A. ISRAF
1. Pengertian Isyraf
Kata isyraf berasal dari bahasa Arab asrafa-yusrifu-isyraafan yang berarti “bersuka ria sampai melampaui
batas”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “melampaui batas” atau “berlebihan” diartikan “melakukan
tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan aturantertentu yang berlaku”. Sedangkan
menurut istilah “melampaui batas” atau “berlebihan” dapat dimaknai sebagai “suatu tindakan yang
dilakukan seseorang di luar kewajaran atau kepatutan, karena kebiasaan yang dilakukan untuk
memuaskan kesenangan diri secara berlebihan”. Orang yang berbuat isyraf disebut musyrif, musrifun
atau musrifin.
Artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.
Ayat tersebut memerintahkan kepada kita untuk memanfatkan rizki yang telah Allah berikan kepada kita,
salah satunya dengan makan dan minum serta semua yang telah Allah berikan halalkan untuk manusia
tanpa berlebihan. Maksud sebaliknya dari ayat trsebutialah larangan bagi kita untuk melakukan
perbuatan yg melampaui batas, yaitu tidak berlebihan dalam menikmati apa yang dibutuhkan oleh tubuh
dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
3. Nilai Negatif Sikap Isyraf
Melampaui batas merupakan penyakit yang mematikan, merusak banyak orang, dan mengancam masa
depan umat manusia, terutama generasi muda Islam sejak zaman dahulu hingga sekarang. Selain itu,
sikap Israf juga merupakan bentuk pengingkaran akan nikmat Allah SWT, sedangkan pengingkaran akan
nikmat Allah SWT tidak akan memperoleh keuntungan sedikitpun. Nabi Muhammad SAW bersabda :
Binasalah orang-orang yang melampaui batas. (HR. Muslim).
Melampaui batas, akan mengakibatkan amal ibadah seseorang menjadi terhenti karena manusia
mempunyai sifat cepat bosan dan juga terbatas kemampuannya. Kadang-kadang ia akan meninggalkan
sama sekali sedikit ataupun banyak yang mestinya ialakukan. Karena itu, menurut Imam Hasan Basri,
hendaknya seseorang selalu bersabar dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Sedangkan
menurut Imam Asy-Syatibi, bahaya sikap Israf bekasnya dapat menghilangkan keteguhan dan
keseimbangan yang dituntut oleh agama.
Di antara akibat sikap melampaui batas (berlebihan) adalah sebagai berikut :
1. Mengakibatkan terhentinya melakukan amal ibadah dan tidak sabar, karena manusia memmiliki
tabiat cepat bosan dan memiliki kemampuan yang terbatas.
2. Manusia biasanya akan sabar mengerjakan pekerjaan yang berat dan sulit dalam waktu beberapa
hari atau beberapa bulan, lebih dari itu akan manusia akan bosan.
3. Sikap "berlebihan" terkadang akan berubah menjadi sebuah "keteledoran", suatu hal yang
sebelumnya bersifat ketat, berubah menjadi kebebasan. Pada akhirnya dia akan meninggalkan sedikit
atau banyak dari apa yang seharusnya dilakukan.
4. Dibenci oleh Allah Ta'ala
5. Menjadi sahabat setan
6. Menjadi orang yang akan tercela dan menyesal
7. Akan Allah binasakan
8. Menjadi orang yang tersesat
4. Upaya Menghindari Sikap Isyraf
Diantara upaya dalam mengindari sikap Israf yaitu melakukan amal ibadah secara istiqamah ataupun
terus-menerus meskipun sedikit. Amal tersebut merupakan amal yang paling di sukai oleh Allah SWT.
Selain itu, upaya yang lain adalah dengan hidup secara bersahaja dan tidak selalu mengikuti hawa nafsu.
Sederhanakanlah dan tundukkanlah hawa nafsu dengan menggunakan akal sehat. Seseorang yang
hidup bersahaja, tidak akan suka melakukan sesuatu yang di luar kewajaran, karena perbuatan tersebut
akan merendahkan dirinya di hadapan Allah SWT dan juga manusia yang lain karena sebagian besar
kejelekan yang menimpa manusia bersumber dari hawa nafsu yang lepas kontrol.
Selain itu, Islam telah memberikan tuntunan dalam berbuat dan beribadah, antara lain:
1. Rasulullah Saw. melarangan umatnya berpuasa terus-menerus.
2. Rasulullah Saw. melarang shalat disebagian besar waktu malam, kecuali pada sepuluh akhir
Ramadhan.
3. Rasulullah Saw. melarang membujang jika telah mampu menikah.
4. Rasulullah Saw. melarang meninggalkan makan daging.
Bagi orang yang beramal tanpa mengetahui ketentuan di atas, maka dia beroleh pahala, tetapi bagi
orang yang mengetahui ketentuan tersebut, tetapi tidak mengindahkannya dan melampauinya, maka dia
berarti dikalahkan dan tertipu oleh nafsunya.
B. Tabzir
1. Pengertian Sikap Tabzir
Menurut bahasa, Tabzir berasal dari bahasa Arab bazzara-yubazziru-tabziirun yang berarti boros.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata boros diartikan berlebih-lebihan atau
menghambur-hamburkan dalam pemakaian uang ataupun barang. Menurut istilah tabzir adalah
perbuatan yang dilakukan dengan cara menghambur-hamburkan uang ataupun barang karena
kesenangan atau kebiasaan.
Perbuatan boros merupakan perbuatan syaitan dan dilarang oleh Islam. Seyogyanya seorang muslim
dalam membelanjakan hartanya harus dengan perhitungan yang matang, menyangkut azas manfaat dan
mudharat. Islam tidak membolehkan umatnya membelanjakan hartanya dengan sesuka hati, sebab akan
mengakibatkan kesengsaraan, baik di dunia maupun di akhirat.
ُالتسرف التسرف فقال يتوضأ رجال وسلم عليه هللا صلى هللا رسول راى
Artinya : Rasulullah Saw. telah melihat seorang laki-laki berwudhu', lalu beliau bersabda "Jangan kamu
berlebih-lebihan. Jangan kamu berlebih-lebihan" (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Umar).
Allah menegaskan bahwa, orang yang berlaku boros adalah saudara syaitan, karena sama-sama ingkar
terhadap nikmat Allah Swt. Ungkapan ini merupakan celaan terhadap orang-orang yang boros.
Menghambur-hamburkan kekayaan di luar perintah Allah, memperturutkan godaan syaitan. Allah
berfirman :
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat
ingkar kepada Tuhan-nya. (al-Isra' : 27).
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa, sikap tabzir dipicu oleh sikap pamer dan sikap sombong, di mana
kedua sifat itu menyebabkan kehancuran pada diri sendiri, karena tidak memiliki kontrol pribadi dan
sosial. Jika diri sudah lepas kontrol, maka akan menimbulkan sikap boros.
Perbuatan boros merupakan perbuatan setan yang dilarang dalam agama Islam dan akan berakibat
kesengsaraan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di dunia, ia akan kehabisan hartanya secara cepat,
sehingga ia akan menjadi sengsara karena tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Di
akhirat kelak, seseorang yang boros akan ditempatkan di dalam neraka.
Boros merupan tabiat setan dan orang yang boros merupakan saudara setan. Selain itu, boros juga
merupakan bentuk pengingkaran akan nikmat Allah SWT. Karena itu, perbuatan boros harus dihindari
oleh setiap muslim dalam berbagai situasi dan keadaan. Allah melarang umatnya membelanjakan
hartanya secara boros agar ia dapat mengatur nilai pengeluaran yang sesuai dengan keperluannya.
Allah telah memberikan isyarat dalam al-Qur'an, bahwa akibat kesombongan dan kecongkakkan, Qarun
beserta harta kekayaannya yang menjadi kebanggaan dan keangkuhannya dibenamkan oleh Allah ke
dalam perut bumi. Hal ini memberikan peringatan kepada umat sesudahnya bahwa, ternyata harta yang
tidak diridhai Allah tidak memperoleh manfaat.
Supaya umat manusia terhindar dari sikap tabzir, Islam melalui risalah yang dibawa oleh Rasulullah Saw.
telah memberikan batas-batasan dan ketentuan dalam segala aspek kehidupan umatnya, termasuk
dalam hal makan, berpakaian ataupun dalam beribadah. Di antara ketentuan itu adalah :
1. Islam melarang makan dan minum, berpakaian, berhias ataupun dalam bersedekah secara
berlebihan.
2. Islam menganjurkan hidup sederhana, yang dimaksud sederhana di sini bukan berarti harus hidup
melarat, tetapi sederhana sekedar mencukupi kebutuhan yang diperlukan tanpa berlebihan dan
sewajarnya.
3. Islam melarang bersikap sombong dengan menzalimi diri sendiri ataupun orang lain, karena
menyebabkan kesengsaraan.
Setiap yang dilarang dalam Islam sudah tentu mengandung mudarat yang dapat merugikan kehidupan
manusia. Sementara setiap suruhan sudah pasti juga memiliki manfaat yang akan menguntungkan bagi
keselamatan hidup.
Orang yang mau menerima dan mengamalkan secara baik nasehat yang benar hanyalah orang-orang
yang sabar dan tekun, termasuk di dalamnya orang yang patuh melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi segala larangan-Nya, akan menerima dengan baik dan ikhlas apa yang telah ditentukan Allah
terhadapnya.
Pengertian kikir
Sebagaimana yang telah kami paparkan dalam mukaddimah. Dalam pembahasan ini ada dua kata dalam
bahasa arab yang maknanya hampir sama yaitu kata (البخل ) dan (الشح ).
Al-buhlu atau bakhil adalah menahan sesuatu yang wajib. Sedangkan asy-syuh atau kikir adalah
menahan sesuatu yang wajib dan tamak atau rakus terhadap apa yang menjadi milik orang lain. Jadi asy-
syuh lebih buruk dan tercela dari pada al-Bukhl.
Dua sikap ini sama tercelanya. Sehingga tidak pantas dalam diri seorang muslim terdapat sifat bakhil dan
kikir. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah riwayat:
“Dua hal yang tidak akan terhimpun pada diri seorang mukmin: bakhil dan ahlak yang buruk.”
(Diriwayatkan At-Tirmidzi)
“kikir dan iman sama sekali tidak akan terhimpun di dalam diri seorang hamba.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi,
Ahmad, Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Al-Baghawi)
“dan adapun orang-orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak memerlukan pertolongan Allah).
Serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka akan kami permudahkan jalannya menuju kesukaran
(kesengsaraan). Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa (mati). (Qs. Al-Lail : 8-11)
ْالفُ َقرَ اء َوأَن ُت ُم ُّ ْالغَ نِي ُ َوهللا َّن ْفسِ ِه عَن َيب َْخ ُل َفإِ َّنمَا َيب َْخ ْل َومَن َيب َْخ ُل مَّن َفمِن ُكم هللا
ِ يل ْ ُت ْد هَؤُ الَء هَاأَن ُت ْم .
ِ فِي لِ ُتنفِقُوا َعَون
ِ سَب
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di
antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya
sendiri. Dan Allah-lah yang maha kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya). (Qs.
Muhammad :38)
zَ َوي َْك ُتم ِب ْالب ُْخ ِل َال َّناس َ َويَأْ ُمرُون َ َيب َْخلُون َالَّذِين
م ُِّهي ًنا عَ َذابًا َل ِْل َكاف ِِرين َوأَعْ َت ْد َنا َفضْ لِ ِه مِن ُ هللا آ َتا ُه ُم مَا ُون
“yaitu orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah
yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa
yang menghinakan.” (Qs. An-Nisa’ : 37)
Allah mencela orang-orang yang tidak mau menginfakkan hartanya di jalan yang telah diperintahkan
Allah, seperti untuk berbuat baik kepada orang tua, kerabat karib, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, ibnu sabil dan hamba sahaya. Mereka pun tidak mengeluarkan
hak Allah yang terdapat dalam harta mereka, bahkan menyuruh orang lain berbuat bakhil. Rasulullah
bersabda,
“Adakah penyakit yang lebih ganas dari pada bakhil?“
Firman Allah, “dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan kepada mereka.“ Orang bakhil
adalah orang yang mengingkari nikmat Allah. Nikmat Allah itu tidak tampak dalam pakaian, makanan
atau pemberiannya. Oleh karena itu Allah mangancam dengan firmanNya, “dan kami telah menyediakan
bagi orang-orang kafir siksa yang menghinakan.“
Dalam sebuah hadits dinyatakan,
“Sesungguhnya jika Allah menganugerahkan suatu nikmat kepada hamba-Nya, maka Dia suka jika
kenikmatan itu tampak berdampak pada dirinya.“
Konteks ayat ini adalah bakhil dalam hal harta. Namun bakhil terhadap ilmu pengetahuan tentu lebih
tercakup lagi ke dalaml ayat itu sebab konteknya mengenai infak kepada kerabat dekat dan orang-orang
lemah.
ْالقِيَا َم ِة ي َْو َم ِب ِه َبخِلُو ْا مَا َسَ ي َُطوَّ قُون لَّ ُه ْم ٌّ َشر ه َُو َب ْل لَّ ُه ْم َخيْرً ا ه َُو َفضْ لِ ِه مِن ُ هللا آ َتا ُه ُم ِبمَا َ َيب َْخلُون َالَّذِين َّ َيحْ سَ بَن ََوال
“sekali-kali janganlah orang yang bakhil dengan hartan yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-
Nya menyangka , bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelah di lehernya pada hari kiamat.” (Qs. Ali Imron :180)
Firman Allah ta’ala, “dan jangan sekali-kali mengira bahwa kekikiran orang-orang atas karunia yang telah
Allah berikan kepadanya adalah baik bagi mereka. Bukan baik tetapi buruk bagi mereka.” Maksudnya,
jangan sekali-kali orang kikir menduga bahwa harta yang dikumpulkan itu berguna baginya, justru akan
memberikan madharat bagi mereka dalam agamanya, walaupun kadang mendatangkan manfaat baginya
di dunia.”
Kemudian Allah memberitahukan ihwal kesudahan hartanya pada hari kiamat. Allah berfirman, “apa yang
mereka kikirkan itu kelak akan dikalungkan kepada mereka pada hari kiamat.”
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, bersabda, “ barang siapa yang diberidia berkata bahwa
Rasulullah harta kekayaan oleh Allah namun tidak dizakatinya, maka hartanya itu akan menjelma
menjadi seekor ular yang mempunyai dua titik hitam pada sebelah atas kedua matanya. Kemudian ular
itu akan dikalungkan kepadanya pada hari kiamat lalu menggigit kedua pipinya. Ular itu berkata,
‘aku membaca ayat diadalah hartamu dan gudang kekayaanmu.’ Kemudian Nabi atas.”
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “ayat ini diturunkan berkaitan dengan ahli kitab yang
tidak mau menjelaskan isi kitab yang diturunkan kepada mereka.” Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir.
Pendapat yang shahih ialah yang sebelumnya, walaupun pendapat ini termasuk ke dalam pengertian
bakhil juga.
َ ْال ُم ْفلِحُون ُه ُم َ َفأُولَئِك َن ْفسِ ِه ش َّح
ُ َيُوق َْو َمن
“dan barang siapa dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(Qs. Al-Hasr : 9)
Ada seorang laki-laki mendatangi Abdullah dan berkata : "wahai Abu Abdirrahman aku khawatir aku akan
celaka." Maka beliau bertanya, "Apa yang menimpamu?" laki-laki itu menjawab, "Aku mendengar Firman
Allah, "“dan barang siapa dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (Qs. Al-Hasr : 9), sedangkan aku adalah orang yang sangat kikir, hampir-hampir tidak pernah
aku mengeluarkan sesuatu pun dari kedua tanganku ini." Maka beliau berkata, "Bukan kikir ini yang
dimaksud dalam firman Allah tersebut, sesungguhnya kikir adalah engkau memakan harta saudaramu
secara dzalim, tetapi yang menimpamu adalah kebakhilan, dan sejelek-jeleknya sesuatu adalah
kebakhilan."
Dari As-Sunnah
beliau pernah berdo’a:Dari nabi
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari lemah hati dan bakhil (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
V. Akibat bakhil
Bakhil tidak hanya mendatangkan kerugian di dunia semata, namun di akhirat pun orang bakhil akan
mendapat azab karena kebakhilannyan tersebut. Di antara akibat yang ditimbulkan oleh bakhil adalah :
1. Akan sulit mendapatkan kebahagiaan.
2. Hina di hadapan orang lain.
3. Orang yang bakhil akan tersiksa jiwanya, karena selalu memikirkan bagaimana cara agar hartanya
bertambah.
4. Hartanya tidak bermanfaat karena hanya ditumpuk saja. Bahkan orang yang sangat bakhil tidak mau
hartanya berkurang sedikitpun, walau sekedar memenuhi kebutuhannya sendiri.
5. Pada hari kiamat kelak, harta yang ditumpuknya akan dikalungkan di lehernya sebagai balasan atas
kebakhilannya.
6. Harta yang ditumpuknya tidak bermanfaat sama sekali dihadapan allah, melainkan hanya akan
mendatangkan kerugian baginya.
7. Kehancuran yang disebabkan peperangan sesama manusia, sebagai mana yang telah menimpa umat-
umat terdahulu.
VII. Penutup
Sifat bakhil adalah pokok dari semua kehinaan. Menandakan sedikitnya akal dan jeleknya pembinaan.
Mengajak manusia kepada kebiasaan-kebiasan yang tercela. Tidak bisa bersatu dengan keimanan dalam
hati manusia.
Karena pada hakikatnya kebakhilan akan menyebabkan kehancuran dan rusaknya akhlak manusia.
Sebagaimana ia merupakan tanda berburuk sangka kepada Allah. Maka kebakhilan akan menyebabkan
seseorang terpisah dengan sahabat-sahabatnya dan jauh dari akhlak para nabi dan orang-orang sholeh.
Maka orang yang bakhil tidak diterima keberadaannya di dunia dan di akhirat akan disiksa. mereka
adalah orang yang dibenci oleh Allah dan manusia. Dari sinilah muncul perkataan :
“Kedermawanan seseorang menjadikan musuh-musuhnya cinta kepadanya, sedangkan kebakhilannya
menyebabkan anaknya sendiri benci kepadanya.”
Ada juga yang mengatakan, “Bakhil menghilangkan sifat kemanusiaan dan memunculkan kebiasaan
hewani.”
Oleh karena itu marilah kita senantiasa berusaha menjauhkan diri kita dari sifat bakhil. Karena ia hanya
akan menjauhkan manusia dari kasih sayang Allah dan akan menjadikan orang lain benci terhadap kita.
Bahkan seorang anak akan membenci ayahnya sendiri disebabkan oleh kebakhilan yang menyelimuti
hati.
Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari sifat bakhil dan memasukkan kita ke dalam golongan orang-
orang yang sholeh. Wallahu a’lam