Anda di halaman 1dari 3

KULTUM ONLINE

KARANG TARUNA KAMARANG LEBAK


Kamis, 14 Mei 2020

--- I’ T I K A F ---
Oleh H. Abdul Kholik, A.Md., S.Pd.I

A. Definisi/Pengertian
I'tikaf (Itikaf, iktikaf, iqtikaf, i'tiqaf, itiqaf), berasal dari bahasa Arab akafa[1] yang berarti
menetap, mengurung diri atau terhalangi. Pengertiannya dalam konteks ibadah
dalam Islam adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari
keridhaan Allah SWT dan bermuhasabah (introspeksi) atas perbuatan-perbuatannya.
Orang yang sedang beriktikaf disebut juga mutakif.

B. Jenis-jenis I’tikaf
Iktikaf yang disyariatkan ada dua macam: iktikaf sunat dan wajib

1) Iktikaf sunnat adalah iktikaf yang dilakukan secara sukarela semata-mata untuk
mendekatkan diri dan mengharapkan ridha Allah SWT seperti; iktikaf 10 hari
terakhir pada bulan Ramadan.[2]
2) Iktikaf wajib adalah iktikaf yang dikarenakan bernazar (janji), seperti: "Kalau Allah
SWT menyembuhkan penyakitku ini, maka aku akan beriktikaf.

C. Waktu I’tikaf
Iktikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang dinazarkan, sedangkan iktikaf
sunat tidak ada batasan waktu tertentu, kapan saja pada malam atau siang hari,
waktunya boleh lama atau singkat.
Ya'la bin Umayyah berkata: "Sesungguhnya aku berdiam satu jam di masjid tak lain
hanya untuk beriktikaf."

D. Syarat-syarat I’tikaf
Orang yang beri'tikaf harus memenuhi syarat-syarat [3] sebagai berikut:
1) Islam
2) Baligh/Berakal
3) Suci dari hadats (junub), haid dan nifas
4) Dilakukan didalam masjid
Oleh karena itu, iktikaf tidak sah bagi orang yang bukan muslim, anak-anak yang
belum dewasa, orang yang terganggu kewarasannya, orang yang dalam
keadaan junub, wanita dalam masa haid dan nifas.

E. Rukun-rukun I’tikaf
1) Niat
2) Berdiam diri di masjid (Q.S. Al Baqarah : 187)

‫اس‬ ٞ َ‫اس لَّ ُكمۡ َوأَنتُمۡ لِب‬ ٞ َ‫ث إِلَ ٰى ِن َس ٓائِ ُكمۡۚ هُ َّن لِب‬ ُ َ‫أُ ِح َّل لَ ُكمۡ لَ ۡيلَةَ ٱلصِّ يَ ِام ٱل َّرف‬
‫اب َعلَ ۡي ُكمۡ َو َعفَا َعن ُكمۡۖ فَ ۡٱل ٰٔـ ََٰٔ َن‬ َ َ‫ون أَنفُ َس ُكمۡ فَت‬ َ ُ‫لَّه ۗ َُّن َعلِ َم ٱهَّلل ُ أَنَّ ُكمۡ ُكنتُمۡ تَ ۡختَان‬
‫ُوا َحتَّ ٰى يَتَبَي ََّن لَ ُك ُم‬ ْ ‫ٱش َرب‬ ۡ ‫وا َو‬ ْ ُ‫ب ٱهَّلل ُ لَ ُكمۡۚ َو ُكل‬َ َ‫وا َم ا َكت‬ْ ‫ٰبَ ِش رُوهُ َّن َو ۡٱبتَ ُغ‬
‫ٱلص يَا َم إِلَى‬ ِّ ‫وا‬ ْ ‫ۡٱل َخ ۡي طُ ٱأۡل َ ۡبيَضُ ِم َن ۡٱل َخ ۡي ِط ٱأۡل َ ۡس َو ِد ِم َن ۡٱلفَ ۡج ۖ ِر ثُ َّم أَتِ ُّم‬
َ ‫ون ِفي ۡٱل َم ٰ َس ِج ِدۗ تِ ۡل‬
‫ك ُح ُدو ُد ٱهَّلل ِ فَاَل‬ َ ُ‫ٱلَّ ۡي ۚ ِل َواَل تُ ٰبَ ِش رُوهُ َّن َوأَنتُمۡ ٰ َع ِكف‬
١٨٧ ‫ون‬ َ ُ‫اس لَ َعلَّهُمۡ يَتَّق‬ َ ِ‫تَ ۡق َربُوهَ ۗا َك ٰ َذل‬
ِ َّ‫ك يُبَي ُِّن ٱهَّلل ُ َءا ٰيَتِ ِهۦ لِلن‬
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-
isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena
itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu
campuri mereka itu, sedang kamu beri´tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada manusia, supaya mereka bertakwa.

Di sini ada dua pendapat ulama tentang masjid tempat iktikaf. Sebahagian ulama
membolehkan iktikaf di setiap masjid yang digunakan untuk salat berjamaah lima
waktu.
Hal itu dalam rangka menghindari seringnya keluar masjid dan untuk menjaga
pelaksanaan salat jamaah setiap waktu.
Ulama lain mensyaratkan agar iktikaf itu dilaksanakan di masjid yang digunakan untuk
membuat salat Jumat, sehingga orang yang beriktikaf tidak perlu meninggalkan
tempat iktikafnya menuju masjid lain untuk salat Jumat.
Pendapat ini dikuatkan oleh para ulama Syafi'iyah bahwa yang utama yaitu iktikaf di
masjid jami', kerana Rasulullah saw iktikaf di masjid jami'. Lebih utama di tiga
masjid; Masjid al-Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsa.

F. Hal-hal yang diperbolehkan bagi mutakif


1) Keluar dari tempat iktikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan
oleh Rasulullah saw terhadap istrinya Sofiyah ra. (HR. Riwayat Bukhari dan
Muslim)
2) Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari
kotoran dan bau badan.
3) Keluar untuk keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan
kecil, makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu
yang tidak mungkin dilakukan di masjid, tetapi ia harus segera kembali setelah
menyelesaikan keperluannya.
4) Makan, minum, dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan
kebersihan masjid.
5) menemui tamu di masjid untuk hal-hal yang diperbolehkan dalam agama.

G. Hal-hal yang membatalkan I’tikaf


1) Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan yang dikecualikan
walaupun sebentar.
2) Murtad (keluar dari agama Islam).
3) Hilangnya akal, karena gila atau mabuk.
4) Haid atau nifas.
5) Bersetubuh dengan istri[4], akan tetapi memegang tanpa syahwat, tidak apa-apa
sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri- istrinya.
6) Pergi salat Jumat (bagi mereka yang membolehkan iktikaf di surau yang tidak
digunakan untuk salat Jumat).

Kemudian dalam kaitannya dengan kondisi pandemi covid-19 seperti sekarang ini,
bagaimana kita beri’tikaf? Sepakat 3 madzhab yakni Madzhab Syafi’i, Madzhab Maliki
dan Madzhab Hambali bahwa I’tikaf harus dilaksanakan dimasjid atau masjid jami’.
Sedangkan menurut Madzhab Hanafi boleh beri’tikaf di musholah albait (tempat sholat
didalam rumah).

Demikian terima kasih.


Wallahu’alam bishowab.

Anda mungkin juga menyukai