karena kurang percya.
Hamchek dalam (Peters, C. Perfectionism. 1996) menjabarkan perfeksionisme
dalam dua jenis yaitu perfeksionisme normal dan neurotic. Perfeksionisme normal
dijabarkan sebagai seseorang yang memperoleh perasaan kesenangan atau kenikmatan
yang sangat nyata dari usaha kerja yang sungguh-sunggug. Sementara perfeksionise
neurotic adalah ketika seseorang tidak dapat merasakan kepuasan , dalam pandangannya
mereka tidak pernah terlihat cukup baik sesuai keinginannya. Perfeksionisme neurotic
adalah sikap perfeksionisme merupakan sikap seseorang untuk mencapai kesempurnaan
yang hampa yang membuat seseoran kacau, dan dihubungkan secara signifikan dengan
problem psikologi. Problem psikologi tersebut antara lain depresi , Anorexia nervosa,
bulimia, obsessive-complusive personality disorder, type A coronary-prone behavior,
migraine, psychomatic disorder, anic disorder, dan bunuh diri. (Codd, M. Perfectionism
and Gifted Adolescent: Recognizing and helping Gifted Adolescent Deal with their
Perfectionism Tendencies. 2001)
Gangguan kepribadian obsesif kompulsif yaitu sebuah gangguan kepribadian
yang ditandai oleh cara berhubungan dengan orang lain yang kaku, kecenderungan
perfeksionis, kurangnya spontanitas, dan perhatian yang berlebihan akan detail. Ciri-ciri
kepribadian obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive personality disorder) meliputi
derajat keteraturan yang berlebihan, kesempurnaan, kekakuan, kesulitan melakukan
coping dengan ketidak pastian, kesulitan mengekspresikan perasaan, dan mendetail
dalam kebiasaan kerja (Nevid, J. Psikologi Abnormal. 2005)
3. Apa saja faktor risiko yang dapat menyebabkan keluhan seperti pada pasien di
scenario?
Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif kompulsif adalah
a. Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home,
kesalahan atau kehilangan masa kanak kanaknya
b. Faktor neurobiology dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis
dan singulum
c. Individu yang memiliki intensitas stress yang tinggi
d. Riwayat gangguan kecemasan
e. Depresi
f. Individu yang mengalami kekerasan seksual
(Oltmanns, T.F. And Emery, R.E. Abnormal Psychology. 2012)