Anda di halaman 1dari 12

I’TIKAF

I'tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik.

I'tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah guna mendekatkan
diri kepada Allah Swt.  Dalam Al-Qur'an di sebutkan:  "Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf
di dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa (QS Al
Baqoroh Ayat :187). Kita bisa beri'tikaf di masjid kapan saja Apalagi dalam Bulan Romadlon
sangat baik. Terutama di 10 hari terakhir.

I'tikaf merupakan sarana merenung dan mendekatkan diri  pada Allah agar tenang. Di
saat dunia saat ini sedang kacau. Hukum I'tikaf Para ulama telah sepakat I'tikaf khususnya 10
hari terakhir pada bulan Ramadhan merupakan ibadah yang disyariatkan dan dicontohkan
rasul. Rasulullah SAW beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. Seperti Hadist yang
di riwayatkan Aisyah, Ibnu Umar dan Anas Radliallahu 'Anhum, yang artinya  :''Rasulullah
SAW selalu beri'tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan '' (HR. Bukhori dan Muslim)

Keutamaan Dan Tujuan I'tikaf I'tikaf disyariatkan dalam rangka mensucikan hati
dengan berkonsentrasi semaksimal mungkin dalam beribadah dan mendekatkan diri pada
Allah pada waktu yang terbatas tetapi teramat tinggi nilainya. Jauh dari rutunitas kehidupan
dunia, dengan berserah diri sepenuhnya kepada Sang Kholiq (Pencipta). Bercakap cakap
(omong omong dalam hati),   berdo'a dan beristighfar kepada-Allah sehingga saat kembali
lagi dalam aktivitas keseharian dapat dijalani secara lebih berkualitas dan berarti.

Ibnu Qoyyim berkata :

Beriktikaf itu Duduk dihadapan Allah, hanya kita dan Allah berduaan, serta
memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya
kepada Allah.
Macam macam I'tikaf

1. I'tikaf sunnah yaitu

dilakukan secara sukarela, semata mata untuk mendekatkan diri pada Allah, seperti
I'tikaf 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan.

2. I'tikaf wajib

Kaerna kita nadzar atau janji, seperti ucapan seseorang "kalau Allah ta'ala
menyembuhkan penyakitku ini, maka aku akan beri'tikaf di masjid selama tiga hari", maka
I'tikaf tiga hari itu menjadi wajib hukumnya.
Waktu I'tikaf Untuk I'tikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang dinadzarkan.

Sedangkan I'tikaf sunnah tidak ada batasan waktu tertentu. Kapan saja, pada malam
atau siang hari, waktunya bisa lama dan juga bisa singkat. Mazhab Hanafi: mengatakan
Sekejab tanpa batas waktu tertentu, sekedar berdiam diri dengan niat. Mahdzhab Syafi'i:
sesaat atau sejenak (yang penting bisa dikatakan berdiam diri),
Mahdzhab Hambali, satu jam saja. Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tadi, waktu I'tikaf
yang paling afdhal pada bulan Ramadhan ialah sebagaimana dipratekkan langsung oleh Nabi
Muhammad  SAW yaitu 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Tempat I'tikaf Ahli fiqh berbeda pendapat tentang tempat yang boleh dijadikan untuk
I'tikaf, Ulama Besar Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa I'tikaf harus dilakukan di
masjid yang selalu digunakan untuk shalat berjama'ah, Sementara Malik dan Syafi'i
berpendapat bahwa I'tikaf boleh dilakukan dimasjid manapun baik yang digunakan untuk
shalat berjama'ah ataupun tidak.

Aliran Syafii berpendapat bahwa sebaiknya I'tikaf itu dilakukan dimasjid jami' yang
biasa digunakan untuk shalat jum'at, agar ia tidak perlu keluar masjid ketika mau melakukan
shalat jum'at, dan lebih baik  I'tikaf dilaksanakan di salah satu dari tiga masjid; masjid al
haram, masjid Nabawi atau masjid Aqsho. (lihat: Al Mughni 4/462, Fiqh Sunnah 1/402)
Syarat syarat I'tikaf

1. Muslim

2. Berakal

3. Suci dari janabah (junub), haidh dan nifas Oleh karena itu I'tikaf tidak sah
dilakukan oleh orang kafir,anak yang belum mumaiyiz (mampu membedakan),
orang junub, wanita haidh dan nifas.
Rukun I'tikaf

1. Niat yang ikhlas, hal ini karena semua amal sangat tergantung pada niatnya.

2. Berdiam di masjid (QS Al-Baqarah : 187)

Awal Dan Akhir I'tikaf  Bagi yang mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam dengan beri'tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka waktunya dimulai
sebelum terbenam matahari malam ke-21 sebagaimana sabda Rasulullah Saw: "Barangsiapa
yang ingin I'tikaf dengan aku, hendaklah ia I'tikaf pada 10 hari terakhir." Waktu  berakhirnya,
setelah terbenam matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi beberapa
kalangan ulama mengatakan yang lebih disenangi  adalah menunggu sampai akan
dilaksanakannya shalat Ied.

Hal hal Yang Disunnahkan disaat I'tikaf Disunnahkan bagi orang yang beri'tikaf untuk
memperbanyak  shalat sunnah, membaca Al-Qur'an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar,
shalawat kepada Nabi Saw, do'a dan sebagainya. Imam Malik, meninggalkan segala aktivitas
ilmiah lainnya dan berkosentrasi penuh pada ibadah-ibadah mahdhah.

Dalam upaya memperkokoh keislaman dan ketaqwaan, diperlukan bimbingan dari


orang orang yang ahli, karenanya dalam memanfaatkan momentum I'tikaf bisa dibenarkan
melakukan berbagai kajian keislaman yang mengarahkan para peserta I'tikaf untuk
membersihkan diri dari segala dosa dan sifat tercela serta menjalani kehidupan sesudah I'tikaf
secara lebih baik sebagaimana yang ditentukan Allah Swt dan RasulNya.
Hal-Hal Yang Diperbolehkan  Orang yang beri'tikaf bukan berarti hanya berdiam diri di
masjid untuk menjalankan peribadatan secara khusus, ada beberapa hal yang diperbolehkan.
1. Keluar dari tempat I'tikaf untuk mengantar istri,

2. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari


kotoran dan bau badan.

3. Keluar ke tempat yang memang amat diperlukan seperti untuk buang air besar dan
kecil, makan, minum.Tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan
keperluannya.

4. Makan, minum dan tidur di masjid namun harus menjaga kesucian dan kebersihan
masjid.
Hal-Hal Yang Membatalkan I'tikaf

1. Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski sebentar, karena


meninggalkan masjid berarti mengabaikan salah satu rukun I'tikaf yaitu berdiam
di masjid.

2. Murtad (keluar dari agama Islam)

3. Hilang Akal, karena gila atau mabuk

4. Haidh

5. Nifas

6. Berjima' (bersetubuh dengan istri), tetapi memegang tanpa nafsu (syahwat), tidak
apa apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri istrinya.

7. Pergi Shalat Jum'at (bagi mereka yang memperbolehkan I'tikaf di musholla yang
tidak dipakai shalat jum'at).

I'tikaf dalam pengertian bahasa berarti berdiam diri yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan
dalam pengertian syari'ah agama, I'tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang
disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan
lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr.

Pengajian Ramadhan : I'tikaf

I'tikaf dalam pengertian bahasa berarti berdiam diri yakni tetap di atas sesuatu. Sedangkan
dalam pengertian syari'ah agama, I'tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang
disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan
lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr. Dalam
hal ini Rasulullah saw. bersabda :

‫ متفق عليه‬، ‫كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يعتكف العشر األواخر من رمضان‬: ‫ عن ابن عمر رضي هللا عنهما قال‬.
" Dari Ibnu Umar ra. ia berkata, Rasulullah saw. biasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir
pada bulan Ramadhan." (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

‫عن أبي هريرة رضى هللا عنه قال كان النبي صلى هللا عليه وسلم يعتكف في كل رمضان عشرة أيام فلما كان العام الذي‬
‫قبض فيه اعتكف عشرين يوما ـ رواه البخاري‬.

"  Dari Abu Hurairah R.A. ia berkata, Rasulullah SAW. biasa beri'tikaf pada tiap bulan
Ramadhan sepuluh hari, dan tatkala pada tahun beliau meninggal dunia beliau telah beri'tikaf
selama dua puluh hari. (Hadist Riwayat Bukhori).

 Sebagian ulama mengatakan bahwa ibadah I'tikaf hanya bisa dilakukan dengan berpuasa.

Tujuan I'tikaf.

1. Dalam rangka menghidupkan sunnah sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah
saw. dalam rangka pencapaian ketakwaan hamba.

2. Sebagai salah satu bentuk penghormatan kita dalam meramaikan bulan suci Ramadhan
yang penuh berkah dan rahmat dari Allah swt.

3. Menunggu saat-saat yang baik untuk turunnya Lailatul Qadar yang nilainya sama dengan
ibadah seribu bulan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam surat 97:3.

4. Membina rasa kesadaran imaniyah kepada Allah dan tawadlu' di hadapan-Nya, sebagai
mahluk Allah yang lemah.

Rukun I'tikaf.

I'tikaf dianggap syah apabila dilakukan di masjid dan memenuhi rukun-rukunnya sebagai
berikut :

1. Niat. Niat adalah kunci segala amal hamba Allah yang betul-betul  mengharap ridla dan
pahala dari-Nya.

2. Berdiam di masjid. Maksudnya dengan diiringi dengan tafakkur, dzikir, berdo'a dan lain-
lainya.

3. Di dalam masjid. I'tikaf dianggap syah bila dilakukan di dalam masjid, yang biasa
digunakan untuk sholat Jum'ah. Berdasarkan hadist Rasulullah saw.

" ‫وال اعتكاف إال في مسجد جامع ـ رواه أبو داود‬.

"Dan tiada I'tikaf kecuali di masjid jami' (H.R. Abu Daud)

4. Islam dan suci serta akil baligh.

Cara ber-I'tikaf.
1. Niat ber-I'tikaf karena Allah. Misalnya dengan mengucapkan : Aku berniat I'tikaf karena
Allah ta'ala.

‫نويت االعتكاف هلل تعالى‬

2. Berdiam diri di dalam masjid dengan memperbanyak berzikir, tafakkur, membaca do'a,
bertasbih dan memperbanyak membaca Al-Qur'an.

3. Diutamakan memulai I'tikaf setelah shalat subuh, sebagaimana hadist Rasulullah saw.

‫وعنها رضى هللا عنها قالت كان النبي صلى هللا عليه وسلم إذا أراد أن يعتكف صلى الفجر ثم دخل معتكفة "ـ متفق عليه‬
.

"Dan dari Aisyah, ia berkata bahwasannya Nabi saw. apabila hendak ber-I'tikaf beliau shalat
subuh kenudian masuk ke tempat I'tikaf. (H.R. Bukhori, Muslim)

4. Menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak berguna. Dan disunnahkan
memperbanyak membaca:

‫أللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عنا‬

Ya Allah sesungguhnya Engkau Pemaaf, maka maafkanlah daku.

Waktu I'tikaf.

1. Menurut mazhab Syafi'i I'tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu apa saja,
dengan tanpa batasan lamanya seseorang ber-I'tikaf. Begitu seseorang masuk ke dalam masjid
dan ia niat I'tikaf maka syahlah I'tikafnya.

2. I'tikaf dapat dilakukan selama satu bulan penuh, atau dua puluh hari. Yang lebih utama
adalah selama sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan sebagaimana dijelaskan oleh hadist
di atas.

Hal-hal yang membatalkan I'tikaf.

1. Berbuat dosa besar.

2. Bercampur dengan istri.

3. Hilang akal karena gila atau mabuk.

4.Murtad (keluar dari agama).

5. Datang haid atau nifas dan semua yang mendatangkan hadas besar.

6. Keluar dari masjid tanpa ada keperluan yang mendesak atau uzur, karena maksud I'tikaf
adalah berdiam diri di dalam masjid dengan tujuan hanya untuk ibadah.
7. Orang yang sakit dan  membawa kesulitan dalam melaksanakan I'tiakf.

Hikmah Ber-I'tikaf .

1. Mendidik diri kita lebih taat dan tunduk kepada Allah.

2. Seseorang yang tinggal di masjid mudah untuk memerangi hawa nafsunya, karena masjid
adalah tempat beribadah dan membersihkan  jiwa.

3. Masjid merupakan madrasah ruhiyah yang sudah barang tentu selama sepuluh hari ataupun
lebih hati kita akan terdidik untuk selalu suci dan bersih.

4. Tempat dan saat yang baik untuk menjemput datangnya Lailatul Qadar.

5. I'tikaf adalah salah satu cara untuk meramaikan masjid.

6. Dan ibadah ini adalah salah satu cara untuk menghormati bulan suci Ramadhan.

Bismillahir rahmanir rahiem


I'tikaf adalah amalan berdiam diri dengan meninggalkan segala kesibukan
dunia se-mata2
untuk beribadah dan mengingat Allah (swt) yang diawali dengan niat i'tikaf.

Tempat I'tikaf

Bagi kaum lelaki, tempat yang paling utama untuk beri'tikaf adalah Masjidil
Haram di Makkah al-mukaromah, kemudian Masjid Nabawi di Madinah al-munawarah
kemudian masjid Baitul Maqdis di Palestina, kemudian masjid jami',
selanjutnya masjid di lingkungan masing2.

Menurut imam Abu Hanifah, masjid yang dapat digunakan seorang untuk beri
tikaf adalah masjid yang digunakan untuk shalat berjamaah lima waktu.
Menurut imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad (Shahibain), masjid yang sesuai
dengan syariat adalah cukup memadai untuk dijadikan tempat i'tikaf, walaupun
disana tidak terdapat shalat berjamaah lima waktu.

Bagi wanita, hendaknya mereka beri'tikaf di mushalla yang terdapat didalam


rumahnya. apabila di rumahnya tidak terdapat mushalla maka dia dapat
menyediakan satu ruangan khusus untuk beri'tikaf. Beri'tikaf bagi kaum
wanita lebih mudah daripada kaum lelaki karena mereka berada di rumahnya
sendiri. Namun sayangnya, walaupun kaum wanita diberi kemudahan sedemikian
rupa, banyak diantara mereka yang tidak mengamalkannya.

Masa I'tikaf

Masa terbaik beri'tikaf adalah pada 10 hari akhir bulan ramadhan. Adapun
mengenailamanya masa i'tikaf, maka para ulama berbeda pendapat. Imam Abu
Hanifah(rah.a) berpendapat bahwa tidak boleh beri'tikaf kurang dari satu
hari. Namun menurut imam Muhammad (rah.a) boleh beri'tikaf walaupun dalam
masa yang singkat. Dan pendapat inilah yang lebih disukai sebagai fatwa i
tikaf oleh sebagian orang. Oleh karena itu dianjurkan bagi setiap orang yang
masuk ke masjid agar berniat i'tikaf. Kita akan mendapatkan pahala i'tikaf
sesuai dengan kadar lamanya kita melaksanakan shalat dan ibadah2 lainnya.

Tiga jenis i'tikaf


1. I'tikaf wajib
Yaitu i'tikaf yang disebabkan oleh nadzar, seperti perkataan seseorang,
Apabila pekerjaan saya terpenuhi, maka saya akan melaksanakan i'tikaf sekian
hari." Atau tanpa bergantung kepada penunaian sesuatu pekerjaan, misalnya,
saya mewajibkan i'tikaf atas diri saya sendiri selama sekian hari." Wajib
atasnya untuk menunaikan nadzarnya sebanyak hari yang telah dia niatkan.

2. I'tikaf sunah
Yaitu beri'tikaf selama sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan, sebagaimana
kebiasaan asulullah (saw) yang beri'tikaf sepanjang hari2 tersebut.

3. I'tikaf nafil
Yaitu i'tikaf yang tidak ditentukan waktu dan harinya. Kapan saja diinginkan
bias dilakukan, sehingga kalaupun seseorang berniat melakukan i'tikaf seumur
hidupnya, hal itu diperbolehkan.
Perumpamaan Pahala i'tikaf sangat banyak. Begitu juga dengan keutamaan2-nya
sehingga Rasulullah (saw) terus menerus menjaganya. Perumpamaan seseorang
yang sedang beri'tikaf adalah seperti seseorang yang pergi ke seorang
penguasa untuk memenuhi hajatnya dan tetap tinggal disana sampai dia
mendapatkan jaminan darinya. Jika keadaannya seperti ini maka penguasa yang
paling keras hatinya pun akan luluh hatinya.

Dan Allah yang maha pemurah akan memberikan ampunan kepada orang2 yang
mendatangi-Nya, karena ketika seseorang melepaskan hubungannya dengan dunia
lalu dia memohon di depan pintu rumah Allah, maka tidak diragukan lagi
tentang kepergiannya tersebut adalah menuju anugerah Allah. Adapun seseorang
yang diberi karunia oleh Allah, maka siapakah yang dapat menggambarkan
kekayaannya yang sempurna? Sungguh, tiada seorang pun yang akan sanggup
mengungkapkannya lebih lanjut. Subhanallah.

Maksud i'tikaf
--------------------
Bismillahir rahmanir rahiem

Imam Ibnul Qayyim (rah.a) berkata,


Maksud i'tikaf adalah untuk menghubungkan ruh dan hati orang yang beri’tikaf
dengan dzat Allah (swt) yang maha suci dengan cara memutuskan hubungan
dengan selain Allah (swt), memusatkan perhatian hanya kepada Allah dan
mengalihkan kesibukan dari selain Allah yang maha suci serta dengan
memutuskan seluruh perhatian kepada selain Allah (swt).

Menjadikan seluruh pikiran dan angan2-nya se-mata2 untuk mengingat-Nya dan


menumbuhkan kecintaan kepada-Nya, sehingga tumbuhlah kecintaan yang mendalam
kepada-Nya sebagai pengganti kecintaan-Nya kepada makhluk. Kecintaan seperti
inilah yang akan bermanfaat di tengah keganasan kubur, yang pada hari itu
tiada seorang pun dari yang kita cintai bisa memberi pertolongan selain
Allah (swt). Apabila hati ini telah mencintai-Nya, maka betapa indah dan
nikmatnya waktu yang akan berlalu bersama-Nya.

Penulis kitab Marakil Falah mengatakan, "Apabila i'tikaf dikerjakan dengan


niat yang ikhlas, maka hal itu adalah ibadah yang paling utama.
Keistimewaan2-nya tidak terbatas, termasuk untuk membersihkan hati dari
kecintaan dan ketergantungan kepada dunia berserta isinya, menyerahkan jiwa
kepada Allah (swt) dan bersimpuh di hadapan Allah (swt). Juga, semasa beri
tikaf seseorang senantiasa sibuk dalam beribadah yang seluruh pekerjaanya,
tidurnya dan bangunnya dianggap sebagai ibadah dan usaha mendekatkan diri
kepada Allah (swt)."

Dalam sebuah hadits qudsi di terangkan, "Barang siapa yang mendekati-Ku


sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta dan barang siapa yang mendekati-Ku
dengan berjalan, maka Aku mendekatinya dengan berlari." Dengan beri'tikaf
juga berarti seseorang tinggal di rumah Allah (swt) yang maha pemurah dan
yang senantiasa memuliakan orang2 yang mendatangi-Nya. Begitu juga dia
berada dalam benteng penjagaan Allah (swt), sehingga tidak ada gangguan
musuh yang akan mengenainya. Dan masih banyak lagi keutamaan2 dan
keistimewaan2 ibadah yang terkait dengan i'tikaf yang sangat penting ini.
Subhanallah.

Manfaat I'tikaf
--------------------

Bismillahir rahmanir rahiem

Dari Ibnu Abbas (ra) sesungguhnya Rasulullah (saw) bersabda mengenai orang
yang beri'tikaf, bahwa dia terjaga dari dosa2 dan dituliskan baginya
kebaikan2 sebagaimana orang yang berbuat kebaikan2 seluruhnya. (HR. Ibnu
Majah – Misykat)

Dua manfaat khusus dalam i'tikaf:

Pertama, dengan beri'tikaf seseorang terjaga dari dosa2. Karena terkadang


seseorang itu terjerumus ke dalam perbuatan2 dosa, apakah karena kesengajaan
atau karena kesalahan dan kekeliruan. Sedangkan zaman ini merupakan zaman
yang penuh kezhaliman dan kemaksiatan yang kian merajalela. Maka dengan beri
tikaf seseorang akan terjaga dari segala godaan untuk berbuat dosa.

Kedua, secara lahiriyah orang yang sedang beri'tikaf nampaknya rugi karena
banyak sekali amal2 saleh seperti mengantar jenazah, menengok orang sakit
dan amal2 lainya yang tidak dapat dilakukannya. Oleh karena itu, menurut
hadist diatas, ibadah2 yang tidak dapat dilakukan karena terhalang oleh i
tikaf, maka pahala dari semua ibadah itu akan diperolehnya juga.

Maha besar Allah dan betapa besar rahmat dan kemurahan yang di
karuniakan-Nya kepada kita, sehingga seseorang yang mengerjakan satu ibadah
saja akan mendapatkan sepuluh pahala ibadah lainya. Pada hakikatnya rahmat
Allah adalah sangat luas. Dengan sedikit memberi perhatian dan meminta
kepada-Nya, maka rahmat itu akan datang ber-curah2 laksana hujan.
Subhanallah.

Tujuan Utama I'tikaf


-----------------------------

Bismillahir rahmanir rahiem

Dari Abu Said Al-khudri (ra) bahwa Rasulullah (saw) beri'tikaf pada sepuluh
hari awal bulan ramadhan, kemudian dilanjutkan pada sepuluh pertengahan
didalam sebuah kemah Turki, kemudian menggulurkan kepalanya seraya bersabda,
"Sesungguhnya aku telah beri'tikaf sejak sepuluh awal bulan ini untuk
mendapatkan lailatul qadar, kemudian sepuluh pertengahan. Kemudian dikatakan
kepadaku bahwa lailatul qadar itu terdapat pada sepuluh yang terakhir. Maka
barang siapa yang sekarang beri'tikaf denganku, hendaklah beri'tikaf juga
pada sepuluh malam terakhir. Sungguh kepadaku telah diperlihatkan mengenai
malam (lailatul qadar) ini, tetapi kemudian aku terlupa (harinya). Sungguh
aku telah melihat diriku sendiri yang sedang bersujud diantara air dan tanah
(lumpur) pada waktu shubuhnya. Maka carilah lailatul qadar itu pada sepuluh
akhir, dan carilah ia pada setiap malam yang ganjil." Abu Said Al-khudri
(ra) berkata, "Maka turunlah hujan pada malam itu. Masjid ketika itu
beratapkan pelepah kurma, sehingga masjid tergenang air.

Beri'tikaf pada bulan ramadhan adalah amalan yang biasa dilakukan oleh Nabi
(saw). Di bulan ini beliau beri'tikaf selama sebulan penuh dan pada tahun
terakhir diakhir hayatnya beliau hanya beri'tikaf selama dua puluh hari.
Namun karena kebiasaan beliau yang mulia adalah beri'tikaf pada sepuluh hari
terakhir di bulan ramadhan, maka para ulama berpendapat bahwa beri'tikaf
pada sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan adalah sunnah muakkad.

Berdasarkan hadits diatas, dapat diketahui bahwa tujuan utama dari i'tikaf
adalah untuk mencari malam keutamaan (lailatul qadar). Pada hakikatnya,
untuk mencari lailatul qadar tersebut hanyalah melalui i’tikaf. Inilah cara
yang lebih tepat, karena apabila seseorang beri'tikaf – walaupun dia
tertidur – tetap akan dihitung sebagai ibadah. Selain itu, dalam beri'tikaf
pekerjaan-pekerjaan lain seperti pulang pergi kesana-kemari sudah tidak
dilakukan lagi, maka tidak ada kesibukan bagi orang yang beri'tikaf selain
ibadah dan mengingat Allah. Oleh karena itulah tidak ada sesuatu yang paling
baik bagi orang-orang yang menghargai lailatul qadar dan mencarinya selain
dengan beri'tikaf.

Pada mulanya, selama bulan ramadhan penuh Rasulullah (saw) sangat


memperhatikan dan memperbanyak ibadah. Namun pada sepuluh malam terakhir,
beliau tidak mengenal batas waktu dalam beribadah. Beliau bangun malam dan
membangunkan keluarganya untuk hal yang sama sebagaimana yang diceritakan
oleh Aisyah (rha) dalam sebuah hadist riwayat Bukhari dan Muslim, "Selama
sepuluh hari terakhir bulan ramadhan Rasulullah (saw) lebih mengencangkan
ikat sarungnya dan bangun malam serta membangunkan keluarganya untuk
beribadah."

Maksud dari 'mengencangkan ikat sarungnya' adalah bahwa beliau lebih


ber-sungguh2 dalam beribadah dibandingkan dengan hari2 lainya. Dapat juga
bermakna bahwa beliau tidak berhubungan dengan istri2 beliau pada hari2
tersebut. Subhanallah.
*

I'tikaf & Hajat saudara muslim


-------------------------------------------

Bismillahir rahmanir rahiem

Dari Ibnu Abbas (ra) bahwa suatu ketika dia beri'tikaf di masjid Rasulullah
(saw) lalu seseorang datang dan memberi salam kepadanya, kemudian duduk.
Ibnu Abbas (ra) berkata kepadanya, "Hai fulan, aku melihatmu dalam keadaan
gelisah dan sedih." Dia berkata, "Benar, wahai putera paman rasulullah. Aku
mempunyai tanggungan hutang kepada seseorang. Demi kemuliaan penghuni kubur
ini (maksudnya kubur Rasulullah), aku belum sanggup melunasinya." Ibnu Abbas
(ra) berkata, "Bolehkah aku berbicara kepadanya mengenai dirimu?" Dia
menjawab, "Silahkan, jika menurutmu hal itu akan jadi lebih baik." Maka
dengan memakai sandalnya, diapun keluar dari masjid. Orang itu berkata,
Apakah engkau lupa apa yang sedang engkau lakukan (beri'tikaf)?" Ibnu Abbas
(ra) menjawab, "Tidak, tetapi sesungguhnya aku telah mendengar penghuni
kubur ini dalam waktu yang belum lama – maka keluarlah air mata dari kedua
matanya –berkata, "Barang siapa berjalan untuk menunaikan hajat saudaranya
dan berusaha sungguh2 di dalamnya, maka hal ini lebih utama.

Dua keutamaan dari hadits ini:

Pertama, dengan i'tikaf satu hari, maka Allah (swt) akan menjauhkan
seseorang dari neraka jahannam sejauh tiga parit, sedangkan lebar satu parit
lebih jauh daripada jarak langit dan bumi. Semakin banyak hari2 dia beri
tikaf, maka semakin banyak pula dia akan mendapat kelebihan pahala.

Allamah Sya'rani (rah.a) meriwayatkan hadits Rasulullah (saw) dalam kitabnya


Kasyful-Ghummah, bahwa barang siapa beri'tikaf pada malam 10 hari bulan
ramadhan, maka baginya dua pahala haji dan dua pahala umrah. Dan barang
siapa beri'tikaf setelah shalat maghrib dan isya dengan melaksanakan shalat
nafil, membaca al-quran dan tidak berbicara dengan siapapun maka Allah (swt)
akan membangunkan sebuah istana baginya di dalam syurga.

Kedua, yang merupakan sesuatu yang lebih penting daripada yang pertama
adalah menunaikan hajat (keperluan) saudara muslim, sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasulullah (saw) bahwa hal itu lebih utama daripada i'tikaf
selama 10 tahun. Oleh karena itulah Ibnu Abbas (ra) tidak mempedulikan i
tikafnya dengan datangnya kesempatan itu. Karena baginya i'tikaf dapat
diganti atau dikerjakan pada kesempatan yang lain.

Sesungguhnya Allah (swt) sangat menghargai hati yang hancur tidak seperti
penghargaan-Nya kepada hal2 yang lain. Inilah alasan mengapa dalam beberapa
hadits diperingatkan agar kita ber-hati2 terhadap doa orang yang dizhalimi.
Dan ketika Rasulullah (saw) mengirim seseorang ke suatu daerah sebagai hakim
/ da'i, maka beliau senantiasa berpesan kepadanya, "Takutilah doa orang2
yang dizhalimi."

Satu hal yang harus diperhatikan juga adalah bahwa apabila seseorang sedang
beri'tikaf lalu keluar dari masjid, maka i'tikafnya menjadi batal, bahkan
sekalipun keluarnya itu untuk menunaikan hajat saudaranya yang muslim.
Apabila i'tikaf yang sedang dikerjakannya adalah i'tikaf wajib, maka wajib
baginya untuk menganti kembali (mengqadhanya). Rasulullah (saw) sendiri
tidak keluar dari masjid dalam masa i'tikaf kecuali untuk hajat
kemanusiaannya seumpama buang air dan wudhu.

Karena sifat itsarnya pula (sifat mengutamakan orang lain daripada diri
sendiri), maka Ibnu Abbas (ra) rela meningalkan i'tikafnya. Hal yang mirip
dengan hal ini adalah seperti kejadian yang berlaku dalam pertempuran
Yamamah, dimana seorang sahabat Nabi hampir mati kehausan. Dia tidak mau
meminum air yang diberikan oleh saudaranya sendiri demi sahabatnya yang
tergeletak dan terluka parah dalam keadaan kehausan juga. Yang demikian
berlaku karena dia lebih mengutamakan sahabatnya daripada dirinya sendiri.
Subhanallah

Anda mungkin juga menyukai