Disusun Oleh:
MEDAN
2023
A. Pendahuluan
I’tikaf merupakan metode meditasi dalam agama islam. I’tikaf sudah
muncul keberadaannya dari zaman nabi disyariatkan untuk umat islam, I’tikaf
adalah berdiam diri di masjid dengan niat berqarrub kepada Allah Swt. dengan
menyampingkan seluruh urusan duniawi. Aktivitas seperti shalat, dzikir, dan
membaca al-quran sebagai bentuk dari penghambaan diri kita kepada Allah
Ta’ala.
Dengan kata lain berarti I’tikaf adalah suatu bentuk untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Melaksanakan ibadah I’tikaf merupakan salah satu ibadah
yang sangat dianjurkan untuk dilakukan, terlebih di bulan suci Ramadhan.
Rasulullah Saw terbiasa melaksanakannya khususnya di sepuluh hari terakhir
Ramadhan. Akan tetapi, bukan berarti I’tikaf hanya dikerjakan pada bulan
Ramadhan saja. Diluar bulan Ramadhan juga I’tikaf tetap disyariatkan untuk
dilaksanakan. Tujuan dari I’tikaf itu sendiri yaitu untuk beribadah kepada
Allah dan mencari malam Lailatur Qadar pada 10 hari terakhir di bulan
Ramadhan, malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Dalam makalah ini,
akan dibahas lebih lanjut mengenai I’tikaf, hukum serta syarat-syarat yang
dilakukan untuk melaksanakan I’tikaf.
B. Pengertian I’tikaf
Dari segi bahasa, I’tikaf berasal dari bahasa arab ‘akafa yang memiliki makna
al-habsu atau memenjarakan. I’tikaf berarti menetap pada sesuatu atau bisa
dikatakan menghabiskan waktu untuk sesuatu . sedangkan I’tikaf menurut syari’at
berarti menetapnya seorang muslim yang berakal serta baligh di dalam masjid
untuk beribadah dengan cara penyerahan diri kepada Allah Swt. dan memiliki niat
untuk ber-i’tikaf di waktu tertentu.1
Para ulama sepakat untuk praktek I’tikaf yang disyariatkan dalam islam.
Sebagaimana termaktub didalam al-Quran serta Sunnah.
ُّ ي ِللطَّ ۤا ِٕىفِيْنَ َوا ْل ٰع ِكفِيْنَ َو3َ ِمٰ ِع ْي َل اَنْ طَ ِّه َرا بَ ْيت3333س
الر َّك ِع ٰ ْدنَٓا اِ ٰلٓى اِ ْب3333َو َع ِه
ْ ِر ٖه َم َوا3333
س ُج ْو ِد ُّ ال
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-
Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan
orang yang sujud”. (Q.S Al-Baqarah; 125)
sebagian ulama, membagi hukum I’tikaf menjadi tiga yaitu wajib, seperti
I’tikaf karena bernadzar. Kedua, Sunnah muakkad yaitu I’tikaf pada bulan
Ramadhan khususnya pada sepuluh hari terakhir. dan yang ketiga Sunnah yang
boleh dilakukan, yaitu I’tikaf yang dilaksanakan pada hari-hari lain. Keutamaan
I’tikaf memang tidak terdapat di hadist yang dapat naik ke derajat shahih. Hanya
saja hukumnya sudah disepakati oleh para ulama yaitu Sunnah yang selalu
dilakukan oleh Rasulullah Saw. pada bulan Ramadhan.
1
Syaikh Samir bin Jamil bin Ahmad ar- Radhi, I’tikaf menurut Sunnah yang
shahih, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005) h.1
C. Rukun dan Syarat I’tikaf
Dari kesepakatan para ulama dalam ibadah itikaf terdapat empat rukun yang
harus dipenuhi. Yang pertama, orang yang beri’tikaf atau mu’takif. kedua, niat
beri’tikaf. ketiga, ada tempat untuk beri’tikaf (mu’takaf fihi). dan yang keempat,
menetap di tempat I’tikaf. Akan tetapi Mazhab Maliki menambahkan satu rukun
yaitu puasa. Maksudnya yaitu ketika kita sedang melaksanakan I’tikaf itu harus
dengan cara berpuasa juga.
Orang yang ingin melakukan I’tikaf memiliki syarat dari para ulama yaitu
muslim, akil, mumayyiz, dan suci dari hadats besar. Adapun firman Allah
ta’ala atas larangan orang yang berhadats melakukan I’tikaf di dalam masjid:
2. Niat Beri’tikaf
Adapun fungsi dari niat kita ketika ingin beri’tikaf yaitu untuk
menegaskan perbedaan yang ada antara ibadah dan selain beribadah saat
seseorang berdiam diri di dalam masjid. Dikarenakan ada orang yang berdiam
diri di dalam masjid tetapi ia tidak melakukan ibadah. Seperti, hanya untuk
mengobrol pada rekannya saja. Ada perbedaan pendapat untuk niat beri’tikaf
ini menurut mayoritas ulama seperti Maliki, Syafi’i, Hanbali, mereka
berpendapat bahwa niat merupakan bagian dari rukun I’tikaf. sedangkan
menurut Mazhab Hanafi menempatkan niat sebagai syarat dari I’tikaf.2
Salah satu rukun dalam beri’tikaf yaitu berada atapun menetap di dalam
masjid. Namun untuk kurun waktu dalam melaksanakan I’tikaf ada perbedaan
pendapat dari para ulama, menurut Hanafi, Syafi’I, dan Hanbali durasi
minimal dari beri’tikaf yaitu sa’ah, baik di siang ataupun malam hari. Istilah
sa’ah ini di dalam bahasa Arab modern berarti satu jam atau 60 menit. Akan
tetapi, ada perbedaan dengan istilah yang digunakan para ulama pada masa
yang lalu, pengertiannya yaitu sesaat, sebentar atau sejenak.3
Dari Mazhab Maliki sedikit ada perselisihan tentang minimal waktu yang
dihabiskan untuk melakukan I’tikaf. sebagian dari mereka berpendapat bahwa
durasi minimal yang harus dilakukan yaitu sehari semalam tanpa henti
ataupun putus. Rangkaian yang dilakukan dimulai dari masuknya waktu
malam yaitu saat terbenamnya matahari, setelah itu melalui malam hari, terbit
matahari, pagi, siang, lalu sore hari serta berakhirnya I’tikaf itu ketika
2
Isnan Ansory, I’tikaf, Qiyamul Lail, Shalat ‘Ied, dan Zakat al-Fithr di tengah
Wabah, (Rumah Fiqih Publishing, 2020) h.23
3
Naelul Muna dkk, I’tikaf sebagai Meditasi Islam, Risalah, Jurnal Pendidikan dan
Studi Islam, Vol.9 No.1, 2023, h. 322
matahari kembali terbenam di arah barat. Dan yang lainnya mengatakan waktu
minimal untuk melaksanakan I’tikaf sehari tanpa malamnya.
1) Beragama islam
2) Berakal, karena jika seseorang tidak berakal maka ia tidak akan memiliki
rasa terbebani oleh hukum syari’at.
4) Suci, dimana seseorang harus suci ketika ingin melaksanakan I’tikaf. oleh
sebab itu, I’tikaf tidak sah jika dilakukan oleh orang yang sedang junub,
nifas maupun haid.
5) Niat, niat yaitu asas dari suatu amalan yang ingin dilakukan.
E. Keutamaan I’tikaf
Jgeugdugdhasghdgsjhdgshjdgajhdgasjhdgjdgajdghjdgshdgjshdghjdghhjagdhj
hjgdghjsgdhjgjhdghjdgdhghdghjdgjsdgjdgjdg
F. Penutup