Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ahmad Teguh Faruq Saputra

Nim : 11170480000083
Kelas : Hukum Internasional Publik Ilmu Hukum 6C
Tugas : Meresume Bab I buku Ian Brownlie Edisi 6 yang berjudul Principles of Public
International Law

Sources of the Law


(sumber-sumber hukum)
1. Introduction (pengantar)
Sebagai objek studi, sumber-sumber hukum internasional dan hukum
perjanjian (dalam bab 27) harus dianggap sebagai fundamental. Sudah umum bagi
penulis untuk membedakan sumber formal dan sumber materil.
Pertama, adalah prosedur dan metode hukum untuk membuat aturan
penerapan umum yang mengikat secara hukum kepada penerima. Sumber materil
memberikan bukti keberadaan aturan yang ketika terbukti akan memiliki status
aturan hukum yang berlaku secara umum. Dalam sistem hukum, hukum formal
mengacu pada konstitusional sebagai mesin pembuatan hukum dan status
aturannya ditetapkan oleh hukum konstitusional. Dalam konteks hubungan
internasional penggunaan istilah sumber formal adalah canggung dan menyesatkan,
karena pembaca memperhatikan konstitusional sebagai mesin pembuat hukum yang
ada di dalam sebuah negara. Dalam hukum internasional tidak ada hal seperti itu
dalam penciptaan aturan. Keputusan Mahkamah Internasional, secara bulat
mendukung resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang masalah
hukum dan perjanjian multilateral yang berkaitan dengan kodifikasi atau
mengembangkan aturan hukum internasional. Dalam arti sumber formal tidak ada
dalam hukum internasional. Sebagai pengganti, ada prinsip bahwa persetujuan
umum negara membuat aturan penerapan umum. Definisi adat dalam hukum
internasional pada dasarnya adalah pernyataan dari prinsip ini dan bukan referensi
ke adat kuno seperti dalam hukum umum. Konsekuensinya adalah perbedaan antara
sumber formal dan materil sulit dipertahankan.
2. The Statue of the International Court of Justice (statuta mahkamah internasional)
Ketentuan-ketentuan yang terkait dalam pasal 38 ialah sebagai berikut:
1. Pengadilan, Berfungsi untuk memutuskan sesuai dengan hukum
internasional sengketa-sengketa seperti:
a.Konvensi Internasional
b.Kebiasaan Internasional
c.Prinsip-prinsip umum hukum
d.Tunduk pada ketentuan pasal 59, keputusan yudisial dan
ajaran para pakar hukum yang paling berkualifikasi dari
berbagai negara, sebagai sarana tambahan untuk
penentuan aturan hukum.
2. Ketentuan ini tidak akan mengurangi kekuatan pengadilan untuk
memutuskan suatu kasus ex aequo et bono, jika para pihak
menyetujuinya.
Dalam pasal 59, keputusan pengadilan tidak memiliki kekuatan yang
mengikat kecuali antara para pihak dan dalam hal kasus tertentu. Ketentuan-
ketentuan ini dinyatakan dalam fungsi pengadilan, tetapi mereka mewakili praktik
pengadilan arbitrase sebelumnya dan di pasal 38 umumnya dianggap sebagai
penyataan lengkap dari sumber-sumber hukum internasional.
Secara umum, pasal 38 tidak didasarkan pada perbedaan antara sumber
formal dan materil serta sistem prioritas penerapannya hanya bergantung pada
urutan (a) hingga (d) dan refrensi untuk sarana tambahan. Selain itu, mungkin tidak
bijaksana untuk berfikir dalam hal hirarki yang ditentukan oleh urutan (a) hingga (d)
dalam semua kasus.
3. International Custom (kebiasaan internasional)
Pasal 38 statuta mahkamah internasional yang lazim dikenal sebagai pasal
yang secara resmi merupakan sumber hukum formal daripada hukum internasional.
Sebagai sumber hukum dalam arti formal, kebiasaan internasional haruslah
memenuhi unsur-unsur sebagaimana yang diformulasikan dalam pasal 38.
Unsur-unsur dalam kebiasaan yaitu:
a. Durasi
Selama konsistensi dan generalisasi suatu kebiasaan terbukti,
tidak perlu ada jangka waktu tertentu yang diperlukan. Berlalunya
waktu, tentu saja akan menjadi bagian dari bukti generalisasi dan
konsistensi. Praktik yang panjang tidak diperlukan, aturan yang
berkaitan dengan wilayah udara dan landas kontinental telah
muncul dari praktik yang cukup cepat. Mahkamah Internasional
tidak menekankan unsur waktu dalam praktiknya.
b. Keseragaman dan konsistensi
Dalam hal ini pengadilan memiliki kebebasan dalam
mengambil keputusan di banyak kasus. Keseragaman yang
lengkap tidak diperlukan tetapi keseragaman substansial yang
diperlukan. Dengan demikian dalam kasus perikanan, pengadilan
menolak untuk menerima keberadaan aturan sepuluh mil untuk
teluk.
c. General/ kebiasaan yang bersifat umum
Ini adalah aspek yang melengkapi konsistensi. Dalam hal ini
universalitas tidak diperlukan tetapi masalah sebenarnya adalah
untuk menentukan nilai anstain dari protes sejumlah besar negara
dalam menghadapi praktik yang diikuti oleh beberapa negara lain.
d. Pendapat hukum dan urgensinya
Statuta mahkamah internasional mengacu pada praktik umum
yang diterima sebagai hukum. Brierly berbicara tentang
pengakuan oleh negara-negara terhadap praktik tertentu. Hudson
mensyaratkan konsepsi, bahwa praktik tersebut diperlukan
adanya konsistensi dengan hukum internasional. Selain itu ada
beberapa penulis tidak menganggap unsur psikologis ini sebagai
persyaratan untuk pembentukan adat, tetapi sebenarnya
merupakan salah satu unsur yang diperlukan.

4. ‘Law Making’ Treaties and other Material Sources (pembuatan hukum, perjanjian
dan lainnya)
Pembuatan hukum dalam hal perjanjian merupakan kesimpulan dari
konferensi international, resolusi majelis umum PBB. Rancangan itu di adopsi oleh
komisi hukum internasional yang memiliki pengaruh langsung pada isi undang-
undang.
Perjanjian semacam itu menciptakan kewajiban hukum yang ketaatannya
tidak membatalkan kewajiban perjanjian. Dengan demikian perjanjian untuk
melaksanakan bersama perusahaan tunggal tidak membuat undang-undang, karena
pemenuhan objeknya akan mengakhiri kewajiban. Pembuatan undang-undang
dalam hal perjanjian menciptakan norma-norma general untuk perilaku para pihak
dimasa depan dan dalam hal proposisi hukum dan kewajiban pada dasarnya sama
untuk semua pihak.
Deklarasi paris tahun 1856 (tentang netralitas dalam perang maritim),
Konvensi Den Haag tahun 1899 dan 1907 (tentang hukum perang dan netralitas),
Protokol jenewa tahun 1925 (tentang senjata terlarang), Perjanjian umum untuk
pelepasan kembali perang tahun 1928 dan konvensi genosida 1948 adalah contoh
dari jenis ini. Selain itu, bagian-bagian piagam PBB yang tidak mementingkan
pertanyaan konstitusional mengenai kompetensi organ dan sejenisnya, memiliki
karakter yang sama. Perjanjian semacam itu pada prinsipnya mengikat hanya pada
para pihak, tetapi jumlah pihak, penerimaan eksplisit aturan hukum dan dalam
beberapa kasus, sifat deklaratori dari ketentuan menghasilkan efek penciptaan
hukum yang kuat/sama besar, sebagai praktik umum dianggap cukup untuk
mendukung aturan adat.
Selain hal itu ada juga perjanjian lainnya, salah satunya perjanjian bilateral.
Perjanjian bilateral dapat memberikan bukti aturann adat dan memang tidak ada
perbedaan dogmatis antara pembuatan hukum dalam hal perjanjian dengan yang
lainnya. Misalnya seperti perjanjian ekstradisi, biasanya dibingkai dengan cara yang
sama, pengadilan dapat menganggap bentuk biasa sebagai hukum bahkan tanpa
adanya kewajiban perjanjian.
5. General Principles of Law (prinsip-prinsip hukum umum)
Dalam pasal 38 statuta mahkamah internasional mengacu pada prinsip-
prinsip umum hukum yang diakui oleh negara-negara beradab. Formulasi tersebut
muncul dalam kompromi pengadilan arbitrase pada abad ke-19 dan formula serupa
muncul dalam rancangan instrumen yang berkaitan dengan fungsinya pengadilan.
Adapun beberapa prinsip umum hukum dalam praktik pengadilan yaitu:
a. Pengadilan Arbitrase
Pengadilan arbitrase permanen menerapkan prinsip bunga wajib
pada kasus ganti rugi utang Rusia.
b. Pengadilan Internasional dan pendahulunya
Pengadilan ini berpendapat bahwa ini adalah prinsip hukum
internasional dan bahkan konsepsi hukum umum, bahwa setiap
pelanggaran pertunangan melibatkan kewajiban untuk melakukan
reparasi. Dalam sejumlah kasus, prinsip estopel atau persetujuan
(preclusion) telah diandalkan oleh pengadilan dan kadang-kadang
referensi yang agak umum untuk penyalahgunaan hak dan niat baik.
6. General Principles of International Law (prinsip-prinsip umum hukum
internasional)
Pengembanan dapat merujuk pada aturan hukum adat dengan prinsip-
prinsip hukum umum seperti dalam pasal 38 atau proposisi logis yang dihasilkan dari
penalaran peradilan atas dasar hukum internasional dan analogi hukum yang ada.
Contoh dari jenis prinsip umum ini adalah prinsip persetujuan, timbal balik,
kesetaraan negara, finalitas penghargaan dan penyelesaian, validitas hukum
perjanjian, itikad baik, yuridiksi domestik dan kebebasan laut. Dalam banyak kasus,
prinsip-prinsip ini harus dilacak ke dalam kebiasaan/praktik negara. Bagamanapun,
pada dasarnya mereka adalah abstraksi dari sekumpulan aturan yang telah begitu
lama dan diterima secara umum sehingga secara langsung berhubungan dengan
kebiasaan/praktik negara. Dalam beberapa kasus yang bersangkutan, pada
prinsipnya meskipun bermanfaat tidak mungkin muncul di negara prasejarah biasa.
Pokok masalah prinsip-prinsip umum hukum itu tumpang tindih dengan bagian ini.
Namun, prinsip-prinsip dasar tertentu baru-baru ini telah ditetapkan sebagai prinsip
yang lebih dari prinsip umum yang dapat memenuhi syarat dari efek aturan yang
lebih umum.
7. Judicial Decisions (putusan pengadilan)
Keputusan yudisial tidak sepenuhnya berbicara sumber formal, tetapi dalam
beberapa kasus setidaknya mereka dianggap sebagai bukti otoritatif dari keadaan
hukum.
Pengadilan arbitrase merupakan salah satu literatur hukum yang berisi
referensi yang sering digunakan untuk pengambilan keputusan. Kualitas pengadilan
arbitrase sangat bervariatif, tatapi ada sejumlah penghargaan yang mengandung
konstribusi penting bagi pengembangan hukum oleh para ahli hukum terkemuka
yang duduk sebagai arbiter, wasit atau komisaris.
8. The Writings of Publicists
Statuta Mahkamah Internasional mencakup sarana pendukung untuk
penentuan aturan hukum, “publisitas negara-negara yang paling berkualitas” atau
dalam bahasa Prancis dikenal dengan doktrin ‘la doctrine’. Sumber hukum tersebut
hanya terdiri dari bukti hukum, tetapi dalam beberapa pendapat, masing-masing
penulis telah memiliki pengaruh formatif. Dari sini terlihat jelas bahwa faktor-faktor
subjektif masuk ke dalam setiap penilaian pendapat hukum. Masing-masing penulis
mencerminkan prasangka nasional dan lainnya.
Dalam hal ini pengadilan arbitrase dan pengadilan nasional menggunakan
tulisan para ahli hukum. Pengadilan nasional tidak terbiasa dengan praktik negara
dan siap bersandar pada sumber sekunder. Pada dasarnya mahkamah internasional
tidak banyak menggunakan doktrin dan penilaian mayoritas hanya mengandung
sedikit referensi, tetapi ini adalah karena proses penyusunan kolektif penilaian dan
kebutuhan untuk menghindari seleksi pilihan yang agak tidak jelas. Fkata bahwa
penulis pendapat pakar hukum digunakan oleh pengadilan ddibuktikan dengan
terjadinya perbedaan pendapat dan pendapat yang berbeda-beda. Banyak referensi
untuk penulis dapat ditemukan dalam pembelaan di hadapan pengadilan. Sumber-
sumber yang analog dengan tulisan-tulisan para ahli hukum yang paling tidak sebagai
otoritatif adalah rancangan jurnal yang diproduksi oleh Komisi Hukum Internasional.
9. Equity in Judgments and Advisory Opinions of the International Court (keadilan
dalam mengambil keputusan dan nasihat hukum dalam pengadilan Internasional)
Kata keadilan yang digunakan disini memiliki arti pertimbangan keadilan,
kewajaran dan kebijakan yang sering diperlukan untuk penerapan yang masuk akal
dari aturan hukum yang lebih tinggi. Sebenarnya itu tidak bisa menjadi sumber
hukum, namun itu bisa menjadi faktor penting dalam proses pengambilan
keputusan. Kesetaraan dapat memainkan peran dramatis dalam melengkapi hukum
atau tampil tidak mencolok sebagai bagian dari penalaran peradilan.
10. Considerations of Humanity (pertimbangan kemanusiaan)
Pertimbangan kemanusiaan mungkin tergantung pada sudut pandang
subjektif dari hakim. Tapi yang lebih objektif mereka terkait dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang telah dilindungi oleh prinsip-prinsip hukum positif yang berlaku.
Hal seperti itu memiliki hubungan yang jelas dengan prinsip umum hukum dan
keadilan. Tapi mereka tidak perlu pembenaran khusus. Rujukan pada prinsip
tersebut muncul dalam konvensi-konvensi, resolusi majelis umum PBB dan juga
dalam praktik diplomatik. Rujukan klasik adalah bagian dari putusan pengadilan
internasional.
11. Legitimate Interests (kepentingan yang sah)
Dalam konteks tertentu aturan hukum dapat bergantung pada kriteria itikad
baik, kewajaran dan sejenisnya serta kepentingan yang sah, termasuk kepentingan
ekonomi yang kemudian dapat diperhitungkan. Namun, kepentingan yang sah dapat
berperan dalam menciptakan pengecualian terhadap aturan yang ada dan membwa
perkembangan progresif hukum internasional. Pengakuan kepentingan yang sah
menjelaskan tingkat persetujuan dalama menghdapi kalim ke landas kontinental dan
ZEE. Dalam situasi seperti ini, tentusaja persetujuan dan pengakuan yang
memberikan dasar formal untuk pengembangan aturan baru.
Secara sempit, pendefinisian kodifikasi melibatkan pengaturan dalam bentuk
yang komprehensif dan teratur dari aturan-aturan hukum yang ada dan persetujuan
teks yang dihasilkan oleh lembaga penentu hukum. Proses dalam hubungan
internasional telah dilakukan oleh konferensi internasional seperti konferensi di Den
Haag di tahun 1899 dan 1907, para ahli yang merancang merupakan subyek dari
knferensi yang di sponsori oleh League of Nations atau negara-negara Amerika.
Namun, komisi hukum Internasional dibentuk sebagai organ pembantu majelis
umum PBB.
PBB lebih sukses dari LBB. Keanggotaanya menggabungkan kualitas teknis
dan pengalaman pekerjaan pemerintah sehingga drafnya lebih cenderung
mengadopsi solusi yang dapat diterima oleh pemerintah. Selain itu, keanggotaannya
mencerminkan berbagai sudut pandang politik dan regional, karenanya rancangan
yang disepakati memberikan dasar yang realistis untuk kewajiban hukum. Dalam
praktiknya, komisi belum mempertahankan pemisahan ketat tugas-tugas kodifikasi
hukum dalam pekerjaannya pada berbagai topik, termasuk hukum laut yang telah
memberikan dasar bagi keberhasilan konferensi yang berkuasa penuh dan konvensi-
konvensi multilateral yang sedang berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai