Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

(KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya tanda –tanda

persalinan, yang ditandai dengan pembukaan serviks 3 cm pada primipara atau

5 cm pada multipara (Maryunani, 2013). Hal ini dapat terjadi pada kehamilan

aterm yaitu, pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu maupun pada

kehamilan preterm yaitu sebelum usia kehamilan 37 minggu (Sujiyantini,

2009).

Ketuban pecah dini merupakan salah satu kelainan dalam kehamilan.

Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam ilmu obstetri, karena

berkaitan dengan penyulit yang berdampak buruk terhadap kesehatan dan

kesejahteraan maternal maupun terhadap pertumbuhan dan perkembangan

janin intrauterin, sehingga hal ini dapat meningkatkan masalah kesehatan di

Indonesia. Insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 8 % sampai 10 % dari

semua kehamilan.

Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6% sampai 19 %,

sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2 % dari semua kehamilan.

Kejadian ketuban pecah dini di Amerika Serikat terjadi pada 120.000

kehamilan per tahun dan berkaitan dengan resiko tinggi terhadap kesehatan

dan keselamatan ibu, janin dan Sebagian besar ketuban pecah dini pada

kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi

dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan

mortalitas perinatal disebabkan oleh prematusitas.

1
Ketuban pecah dini belum diketahui penyebab pastinya,namun terdapat

beberapa kondisi internal ataupun eksternal yang diduga terkait dengan

ketuban pecah dini.Yang termasuk dalam faktor internal diantaranya usia ibu,

paritas, polihidramnion, inkompetensi serviks dan presentasi janin.

1.2 Rumusan Masalah

KPD merupakan pecahnya selaput amnion sebelum dimulainya persalinann,

hal tersebut bisa terjadi dimana saja, maka dari itu kami tertarik membuat

makalah mengenai konsep dasar dan asuhan keperawatan KPD.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan KPD.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion

sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput

amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa

kontraksi.(mitayani,2011.buku keperawatan maternitas,hal:74)

Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum

waktunya melahirkan, hal ini dapat terjadi pada akhirnya kehamilan maupun

jauh sebelum waktunya melahirkan,(sujiyati,2009,asuhan patologi kebidanan,

hal:13)

Ketuban pecah dini (KPD)  merupakan pecahnya selaput janin sebelum

proses persalinan dimulai, pada usia kurang dari 37 minggu.(errol norwiz,dan

john,obstetric dan ginekologi,2007,hal:56)

Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas adalah Ketuban pecah dini

adalah pecah/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya persalinan,dan

sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu, dengan kontraksi atau tanpa

kontraksi.

2.2 ETIOLOGI

a. Persalinan premature

b. Korioamnionitis terjadi dua kali sebanyak KPD

c. Malposisi atau malpresentasi janin

d.  Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks :

3
1) Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya aborsi

terapeutik, LEEP, dan sebagainya.

2) Peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama

kelahiran sebelumnya.

3) Inkompeteni serviks.

e. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih

f. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat ibu

1) Kelebihan berat badan sebelum kehamilan

2) Penambahan berat badan sebelum kehamilan

g. Merokok selama kehamilan

h. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat

daripada ibu muda

i. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini. (buku obstetric dan

ginekologi,2009,geri morgan)

2.3 PATOFISIOLOGI

Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan

menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban .

Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang

dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut

menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan

kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat

aktivitas monosit/makrofag, yaitu sitokrin, interleukin 1, factor nekrosis tumor

dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru

janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis

4
juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk kedalam

cairan amnion juga akan merangsang sel-sel disidua untuk memproduksi

sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya

persalinan.

Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme

lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim

bacterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi

dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban. Banyak flora

servikoginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi

protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga kulit ketuban.

Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen

tipe III papa manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit

ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan

pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.

Enzim hidrolitik lain , termasuk katepsin B, katepsin N, kolagenase yang

dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel

inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah

plasminogen menjadi plasmin, potensial, potensial menjasi penyebab ketuban

pecah dini.

5
2.4 PATHWAY

Infeksi dan inflamasi Rahim, Malposisi janin, usia ibu > 35


servik dan kantung Cidera tahun ibu obesitas, dan merokok,
ketuban(korioamniotis) fisik narkoba, & alcohol saat hamil,
Rahim terlalu teregang (Gemeli)

Menginduksi kontraksi Ketuban


uterus ataupun Pecah Dini
kelemahan fokal kulit
ketuban

Air ketuban Gangguan


Risti mengering sebelum pertukaran gas
Infeksi kelahiran pada janin

Tindakan tokolitik Ancaman diri


sendiri dan janin
Hipersensitivitas

Efek samping
tokolitik Penurunan Ansietas
Intoleransi masukan
aktifitas cairan

Risti
Cidera
pada Ibu R. kekurangan
volume cairan

6
2.5 TANDA DAN GEJALA

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui

vagina, aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,

mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes dengan ciri pucat dan

bergaris warna darah, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus

diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin

yang sudah terletak dibawah biasanya “mengganjal“ atau menyambut

kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,

denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang

terjadi.

2.6 PENATALAKSANAAN

A. Pencegahan:

1. Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial

2. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung untuk

mngurangi atau berhenti.

3. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil

4. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester akhir

bila ada faktor predisposisi.

B. Panduan mengantisipasi : Jelaskan pasien yang memiliki riwayat berikut

ini saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban pecah.

1. Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan

prolaps tali pusat

a. Letak kepala selain vertex

b. Polihdramnion

7
2. Herpes aktif

3. Riwayat infeksi streptokus beta hemolitiukus sebelumnya

C. Bila ketuban telah pecah

1. Anjurkan pengkajian secara saksama. Upayakan mengetahui waktu

terjadinya pecahnya ketuban

2. Bila robekan ketuban tampak kasar :

a. Saat pasien berbaring terlentang , tekan fundus untuk melihat

adanya semburan cairan dari vagina.

b. Basahi kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide

untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.

c. Sebagian cairan diusapkan kekertas Nitrazene. Bila positif,

pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak

melakukan hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak

dilakukan pemeriksaan pervagina menggunakan jeli K-Y.

3. Bila pecah ketuban dan / atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas,

lakukan pemeriksaan pekulum steril.

a. Kaji nilai bishop serviks (lihat Nilai Bishop, tabel 5-2).

b. Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.

c. Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang

dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.

4. Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit herpes

Tipe 2, rujuk ke dokter.

8
D. Penatalaksanaan konservatif

a. Kebanyakan persalinan dimulai dalam  24-72 jam setelah ketuban

pecah.

b. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke

vagina, kecuali spekulum steril ; jangan melakukan pemeriksaan

vagina.

c. Saat menunggu, tetap pantau pasien  dengan ketat :

1. Ukur suhu tubuh empat kali sehari ; bila suhu meningkatkan secara

signifikan, dan atau mencapai 38o C, berikan macam antibiotik dan

pelahiran harus diselesaikankan.

2. Observasi rabas vagina : bau menyengat menyengat, purulen atau

tampak kekuningan menunjukan adanya infeksi.

3. Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan

perubahan apapun.

E. Penatalaksaan agresif

a. Jel prostaglandin atau misoprostol (meskipun tidak disetujui

penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter

b. Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila serviks tidak

berespons.

c. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak

ada tanda, mulai pemberian Pitocin

d. Berikan cairan per IV, pantau janin

e. Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif.

9
f. Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk

di indikasi, kaji nilai bishop (lihat label 5-2) setelah pemeriksaan

spekulum. Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi

pemeriksaan yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan maupun

spekulum, sampai persalinan dimulai atau induksi dimulai

g. Periksa hitung darah lengka bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan

pada hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda

infeksi

h. Lakukan NST setelah ketuban pecah ; waspada adanya takikardia janin

yang merupakan salah satu tanda infeksi

i. Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :

1. Suhu tubuh ibu meningkat signifikan

2.  Terjadi takikardia janin

3. Lochea tampak keruh

4. Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan

5. Kultur vagina menunjukan strepkus beta hemolitikus

6. Hitung darah lengkap menunjukan kenaikan sel darah putih

F. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah

a. Pesalinan spontas

1) Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila ada

demam

2) Anjurkan pemantauan janin internal

3) Beritahu dokter  spesialis obstetri dan spesialis anak atau praktisi

perawat neonates

10
4) Lakukan kultur sesuai panduan

b. Indikasi persalinan

1) Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter.

2) Ukur suhu tubuh setiap 2 jam.

3) Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan,

banyak yang memberikan 1-2g ampisilin per IV atau 1-2g Mefoxin

per IV ssetiap 6 jam sebagai profilakis. Beberapa panduan lainnya

menyarankan untuk mengukur suhu tubuh ibu dan DJJ  untuk

menentuan kapan antibiotik mungkin diperlukan.(buku obstetric

dan ginekologi,2009,geri morgan)

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu di periksa warna konsentrasi,

bau dan PH nya. Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban

mungkin juga urine atau secret vagina, Sekret vagina ibu hamil pH : 4,5

dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. 1.a tes lakmus

(tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru

menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Ph air ketuban 7-7,5 darah

dan infeksi vagina dapat menghaslkan tes yang positif palsu. 1b.

mikroskop (tes pakis ), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek

dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran

daun psikis.

2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

11
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban

dalam kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang

sedikit . Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidroamion.

Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya,

namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan

pemeriksaan sederhana. (buku asuhan patologi kebidanan, sujiyatini,

2009, hal:16-17)

2.8 KOMPLIKASI

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah

sindrom distress pernapasan yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko

infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD

premature sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya

korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps

atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.

Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD Praterm.

Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD praterm.

Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD prater mini terjadi pada

usia kehamilan kurang dari 23 minggu.

a. Infeksi intrauterine

b. Tali pusat menumbung

c. Prematuritas

d. Distosia

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN FOKUS

1. Biodata klien.

Biodata klien berisi tentang; Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Agama,

Alamat, No. Register , Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan,

Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.

2. Keluhan utama

Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau/kecoklatan

sedikit/banyak, periksa ada tidaknya selaput ketuban , air ketuban sudah

kering/belum, inspeksikula tampak air ketuban mengalir/selaput ketuban

tidak ada dan air ketuban sudah kering.

3. Riwayat haid

Umur menstruasi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar,

konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal

partus.

4. Riwayat Perkawinan

Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah perkawinan

sah atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua?

5. Riwayat Obstetris

Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG ,

darah, urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan

impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang

diperoleh.

13
6. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara

pengobatan yang dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah

penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang – ulang.

7. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara

genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit

menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di

derita oleh keluarga.

8. Kebiasaan sehari –hari

1) Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami penurunan

nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan

2) Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada

daerah pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah

mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan

pada perineum)

3) Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah

inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya

kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine

karena rasa takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK.

Pola BAB, freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka

perineum, kebiasaan penggunaan toilet.

14
4) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,

penggunaan  pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata

rias rambut dan wajah

5) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan

KPD di anjurkan untuk bedrest total

6) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan,

kegiatan yang membuat fresh dan relaks.

9. Pemeriksaan fisik

 Pemeriksaan kesadaran klien, BB / TB, tekanan darah, nadi,

pernafasan dan suhu.

 Head To Toe

- Rambut: warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah ada luka

lesi / lecet.

- Mata: sklera nya apakah ihterik / tdk, konjungtiva anemis / tidak,

apakah palpebra oedema / tidak,bagaimana fungsi penglihatan

nya baik / tidak, apakah klien menggunakan alat bantu

penglihatan / tidak. Pada umu nya ibu hamil konjungtiva anemis.

- Telinga: apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat

serumen / tidak, apakah klien menggunakan alt bantu

pendengaran / tidak, bagaimana fungsi pendengaran klien baik /

tidak.

- Hidung: apakah klien bernafas dengan cuping hidung / tidak,

apakah terdapat serumen / tidak, apakah fungsi penciuman klien

baik / tidak.

15
- Mulut dan gigi:  bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah

lembab atau kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan

dan pendarahan, apakah ada karies gigi / tidak, keadaan lidah

klien bersih / tidak, apakah keadaan mulut klien berbau / tidak.

Pada ibu hamil pada umum nya berkaries gigi, hal itu disebabkan

karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium.

- Leher: apakah klien mengalami pembengkakan tyroid

- Paru – paru

I  : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan

kanan, apakah ada terdapat luka memar / lecet, frekuensi

pernafasan nya

P : apakah ada teraba massa / tidak , apakah ada teraba

pembengkakan / tidak, getaran dinding dada apakah simetris /

tidak antara kiri dan kanan

P : bunyi Paru

A : suara nafas

- Jantung

I : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah

terlihat / tidak

P :frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS

% Midclavikula

P : bunyi jantung

A : apakah ada suara tambahan / tidak pada jantung klien

16
- Abdomen

I : keadaan perut, warna nya, apakah ada / tidak luka lesi dan lecet

P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah

masuk PAP / belum

P : bunyi abdomen

A : bising usus klien, DJJ janin apakah masih terdengar / tidak

- Payudara: puting susu klien apakah menonjol / tidak,warna

aerola, kondisi mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah

mengeluarkan ASI /belum

- Ekstremitas

 Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar, apakah ada

oedema / tidak.

 Bawah : apakah ada luka memar / tidak , apakah oedema /

tidak

- Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema /

tidak pada daerah genitalia klien

- Intergumen: warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik /

tidak.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur infasif,

pemeriksaan vagina berulang dan rupture membrane amniotic.

b. Gangguan perutakaran gas pada janin yng berhubungan dengan adanya

penyakit.

17
c. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada diri

sendiri/janin

d. Risiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan intervensi

pembedahan, pengunaan obat tokolitik

e. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan hipersensitivitas

f. Risiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan

penurunan masukan cairan

18

Anda mungkin juga menyukai