DINAS PERTANIAN
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas terselesaikannya buku Laporan Akhir
kegiatan Penyusunan Rencana Kawasan (Masterplan) Agropolitan Pengembangan Padi Berbasis
Mekanisasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Tahun Anggaran 2018.
Agropolitan didefinisikan sebagai sebuah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena
berjalannya sistem dan usaha agrobisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik,
menghela kegiatan pembangunan pertanian di wilayah sekitarnya (hinterland). Pengembangan
agropolitan merupakan upaya menciptakan pembangunan inter-regional secara berimbang,
khususnya dengan meningkatkan keterkaitan pembangunan kota-desa (rural-urban linkage)
melalui pengembangan kawasan perdesaan yang terintegrasi didalam sistem perkotaan secara
fungsional dan spasial. Sedangkan mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan produktivitas lahan, dan menurunkan
ongkos/biaya produksi. Pengembangan padi berbasis mekanisasi dalam ruang kawasan
agropolitan memiliki nilai strategis sebagai upaya peningkatan perekonomian sekaligus
kesejahteraan lokal dan daerah bersangkutan.
Laporan Akhir ini memuat hasil keseluruhan pelaksanaan kegiatan yang telah disempurnakan
berdasarkan masukan dan koreksi dari pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil akhir kegiatan
adalah perumusan rencana pengembangan kawasan agropolitan secara keruangan dan rencana
pengembangan padi berbasis mekanisasi.
Demikian buku laporan ini disusun dan disampaikan, atas perhatian dan bantuan oleh semua
pihak, disampaikan banyak terima kasih.
TIM PENYUSUN
Kata Pengantar ii
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................II
DAFTAR ISI ............................................................................................................... III
DAFTAR TABEL......................................................................................................... VII
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................X
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1-1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1-1
1.2 Maksud dan Tujuan................................................................................1-2
1.2.1 Tujuan...........................................................................................1-2
1.2.2 Sasaran.........................................................................................1-2
1.3 Ruang Lingkup.......................................................................................1-3
1.3.1 Lingkup Kegiatan.........................................................................1-3
1.3.2 Lingkup Lokasi..............................................................................1-5
1.4 Keluaran dan Manfaat............................................................................1-5
1.5 Sistematika pelaporan............................................................................1-5
Daftar Isi
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
3.2.4.5 Industri...........................................................................3-12
3.2.5 Kondisi Sarana Prasarana..........................................................3-13
3.2.5.1 Sarana Pendidikan...........................................................3-13
3.2.5.2 Sarana Kesehatan............................................................3-13
3.2.5.3 Sarana Peribadatan..........................................................3-13
3.2.5.4 Sarana Perdagangan........................................................3-14
3.2.5.5 Transportasi dan Komunikasi............................................3-14
3.2.5.6 Jaringan Irigasi.................................................................3-14
3.3 Kondisi Umum Kecamatan Gantung....................................................3-18
3.3.1 Biofisik Wilayah...........................................................................3-18
3.3.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk..............................................3-25
3.3.3 Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan...................3-25
3.3.4 Kondisi Perekonomian................................................................3-27
3.3.4.1 Pertanian........................................................................3-27
3.3.4.2 Perkebunan.....................................................................3-28
3.3.4.3 Peternakan.....................................................................3-28
3.3.4.4 Perikanan........................................................................3-28
3.3.4.5 Industri...........................................................................3-29
3.3.5 Kondisi Sarana Prasarana..........................................................3-29
3.3.5.1 Sarana Pendidikan...........................................................3-29
3.3.5.2 Sarana Kesehatan............................................................3-30
3.3.5.3 Sarana Peribadatan..........................................................3-30
3.3.5.4 Sarana Perekonomian......................................................3-31
3.3.5.5 Transportasi dan Komunikasi............................................3-31
3.3.5.6 Jaringan Irigasi.................................................................3-33
Daftar Isi
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Daftar Isi
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Daftar Isi
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel ix
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Daftar Tabel x
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
DAFTAR GAMBAR
Daftar Gambar xi
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Gambar 4-5 Grafik Kondisi Curah Hujan Andalan di Kecamatan Pulau Besar.........................4-12
Gambar 4-6 Grafik Curah Hujan Efektif Lahan Beririgasi di Kecamatan Pulau Besar...............4-13
Gambar 4-7 Grafik Evaporasi Potensial di Kecamatan Pulau Besar.........................................4-19
Gambar 4-8 Grafik Perbandingan Debit Aliran Sungai Nyireh dengan Kebutuhan Air Irgasi...4-29
Gambar 4-9 Grafik Perbandingan Debit Aliran Sungai Kemis dengan Kebutuhan Air Irgasi....4-30
Gambar 4-10 Grafik Perbandingan Debit Aliran Sungai Nangka dengan Kebutuhan Air Irgasi. 4-30
Gambar 4-11 Bagan Alir Perhitungan dan Peramalan Perilaku Pasang Surut Laut....................4-32
Gambar 4-12 Grafik Perbandingan Data Pasang Surut di Kecamatan Pulau Besar...................4-34
Gambar 4-13 Peta Sebaran Lahan Sawah di Kecamatan Pulau Besar.......................................4-36
Gambar 4-16 Konsep Tata Ruang Kawasan Agropolitan Padi Kecamatan Pulau Besar.............4-59
Gambar 5-1 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Belitung Timur Tahun 2014-2034........5-2
Gambar 5-2 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Belitung Timur Tahun 2014-2034..............5-3
Gambar 5-3 Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Belitung Timur Tahun 2014-2034. . .5-3
Gambar 5-4 Grafik Curah Hujan Bulanan di Kecamatan Gantung...........................................5-11
Gambar 5-5 Grafik Kondisi Curah Hujan Bulanan di Kecamatan Gantung...............................5-11
Gambar 5-6 Grafik Curah Hujan Efektif Lahan Beririgasi di Kecamatan Gantung....................5-12
Gambar 5-7 Grafik Evaporasi Potensial di Kecamatan Gantung..............................................5-18
Gambar 5-8 Peta Sebaran Lahan Sawah di Kecamatan Gantung............................................5-29
Gambar 5-9 Konsep Tata Ruang Kawasan Agropolitan Padi Kecamatan Gantung..................5-52
Gambar 6-1 Peta Rencana Struktur Ruang Kawasan Agropolitan Padi di Kecamatan Pulau Besar
6-8
Gambar 6-2 Peta Rencana Struktur Ruang Kawasan Agropolitan Padi di Kecamatan Gantung. .6-
11
Gambar 6-3 Struktur Organisasi Badan Pengelola Agropolitan dan Inkubator Agribisnis
Kabupaten...........................................................................................................6-12
BAB 1
PENDAHULUAN
Keadaan di atas yang mendorong pemerintah melakukan berbagai program untuk peningkatan
produksi pertanian, antara lain program intensifikasi dan ekstensifikasi. Selain bertujuan untuk
peningkatan produksi pertanian, program tersebut ditujukan untuk peningkatan perekonomian
rakyat, khususnya di pedesaan, yang akan berimplikasi pada perekonomian nasional. Namun
program tersebut lebih banyak bertumpu pada pembangunan pertanian dari sisi budidaya
tanaman yang merupakan sub-sistem dari sistem agrobisnis.
Agropolitan didefinisikan sebagai sebuah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena
berjalannya sistem dan usaha agrobisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik,
menghela kegiatan pembangunan pertanian di wilayah sekitarnya (hinterland). Sistem agrobisnis
merupakan pembangunan pertanian yang dilakukan secara terpadu, tidak hanya usaha budidaya
(on farm) tetapi juga meliputi pembangunan agrobisnis hulu (penyediaan sarana pertanian),
agrobisnis hilir (prosesing dan pemasaran hasil pertanian), dan jasa-jasa pendukungnya. Konsep
dasar pengembangan agropolitan adalah sebagai upaya menciptakan pembangunan inter-
regional berimbang, khususnya dengan meningkatkan keterkaitan pembangunan kota-desa
(rural-urban linkage) melalui pengembangan kawasan perdesaan yang terintegrasi di dalam
sistem perkotaan secara fungsional dan spasial. Pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan
diupayakan melalui optimalisasi sumberdaya lokal dengan pengembangan ekonomi dan
investasi dibidang prasarana dan sumberdaya alam. Pengembangan ekonomi agropolitan harus
lebih bertumpu pada pembangunan sistem dan usaha agribisnis, dimana seluruh sub-sistem
agribisnis (sarana-prasarana produksi, budidaya, pengolahan hasil, pemasaran, dan jasa
pendukung) dibangun secara simultan dan harmonis.
Pendahuluan 1
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Akibat yang akan muncul apabila kekurangan pangan terjadi secara meluas adalah terjadinya
kerawanan ekonomi, sosial, dan politik yang akibatnya mengganggu kestabilan negara.
Usaha untuk mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas padi tidak hanya melalui
faktor teknis budidaya yang baik dan benar, tetapi perlu adanya dukungan pemanfaatan alat dan
mesin pertanian yang memadai. Perkembangan era teknologi yang semakin canggih, sektor
pertanian perlahan mulai kurang diminati oleh generasi muda, umumnya lebih memilih sektor
industri yang dianggap memiliki prospek yang lebih cerah dibandingkan pertanian. Namun
demikian, tuntutan pemenuhan kebutuhan pangan yang semakin meningkat sementara satu-
satunya sektor yang dapat menghasilkan pangan adalah sektor pertanian, sehingga diperlukan
usaha untuk tetap mempertahankan sektor pertanian. Salah satu cara yang dapat
ditempuhadalah dengan mengganti tenaga kerja manusia dengan mesin yaitu melalui kegiatan
mekanisasi pertanian. Selain sebagai bentuk memberikan nilai tambah terhadap hasil produk
dan produktivitasnya, maka diharapkan dengan adanya pemanfaatan secara optimum alat dan
mesin pertanian dapat menarik minat generasi muda untuk berkecimpung dan berusaha di
bidang/sektor pertanian. Melalui pelaksanaan kegiatan ini, dengan adanya rancangan
pengembangan kawasan agropolitan melalui pengembangan padi berbasis mekasisasi dapat
mengatasi permasalahan tersebut diatas.
1.2.1 Tujuan
Tujuan dari kegiatan penyusunan Rencana Kawasan Agropolitan Pengembangan Padi Berbasis
Mekanisasi tahun 2018 adalah mendapatkan dukungan kongkrit baik dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, pemangku kepentingan, serta kalangan swasta dalam rencana
pengembangan agribisnis.
Pendahuluan 2
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
1.2.2 Sasaran
Sasaran dari kegiatan penyusunan Rencana Kawasan Agropolitan Pengembangan Padi Berbasis
Mekanisasi adalah tersusunnya instrumen perencanaan pembangunan kawasan agropolitan
yang meliputi :
1. Identifikasi kesesuaian lahan kawasan agropolitan untuk komoditas unggulan dan jenis
aktivitas yang dikembangkan dan kebijakan rencana pemanfaatan ruang pada lingkup yang
lebih luas seperti RDTRK, RTRWK, dan RTRWP.
2. Kajian potensi dan masalah kawasan serta orientasi kawasan di tinjau dari :
b. Tata guna lahan existing yang meliputi pola pemanfaatan lahan (lahan budidaya dan
non budidaya).
d. Kondisi fungsi – fungsi kawasan yang meliputi fungsi kawasan pertanian (pangan,
hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan) dan non pertanian fungsi ekonomi
meliputi kios saprotan dan lain sebagainya;
e. Kondisi prasarana kawasan yang meliputi panjang dan lebar jalan menurut
fungsinya, jenis dan kondisi jalan, serta sistem distribusi dan kapasitas irigasi.
3. Melakukan analisis berdasarkan potensi dan masalah kawasan. Adapun tahapan analisis
tersebut meliputi :
Rencana penggunaan lahan yang telah ditetapkan berdasarkan RTRWP, RTRWK dan
RDTRK;
Pengembangan tata ruang, dalam hal penetapan secara intensitas dan ekstensifikasi;
Pendahuluan 4
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Sedangkan dalam hal manfaat, hasil dari kegiatan ini merupakan acuan dalam implementasi
program-program pembangunan kawasan terutama dalam hal pengembangan pertanian padi
berbasis mekanisasi.
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisikan kerangka kegiatan secara keseluruhan yang menyangkut tentang latar
belakang, tujuan dan manfaat, lokasi kegiatan, ruang lingkup kegiatan, serta
sistematika pelaporan.
Pendahuluan 5
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Kondisi wilayah perencanaan akan diuraikan dari berbagai aspek baik secara fisik dan
lingkungan binaan, kondisi sosial dan kependudukan, kondisi perekonomian serta
kondisi sarana prasarana wilayah. Secara khusus adalah terkait dengan kondisi
pertanian komoditas padi pada wilayah yang direncanakan
Pendahuluan 6
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
BAB 2
LANDASAN PERENCANAAN
Definisi Kawasan Agropolitan pun telah termaktub dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang yang menyebutkan Kawasan Agropolitan sebagai kawasan yang terdiri
atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan agrobisnis.
Landasan Perencanaan 1
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Konsep Agropolitan, menurut pemikiran Friedmann, adalah terdiri atas distrik-distrik agropolitan
dimana setiap distrik agropolitan didefinisikan sebagai kawasan pertanian perdesaan yang
memiliki kepadatan penduduk rata-rata 200 jiwa/km2. Distrik dalam agropolitan akan dijumpai
kota-kota tani yang berpenduduk antara 10.000 – 25.000 jiwa. Batas distrik dinyatakan dalam
radius pelayanan sejauh 5 – 10 km atau kurang lebih setara dengan 1 jam perjalanan dengan
sepeda. Dimensi luasan geografis wilayah agropolitan ini akan menghasilkan jumlah penduduk
total 50.000 – 150.000 penduduk yang mayoritas bekerja di sektor pertanian. Disini Friedmann
cenderung tidak membedakan secara spesifik bentuk pertaniannya, apakah dikelola secara
corporate ataukah konvensional. Stohr dan Todling menyarankan sebuah strategi “Penutupan
ruang yang selektif” untuk mendukung ide tersebut. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
melindungi kota kecil dan penduduk perdesaan dari akibat kemungkinan yang merugikan dari
hubungan antara kota besar dan pedesaan (Rondinelli, 1985). Elemen dari pendekatan Konsep
Agropolitan adalah sebagai berikut : (Friedmann and Weaver,1979 :194)
The basic conditions for its realization
The territorial framework
The expansion of production
The role of the state
Kota pertanian (agropolitan) berada dalam kawasan pemasok hasil pertanian (sentra produksi
pertanian), yang mana kawasan tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap mata
pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya. Selanjutnya kawasan pertanian tersebut
(termasuk kotanya) disebut sebagai kawasan agropolitan. Kota pertanian dapat merupakan kota
menengah atau kota kecil atau kota kecamatan atau kota perdesaan atau kota nagari yang
berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan
perdesaan dan desa-desa Hinterland atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi,
yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga pembangunan sektor
secara luas seperti usaha pertanian (on farm dan off farm), industri kecil, pariwisata, jasa
pelayanan, dan lain-lain.
Secara internal, batasan suatu kawasan agropolitan tidak ditentukan oleh batasan administratif
pemerintahan (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten) tetapi lebih ditentukan dengan
memperhatikan economic of scale dan economic of scope. Karena itu, penetapan kawasan
agropolitan hendaknya dirancang secara lokal dengan memperhatikan realitas perkembangan
agribisnis yang ada di setiap daerah. Dengan demikian bentuk dan luasan kawasan agropolitan,
dapat meliputi satu wilayah desa/kelurahan atau kecamatan atau beberapa kecamatan dalam
kabupaten/kota atau dapat juga meliputi wilayah yang dapat menembus wilayah
kabupaten/kota lain yang berbatasan. Kotanya dapat berupa kota desa atau kota nagari atau
kota kecamatan atau kota kecil atau kota menengah.
Dari sisi eksternal, Kawasan Agropolitan harus memiliki aksesibilitas dengan kota-kota berjenjang
lebih tinggi di sekitarnya untuk menciptakan sebuah sistem pemasaran yang terpadu. Pada
dasarnya, perdesaan yang menjadi sasaran lokasi pengembangan Kawasan Agropolitan adalah
yang memiliki komoditi unggulan pertanian, seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
peternakan, dan perikanan.
Landasan Perencanaan 2
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Agropolitan merupakan salah satu kerangka perencanaan wilayah yang secara eksplisit
menyebutkan perlunya keterpaduan pengembangan antara wilayah perkotaan dengan
perdesaan. Konsep agropolitan mengindikasikan bahwa pengembangan perdesaan dapat
dilakukan dengan baik melalui keterkaitan perdesaan dengan perkotaan pada tingkat lokal.
Terdapat tiga isu strategis dalam pengembangan agropolitan, yaitu :
Landasan Perencanaan 3
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Gambar 2-2 Keterkaitan Pusat Agropolitan Dengan Sistem Pusat-Pusat Kegiatan Regional
Landasan Perencanaan 4
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
a) Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi
pertanian khususnya pangan, yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar
(selanjutnya disebut komoditi unggulan).
c) Memiliki sumberdaya manusia yang mau dan berpotensi untuk mengembangkan kawasan
sentra produksi pangan (agropolitan) secara mandiri.
d) Konservasi alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian sumberdaya alam,
kelestarian sosial budaya maupun ekosistem secara keseluruhan.
Berbeda dengan kawasan perdesaan umum, maka kawasan agropolitan adalah kawasan
perdesaan yang memiliki produktivitas tinggi dengan komoditi unggulan dan berdaya saing, serta
yang mulai berkembang dengan sistem usaha agribisnis dengan aneka produk segar dan olahan
berkualitas dan telah memiliki pasar regional / nasional / global. Kawasan agropolitan itu sendiri
biasanya terdiri dari kota pertanian dan desa-desa sentra produksi pertanian yang ada di
sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan-batasan administrasi
pemerintah, tetapi lebih ditentukan oleh pertimbangan skala ekonomi yang ada.
Landasan Perencanaan 5
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
5. Produktifitas tenaga kerja disektor pertanian relatif sama besarnya dengan produktifitas
tenaga kerja di luar sektor pertanian,
6. Mampu menyediakan bahan pangan untuk kebutuhan nasional,
7. Mampu menyediakan bahan baku untuk keperluan industri daerah,
8. Adanya keterkaitan antara kota dengan desa (urban-rural linkages),
9. Keadaan Infrastrukturnya sama dengan Kota, dan
10. Memiliki efisiensi ekonomi untuk menghasilkan output yang maksimal.
Suatu kawasan agropolitan yang sudah berkembang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
2. Kegiatan di kawasan tersebut sebagian besar didominasi oleh kegiatan pertanian atau
agribisnis, termasuk di dalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-
hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agribisnis hulu
(sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.
4. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana kota karena keadaan
sarana yang ada di kawasan agropolitan tidak jauh berbeda dengan kota.
Dengan demikian maka peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian
disekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis yang dilakukan oleh para petani setempat.
Fasilitas pelayanan yang diperlukan bertujuan untuk memberi kemudahan dalam hal
kemudahan produksi dan pemasaran, antara lain :
Pupuk
Bibit
Obat-Obatan
Lembaga Perbankan
Koperasi
Lembaga Penelitian
Landasan Perencanaan 6
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
3. Sarana Pemasaran :
Pasar
Terminal
Sumber : Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan Agropolitan Dirjen Penataan Ruang dan Wilayah, 2002
Landasan Perencanaan 7
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Dalam konsep pembangunan ekonomi, agrobisnis dibagi menjadi empat subsektor, yaitu : (Mahi,
2015)
1. Subsektor agrobisnis hulu (up-stream agribusiness), yaitu seluruh kegiatan ekonomi yang
memproduksi dan distribusi/perdagangan sarana produksi pertanian primer. Termasuk
kedalam subsector ini yaitu industry agrokimia (pupuk, pestisida, dan lain-lain), industry agro-
otomotif (mesin dan peralatan), dan industry pembibitan/pembenihan.
2. Subsektor agrobisnis usaha tani (on-farm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan
yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsector agrobisnis hulu untuk
menghasilkan komoditas pertanian primer.
3. Subsektor agrobisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah
komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, baik bentuk produk antara
(intermediate product) maupun bentuk produk akhir (finished product) beserta kegiatan
perdagangan/distribusinya.
4. Subsektor jasa penunjang agrobisnis (supporting system), yaitu kegiatan yang menyediakan
jasa bagi ketiga subsector agrobisnis. Termasuk kedalam subsector ini antara lain industry
keuangan, infrastruktur, penelitan dan pengembangan, pendidikan dan konsultasi agrobisnis,
serta kebijakan pemerintah (mikro, regional, makro dan perdagangan internasional.
Berdasarkan pandangan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dapat terlihat dengan jelas
bahwa subsistem-subsistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu dengan
yang lain. Subsistem agribisnis hulu membutuhkan umpan balik dari subsistem usahatani agar
dapat memproduksi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan budidaya pertanian.
Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan operasi subsistem usahatani bergantung pada sarana
produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hilir. Selanjutnya, proses produksi agribisnis
hilir bergantung pada pasokan komoditas primer yang dihasilkan oleh subsistem usahatani.
Subsistem jasa layanan pendukung, seperti telah dikemukakan, keberadaannya tergantung pada
keberhasilan ketiga subsistem lainnya. Jika subsistem usahatani atau agribisnis hilir mengalami
kegagalan, sementara sebagian modalnya merupakan pinjaman maka lembaga keuangan dan
asuransi juga akan mengalami kerugian. Sebagai gambaran keterkaitan antar subsistem dalam
pengembangan agribisnis, dapat disimplifikasi dalam diagram berikut :
Landasan Perencanaan 8
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Kawasan pertanian yang dibangun melalui pendekatan agrobisnis memiliki orientasi produksi
yang jelas, apakah dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan lokal, atau untuk memenuhi
permintaan pasar khususnya pasar ekspor. Kawasan pertanian yang mengembangkan komoditas
pangan utama dari sub-sektor tanaman pangan (terutama padi, jagung, kedelai), komoditas
peternakan (sapi potong), dan komoditas perkebunan (gula) merupakan kawasan yang
diarahkan untuk menjadi pemasok utama kebutuhan pangan masyarakat. Keterpaduan kegiatan
yang dibangun dalam kawasan pertanian tersebut lebih diarahkan untuk dapat menghasilkan
produk berdaya saing melalui peningkatan kuantitas produksi dan produktivitas melalui berbagai
instrumen mencakup perluasan areal, penggunaan benih/bibit unggul, aplikasi teknologi
budidaya, pengairan dan kegiatan-kegiatan lainnya dengan titik berat kepada aspek hulu
(benih/bibit unggul) dan aspek budidaya (kuantitas produksi), serta tetap mengedepankan aspek
kualitas dan efisiensi.
Dalam konsep agropolitan, pengembangan desa dan kota diintegrasikan untuk menghindari
tumbuhnya kota-kota di luar kendali sistem pengembangan wilayah agropolitan. Upaya ini selain
menghindari adanya kesenjangan antara permukiman yang ada dengan pengembangan kota-
kota tani, juga bertujuan untuk mengintegrasikan penduduk lokal dalam skema pengembangan
wilayah agropolitan serta sekaligus merupakan upaya meningkatkan fungsi desa dan kota yang
ada menjadi kota-kota tani. Kota-kota tani yang direncanakan tidak selalu merupakan kota baru.
Sistem jaringan transportasi wilayah yang menghubungkan kota utama dengan kota orde lainnya
harus menunjang sesuai dengan ketentuan hirarki jalan. Karena itu pula sistem transportasi,
jaringan jalan, moda transportasi, serta interkoneksi sistem jaringan jalan secara regional harus
dirancang secara terpadu dengan sistem kota-kota tani.
Landasan Perencanaan 9
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Ditinjau dari aspek tata ruang maka secara umum struktur hirarki sistem kota (pusat kegiatan)
dalam Kawasan Agropolitan dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Kota perdagangan yang berorientasi ekspor ke luar daerah (nasional dan internasional),
bila berada di tepi pantai maka kota ini memiliki pelabuhan samudra.
c) Pusat kegiatan tersier agro bisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian, perbankan, dan
keuangan. Pusat pelayanan (general agro-industry services ).
a) Pusat perdagangan wilayah, ditandai adanya pasar grosir dan pergudangan komoditas
sejenis.
b) Pusat kegiatan agro-industri berupa pengolahan barang jadi dan setengah jadi serta
kegiatan agro-bisnis.
Dalam proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang kawasan agropolitan dan
mempermudah proses perencanaannya, maka kawasan agropolitan dibagi ke dalam 3 (tiga) zona
utama, yaitu: zona produksi pertanian (zona on farm), Zona pengolahan produk pertanian (zona
off farm), serta zona distribusi dan pusat pelayanan
Merupakan tempat kegiatan budi daya pertanian yang mencakup kegiatan antara lain
pembenihan, pembudidayaan dan pengelolaan pertanian, yang merupakan kawasan
hinterland/distrik berupa kecamatan/desa yang memiliki keterikatan dan ketergantungan
antar kecamatan/desa pada kawasan agropolitan di bidang ekonomi dan pelayanan lainnya.
Landasan Perencanaan 10
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Merupakan tempat kegiatan proses pengolahan produk hasil pertanian yang mencakup
kegiatan antara lain penyeleksian, pengolahan, dan pengemasan hasil pertanian sebelum
dipasarkan dan dikirim ke terminal agribisnis atau pasar, atau diperdagangkan.
Merupakan tempat kegiatan distribusi dan pelayanan umum yang terdiri dari antara lain
kegiatan jual beli, perbankan, kegiatan pemindahan hasil produksi, dan kegiatan pelayanan
umum lainnya.
Landasan Perencanaan 11
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja,
meningkatkan produktivitas lahan, dan menurunkan ongkos/biaya produksi. Penggunaan alat
dan mesin juga dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, kualitas
hasil, dan mengurangi beban kerja petani. Perkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan
penataan lahan (konsolidasi lahan), keberhasilan dalam pengendalian air, serta masukan
teknologi biologis dan teknologi kimia.
Penggunaan mesin pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi usaha tani, meningkatkan mutu dan nilai tambah produk, serta pemberdayaan petani.
Pada hakekatnya, penggunaan mesin di pertanian adalah untuk meningkatkan daya kerja
manusia dalam proses produksi pertanian, di mana setiap tahapan dari proses produksi tersebut
dapat menggunakan alat dan mesin pertanian (Sukirno 1999). Dengan demikian, mekanisasi
pertanian diharapkan dapat meningkatkan efisiensi tenaga manusia, derajat dan taraf hidup
petani, kuantitas dan kualitas produksi pertanian, memungkinkan pertumbuhan tipe usaha tani
dari tipe subsisten (subsistence farming) menjadi tipe pertanian perusahaan (commercial
farming), serta mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari sifat agraris menjadi sifat
industri (Wijanto 2002).
Beberapa keunggulan mekanisasi pertanian antara lain adalah: (1) meningkatkan produksi per
satuan luas; (2) meningkatkan pendapatan petani karena tambahan produksi; (3) meningkatkan
efektivitas, produktivitas, kuantitas, dan kualitas hasil pertanian; (4) mempertahankan mutu
pada penanganan segar, meningkatkan nilai tambah pada hasil produksi dengan proses
pengolahan yang benar dan tepat, tanpa memengaruhi rasa dan aroma; (5) meningkatkan
efisiensi lahan dan tenaga kerja; (6) menghemat energi dan sumber daya (benih, pupuk, dan air);
(7) meminimalkan faktor-faktor penyebab kegagalan dalam produksi; (8) meningkatkan luas
lahan yang ditanami dan menghemat waktu; dan (9) menjaga kelestarian lingkungan dan
produksi pertanian yang berkelanjutan (Hardjosentono et al. 1996).
Namun demikian, mekanisasi juga menimbulkan dampak yang tidak disukai, diantaranya
menggeser tenaga kerja manusia dan ternak serta kesenjangan pendapatan. Penerapan
mekanisasi juga perlu berdampak terhadap peluang kerja perempuan. Mekanisasi
membutuhkan biaya yang tinggi dalam pengadaan dan perawatan alat-alat, dimana sebagian
alat memerlukan sumber energy (bahan bakar dan/atau listrik) yang cukup besar.
Landasan Perencanaan 12
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
dibedakan menjadi (1) teknologi sederhana, (2) teknologi madya, dan (3) teknologi maju
(Pramudya 1996).
Pengembangan mekanisasi secara bertahap akan mengikuti langkah-langkah berikut (IRRI 1986
dalam Aldillah, 2016) :
1. Tahap pertama, substitusi tenaga (power substitution). Penggunaan mesin pada level ini
hanya sekedar mengganti tenaga manusia dan hewan dengan mesin. Dengan kata lain, yang
berubah adalah level power change the farming systems. Penggunaan mesin akan
meningkatkan luasan lahan yang terolah, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan
produksi nasional secara total. Penggarapan lahan dapat dilakukan bahkan sebelum hujan
turun, waktu olah (turn around time) akan lebih pendek, sehingga meningkatkan
produktivitas lahan. Pertanian Indonesia dalam tiga tahun terakhir baru berada pada tahap
ini.
2. Tahap kedua, mekanisasi untuk menggantikan fungsi tugas kontrol (human control functions).
Mesin membantu petani dalam mengontrol usaha tani, meskipun menjadi lebih kompleks
dan membutuhkan biaya besar.
3. Tahap ketiga, adaptasi pola usaha tani (cropping system). Salah satu model yang akan
terbentuk karena penggunaan mesin secara intensif nantinya adalah pertanian monokultur.
Pertanian mixed crops akan kesulitan dalam menerapkan Alsintan.
4. Tahap keempat, adaptasi sistem usaha tani dengan lingkungan karena menggunakan mesin
dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas dan keuntungan dari skala usaha tani.
Bagaimana penggunaan mesin menjadi pertimbangan dalam investasi dan konsolidasi lahan,
namun juga membutuhkan dukungan yang optimal. Penggunaan fully mechanized pada padi
sawah, misalnya, mengharuskan prasarana irigasi yang optimal. Pilihan mesin yang sesuai
menjadi faktor penting, sebagaimana pengalaman di Turki (Akedmir 2013).
5. Tahap kelima, adaptasi tanaman untuk pemenuhan mekanisasi. Pihak pemulia tanaman
misalnya, akan menciptakan bibit dengan karakteristik yang sesuai untuk satu alat dan
mengefisienkan biaya penggunaan alat tersebut.
Landasan Perencanaan 13
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
BAB 3
GAMBARAN KONDISI WILAYAH PERENCANAAN
Kedua wilayah lokasi kegiatan tersebut berada di dua pulau besar yang ada di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Adapun orientasi lokasi perencanaan
dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Merupakan kecamatan hasil pemekaran Kecamatan Payung, Kecamatan Pulau Besar memiliki
luas wilayah sebesar 169,87 km2 atau 16.987,3 ha, yang terbagi menjadi 5 wilayah desa, 19
dusun dan 69 rukun tetangga. Untuk lebih jelasnya, cakupan dan luasan wilayah Kecamatan
Pulau Besar dirinci pada tabel berikut :
Peta administrasi Kecamatan Pulau Besar disajikan pada gambar peta dihalaman selanjutnya.
Wilayah Kecamatan Pulau Besar yang terletak dibagian selatan Kabupaten Bangka Selatan dan
berbatasan langsung dengan Selat Bangka memiliki topografi yang relatif datar yaitu dengan
kemiringan antara 0 – 8 %.
Peta kemiringan lahan di wilayah Kecamatan Pulau Besar lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar peta dihalaman selanjutnya.
Klimatologi
Kabupaten Bangka Selatan beriklim Tropis Tipe A dengan variasi curah hujan antara 0 hingga
397,6 mm untuk tahun 2017 dengan curah hujan terendah pada bulan September. Suhu rata-
rata daerah Kabupaten Bangka Selatan berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika
Stasiun Klimatologi Pangkalpinang menunjukkan variasi antara 23,60 Celcius hingga 32,20
Celcius. Sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 51 hingga 97 persen pada tahun 2017.
Hidrologi
Kecamatan Pulau Besar dilintasi beberapa sungai utama, diantaranya yaitu Sungai Balar, Sungai
Bangkajung, Sungai Ulim, dan Sungai Nyireh. Sungai-sungai tersebut mempunyai fungsi sebagai
drainase alam yang merupakan tempat berkumpulnya air yang berasal dari hujan yang jatuh di
daerah tangkapannya dan mengalir dengan takarannya. Selain itu juga, sungai-sungai yang
melintasi wilayah administrasi Kecamatan Pulau Besar merupakan sumber air yang dapat
dimanfaatkan sebagai ketersediaan air irigasi untuk memenuhi kebutuhan irigasi di daerah irigasi
rawa.
Pola jaringan sungai yang melintasi di Kecamatan Pulau Besar pada umumnya berbentuk
dendritic, dengan luas dari masing-masing DAS seperti berikut:
Keberadaan alur-alur sungai di beberapa wilayah desa yang ada di Pulau Besar selain
dimanfaatkan sebagai sumber air bersih, juga dimanfaatkan sebagai sumber air bagi kegiatan
budidaya yang dilakukan masyarakat. Terdapat 2 wilayah desa yang dialiri alur sungai yaitu Desa
Batu Betumpang dan Desa Suka Jaya. Keberadaan alur-alur sungai yang ada di Kecamatan Pulau
Besar dirinci pada tabel berikut :
Penggunaan Lahan
Memperhatikan kondisi penggunaan lahan di wilayah Kecamatan Pulau Besar, sebagian besar
wilayahnya berupa lahan kering yaitu seluas 13.101,96 hektar. Untuk pertanian lahan sawah
adalah seluas 2.611 hektar dengan areal terluas berada di wilayah Desa Batu Betumpang.
Menurut tutupan lahannya, wilayah Kecamatan Pulau Besar sebagian besar berupa tutupan
lahan pertanian (pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering bercampur semak) yaitu
seluas 15.091,25 hektar atau sekitar 44,93% dari wilayahnya, lebih jelasnya pada peta
selanjutnya.
Dengan wilayah yang seluas 169,87 km2 maka tingkat kepadatan penduduk rata-rata adalah
sebesar 55,18 jiwa/km2. Dimana wilayah desa terpadat berada di Fajar Indah dan wilayah
terjarang penduduknya adalah Panca Tunggal.
Gambaran kondisi jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Pulau Besar diuraikan
pada tabel berikut :
Tabel 3-6 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Pulau Besar
Luas Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Kepadatan
No. Desa Wilayah
Laki-laki Perempuan Jumlah Keluarga (jiwa/km2)
(km2)
1 Batu Betumpang 94.623 1.566 1.413 2.979 948 31,69
2 Panca Tunggal 10.000 692 607 1.299 351 12,99
3 Fajar Indah 11.000 1.241 1.060 2.301 671 209,18
4 Suka Jaya 39.050 555 513 1.068 297 27,38
5 Sumber Jaya Permai 15.200 885 843 1.728 473 113,68
Jumlah 169,87 4.432 4.442 9.374 2.711 55,18
Sumber : BPS, Kecamatan Pulau Besar Dalam Angka, 2017
No
Jenis Usaha Jumlah
.
8 Pensiunan ABRI/PNS -
9 Buruh Bangunan 198
10 Peternak Sapi 53
11 Peternak Itik 8
12 Nelayan 465
Sumber : BPS, Kecamatan Pulau Besar Dalam Angka, 2017
Pada subsektor tanaman bahan makanan di Kecamatan Pulau Besar, untuk padi produksinya di
tahun 2015 mencapai 996 ton dengan rincian padi sawah sebanyak 992 ton dan padi ladang 4
ton. Selain padi, terdapat juga komoditas jagung dan ketela pohon di Kecamatan Pulau Besar
dengan produksi 29 ton untuk jagung dan 35 ton untuk ketela pohon di tahun 2015.
Lada dan karet merupakan komoditas unggulan pada subsektor perkebunan di Kecamatan Pulau
Besar. Namun, selama tiga tahun terakhir yaitu dari tahun 2013 sampai tahun 2015 produksi
karet dan lada cenderung menurun. Tahun 2013 produksi lada mencapai 8.482 ton kemudian
menurun drastic mulai tahun 2014 dan hanya mencapai 1.404 ton di tahun 2015. Begitu juga
untuk karet dalam tiga tahun terakhir mengalami penurunan dengan nilai produksi di tahun
2015 sebesar 886 ton.
Terkait dengan komoditi unggulan per desa, menurut BPS Kecamatan 2017, Desa Batu
Betumpang komoditi unggulannya adalah Lada, Panca Tunggal adalah Holtikultura Ternak, Fajar
Indah adalah Holtikultura, Suka Jaya dan Sumber Jaya Permai adalah Karet.
3.2.4.1 Pertanian
Berdasarkan data BPS Kabupaten 2018, luas lahan sawah di Kecamatan Pulau Besar sebesar
3.225 hektar dan lahan potensi sawah seluas 3.325 hektar. Adapun dari lahan sawah yang ada,
pada tahun 2017 terdata luas panen padi sawah seluas 909 hektar, luas tak berhasil panen 2.549
hektar dan luas penanaman baru 3.044 hektar. Sedangkan untuk padi ladang, luas panen 6
hektar, luas tak berhasil panen 2 hektar dan luas penanaman baru 15 hektar. Untuk tanaman
palawija, data kabupaten tahun 2017 menunjukkan untuk tanaman jagung luas panen sebesar
412,75 hektar dan ubi kayu seluas 12,5 hektar.
Jika dibandingkan data BPS Kecamatan 2017 yaitu kondisi tahun 2016, wilayah Kecamatan Pulau
Besar memiliki luas lahan sawah sebesar 3.104 hektar dengan rincian 1.834 hektar berada di
Desa Batu Betumpang, 430 hektar di Panca Tunggal, 570 hektar di Fajar Indah, 120 hektar di
Suka Jaya dan 150 hektar di Sumber Jaya Permai. Menurut komoditi pertanian yang
dibudidayakan, lahan sawah tersebut diusahakan sebagai lahan tanaman padi sawah, padi
ladang dan tanaman palawija seperti jagung dan ketela pohon.
3.2.4.2 Perkebunan
Beberapa jenis tanaman perkebunan yang diusahakan di wilayah Kecamatan Pulau Besar
diantaranya adalah karet, lada, kelapa sawit, kelapa dan kopi. Secara luasan pemanfaatannya,
terlihat bahwa areal bagi perkebunan sawit memiliki luasan paling besar, kemudian adalah areal
bagi perkebunan karet dan lada. Untuk lebih jelasnya, luasan areal perkebunan menurut
komoditi di Kecamatan Pulau Besar dirinci pada tabel berikut :
3.2.4.3 Peternakan
Jenis ternak yang terdapat di Kecamatan Pulau Besar berupa ternak besar yaitu sapi dan kerbau,
ternak kecil yaitu kambing dan babi serta unggas berupa ayam ras, ayam kampung dan itik.
Data tahun 2017, BPS Kabupaten menyebutkan bahwa di Kecamatan Pulau Besar terdapat
populasi sapi sebanyak 622 ekor, dan kambing sebanyak 42 ekor. Sedangkan unggas berupa
ayam ras sebanyak 12.950 ekor, ayam kampung 12.406 ekor dan itik sebanyak 1.082 ekor.
Banyak ternak menurut jenis di wilayah Kecamatan Pulau Besar dirinci pada tabel berikut :
Tabel 3-10 Populasi Ternak dan Unggas di Kecamatan Pulau Besar Tahun 2017 (ekor)
Ayam Ayam Ras Itik
Wilayah Sapi Kambing
Kampung
Kecamatan Pulau Besar 622 42 12.406 12.950 1.082
3.2.4.4 Perikanan
Sebagai wilayah kecamatan yang langsung berbatasan dengan perairan yaitu Selat Bangka,
Kecamatan Pulau Besar memiliki potensi pada bidang perikanan kelautan terutama adalah
kegiatan penangkapan ikan. Jumlah produksi penangkapan ikan di wilayah Kecamatan Pulau
Besar pada tahun 2017 sebesar 12,17 ton dengan perkiraan nilai tangkapan Rp 341.960.000,- .
Rumah tangga perikanan di Pulau Besar sebanyak 394 rumah tangga yang terdiri dari 254 rumah
tangga nelayan tangkap dan 140 rumah tangga budidaya. Dukungan prasarana tangkap berupa
kapal/perahu sebanyak 110 buah yang merupakan kapal motor kapasitas >5 GT, perahu tanpa
motor sebanyak 10 unit, dan motor tempel 9 unit.
3.2.4.5 Industri
Data BPS Kabupaten 2018 menunjukkan bahwa jenis industri yang ada diwilayah Kecamatan
Pulau Besar adalah industri kecil formal dengan jumlah unit industri sebanyak 153, tenaga kerja
dilibatkan sebanyak 275 orang.
Dari data BPS Kecamatan 2017, industri yang terdata berupa usaha mesin parut dan
penggilingan padi. Unit penggilingan padi di Pulau Besar sebanyak 14 unit yang berlokasi di 4
wilayah desa. Jumlah terbanyak berada di Desa Batu Betumpang yaitu 7 unit. Berikut rincian unit
industri yang ada di Kecamatan Pulau Besar.
Ketersediaan sarana pendidikan di Kecamatan Pulau Besar baik jumlah maupun sebarannya
dirinci pada tabel berikut:
Tabel 3-12 Sarana Pendidikan di Kecamatan Pulau Besar Tahun 2016
Dalam hal komunikasi, infrastuktur komunikasi di Kecamatan Pulau Besar yang dilayani oleh
jaringan telekomuni nirkabel tergolong kurang memadai. Hal ini terlihat dari adanya desa
dengan sinyal telepon genggam lemah yaitu di Desa Suka Jaya. Dan sisanya terdapat 2 desa
dengan sinyal sedang dan 2 desa dengan sinyal kuat (Batu Betumpang dan Sumber Jaya Permai).
Karena jaringan irigasi masih sederhana, saluran yang ada di jaringan irigasi rawa berfungsi
sebagai saluran drainase dan retensi air (long storage). Sebagai saluran drainase, saluran
menampung air dari lahan untuk disalurkan ke sungai dan sebagian langsung ke laut. Adapun
fungsi jaringan irigasi rawa sebagai saluran drainase, secara detail dapat dijelaskan seperti
berikut:
1. Saluran tersier menampung air dari lahan untuk disalurkan ke saluran sekunder.
2. Saluran sekunder menampung air dari lahan dan menerima air dari saluran tersier untuk
disalurkan ke saluran primer.
3. Saluran primer menampung air dari lahan dan menerima air dari saluran sekunder untuk
dialirkan ke sungai.
Sebagai long storage, saluran dimaksudkan untuk menampung air pada musim basah dan
didrain sampai mencapai kondisi muka air tertentu sehingga dapat dilakukan pompanisasi/
eboran dari saluran ke lahan sawah. Bangunan air yang ada di jaringan irigasi rawa berupa
bangunan pintu air dan pompa. Fungsi dari pintu air yaitu untuk menunjang saluran sebagai long
storage dan saluran drainase, sedangkan pompa digunakan sebagai pengambilan air dari saluran
untuk memenuhi kebutuhan air irigasi.
Mengacu pada Permen PUPR No. 14/PRT/M/2015, luas D.I.R. (Daerah Irigasi Rawa) di Kecamatan
Pulau Besar yaitu sebesar 6.423,00 ha yang terdiri dari D.I.R. Batu Betumpang (3.000,00 ha) dan
D.I.R. Dungun Raya (3.423,00 ha). Daerah rawa tersebut merupakan daerah irigasi rawa yang
wewenangnya berada di bawah Pemerintah Pusat.
Dari hasil iventarisasi data sekunder ditemukan daerah irigasi rawa yang berada di Kecamatan
Pulau Besar, yaitu D.I.R. Ulim Permai dengan luas area sebesar 1.000,30 ha. Dengan demikian
luas D.I.R. di Kecamatan Pulau Besar sebesar 7.423,30 ha; dengan rincian seperti berikut:
Peta Daerah Irigasi Rawa di Kecamatan Pulau Besar lebih jelasnya disajikan pada peta di halaman
selanjutnya.
Luas wilayah kecamatan secara keseluruhan, yaitu wilayah daratannya, adalah sebesar 546,30
km2. Terbagi menjadi 7 (tujuh) wilayah desa, 23 dusun, dan 147 rukun tetangga. Untuk lebih
jelasnya, cakupan dan luasan wilayah Kecamatan Gantung dirinci pada tabel berikut :
Kecamatan Gantung mempunyai topografi sama dengan Pulau Belitung pada umumnya.
Topografi Pulau Belitung pada daerah pedalaman merupakan daerah perbukitan dengan
topografi bergelombang sampai berbukit, sedangkan daerah yang terletak lebih rendah yaitu
daerah disekitar pantai mempunyai permukaan yang relatif lebih datar. Daerah yang paling
tinggi di Pulau Belitung mempunyai ketinggian kurang dari 500 m diatas permukaan air laut
dengan permukaan tertinggi bukit tajam. Sungai-sungai umumnya tidak terlalu panjang dan
daerah tangkapan hujannya tidak terlalu luas. Sungai-sungai kebanyakan berhulu di tengah
pulau mengalir ke Barat dan Timur dengan kemiringan yang tidak terlalu besar.
Kondisi di daerah pedalaman Pulau Belitung yang cenderung perbukitan dengan topografi
bergelombang sampai berbukit telah membentuk pola aliran sungai di daerah ini menjadi pola
sentrifugal, dimana aliran sungai berhulu di daerah pegunungan dan mengalir ke daerah pantai,
sedangkan daerah aliran sungai mempunyai bentuk dederintik dimana pola aliran sungainya
seperti pohon.
Sedangkan menurut tingkat kemiringannya, sebagian besar wilayah Kecamatan Gantung berada
pada kelas lereng 2-15 %. Data yang diperoleh tentang kelerengan adalah kondisi Kecamatan
Gantung masih bergabung dengan Kecamatan Simpang Renggiang. Untuk lebih jelasnya
gambaran tingkat kelerengan wilayah Gantung disajikan pada tabel berikut :
Klimatologi
Seperti daerah-daerah lain di Belitung Timur pada umumnya, wilayah Kecamatan Gantung
mempunyai iklim tropis dan basah dengan variasi curah hujan bulanan pada tahun 2017 antara
215,7 mm sampai 540,4 mm dengan jumlah hari hujan antara 8 hari sampai 28 hari setiap
bulannya.
Rata-rata temperatur udara bulanan yang terjadi pada tahun 2017 bervariasi antara 21,0 C
sampai 23,40 C. Sementara itu, kelembaban udaranya bervariasi antara 83% sampai 91% dan
tekanan udara antara 1.009,0 mb sampai dengan 1.011,9 mb.
Hidrologi
Daratan Sekitar
Nama Danau/Waduk Luas (m2) Letak Desa
Danau
Sungai Pice Gantung 67.500 875 Gantung
Kolong Meranti 5.000 - Selinsing
Kolong Air Itam 20.000 5.000 Jangkar Asam
Keadaan tanah di Kabupaten Belitung Timur banyak mengandung mineral biji timah dan bahan
galian seperti pasir, pasir kwarsa, batu granit, kaolin, tanah liat dan lain-lain. Hal ini terlihat dari
tekstur tanah yang ada di Kabupaten Belitung Timur yang di dominasi oleh partikel bertekstur
sedang (lempung). Komposisi partikel bertekstur sedang (lempung) mencapai 48,45%, tekstur
kasar (pasir) sebesar 27,43% dan sisanya 24,12% bertekstur halus (debu).
Wilayah Kecamatan Gantung, sebagian besar memiliki kemampuan kesuburan tanah yang
tergolong buruk yaitu berupa batupasir, batubesi, batuserpih, batulempung, lumpur dan
endapan alluvial, jenis tanah Podsol, tanah tua dan telah mengalami perkembangan profil tanah,
kondisi fisik tanah kering dan gersang. Sebagian kecil wilayah memiliki tingkat kesuburan yang
cukup baik yaitu berupa batu pasir, granodiorit, batupasir kuarsa, jenis tanah Regosol, tanah
muda dan belum mengalami diferensiasi horizon, konsistensi lepas-lepas, bahan induk material
vulkanik, pH umumnya netral
Terkait tekstur tanahnya, wilayah Kecamatan Gantung yang bergabung dengan Simpang
Renggiang, tanah dominan yang ada memiliki partikel dengan tekstur halus dan kasar. Tabel
berikut memperlihatkan komposisi partikel-partikel tersebut di setiap kecamatan yang ada di
Belitung Timur.
Tabel 3-19 Kondisi Teksur Tanah di Kabupaten Belitung Timur
Penggunaan Lahan
Menurut tutupan lahannya, wilayah Kecamatan Gantung sebagian besar berupa tutupan lahan
belukar dan belukar rawa yaitu seluas 22.437,40 hektar atau sekitar 37,3% dari luas wilayahnya.
Sedangkan untuk lahan pertanian (pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering bercampur
semak) yaitu seluas 5.763,76 hektar atau sekitar 9,58 dari wilayahnya, serta berupa sawah seluas
588,30 hektar (0,98%). Untuk lebih jelasnya penutupan lahan di Kecamatan Gantung dapat dlihat
pada peta selanjutnya.
Dengan besaran jumlah penduduk tersebut, dibandingkan dengan luas wilayah yang ada
diketahui bahwa tingkat kepadatan penduduk rata-rata Kecamatan Gantung adalah sebesar
45,35 jiwa per km2. Desa Lenggang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu 104,63
jiwa/km2, Desa Gantung sebesar 104,42 jiwa/km2. Sedangkan wilayah terkecil kepadatannnya
adalah Limbongan yaitu 9,98 jiwa/km2.
Gambaran kondisi jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah Kecamatan Gantung diuraikan
pada tabel berikut :
Lapangan Pekerjaan
No
Desa Pertambanga
.
PNS n& Pertanian Nelayan Perdagangan Lainnya
Penggalian
1 Lilangan 18 942 770 - 100 50
2 Jangkar Asam 15 863 355 - 55 14
3 Gantung 103 265 147 78 153 75
4 Selingsing 104 77 145 157 14 1107
5 Limbongan 6 720 126 - 25 56
6 Batu Penyu 82 269 143 88 450 107
7 Lenggang 195 *) *) *) 123 *)
Jumlah 195 3367 1726 323 920 1409
Sumber : Data BPS Kecamatan Gantung Dalam Angka 2017
Untuk pertanian padi ladang, Kecamatan Gantung memiliki luas panen sebesar 79 hektar, nilai
produksi 199 ton dan tingkat produktivitas 2,8 ton/ha. Seperti halnya padi sawah, pertanian padi
ladang di Kecamatan Gantung juga merupakan areal yang terluas dan terbanyak produksinya
dibandingkan kecamatan lain di Belitung Timur.
Tanaman holtikultur yang terdata dalam kecamatan yaitu tanaman cabai, dimana luas panen di
Kecamatan Gantung seluas 13 hektar, produksi 38 ton dengan nilai produktivitas 2,9 ton/ha.
Kecamatan ini termasuk penyumbang penting bagi komoditas cabai di Belitung Timur.
3.3.4.2 Perkebunan
Beberapa jenis tanaman perkebunan yang diusahakan oleh masyarakat di wilayah Kecamatan
Gantung diantaranya adalah karet, lada, kelapa sawit, kelapa dan kopi.
3.3.4.3 Peternakan
Jenis ternak yang terdapat di Kecamatan Gantung berupa ternak besar yaitu sapi dan kerbau,
ternak kecil yaitu kambing dan babi serta unggas berupa ayam ras, ayam kampung dan itik. Data
tahun 2017, BPS Kabupaten menyebutkan bahwa di Kecamatan Gantung terdapat sapi sebanyak
680 ekor, kerbau 101 ekor, kambing 72 ekor dan babi 21 ekor. Sedangkan unggas berupa ayam
ras sebanyak 13.653 ekor, ayam kampung 47.135 ekor dan itik sebanyak 1.285 ekor.
Banyak ternak menurut jenis di wilayah Kecamatan Gantung dirinci pada tabel berikut :
3.3.4.4 Perikanan
Sebagai wilayah kepulauan yang langsung berbatasan dengan perairan, Kecamatan Gantung
memiliki potensi pada bidang perikanan kelautan baik langung terkait sumberdayanya maupun
sebagai potensi tempat wisata. Jumlah produksi penangkapan ikan di wilayah Kecamatan
Gantung pada tahun 2017 sebesar 4.530,3 ton. Dimana jumlah total nelayan sejumlah 935 orang
dengan rincian sebanyak 571 nelayan utama, 309 nelayan sambilan utama, dan sejumlah 55
nelayan sambilan tambahan. Dukungan prasarana tangkap berupa kapal/perahu sebanyak 427
buah dimana sebagian besar berupa kapal motor sebanyak 333 unit.
3.3.4.5 Industri
Jenis industri yang cukup banyak ditemui diwilayah Kecamatan Gantung adalah industri pangan,
yang merupakan industri kecil dan menengah. Dari total 477 unit industri mikro dan kecil yang
ada, 303 unit merupakan industri pangan, 17 unit industri sandang, 30 unit industri logam mesin
dan elektronika, 72 industri kimia dan bahan bangunan, serta 48 unit kerajinan umum.
Sedangkan skala industri menengah terdapat 1 unit industri logam mesin dan elektronika.
Adapun total tenaga kerja yang terlibat dalam industri kecil menengah tersebut seluruhnya
berjumlah 647 orang dimana terbanyak di industri pangan sebanyak 458 orang.
Untuk lebih jelasnya, jumlah dan sebaran sarana peribadatan di Kecamatan Gantung hingga
akhir tahun 2016 diuraikan pada tabel berikut :
Kecamatan Gantung saat ini memiliki Lembaga Keuangan yaitu 1 (satu) Bank Swasta di desa
Selinsing, 2 (dua) Bank Pemerintah yang letaknya di Desa Lenggang, dan 1 (satu) kantor
Pegadaian. Koperasi terdapat di 4 desa yaitu Selinsing (1 unit), Lenggang (2 unit), Batu Penyu (2
unit), dan Lilangan (4 unit). Pada tahun 2016 di Kecamatan Gantung masih memiliki satu pasar
tradisional yang letaknya berada di Desa Lenggang.
Tabel 3-28 Sarana Perekonomian di Kecamatan Gantung Tahun 2016
No Rumah Kios/Warun
Desa Bank Koperasi Pasar Toko
. Makan g
1 Lilangan 4 13 3 10
2 Jangkar Asam 10 4 7
3 Gantung 51 7 30
4 Selingsing 1 1 28 19 26
5 Limbongan 14 4 5
6 Batu Penyu 2 52 8 23
7 Lenggang 2 2 1 35 15 24
Kecamatan Gantung 3 9 1 203 60 125
Sumber : BPS, Kecamatan Gantung Dalam Angka 2017
Berdasarkan data yang diperoleh, dukungan jaringan jalan bagi wilayah Kecamatan Gantung
terutama adalah wilayah daratannya berupa jalan aspal sepanjang 121 kilometer dan jalan tanah
sepanjang 107 kilometer. Gambaran sistem jaringan jalan di wilayah Kecamatan Gantung dapat
dilihat pada peta dihalaman selanjutnya.
Keberadaan jaringan jalan pada setiap desa di Kecamatan Gantung diuraikan pada tabel berikut :
Intake DPAM
Cabang Gantung
DI. MERANTI
Gambar 3-19 Tata Air di Hulu Bendung Pice Besar Kecamatan Gantung
Dari hasil survei lapangan dapat dijelaskan bahwa saluran yang ada di Jaringan Irigasi Selingsing,
baik itu yang ada di Jaringan Meranti maupun di Jaringan Nujau masih cukup bagus, akan tetapi
sebagian saluran sudah terjadi sedimentasi, terdapat sampah, ditumbuhi rumput dan tanaman
liar. Dengan kondisi ini maka diperlukan kegiatan pemeliharaan yang berupa pembersihan
sampah, sedimen, rumput dan tanaman liar yang ada di badan saluran dan di sekitar saluran.
Sejak selesai pembangunan Bendung Pice Besar yang baru pada akhir tahun 2015, sampai saat
ini masih dilakukan Rehabilitasi sebagian Jaringan Irigasi Selingsing. Lamanya kegiatan
rehabilitasi jaringan tersebut dikarenakan keterbatasan dana dan kegiatan dilakukan secara
bertahap.
BAB 4
ANALISIS DAN KONSEP PENGEMBANGAN
DI KECAMATAN PULAU BESAR
Terkait dengan potensi tanaman pangan (sawah dan ladang) di Bangka Selatan, Kecamatan
Toboali (daerah Rias) merupakan sentra produksi padi utama, sedangkan kecamatan Air Gegas,
Simpang Rimba, Pulau Besar dan Payung memiliki potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan menjadi sentra produksi beras, guna mendukung kecamatan Toboali dalam
program swasembada beras Kabupaten Bangka Selatan.
Dalam kerangka pembangunan daerah Kabupaten Bangka Selatan, melalui penataan ruangnya,
berdasarkan rencana struktur ruang menurut RTRW Kabupaten Tahun 2014-2034, fungsi pusat
pelayanan wilayah bagi Kecamatan Pulau Besar adalah Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) yaitu
yang diperankan oleh ibukota kecamatan, Desa Batu Betumpang. Secara hirarkis, fungsi peran
PPK tersebut berkategori sebagai pusat/kota hirarki ke-3 dalam sistem perkotaan di Bangka
Selatan yaitu setelah PKWp Toboali dan PKLp Air Gegas.
Gambar 4-22 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bangka Selatan Tahun 2014-2034
Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) di Kabupaten Bangka Selatan berada di Air Gegas, Sadai di
Kecamatan Tukak Sadai, dan Batu Betumpang di Kecamatan Pulau Besar. Pengembangan PPK
disesuaikan dengan ketersediaan dan daya dukung lahan terhadap kegiatan yang akan
dikembangkan dimasa yang akan datang. Secara umum arahan kepusatan dalam pengembangan
PPK di Bangka Selatan adalah sebagai :
a. Pusat pemerintahan, fasilitas pelayanan umum, perdagangan dan jasa, merupakan pusat
orientasi yang memberikan pelayanan bagi penduduk yang ada di kecamatan tersebut dan
dialokasikan di ibukota kecamatan sebagai pengikat lingkungan dan fasilitas bersosialisasi.
Untuk merangsang pertumbuhan pusat pelayanan sekunder ini, maka pengalokasiannya
diarahkan pada simpul-simpul jalan utama kawasan/kota yang mempunyai aksesibilitas baik,
sehingga mudah dijangkau dari seluruh bagian wilayah kotanya. Jenis kelengkapan fasilitas
pendukung yang dikembangkan di pusat pelayanan sekunder ini berupa: Kantor Kecamatan,
Balai Pertemuan/GSG, Kantor Polsekta, Kantor Pos Pembantu, Bank Cabang Pembantu dan
jasa keuangan lainnya, Fasilitas Pemadam Kebakaran dengan skala pelayanan lingkungan,
Supermarket, Pertokoan ataupun Ruko, Fasilitas Ibadah, Fasilitas Pendidikan hingga setara
SLTA/SMEA, Puskesmas, Balai Pengobatan, Poliklinik, Balai Pertemuan/GSG, Rumah
makan/Restoran/Pujasera, Salon kecantikan, Taman bermain, Lapangan olahraga, dan
fasilitas pendukung lainnya.
b. Pusat perdagangan dan jasa, serta fasilitas pelayanan umum di luar ibukota kecamatan dan
berfungsi sebagai pusat orientasi yang memberikan pelayanan bagi penduduk dan sebagai
pengikat lingkungan untuk berinteraksi dan bersosialisasi antarmasyarakat.
Sedangkan terkait dengan rencana pemanfaatan ruang hingga akhir tahun rencana yaitu 2034,
terkait dengan pengembangan pertanian di Kabupaten Bangka Selatan, wilayah Kecamatan
Pulau Besar merupakan salah satu areal yang diperuntukan sebagai kawasan pertanian tanaman
pangan selain wilayah Kecamatan Toboali, Air Gegas dan Payung. Luas keseluruhan rencana
peruntukan pertanian tanaman pangan di Bangka Selatan tersebut adalah sebesar kurang lebih
45.000 Ha.
Gambar 4-23 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Bangka Selatan Tahun 2014-2034
Kebijakan spasial strategis yang akan mempengaruhi pola pertumbuhan dan perkembangan
wilayah Kecamatan Pulau Besar, sebagaimana tertuang dalam RTRW Kabupaten, adalah aranya
rencana-rencana pembangunan kawasan strategis yang melingkupi Pulau Besar. Adapun
kebijakan spasial strategi yang dimaksud adalah rencana kawasan strategis kabupaten berupa
Kawasan Agropolitan, Kawasan Kota Terpadu Mandiri Transmigrasi, dan rencana Kawasan
Minapolitan. Singgungan aspek ruang bagi pengembangan Kawasan Agropolitan Padi di
Kecamatan Pulau Besar perlu dirancang keterkaitannya dengan rencana-rencana kawasan
strategis yang dimaksud tersebut.
Gambar 4-24 Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Bangka Selatan Tahun 2014-2034
hasil-hasil produk pertanian yang ada di Pulau Besar. Potensi perdagangan antar wilayah
ditengarai lebih cenderung mengarah ke ibukota provinsi (Kota Pangkal Pinang) dan ibukota
kabupaten tetangga (Kota Koba).
Analisis fisik melalui penilaian kesesuaian lahannya ditujukan untuk mengenali karakteristik
sumberdaya alam tersebut, agar penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah dapat
dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem. Hasil analisis
fisik kesesuaian lahan ini akan menjadi masukan dalam rencana pengembangan kawasan sebagai
rencana tindak, rencana investasi dan rencana lainnya.
Deskripsi karakteristik lahan yang menjadi pertimbangan dalam menentukan kelas kesesuaian
lahan dikemukakan sebagai berikut :
1) Temperatur (tc) Merupakan suhu tahunan rata-rata yang dikumpulkan dari hasil pengamatan
stasiun klimatologi setempat. Suhu berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme dalam
tanah, fotosintesis tanaman, respirasi, pembungaan, dan perkembangan buah. Tanaman padi
secara umum membutuhkan suhu minimum 11°-25°C untuk perkecambahan, 22°-23°C untuk
pembungaan, dan 20°-25°C untuk pembentukan biji (Aak, 1990).
2) 2) Ketersediaan air (wa) Merupakan pengukuran kelembaban udara rata-rata yang diambil
dari stasiun klimatologi setempat. Pertumbuhan tanaman sangat tergantung pada
ketersediaan air dalam tanah. Daerah yang beriklim kering akan berpengaruh terhadap
produksi padi. Sebaliknya di daerah beriklim basah akan menyebabkan pertumbuhan padi
mudah terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Air dibutuhkan tanaman untuk
membuat karbohidrat di daun, menjaga hidrasi protoplasma, mengangkut makanan dan
unsur mineral, dan mempengaruhi serapan unsur hara oleh akar tanaman (Hakim dkk.,1986).
3) Media Perakaran (rc) Karakteristik lahan yang menggambarkan kondisi perakaran terdiri dari :
Kelas drainase tanah dibagi menjadi 7 kelas, yaitu: sangat terhambat, terhambat, agak
terhambat, agak baik, baik, agak cepat, dan cepat. Menurut Djaenuddin dkk. (2003), kelas
drainase yang cocok bagi pertanaman padi sawah yaitu agak terhambat sampai
terhambat. Tanah pada kondisi drainase agak terhambat mempunyai konduktivitas
hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat
rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan
sebagian keciltanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
berwarnahomogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley
(reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm sedangkan, tanah pada kondisi drainase terhambat
mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah
sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan.
Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang
dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan terdapat
bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.
Menurut Zulhakki dkk. (2013), bagi kepentingan pertanian, drainase atau pembuangan air
kelebihan tersebut sangat penting, tujuannya untuk mengatur tata air dalam tanah
terutama di daerah/zona perakaran tanaman, agar dengan demikian perkembangan akar
tanaman berada dalam keadaan yang menguntungkan
Tekstur tanah dibagi menjadi 5 kelas, yaitu: halus, agak halus, sedang, agak kasar, dan
kasar. Menurut Foth (1994), tekstur tanah merupakan perbandingan relatif antara pasir,
debu, dan liat yang dinyatakan dalam persen (%). Tekstur tanah mempengaruhi kapasitas
tanah untuk menahan air, tanah bertekstur agak halus seperti lempung liat berpasir
mempunyai drainase agak buruk yang biasanya tanah memiliki daya simpan air yang
cukup tinggi dimana air lebih tidak segera keluar akan tetapi akan tetap menjenuhi tanah
pada daerah perakaran dalam jangka waktu yang lama, hal ini ditunjukkan hanya pada
lapisan tanah atas saja yang mempunyai aerasi yang baik dengan tidak adanya bercak-
bercak berwarna kuning, kelabu, atau coklat. Tanah bertekstur halus jika kandungan
liatnya > 35 %. Porositas relatif tinggi (60 %), tetapi sebagian besar merupakan pori
berukuran kecil. Akibatnya, daya hantar air sangat lambat, dan sirkulasi udara kurang
lancar. Kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Tanah liat juga disebut tanah
berat karena sulit diolah, dan lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas
permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur
hara tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah
bertekstur kasar. Tanah bertekstur pasir memiliki butiran-butiran yang berukuran lebih
besar. Maka setiap satuan berat (gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil
sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Pada tanah-tanah yang bertekstur
halus biasanya kegiatan jasad renik dalam perombakan bahan organik akan mengalami
kesulitan dikarenakan tanah-tanah yang bertekstur demikian berkemampuan menimbun
bahan-bahan organik lebih tinggi yang kemudian terjerap pada kisi-kisi mineral, dan dalam
keadaan terjerap pada kisi-kisi mineral tersebut jasad renik akan sulit merombak (Mulyani
dan Kartasapoetra, 2007).
Bahan kasar dengan ukuran > 2 mm, yang dinyatakan dalam persen (%), merupakan
modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah persentasi krikil, kerakal, atau batuan pada
setiap lapisan tanah. Menurut Djaenuddin dkk. (2003), bahan kasar yang terlalu banyak
pada tanah akan menghambat perkembangan akar tanaman padi dan akan
mengakibatkan kesulitan dalam pengolahan tanah, sehingga dapat menghambat laju
pertumbuhan tanaman, bahan kasar dibedakan menjadi sedikit, sedang, banyak, dan
Kedalaman tanah (cm), menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai
untuk perkembangan perakaran tanaman padi yang dievaluasi, semakin dalam akar
tanaman padi menjangkau kedalaman tanah maka, semakin banyak kandungan unsur
hara yang diserap oleh tanaman padi. kedalaman tanah dibedakan menjadi : sangat
dangkal < 20 cm dangkal 20 - 50 cm sedang 50 - 75 cm dalam > 75 cm
4) Retensi Hara (nr) Retensi hara merupakan kemampuan tanah untuk menjerap unsur-unsur
hara atau koloid di dalam tanah yang bersifat sementara, sehingga apabila kondisi di dalam
tanah sesuai untuk hara-hara tertentu maka unsur hara yang terjerap akan dilepaskan dan
dapat diserap oleh tanaman (Madjid, 2007). Retensi hara di dalam tanah di pengaruhi oleh
KTK, kejenuhan basa, pH dan C-organik. Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan jumlah
total kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid yang bermuatan negatif.
Reaksi tanah (pH) merupakan salah satu sifat dan ciri tanah yang ikut menentukan besarnya
nilai KTK. Selain KTK dan pH, kejenuhan basa serta C-organik juga mempengaruhi retensi hara
(Madjid, 2007). Hara yang ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk pupuk akan ditahan
oleh permukaan koloid dan untuk sementara terhindar dari pencucian, sedangkan reaksi
tanah (pH) merupakan salah satu sifat dan ciri tanah yang ikut menentukan besarnya nilai
KTK. Nilai KTK tanah yang rendah dapat ditingkatkan melalui pemupukan. Meningkatnya KTK
tanah akan berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara yang diperlukan tanaman padi
(Hardjowigeno, 2007). Kejenuhan basa merupakan perbandingan antara kation basa
dengan KTK yang dinyatakan dalam persen (%). Kejenuhan basa suatu tanah dipengaruhi oleh
iklim (kelembaban udara) dan pH tanah. Pada tanah beriklim kering KB lebih rendah daripada
tanah yang beriklim basah demikian pula pada tanah yang memiliki pH rendah KB akan
menurun, sedangkan tanah pada pH tinggi KB akan meningkat. Kejenuhan basa yang
meningkat dapat menyebabkan tanah lebih banyak ditempati oleh kation-kation basa yang
sangat berguna bagi tanaman padi dan retensi hara pada tumbuhan tersebut menjadi dalam
bentuk tersedia (Madjid, 2007).
Reaksi tanah (pH) yang penting adalah masam, netral, dan alkalin. Pertumbuhan tanaman
dipengaruhi oleh pH tanah melalui dua cara yaitu pengaruh langsung ion hidrogen dan
pengaruh tidak langsung yakni tidak tersedianya unsur hara tertentu pada kisaran pH rendah
dan adanya unsur hara tertentu yang bersifat racun pada kisaran pH tinggi. Ketersediaan
unsur hara yang dapat mencukupi kebutuhan tanaman padi berada pada kisaran pH tanah
netral. Kemasaman tanah yang sangat rendah dapat ditingkatkan dengan menebarkan kapur
pertanian, sedangkan pH yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan penambahan sulfur,
sebelum pengapuran dilakukan, pH tanah harus diketahui terlebih dahulu (Sarief, 1986).
5) Toksisitas (xc) Toksisitas di dalam tanah biasanya diukur pada daerah-daerah yang bersifat
salin. Menurut Hardjowigeno (2007), tanah salin merupakan tanah yang mengandung
senyawa organik seperti (Na+ , Mg2+, K+ , Cl+ , SO42- , HCO3- , dan CO32- ) dalam suatu
larutan tanah sehingga menurunkan produktivitas tanah . Menurut Delvian (2010), nilai
salinitas suatu lahan ditentukan oleh konsentrasi dari NaCl, NaCO3, Na2SO4 atau garam-
garam Mg. Garam-garam ini dapat berasal dari batuan induk, air irigasi atau air laut. Untuk
daerah pantai sumber utama salinitas tanah adalah air laut, dimana NaCl adalah penyusun
utamanya. Daerah pantai merupakan salah satu daerah yang mempunyai kadar garam yang
tinggi. Kadar garam yang tinggi dalam larutan tanah akan menyebabkan tekanan osmotik
potensial larutan dalam tanah berkurang. Larutan akan bergerak dari daerah yang
berkonsentrasi garamnya rendah ke konsentrasi yang tinggi. Akibatnya akar tanaman akan
kesulitan menyerap air, karena air terikat kuat pada partikel-partikel tanah dan dapat
menyebabkan terjadinya kekeringan fisiologis pada tanaman. Pengaruh yang merusak dari
kandungan garam pada tanah tidak hanya disebabkan oleh daya osmosis, tetapi juga oleh
sodium (Na+) dan klor (Cl-) pada konsentrasi tinggi yang dapat meracuni tanaman.
6) Sodisitas Karakteristik lahan yang menggambarkan sodisitas adalah kandungan natrium (Na+ )
dapat ditukar, yang dinyatakan dalam nilai exchangeable sodium percentage atau ESP (%)
yaitu dengan perhitungan : ESP (%) = Nadd x 100 x KTK- 1
7) Bahaya Sulfidik (xs) Karakteristik lahan yang menggambarkan bahaya sulfidik adalah
kedalaman ditemukannya bahan sufidik yang diukur dari permukaan tanah sampai batas atas
lapisan sulfidik atau pirit (FeS2). Menurut Subagyo dkk.(2000), pengujian sulfidik dapat
dilakukan dengan cara meneteskan larutan H2O2 pada matriks tanah, dan apabila terjadi
pembuihan menandakan adanya lapisan pirit. Kedalaman sulfidik hanya digunakan pada
lahan gambut dan lahan yang banyak mengandung sulfida serta pirit. Hartatik dkk. (2004)
menyatakan bahwa tanah gambut digolongkan ke dalam tanah marginal yang dicirikan oleh
reaksi tanah yang masam hingga sangat masam, ketersediaan hara dan kejenuhan basa yang
rendah serta kandungan asam-asam organik yang tinggi, terutama derivat asam fenolat yang
bersifat racun bagi tanaman. Hidrogen sulfida (H2S) yang terbentuk di dalam tanah dapat
bereaksi dengan ion-ion logam berat membentuk sulfida-sulfida tidak larut. Dengan
rendahnya kandungan unsur-unsur logam tersebut, H2S yang terbentuk dapat berakumulasi
sampai pada tingkat meracun dan mengganggu pertumbuhan tanaman (Hakim dkk., 1986).
Drainase lahan rawa pasang surut menyebabkan senyawa pirit yang terkandung di dalam
tanah menjadi teroksidasi. Proses oksidasi senyawa pirit menghasilkan asam sulfat yang
berakibat terjadi proses pemasaman tanah yang hebat. Kendala utama dalam pengembangan
lahan rawa pasang surut untuk persawahan adalah reaksi tanah yang sangat masam dan
sumber utama pemasaman tanah adalah oksidasi senyawa pirit (Priatmadi dan Purnomo,
2000).
8) Bahaya Erosi (eh) Bahaya erosi dapat diketahui dengan memperhatikan permukaan tanah
yang hilang (rata-rata) pertahun dibandingkan tanah tererosi. Hilangnya tanah tersebut dapat
mengakibatkan penurunan produksi lahan, hilangnya unsur hara yang diperlukan tanaman,
menurunnya kualitas tanaman, berkurangnya laju infiltrasi, dan kemampuan tanah menahan
air, rusaknya struktur tanah, dan penurunan pendapatan akibat penurunan produksi
(Hardjowigeno, 2007). Menurut Arsyad (2010), apabila kepekaan erosi tanah (nilai K) sebesar
0,00-0,10 tingkat bahaya sangat rendah, nilai kepekaan erosi tanah sebesar 0,11-0,20
tergolong dalam tingkat bahaya erosi rendah, sedangkan yang tergolong tingkat bahaya erosi
sedang nilai kepekaan erosi tanah sebesar 0,21-0,32 %, sementara nilai kepekaan erosi tanah
sebesar 0,33-0,43 % tergolong pada tingkat bahaya erosi agak tinggi, dan nilai kepekaan erosi
tanah sebesar 0,44-0,55 % tergolong pada tingkat bahaya erosi tinggi, serta nilai kepekaan
erosi tanah sebesar 0,56- 0,64 % tergolong pada tingkat bahaya erosi sangat tinggi.
9) Bahaya Banjir (fh) Bahaya banjir dapat diketahui dengan melihat kondisi lahan yang pada
permukaan tanahnya terdapat genangan air. Genangan air dalam kurun waktu yang cukup
lama dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Air akan menjenuhi daerah perakaran
sehingga mengakibatkan akar tanaman tidak mempu menyerap unsur hara secara optimal
sehingga kurang mencukupi kebutuhan tanaman untuk proses metabolisme yang akhirnya
dapat menurunkan produktivitas tanaman
hujan 80% (untuk padi) dan 50% (untuk palawija) terpenuhi. Yang dimaksud dengan curah hujan
80% terpenuhi yaitu curah hujan bulanan dengan probabailitas terlampaui sebesar 80% atau
20% tidak terlampaui. Dalam perhitungan probabilitas terlampaui ini digunakan rumus Weibull
yaitu :
m
p=
N +1
Dimana:
p = probabilitas terlampaui
m = posisi dalam rangking yang dibuat dari besar ke kecil
N = jumlah titik data
Perhitungan curah hujan andalan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4-31 Distribusi Probalilitas Curah Hujan Bulanan di Kecamatan Pulau Besar
Prob Bulan
No.
(%) Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
1 64,5 357,1 196,9 271,4 247,7 219,1 120,1 133,3 105,9 97,2 184,8 256,3 273,2
2 67,7 328,9 185,7 249,9 227,7 215,8 120,0 131,8 92,7 84,8 177,0 248,9 244,0
3 71,0 322,6 168,7 236,4 223,0 205,1 118,7 130,1 78,0 84,3 157,1 247,8 238,2
4 74,2 300,5 161,7 218,2 215,9 201,2 113,6 124,9 66,7 82,0 152,8 242,1 230,3
Prob Bulan
No.
(%) Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
5 77,4 294,0 156,9 216,3 209,3 200,2 109,7 118,6 62,1 67,7 131,4 238,0 227,7
6 80,6 262,2 148,7 214,7 194,4 194,1 105,3 115,6 58,3 63,9 129,2 231,6 216,8
7 83,9 249,4 145,3 213,2 185,6 189,4 103,0 115,2 56,2 59,2 124,2 227,6 205,4
8 87,1 233,5 142,8 211,3 177,8 185,2 101,5 110,8 55,2 56,8 104,3 189,2 194,7
9 90,3 228,1 130,9 206,6 177,7 184,2 101,3 107,7 44,0 55,2 104,0 188,1 174,9
10 93,5 223,7 114,2 203,4 174,1 175,1 97,8 82,1 42,7 36,6 95,5 186,2 121,4
11 96,8 207,3 111,4 200,6 156,8 174,2 93,1 73,7 31,2 23,1 94,8 184,6 111,6
Tabel 4-32 Curah Hujan Andalan 80% dan 50% di Kecamatan Pulau Besar
80%
Bulan
No. Satuan
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
2 mm/hr 5,7 3,6 6,2 4,6 5,1 2,7 1,9 0,4 0,4 2,7 5,6 7,1
50%
Bulan
No. Satuan
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
1 mm/bln 311,6 165,2 227,3 219,5 203,2 116,2 127,5 72,4 83,2 155,0 245,0 335,9
2 mm/hr 10,1 5,9 7,3 7,3 6,6 3,9 4,1 2,3 2,8 5,0 8,2 10,8
C u r a h H u j a n ( m m / b ln ) 450
400
350 3 1 5 ,8 KONDI S I CURAH B UL ANAN DI K ECAMATAN PUL AU BESAR 3 2 0 ,1
300 2 5 1 ,2 2 4 3 ,2 2 3 5 ,1
250 2 0 9 ,6
1 9 0 ,6
200 1 5 9 ,5
1 3 1 ,6 1 3 6 ,6
150 1 0 2 ,0 9 6 ,3
100
50
0
Jan Fe b Ma ret April Me i J uni J uli Agust Sept Okt Nop De s
Bulan
400
K ONDI S I CURAH HUJAN ANDAL AN DI K ECAMATAN PUL AU BESAR
335,9
311,6
350
300 245,0
227,3 219,5 R80 R50
203,2 219,0
250
165,2 192,3 155,0
200 175,2 166,9
157,6
136,9 116,2 127,5
150 100,3 83,2
72,4 84,6
82,0
100 59,1
50 11,2 11,2
0
Bulan
Gambar 4-26 Grafik Kondisi Curah Hujan Andalan di Kecamatan Pulau Besar
Sedangkan curah hujan effektif untuk sistem pertanian lahan kering, besarnya diambil rata-rata
curah hujan bulanan.
Besarnya persentase curah hujan effektif tersebut tidak mempertimbangkan intensitas dan
kemampuan menyimpan air. Besar curah hujan effektif untuk masing-masing bulan ditampilkan
seperti pada tabel di bawah.
Tabel 4-33 Hujan Efektif Lahan Beririgasi Untuk Padi di Kecamatan Pulau Besar
Bulan
No. Ket.
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
1 Jml hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
2 R80 (mm/hr) 5,7 3,6 6,2 4,6 5,1 2,7 1,9 0,4 0,4 2,7 5,6 7,1
3 Reff (mm/hr) 3,96 2,51 4,34 3,19 3,56 1,91 1,33 0,25 0,26 1,91 3,89 4,94
Tabel 4-34 Hujan Efektif Lahan Beririgasi Untuk Palawija di Kecamatan Pulau Besar
Bulan
No. Ket.
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
1 Jml hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
2 R50 (mm/hr) 10,1 5,9 7,3 7,3 6,6 3,9 4,1 2,3 2,8 5,0 8,2 10,8
3 Reff (mm/hr) 7,04 4,13 5,13 5,12 4,59 2,71 2,88 1,63 1,94 3,50 5,72 7,58
1 Jml hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
2 Reff (mm/hr) 10,19 6,81 8,10 8,11 6,76 4,39 4,41 3,29 3,21 5,14 7,84 10,32
7,58
8,0 7,04 K ONDI SI CURAH HUJAN EFFEK TI F DI K ECAMATAN PULAU B ES AR
7,0 5,72
5,13 5,12 Padi
6,0 4,59 4,94
4,13 Palawija
5,0 4,34
3,96 3,50 3,89
3,56 2,88
4,0 3,19 2,71
3,0 2,51 1,94
1,91 1,63 1,91
2,0 1,33
Bulan
Gambar 4-27 Grafik Curah Hujan Efektif Lahan Beririgasi di Kecamatan Pulau Besar
Pola tanam yang sekarang dilaksanakan di Kecamatan Pulau Besar yang lahan pertaniannya
merupakan Daerah Irigasi Rawa, yaitu pada umumnya 2 (dua) kali padi dalam 1 (satu) tahun
dengan mulai awal masa tanam pada awal bulan November, namun untuk tanam kedua tidak
berhasil akibat ketersediaan air kurang (tidak ada). Pada waktu tanam padi, sistem pertanian
yang diterapkan yaitu sistem pertanian lahan kering, dimana usaha pertanian yang dilaksanakan
di sebidang tanah tanpa batas pematang dan tidak mendapat pengairan kecuali dari air hujan,
atau sering disebut sitem pertanian dengan tadah hujan. Pada musim kemarau lahan dibiarkan
begitu saja sehingga sebagian besar lahan sawah terbengkalai dan lahan pertanian berubah
menjadi semak belukar, namun ada sebagian lahan dioleh menjadi kebun yang ditanami sayuran
(cabe, kubis, semangka dan lainnya) dengan sumber air yang terbatas, yaitu sisa air yang ada di
saluran (macak-macak).
Sebelum musim tanam, lahan pertanian yang terbengkalai dan sudah menjadi semak belukar
dibakar, dengan tujuan supaya dapat dioleh kembali menjadi lahan pertanian yang siap
ditanami. Kegiatan pemakaran hutan dan/atau semak belukar juga dilakukan untuk membuka
lahan pertanian baru.
Untuk pengembangan dan peningkatan produktivitas hasil pertanian di masa mendatang, dalam
analisis ini akan dicoba pola tanam padi–padi–palawija dan padi–palawija–palawija dengan awal
masa tanam untuk periode tertentu. Untuk mendapatkan kebutuhan air irigasi yang efisien maka
dalam analisis ini dicoba-coba awal periode masa tanam dari Januari 1 (awal bulan Januari)
sampai Desember 2 (pertengahan bulan Desember).
Padi Padi
Palawija
LP LP
85 hari
90 hari setelah tranplantasi 90 hari setelah tranplantasi
Padi varietas
Padi unggul
NEDECO/PROSIDA Kedelai Palawija
varietas unggul
Palawija
LP LP
85 hari 85 hari
90 hari setelah tranplantasi
Pola tanam ini dapat disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam dan variasi penanaman.
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Evaporasi merupakan konversi air dari keadaan cair menjadi uap. Penguapan ini terjadi pada tiap
keadaan suhu, sampai udara di atas permukaan menjadi jenuh dengan uap. Proses evaporasi
dibedakan menjadi 2, antara lain:
a) Evaporasi aktual, yaitu proses evaporasi yang berlangsung pada kondisi alami terjadi pada
keadaan daerah dan waktu tertentu, sehingga nilainya sangat bergantung pada kondisi
lingkungan yang berlaku pada kondisi saat ini.
b) Evaporasi potensial, yaitu proses evaporasi yang terjadi pada suatu permukaan penguapan
yang berada dalam kondisi kecukupan air.
Faktor meteorologi
1. Radiasi Matahari
Konversi air dari cair menjadi uap memerlukan input energi yang berupa panas laten. Proses
transpirasi hanya terjadi saat tumbuhan melakukan proses fotosintesis di bawah pengaruh
sinar matahari, tetapi evaporasi terjadi sepanjang hari selama ada input panas. Jadi proses
evapotranpirasi akan sangat aktif jika ada penyinaran langsung dari matahari. Awan
merupakan penghalang radiasi matahari dan akan mengurangi input energi, sehingga akan
menghambat proses.
2. Angin
Jika air menguap ke atmosfir maka lapisan batas antara tanah dengan udara menjadi jenuh
oleh uap air sehingga proses penguapan terhenti. Agar proses tersebut berjalan lapisan jenuh
harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu dapat dimungkinkan hanya apabila
terdapat angin. Jadi kecepatan angin memegang peranan dalam proses penguapan.
Jika kelembaban relatif naik, kemampuan udara untuk menyerap uap air akan berkurang,
sehingga laju penguapan akan berkurang.
4. Suhu (Temperatur)
Suhu udara dan suhu permukaan yang tinggi akan mempercepat proses penguapan, karena
adanya energi panas yang tersedia. Kemampuan udara untuk menyerap uap air akan
bertambah jika suhunya naik. Hal ini berarti suhu udara mempunyai efek ganda dibandingkan
suhu permukaan.
Parameter Bulan
Klimatologi Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Radiasi
31,8 34,6 39,8 37,7 42,1 50,0 52,5 54,0 49,1 43,3 31,5 23,4
Matahari (% )
Kecepatan
186,3 197,2 174,0 155,1 186,3 206,7 247,0 275,7 262,0 210,8 153,8 161,8
Angin (km/hari)
Kelembaban
86,9 84,5 85,8 79,9 83,1 81,1 79,9 77,7 77,2 80,0 84,0 87,1
Relatif (%)
Temperatur
26,0 26,3 26,5 26,9 27,4 27,3 27,1 27,3 27,5 27,2 26,6 26,1
Rata-rata (oC)
Pada umumnya cara-cara yang dipakai untuk menaksir besarnya evaporasi didasarkan atas
anggapan bahwa air yang tersedia berlebihan, sehingga yang didapat adalah harga evaporasi
potensial. Metode Penman merupakan metode perhitungan evaporasi yang cukup banyak
digunakan. Dibandingkan dengan metode lainnya cara ini relatif lebih mudah dengan tingkat
akurasi yang cukup. Metode Penman dalam perkembangannya telah banyak mengalami
modifikasi, sehingga dalam pekerjaan ini dalam menghitung nilai evaporasi digunakan Metode
Penman Modifikasi. Adapun persamaan yang digunakan untuk perhitungan evaporasi dengan
metode ini, yaitu:
ETo={[ W ×Rn ]× [ ( 1−W )×( ea−ed ) f ( U ) ] }C
Dimana:
ETo = evapotranspirasi potensial (mm/hr)
W = faktor berat/faktor penimbang
Rn = penyinaran radiasi matahari bersih (mm/hr)
ea = tekanan uap jenuh (mbar)
ed = tekanan uap nyata (mbar)
ea - ed = perbedaan tekanan uap air/saturation defisit (mbar)
f(U) = fungsi angin relatif/fungsi kecepatan angin
C = faktor penggantian efek kondisi cuaca akibat siang dan malam hari
Faktor berat (W) diperoleh dengan menggunakan tabel yang mengambarkan hubungan
antara temperatur udara (T) dengan W untuk berbagai altitude.
Rn=Rns−Rnl
Dimana:
Besarnya penyinaran radiasi matahari yang dikoreksi bumi dihitung dengan persamaan
berikut:
Dimana:
Penyinaran radiasi matahari teoritis (Ra) diperoleh dengan menggunakan tabel "extra
terrestrial radiation (Ra) expressed in equivalent evaporation in mm/day".
Besarnya radiasi matahari yang dipancarkan bumi dihitung dengan persamaan berikut:
Nilai pengaruh temperatur udara pada radiasi gelombang panjang diperoleh dengan
menggunakan tabel "pengaruh temperatur udara f(T) pada radiasi gelombang panjang".
Nilai pengaruh tekanan udara pada radiasi gelombang panjang dihitung dengan
menggunakan persamaan seperti berikut:
f ( n /N )=0,1+ ( 0,9 n/ N )
2. Tekanan Uap Jenuh (ea)
Besarnya tekanan uap jenuh, diperoleh dengan menggunakan tabel "saturation vapour
pressure (ea) in mbar as function of mean air temperature (T) in oC".
ed=ea×Rh/100
Dimana Rh merupakan kelembaban rata-rata.
U
( 100 ))
f ( U ) =0 , 27 1+ (
Dimana U merupakan kecepatan angin rata-rata.
5. Faktor Penggantian Efek Kondisi Cuaca Akibat Siang dan Malam Hari (C)
Faktor penggantian efek kondisi cuaca akibat siang dan malam hari diperoleh dengan
menggunakan tabel "adjustment factor (c) in presented Penman Equation".
Dalam analisis hidrologi ini, besarnya evaporasi potensial merupakan besarnya penguapan yang
terjadi di lapangan. Dimana dalam hal ini, besarnya penguapan diperoleh berdasarkan
pengumpulan data sekunder yang didapat dari BMKG Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Eto
No. Bulan
(mm/hr) (mm/bln)
1 Jan 3,87 120,10
2 Feb 4,57 127,90
3 Maret 4,71 146,03
4 April 4,43 132,77
5 Mei 4,67 144,70
6 Juni 4,81 144,27
7 Juli 4,73 146,67
8 Agust 5,46 169,20
9 Sept 6,22 186,57
10 Okt 4,79 148,43
11 Nop 4,69 140,70
12 Des 4,25 131,90
Sumber : Hasil Analisis, 2018
160,00
145,54
137,69
K ONDISI EVA PORASI DI KECA MATA N PULA U B ESA R
130,09 132,99
140,00
( m m / b ln )
127,24
120,57
115,00
120,00 109,41
93,93
100,00
83,12
77,24
80,00 71,83
60,00
J an Fe b M aret Ap ril M ei J un i J ul i Ag ust S ep t O kt N op D es
Bulan
ETc = Kc x Eto
PADI
NEDECO/PROSIDA FAO KEDELAI
Varietas Varietas Varietas Varietas
Biasa Unggul Biasa Unggul
1.2 1.2 1.1 1.1 0.5
1.2 1.27 1.1 1.1 0.75
1.32 1.33 1.1 1.05 1
1.4 1.3 1.1 1.05 1
1.35 1.3 1.1 0.95 0.82
1.24 0 1.05 0 0.45
1.12 0.95
0 0
Perkiraan kebutuhan air irigasi sistem pertanian lahan beririgasi dihitung sebagai berikut:
Penggunaan konsumtif air oleh tanaman diperkirakan berdasarkan metode perkiraan empiris
dengan menggunakan data iklim, koefisien tanaman pada tahap pertumbuhan:
ETc = Kc x Eto
Dimana:
Eto adalah evapotranspirasi potensial (mm/hari)
Kc adalah koefisien tanaman (Error: Reference source not found).
Kehilangan air akibat perkolasi
Besarnya kehilangan air akibat perkolasi merupakan besaran air yang masuk ke tanah.
Besarnya laju perkolasi tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
Tekstur tanah
Permeabilitas tanah
Tebal lapisan tanah bagian atas (top soil) mempunyai pengaruh terhadap nilai perkolasi.
Semakin tipis tanah lapisan atas maka laju perkolasi semakin kecil. Demikian juga letak
permukaan air tanah, semakin tinggi letak permukaan air tanah, makin kecil pula laju
perkolasinya (KP-01 hlm 165). Berdasarkan jenis tanah dan hasil pengamatan, kondisi lahan
saat ini sebagian besar sudah berupa sawah sehingga tanah dapat dikatakan sudah jenuh dan
harga perkolasi dapat diperkirakan sebesar 1 mm/hari.
Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang jatuh di areal irigasi. Besarnya curah hujan
efektif yaitu 70% curah hujan andalan. Besar curah hujan effektif untuk tanaman padi dapat
dilihat pada Error: Reference source not found dan Error: Reference source not found, serta
curah hujan effektif untuk tanaman palawija dapat dilihat pada Error: Reference source not
found dan Error: Reference source not found.
Efisiensi irigasi secara keseluruhan merupakan kehilangan air di saluran baik itu akibat
rembesan, bocor maupun akibat penguapan. Besarnya efisiensi yang terjadi yaitu:
Efisiensi jaringan primer (ep) : 90%
Efisiensi jaringan sekunder (es) : 90%
Efisiensi jaringan tersier (et) : 80%
Jadi e = ep x es x et = 90% x 90 % x 80% = 64,8%
Penggantian lapisan air setinggi 50 mm diberikan dengan jangka waktu satu setengah bulan,
jadi kebutuhan air tambahan adalah 3,3 mm/hr.
Kebutuhan air irigasi untuk padi merupakan kebutuhan air tanaman padi yang sudah
diperhitungkan juga kehilangan air di saluran.
DR = NFR/e
Kebutuhan air irigasi selama jangka waktu penyiapan lahan dihitung dengan menggunakan
rumus:
M .e k
LP k
e 1 M = E0 + P
E0 = 1,1Eto
k = (M x T)/S
Dimana:
M = kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan.
Eo = evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan (mm/hr)
T = jangka waktu penyiapan lahan (hr)
S = air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm
Dari hasil perhitungan didapatkan kebutuhan air untuk penyiapan lahan, seperti pada Error:
Reference source not found.
Tabel 4-41 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan di Kecamatan Pulau Besar
T (hari) T (hari)
Eo Eo + P 30 45
No Bulan
S (mm) S (mm)
mm/hr mm/hr 250 300 250 300
1 Jan 4,26 5,96 11,67 13,28 9,06 10,09
2 Feb 5,02 6,72 12,14 13,74 9,58 10,58
3 Maret 5,18 6,88 12,24 13,83 9,69 10,69
4 April 4,87 6,57 12,04 13,64 9,47 10,48
5 Mei 5,13 6,83 12,21 13,80 9,66 10,66
6 Juni 5,29 6,99 12,31 13,90 9,76 10,76
7 Juli 5,20 6,90 12,26 13,85 9,70 10,70
8 Agust 6,00 7,70 12,77 14,34 10,27 11,24
9 Sept 6,84 8,54 13,32 14,87 10,88 11,82
10 Okt 5,27 6,97 12,30 13,88 9,75 10,75
11 Nop 5,16 6,86 12,23 13,82 9,67 10,67
12 Des 4,68 6,38 11,93 13,53 9,34 10,36
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Dalam perhitungan kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan beririgasi ini dicoba
dengan beberapa alternatif awal masa tanam yang dimulai masa tanam pada Awal Bulan Januari
sampai Akhir Bulan Desember.
Untuk menghitung besarnya debit yang dibutuhkan di areal irigasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
QButuh = DR x Air/1000
Berdasarkan hasil hitungan kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan beririgasi dapat
diketahui besarnya kebutuhan air irigasi yang dibutuhkan di areal irigasi di Kecamatan Pulau
Besar dan Kecamatan Gantung seperti yang ada pada Lampiran. Dari hasil simulasi awal masa
tanam untuk pola tanam Padi-Padi-Palawija didapatkan kebutuhan air irigasi untuk sistem
pertanian lahan beririgasi, seperti berikut:
Kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 2,11 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal masa
tanam dilakukan pada awal Februari, pertengahan Februari, pertengahan Juni, dan awal Juli.
Kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 1,48 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal masa
tanam dilakukan pada awal November dan pertengahan November.
Total kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 20,44 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Februari.
Total kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 16,72 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Oktober.
Adapun hasil simulasi awal masa tanam untuk pola tanam Padi-Palawija-Palawija didapatkan
kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan beririgasi, seperti berikut:
Kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 2,11 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal masa
tanam dilakukan pada pertengahan Juni dan awal Juli.
Kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 1,14 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal masa
tanam dilakukan pada pertengahan Desember.
Total kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 12,43 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Juli.
Total kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 8,71 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Oktober.
Besarnya kebutuhan tanaman untuk sistem pertanian lahan kering dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan keseimbangan air sebagai berikut:
CWR=ETc + P+ LP
Dimana:
CWR = kebutuhan air tanaman (mm/hr)
ETc = penggunaan konsumtif (mm/hr)
P = kehilangan air akibat perkolasi (mm/hr)
LP = kebutuhan air penyiapan lahan (mm/hari)
Jumlah air yang dibutuhkan pada awal musim tanam untuk pengolahan tanah, biasanya
sekitar 150 mm untuk padi musim hujan.
Berdasarkan hasil hitungan kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan kering dapat
diketahui besarnya kebutuhan air irigasi yang dibutuhkan di areal irigasi di Kecamatan Pulau
Besar dan Kecamatan Gantung seperti yang ada pada Lampiran. Dari hasil simulasi awal masa
tanam untuk pola tanam Padi-Padi-Palawija didapatkan kebutuhan air irigasi untuk sistem
pertanian lahan kering di Kecamatan Pulau Besar, seperti berikut:
1. Kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 2,07 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada pertengahan Maret, awal April, pertengahan April, awal Mei,
awal Agustus, pertengahan Agustus, awal September, dan pertengahan September.
2. Kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 1,30 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal masa
tanam dilakukan pada awal November, pertengahan November, dan awal Desember.
3. Total kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 18,09 lt/dt/ha yang terjadi ketika
awal masa tanam dilakukan pada pertengahan Februari.
4. Total kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 14,47 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Oktober.
Adapun hasil simulasi awal masa tanam untuk pola tanam Padi-Palawija-Palawija didapatkan
kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan kering di Kecamatan Gantung, seperti
berikut:
1. Kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 2,07 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Agustus, pertengahan Agustus, awal September, dan
pertengahan September.
2. Kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 1,09 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Desember.
3. Total kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 11,25 lt/dt/ha yang terjadi ketika
awal masa tanam dilakukan pada awal Juli.
4. Total kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 7,63 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Oktober.
1. Data Hujan. Yang dimaksud data hujan dalam perhitungan ini, yaitu besar curah hujan
bulanan (P) yang terjadi di catchment area dan jumlah hari hujan (h) pada bulan yang
bersangkutan.
Et=ETo−E
Dimana:
Et = evapotranspirasi terbatas (mm)
ETo = evapotranspirasi potensial (mm)
E = perbedaan antar evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi terbatas
Besarnya perbedaan antar evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi terbatas dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
E=ETo . ( m/20 ) . ( 18−h )
Dimana:
m = prosentase lahan yang tidak tertutup vegetasi
h = jumlah hari hujan
Prosentase lahan yang tidak tertutup vegetasi ditaksir dari peta tata guna lahan, diambil:
Keseimbangan Air
Keseimbangan air di permukaan tanah dihitung berdasarkan besarnya curah hujan bulanan
dikurangi nilai evapotranspirasi terbatas rata-rata bulanan sehingga diperoleh persamaan:
ΔS=P−Et
Dimana:
Besarnya nilai ∆S akan menentukan air masuk ke dalam tanah atau tidak:
a. ∆S nilainya negatif apabila P < Et, sebagian air tanah akan keluar sehingga terjadi
defisit.
Soil moisture storage (SMS) merupakan volume air untuk melembabkan tanah yang besarnya
tergantung (P - Et), soil storage dan soil moisture bulan sebelumnya. besarnya soil moisture
storage, yaitu:
Soil moisture capacity (SMC) merupakan volume air yang diperlukan untuk mencapai kapasitas
kelengasan tanah. Besarnya SMC tergantung pada tipe tanaman penutup lahan ( land cover) dan
jenis tanahnya.
Simpanan awal (initial soil mouisture storage) didefinisikan sebagai besarnya volume pada saat
pemulaan mulainya perhitungan (bulan sebelumnya). Besarnya simpanan awal ditaksir sesuai
dengan keadaan musim. Untuk musim hujan nilainya bisa sama dengan soil moisture capacity,
tetapi untuk musim kemarau pada umumnya dipakai data kadar air tanah.
Soil storage (SS) merupakan perubahan volume air yang ditahan oleh tanah yang besarnya
tergantung pada (P - Et), soil storage bulan sebelumnya. Besarnya soil storage, yaitu:
Asumsi yang dipakai DR FJ Mock adalah air akan memenuhi SMC terlebih dahulu sebelum water
surplus tersedia untuk infiltrasi dan perkolasi yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct
run off). Jika SMS sudah mencapai kapasitas maksimumnya (SMC) sehingga tidak disimpan dalam
tanah lembab, berarti soil storage sama dengan nol dan besarnya water surplus sama dengan P –
Et. Sebaliknya jika SMS belum mencapai kapasitas maksimum, maka tersedia ruang untuk
mengisi tanah lembab, yang besarnya adalah P – EtV Karena air berusaha untuk mengisi
kapasitas maksimumnya, maka tidak ada water surplus.
Water surplus merupakan volume air (air hujan yang telah mengalami evapotransirasi terbatas)
yang akan masuk ke permukaan tanah yang besarnya yaitu:
Nilai run off dan ground water besarnya tergantung dari keseimbangan air dan kondisi tanahnya.
Infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang
bersifat porous umumnya memiliki koefisien infiltrasi yang lebih besar. Namun jika kemiringan
tanahnya terjal dimana air tidak sempat mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah, maka
koefisien infiltrasinya bernilai kecil. Besarnya infiltrasi volume air yang masuk ke dalam tanah
dapat dihitung dengan persamaan:
I n=WS ×I
Dimana:
Infiltrasi terus terjadi sampai mencapai zona tampungan air tanah (ground water storage).
Besarnya ground water dipengaruhi oleh:
1. Infiltrasi (In). Semakin besar infiltrasi maka groundwater storage semakin besar pula.
3. Konstanta resesi aliran bulanan (k). Konstanta ini adalah proporsi air tanah bulan lalu yang
masih ada pada bulan sekarang. Nilai k cenderung lebih besar pada bulan basah.
4. Groundwater storage bulan sebelumnya (V n-1). Nilai ini diasumsikan sebagai konstanta awal,
dengan anggapan bahwa water balance merupakan siklus tertutup yang ditinjau selama
rentang waktu menerus tahunan tertentu. Dengan demikian maka nilai asumsi awal bulan
pertama tahun pertama harus dibuat sama dengan nilai bulan terakhir tahun terakhir.
Dari ketiga faktor di atas, Mock merumuskan besarnya volume air tanah sebagai berikut:
Dimana:
Vn = volume air tanah
k = faktor resesi aliran air tanah (0,4 - 0,7)
V(n-1) = volume air tanah pada bulan ke (n-1)
Perubahan volume air tanah adalah selisih volume air tanah pada bulan yang ditinjau dengan
volume air tanah bulan sebelumnya:
ΔV n =V n −V ( n−1 )
Perubahan volume air tanah ini penting bagi terbentuknya aliran dasar sungai (base flow).
Karena metoda Mock didasarkan atas water balance, maka batasan-batasan water balance
harus dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater storage (ΔV n) selama
rentang waktu tahunan tertentu adalah nol.
Aliran Permukaan
Aliran permukaan yang dimaksud disini yaitu total run off yang merupakan komponen
pembentuk aliran sungai, dimana besarnya adalah jumlah antara base flow, direct run off dan
storm run off:
Dalam hal ini base flow merupakan selisih antara infiltrasi dengan perubahan volume air tanah,
dalam bentuk persamaan:
BF=I n −ΔV n
Dimana:
BF = base flow (mm/bln)
In = infiltrasi (mm/bln)
∆Vn = perubahan volume air tanah (mm/bln)
Jika pada suatu bulan ΔVn bernilai negatif (terjadi karena volume air tanah bulan yang ditinjau
lebih kecil dari pada bulan sebelumnya), maka base flow akan lebih besar dari nilai infiltrasinya.
Karena water balance merupakan siklus tertutup dengan perioda tahunan tertentu maka
perubahan volume air tanah selama setahun adalah nol dan jumlah base flow sama dengan
jumlah infiltrasi.
Selain base flow, komponen debit yang lain adalah direct run off (limpasan langsung) atau
surface run off (limpasan permukaan). Limpasan permukaan berasal dari water surplus yang
telah mengalami infiltrasi. Jadi direct run off dihitung dengan persamaan :
BRO=WS−I n
Dimana:
BRO = direct run off (mm/bln)
WS = water surplus (mm/bln)
In = infiltrasi (mm/bln)
Komponen debit yang lain adalah storm run off, yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi
selama hujan deras. Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari hujan. Storm run off hanya
dimasukkan ke dalam total run off, bila presipitasi kurang dari nilai maksimum soil moisture
capacity (SMC). Menurut Mock, storm run off ini dipengaruhi oleh percentage factor (PF) dengan
nilai berkisar antara 5% – 10%, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya ketidakberaturan
hujan sehingga mencapai 37%. Dalam perhitungan storm run off, Mock merumuskan bahwa:
Jika presipitasi (P) > SMC, maka nilai storm run off = 0.
Jika presipitasi (P) < SMC, maka nilai storm run off adalah jumlah curah hujan dikalikan
dengan percentage factor:
SRO=P×PF
Dimana:
SRO = storm run off (mm/bln)
P = curah hujan (mm/bln)
PF = percentage factor
Debit aliran sungai adalah volume air yang mengalir pada suatu titik tinjau di sungai untuk suatu
satuan waktu. Debit aliran merupakan pengalian antara aliran sungai (dalam mm/bulan) dengan
luas daerah tangkapan sungai (catchment area) pada titik tinjau yang bersangkutan, dalam
perumusan berikut:
TRO
Q= (1000 : { N×24×3600 })×( A×1000 .000 )
Dimana:
Q = debit aliran sungai (m3/dt)
TRO = total run off (mm/bln)
N = jumlah hari pada bulan yang bersangkutan
A = luas catchment area (km2)
Dengan prosedur perhitungan yang dijelaskan di atas maka dapat dilakukan perhitungan debit
aliran sungai yang menjadi sumber air irigasi di daerah kajian.
Gambar 4-29 Grafik Perbandingan Debit Aliran Sungai Nyireh dengan Kebutuhan Air Irgasi
Gambar 4-30 Grafik Perbandingan Debit Aliran Sungai Kemis dengan Kebutuhan Air Irgasi
Gambar 4-31 Grafik Perbandingan Debit Aliran Sungai Nangka dengan Kebutuhan Air Irgasi
Pasang surut setengah harian berarti setiap setengah hari (12 jam) di suatu tempat tertentu
terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Dalam satu hari akan terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut, disebut juga pasang surut semi diurnal. Apabila pasang surut ini
disebabkan oleh gaya tarik bulan, maka disebut lunar semi diurnal dan apabila disebabkan
gaya tarik matahari disebut solar semi diurnal.
Pasang surut harian terjadi apabila dalam sehari (24 jam) hanya terjadi satu kali air pasang
dan satu kali air surut dan biasanya disebut juga sebagai pasang surut diurnal.
Pasang surut campuran terjadi apabila dalam sehari (24 jam) terjadi air pasang dan air surut
yang tidak beraturan. Pasang surut campuran ini terbagi menjadi dua, yaitu:
Pasang surut campuran condong ke setengah harian atau disebut dengan mixed semi
diurnal tide.
Pasang surut campuran condong ke harian atau disebut dengan mixed diurnal tide.
Secara matematik tipe pasang surut yang dijelaskan di atas dapat ditentukan berdasarkan
besarnya angka bentuk (form number/formzall), yang dirumuskan sebagai berikut:
AO 1 + AK1
F=
AM2 +AS 2
Dimana:
A : amplitudo
M2 : komponen utama bulan (semi diurnal)
S2 : komponen utama matahari (semi diurnal)
K1 : komponen bulan
O1 : komponen utama bulan (diurnal)
Untuk mendapatkan konstanta (konstiuen) pasang surut, dihitung dengan menggunakan metode
Least Square seperti yang dijelaskan pada Error: Reference source not found. Hasil pencataan
diambil dengan interval 1 jam sebagai input untuk Least Square dan konstanta pasang surut.
Least Square
Perbandingan Hasil
Prediksi Data
Pengukuran
Komponen Pasang Surut Jenis Pasang Surut
Gambar 4-32 Bagan Alir Perhitungan dan Peramalan Perilaku Pasang Surut Laut
campuran, terutama Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali
2 0.25 < F < 1.5 semi diurnal air surut dengan ketinggian yang berbeda
Dengan bantuan program ERG dihasilkan 9 komponen harmonik pasang surut seperti ditunjukan
pada di bawah.
Amplitudo
Konstituen Beda Fase
(cm)
O1 0,50 12,87
P1 0,17 3,21
M4 0,00 -15,54
MS4 0,00 135,82
SO -0,60
Keterangan:
M2 = komponen utama bulan (semi diurnal)
S2 = komponen utama matahari (semi diurnal)
N2 = komponen eliptis bulan
K2 = komponen bulan
K1 = komponen bulan
O1 = komponen utama bulan (diurnal)
P1 = komponen utama matahari (semi diurnal)
M4 = komponen utama bulan (kuarter diurnal)
MS4 = komponen utama matahari-bulan
Berdasarkan harga-harga tidal konstituent di Selat Bangka diperoleh harga bilangan Fromzal F =
3,970 sehingga karakteristik pasang surut di Pantai Kecamatan Pulau Besar adalah Pasang harian
tunggal (diurnal). Dengan tipe pasang surut tersebut maka kondisi pasang surut di pantai wilayah
Kecamatan Pulau Besar dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut.
Dengan konstanta di atas, dilakukan pula peramalan pasang surut untuk masa 20 tahun sejak
tanggal pengamatan, yang dilakukan dengan program ERG. Hasil peramalan tersebut
dibandingkan dengan pembacaan elevasi di lapangan untuk melihat kesesuaiannya (lihat
Gambar 4 -33 Grafik Perbandingan Data Pasang Surut di Kecamatan Pulau Besar).
2,0
1,6
Elevasi
1,2
0,8
0,4
0,0
0 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336 360
-0,4
Jam Ke
Gambar 4-33 Grafik Perbandingan Data Pasang Surut di Kecamatan Pulau Besar
Dengan peramalan pasang surut yang dilakukan, didapatkan elevasi acuan pasang surut seperti
yang dapat dilihat pada Error: Reference source not found. Dari tabel tersebut dapat diketahui
bahwa besar tunggang pasang di pantai wilayah Kecamatan Pulau Besar yaitu 3,3 m.
Tabel 4-44 Karakteristik Elevasi Pasang Surut di Pantai Kecamatan Pulau Besar
Hasil Program
Highest Water Spring (HWS ) = 3,16
Mean High Water Spring (MHWS) = 2,96
Mean High Water Level (MHWL) = 2,45
Mean Sea Level (MSL ) = 1,50
Mean Low Water Level (MLWL) = 0,56
Mean Low Water Spring (MLWS) = 0,05
Lowest Water Spring (LWS ) = -0,14
Acuan MSL
Highest Water Spring (HWS ) = 1,66
Mean High Water Spring (MHWS) = 1,46
Mean High Water Level (MHWL) = 0,95
Mean Sea Level (MSL ) = 0,00
Mean Low Water Level (MLWL) = -0,94
Mean Low Water Spring (MLWS) = -1,45
Lowest Water Spring (LWS ) = -1,64
Menurut data Dinas Pertanian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2018), total lahan sawah di
wilayah Kecamatan Pulau Besar adalah sebesar 3.225 hektar. Dalam wilayah Kabupaten Bangka
Selatan, luas sawah di Kecamatan Pulau Besar tersebut, berkontribusi sebesar 21,81% terhadap
lahan sawah kabupaten yang seluas 14.789 hektar. Lahan sawah terluas di Bangka Selatan
berada di Kecamatan Toboali yaitu seluas 5.893 hektar (39,85%).
Adapun intensitas sebaran sawah di Kecamatan Pulau Besar, sebaran terluas berada di wilayah
Desa Batu Betumpang yaitu seluas 1.907,6 hektar. Sedangkan luasan terkecil adalah di wilayah
Desa Sukajaya yaitu seluas 120 hektar.
Tabel 4-45 Data Lahan Sawah dan Produktivitas Padi Di Kecamatan Pulau Besar
Produk-
Total Luas Tanam (ha) Luas Tanam (ha) Luas Tanam (ha0 Luas tivitas GKP Produk-
Lahan 2015-2016 2016-2017 2017-2018 Panen Okt- (ton/ha) tivitas
No. Desa
Sawah Mar
(ha)
okmar asep okmar asep okmar asep
1 Batu Betumpang 1,907.60 1,115.00 818.00 68.00 419.00 90.00 - 282.00 3.00 846 3.00
2 Panca Tunggal 477.40 71.00 6.00 91.00 60.50 - - 5.00 2.00 30 2.00
3 Fajar Indah 570.00 367.00 18.00 94.00 - 152.00 - 123.00 3.00 369 3.00
4 Suka Jaya 120.00 53.00 2.00 - - - - - - -
5 Sumber Jy Permai 150.00 134.00 126.00 23.00 70.00 80.00 - 60.00 3.00 180 3.00
3,225.00 1,740.00 968.00 278.00 549.50 322.00 - 480.00 11.00 1,425.00 11.00
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Kep. Bangka Belitung, 2018
Adapun secara spasial, sebaran lahan sawah di Kecamatan Pulau Besar seperti tersaji pada
gambar dihalaman selanjutnya.
Keadaan iklim diwilayah kajian tergolong iklim kering. Jumlah bulan basah rata-rata 2-4 bulan
antara bulan Desember sampai bulan Maret. Rata-rata curah hujan 60 – 130 mm/bln dengan
jumlah hari hujan 5 – 11 hari/bln. Kondisi tersebut sangat berdampak pada pemilihan komoditi
dan kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian diwilayah kajian sangat tergantung pada curah
hujan karena tidak terjangkaunya oleh jaringan irigasi serta komoditi yang banyak dikembangkan
adalah jagung, ubi-ubian, dan kacang kacangan. Untuk desa Matawai Atu, Watu Hadang, dan
Mutunggending karena terjangkau jaringan irigasi selain jagung, ubi-ubian, dan kacang-
kacangan untuk area sawah banyak juga ditanami padi sawah. Karena tergolong iklim kering dan
curah hujan sangat rendah untuk memenuhi kebutuhan air pertanian sangat dibutuhkan
pembangunan/penambahan dan pemeliharaan jaringan irigasi yang telah terbangun.
Komoditi tanaman pangan yang potensial untuk dikembang adalah Padi, Jagung, Kacang
kacangan dan ubi-ubian. Rata-rata produksi adalah padi 3 ton/Ha GKP, Jagung 1.5 ton/Ha Kering
Panen, Ubi ubian 15 – 20 ton/ha. Melihat kondisi tersebut sepertinya belum mencapai hasil
yang maksimal karena petani belum mengusahakannya secara intensif.
Terkait dengan kegiatan pertanian, penyuluh pertanian merupakan ujung tombak dalam
penyampaian informasi dan inovasi pertanian. Dari luas wilayah yang ada terbagi dalam WKPP
(Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian) dan tiap WKPP membawahi 1 desa dan dibina oleh 1 orang
penyuluh. Artinya kebutuhan penyuluh pertanian 1 desa 1 orang sudah terpenuhi untuk 4
wilayah desa yang menjadi lokasi perencanaan.
Sedangkan terkait dengan kelembagaan petani, kelompok tani merupakan sarana untuk
mempermudah transfer informasi dan inovasi yang akan disampaikan oleh penyuluh terhadap
anggota kelompok. Dengan kehadiran kelompok tani penyuluh akan lebih mudah dan intensif
dalam menyampaikan informasi karena kelompok tani berfungsi sebagai mitra penyuluh.
Adapun jumlah kelompok tani yang ada di wilayah kajian disajikan pada Tabel berikut :
Untuk melihat kemampuan dan aktivitas kelompok tani dapat di ukur dari hasil penilaian
terhadap kemampuan kelompok tani dalam hal :
(1) Kemampuan merencanakan kegiatan.
(2) Mengorganisasikan kegiatan.
(3) Kemampuan melaksanakan kegiatan.
(4) Kemampuan pengendalian dan pelaporan kegiatan.
(5) Kemampuan mengembangkan kepemimpinan kelompok.
Dari penilaian kelima aspek tersebut masih perlu dilakukan pembinaan kelompok karena belum
dapat dilaksanakan dengan baik ke 5 aspek tersebut. Peran serta seseorang yang dianggap
tokoh atau menguasai wilayah masih dominan dibanding peran kelompok. Selain kelompok tani,
kelompok P3A (Perhimpunan Petani Pemakai Air) perlu dihidupkan kembali karena kelompok
P3A punya peranan penting dalam pengaturan air irigasi. Akibat tidak berjalannya P3A Rencana
Tata Tanam (Pola Tanam, Tata Tanam dan Masa Tanam/kalender tanam) belum bisa diterapkan
dengan baik sehingga distribusi air untuk kegiatan pertanian belum berjalan dengan baik masih
banyak lahan sawah yang diberakan karena tidak terbagi suplay airnya sehingga Indeks
Pertanaman/Cropping indexs belum mencapai 300 %.
Kebijakan Pembangunan Pertanian yang harus dilakukan diantaranya adalah:
(1) Meningkatkan produksi dan penanganan pasca panen tanaman pangan sehingga terjadi
peningkatan nilai tambah atau nilai ekonomis dari komoditi tersebut.
(2) Meningkatkan produksi dan penanganan pasca panen komoditas perkebunan seperti
kelapa, lontar dll. yang lebih diarahkan terhadap pengembangan agroindustri.
(5) Penyediaan sarana dan prasarana pertanian termasuk didalamnya aspek teknologi
pertanian.
(6) Kerjasama antar daerah sebagai barometer pertanian dalam rangka peningkatan SDM.
(7) Peningkatan dan pengembangan Lembaga ekonomi sebagai penunjang kegiatan pertanian.
dan pemasaran. Sinergitas antar subsistem agribisnis diperlukan agar proses produksi, distribusi,
pengolahan hasil, pemasaran dapat berjalan secara efektif dan efisien.
modal sendiri biasanya menjual dalam bentuk beras dan menyimpan gabah hanya untuk
konsumsi yang disimpan dalam karung plastik.
Subsektor jasa penunjang agrobisnis (supporting system), yaitu kegiatan yang menyediakan jasa
bagi ketiga subsector agrobisnis. Termasuk kedalam subsector ini antara lain industry keuangan,
infrastruktur, penelitan dan pengembangan, pendidikan dan konsultasi agrobisnis, serta
kebijakan pemerintah (mikro, regional, makro dan perdagangan internasional). Ketersediaan
jasa-jasa penunjang kegiatan pertanian di wilayah Kecamatan Pulau Besar masih sangat terbatas
dan sedikit jumlahnya.
Dukungan penyediaan alat dan mesin pertanian bagi pengembangan kegiatan pertanian di
wilayah Kecamatan Pulau Besar telah dilakukan oleh berbagai pihak baik Pemerintah melalui
Pemerintah Daerah maupun yang bersifat swadaya. Distribusi alat-alat untuk mekanisasi berupa
hand tractor, pompa air, rice transplanter, power thresher, dan combine harvester melalui
kelompok tani telah berjalan. Permasalahannya adalah masih belum optimalnya pemanfaatan
alat dan mesin tersebut, baik dari sisi pengelolaannya maupun masih banyak petani yang belum
menerapkan mekanisasi pertanian di lokasi perencanaan. Adapun data inventarisai alat dan
mesin pertanian yang telah tersebar di lingkungan petani baik melalui Gapoktan maupun Poktan
di wilayah Pulau Besar dapat diuraikan seperti pada table berikut :
Tabel 4-48 Data Inventarisasi Alat dan Mesin Pertanian Di Kecamatan Pulau Besar
TAHUN
NAMA ALSINTAN YANG JUMLAH PENYERAHAN/
NO Keterangan
UPJA/GAPOKTAN TERSEDIA (UNIT) SUMBER DANA/
SWADAYA
1. UPJA Dungun Raya - Rice Milling Unit 1 2012/APBN
Desa Batu Betumpang 1 2013/APBD Prov
1 2013/APBD Kab
- Traktor Roda 4 4 2015/APBN
- Hand Traktor (TR2) 10 2014/APBN
10 2015/APBN
18 2016/APBN
- Power Thresser 2 2012/APBN Prov
3 2013/APBN
1 2014/APBN
3 2015/APBN
3 2016/APBN
- Combine Harvester 3 2015/ APBD Kab
- Rice Transplanter 10 2013/APBN
- Pompa Air 2 2014/APBD Kab
4 2014/APBN
- Excavator 12 2013/ APBN
- Genset 1 2016/ APBN Prop
- Nursery Tray 2 2013/APBN
- Vertical Dryer -
- Handsprayer -
2. Gapoktan Fajar Tani - Rice Milling Unit 2 2012/APBN
Desa Fajar Indah - Traktor Roda 4 2 2015/APBN
- Hand Traktor (TR2) 25 2012/APBN
1 2015/APBN
6 2016/APBN
1 2017/APBD Prov
- Power Thresser 5 2015/APBN
- Pompa Air 2 2014/APBN
2 2015/APBN
7 2016/APBN
1 2017/APBD Prov
- Combine Harvester 1 2015/APBN
- Rice Transplanter 1 2012/APBN
2 2016/APBN
- Handsprayer 1 2016/APBD Prov
1 2016/APBD Prov
- Cam Planter 1 2012/APBN
2 2016/APBD Prov
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Kep. Bangka Belitung, 2018
Sumber :
http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/katam
Sumber : ¹) Trip Alihamsyah (2008) dalam buku Kalender Tanam Terpadu Penelitian, Pengkajian, Pengembangan, dan
Penerapan yang diterbitkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian tahun 2013, untuk
padi sawah. 2) www.litbang.pertanian.go.id/download/one/16/file/0104- MEKTAN.pdf
Menurut data BP3K Pulau Besar, jumlah masyarakat Kecamatan Pulau Besar yang bermata
pencaharian sebagai petani adalah sebanyak 5.367 orang. Adapun lahan garapan tersebar di 5
wilayah desa yang ada. Menilik tingkat pendidikan yang ditamatkan, secara umum penduduk di
wilayah Kecamatan Pulau Besar yang bergerak pada bidang pertanian mayoritas hanya
menamatkan setingkat pendidikan dasar. Kondisi ini tentunya mempengaruhi usaha budidaya
pertanian yang diupayakan. Selain itu bahwa, menurut informasi lapangan, pada dasarnya
bahwa pengetahuan masyarakat secara umum tidak pada bidang budidaya pertanian sawah
namun lebih cenderung bergerak dibidang perkebunan/berkebun. Oleh karena itu modal dasar
untuk budidaya pertanian sawah dirasakan masih sangat terbatas. Oleh karena itu peran
penyuluh-penyuluh pertanian menjadi sangat penting dalam upaya peningkatan sistem dan pola
budidaya lahan sawah yang sangat potensial untuk memberikan kontribusi hasil tidak hanya bagi
wilayah Pulau Besar sendiri namun bagi Kabupaten Bangka Selatan secara menyeluruh.
Jumlah penduduk Kecamatan Pulau Besar didasarkan data statistik yang ada, menunjukkan laju
pertambahan yang fluktuatif tahun ke tahunnya. Terdapat tahun-tahun yang mengalami
pertambahan jumlah namun terdapat tahun yang jumlah penduduknya menurun dari tahun
sebelumnya. Kondisi laju pertumbuhan penduduk dirinci seperti tabel berikut ini :
Keterangan :
Pn : Jumlah Penduduk yang Dicari r : Rata-rata Pertumbuhan Penduduk
Po : Jumlah Penduduk Awal n : Interval Tahun
Dalam perencanaan tata ruang wilayah, masa tahun perencanaan adalah 20 tahun, namun
memperhatikan RTRW Kabupaten yang berakhir tahun 2034 maka dalam kegiatan ini, proyeksi
penduduk dilakukan hingga tahun 2034. Adapun hasil perhitungan yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
Tabel 4-50 Perkiraan Jumlah Penduduk Kecamatan Pulau Besar Tahun 2034
Hasil perhitungan yang dilakukan, hingga akhir tahun 2034 jumlah penduduk Kecamatan Pulau
Besar diperkirakan sebanyak 11.726 jiwa. Jika diperbandingkan dengan kondisi pendataan pada
akhir tahun 2017 dimana penduduk kecamatan sebanyak 9..542 jiwa maka akan terjadi
pertambahan penduduk sebanyak 2.184 jiwa.
Kawasan agropolitan merupakan fungsionalisasi sistem desa-desa yang ditunjukkan dari adanya
hirarki keruangan desa yakni dengan adanya pusat agropolitan dan desa-desa di sekitarnya
membentuk Kawasan Agropolitan (Porter, 1998). Disamping itu, Kawasan agropolitan ini juga
dicirikan dengan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem
dan usaha agribisnis di pusat agropolitan yang diharapkan dapat melayani dan mendorong
kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.
Secara lebih luas, pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat mendukung terjadinya
sistem kota-kota yang terintegrasi. Hal ini ditunjukkan dengan keterkaitan antar kota dalam
bentuk pergerakan barang, modal, dan manusia. Melalui dukungan sistem infrastruktur
transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan agropolitan dan pasar dapat
dilaksanakan. Dengan demikian, perkembangan kota yang serasi, seimbang, dan terintegrasi
dapat terwujud.
Guna mengetahui dan menentukan tingkat kepusatan suatu wilayah, alat bantu analisis yang
dapat dipergunakan adalah teknik analisis skalogram. Analisis skalogram adalah analisis yang
bertujuan mengidentifikasi peranan suatu wilayah berdasarkan pada kemampuan masing-
masing subwilayahnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam konteks satu
wilayah kecamatan, asumsinya adalah jika suatu desa mempunyai berbagai fasilitas yang relatif
lengkap dibandingkan dengan desa lainnya, maka desa tersebut mampu berperan sebagai suatu
pusat pertumbuhan pada wilayah kecamatan tersebut. Variabel yang digunakan adalah sarana
ekonomi (pasar, toko, koperasi, bank), sarana pelayanan umum (kantor pemerintahan, kantor
polisi, kantor pos), sarana kesehatan (rumah sakit, puskesmas, puskesma pembantu, praktek
dokter, klinik), sarana pendidikan (TK, SD/MI, SMP/Mts, SMA/SMK/MA), jaringan jalan (jalan
nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten), jaringan kelistrikan, dan prasarana telekomunikasi.
Dalam perencanaan kewilayahan, untuk menentukan hirarki jalan perlu dipahami mengenai
definisi jalan dan fugsinya. Menurut Undang-Undang No 38 Tahun 2004 tentang jalan, berikut
definisi yang terkait dengan sistem jaringan jalan :
a) Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
b) Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk masyarakat dalam kawasan perkotaan.
c) Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna.
d) Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
masuk yang dibatasi.
e) Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
f) Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Berdasarkan ketentuan teknis tentang hirarki jalan yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah
No 34 Tahun 2006 tentang Jalan, kondisi sistem jaringan jalan di wilayah perencanaan dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-
rata;
Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu; serta
Berdasarkan RTRW Kabupaten Bangka Selatan Tahun 2014-2034, dalam wilayah Kecamatan
Pulau Besar rencana fungsi jalan berupa jaringan Kolektor Primer K1 yang melintas pada sisi
wilayah pesisir kecamatan. Jalan ini merupakan penghubung langsung menuju ibukota
kabupaten yaitu Toboali serta sebagai rencana pengembangan jaringan jalan disepanjang
pesisir selatan Kabupaten Bangka Selatan.
Jalan lokal primer di desain berdasarkan kecepatan rencana menimal 20 Km/jam dengan
lebar badan jalan minimal 7,5 meter; dan;
Jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus.
Berdasarkan RTRW Kabupaten Bangka Selatan Tahun 2014-2034 bahwa fungsi jalan yang ada
di Kecamatan Pulau Besar terdapat jalan berfungsi sebagai lokal primer dengan panjang 6 km
meliputi ruas Batu Betumpang-Payung dan Batu Betumpang-Koba dengan kondisi jalan baik
dan perlu adanya pelebaran jalan.
3. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda empat
harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.
Jalan yang berfungsi sebagai jalan lingkungan, meliputi semua jaringan jalan selain kolektor
primer dan lokal primer. Jalan lingkungan relatif telah menjangkau pusat-pusat kegiatan
namun demikian diperlukan adanya peningkatan kapasitas maupun kondisi permukaan.
Terkait dengan rencana pengembangan kawasan pertanian, selain jalan umum bagi
pengembangan kawasan maka infrastruktur jalan yang diperlukan adalah jalan khusus (sesuai
UU No 34 Tahun 2004 tentang Jalan) yaitu berupa jalan pertanian. Jalan pertanian (jalan usaha
tani atau jalan produksi adalah prasarana transportasi pada kawasan pertanian untuk
memperlancar mobilitas alat dan mesin pertanian, pengangkutan sarana produksi menuju lahan
pertanian, dan mengangkut hasil produk pertanian dari lahan menuju pemukiman, tempat
penyimpanan, tempat pengolahan, atau pasar. Dimensi lebar badan jalan minimal dapat dilalui
kendaraan roda 4 dan dapat saling berpapasan atau dibuatkan tempat untuk berpapasan,
disesuaikan dengan jenis komoditas yang akan diangkut dan alat angkut yangakan digunakan.
Terdapatnya sentra-sentra produksi pertanian yang dibudidayakan pada lahan-lahan dalam
kawasan maka perlu didukung prasarana jalan untuk memberikan kemudahan akses
pencapaiannya. Dalam pengembangannya jalan pertanian ini dapat memanfaatkan jalan-jalan
inspeksi yang telah direncanakan dan dibangun sejalan dengan pembangunan daerah irigasi
pada kawasan bersangkutan.
Selain evaluasi kesesuaian lahan yang pada dasarnya merupakan analisis daya dukung aspek
fisik, maka arahan peruntukan lahan pertanian padi bagi wilayah perencanaan adalah
mempertimbangkan hasil perencanaan terkait prasarana pendukung kegiatan pertanian yaitu
Desain Daerah Irigasi Rawa yang telah dilakukan sebelumnya oleh Balai Besar Sumberdaya Air
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Daerah Irigasi Rawa (DIR) yang dikembangkan di Kecamatan
Pulau Besar adalah DIR Batu Betumpang, DIR Dungun Raya dan DIR Ulim Permai. Cakupan areal
pengembangan ketiga DIR tersebut adalah seluas 7.423,3 hektar.
Berdasarkan hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan bagi pertanian padi di wilayah Kecamatan
Pulau Besar maka arahan peruntukan lahan pertanian padi secara umum dapat dikembangkan di
seluruh wilayah desa yang ada. Namun demikian jika dilihat pola sebaran potensialnya adalah
berada di Desa Batu Betumpang, Desa Fajar Indah, Desa Sumber Jaya Permai dan Desa Panca
Tunggal. Sedangkan menurut pengembangan Daerah Irigasi Rawa di Kecamatan Pulau Besar,
areal pengembangan terkonsentrasi di bagian tengah dari wilayah kecamatan.
Sebagaimana termuat dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dalam Bagian Kedua tentang Prasarana
Pertanian dan Sarana Produksi Pertanian, yang terinci dalam Pasal 16, bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab menyediakan dan / atau
mengelola prasarana pertanian yang meliputi: jalan usaha tani, jalan produksi, dan jalan desa,
bendungan, dam, jaringan irigasi, dan embung; dan jaringan listrik, pergudangan, pelabuhan,
dan pasar. Selanjutnya dalam Pasal 17 juga menyebutkan bahwa selain Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha dapat menyediakan dan/atau mengelola prasarana pertanian
yang dibutuhkan Petani. Sebaliknya Petani memiliki kewajiban memelihara prasarana Pertanian
yang telah ada.
Dalam hal mekanisasi pertanian, sebagai salah satu unsur pendukung pengembangan pertanian,
sarana pertanian berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) memiliki peran penting dan
strategis dalam peningkatan produksi, efisiensi dan nilai tambah komoditas pertanian terutama
semakin meningkatnya kebutuhan produksi pertanian, perkembangan sosial-ekonomi, dan
keterbatasan tenaga kerja.
Didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2001 tentang Alat dan
Mesin Budidaya Tanaman serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengawasan Pengadaan, Peredaran dan Penggunaan Alat dan atau Mesin Pertanian
dijelaskan bahwa jenis alat dan atau mesin yang digunakan mulai dari kegiatan proses produksi
sampai dengan pasca panen yaitu : a) penyiapan dan pengolahan lahan; b) pembenihan; c)
penanaman; d) pemeliharaan; e) perlindungan; f) pemanenan; g) perontok; h) pemipil; i)
perajang; j) pembersih; k) penyortir; l) pengolahan; m) pelayu; n) pengering; o) penggilingan; p)
penyimpanan; dan q) pengemasan/pengepakan.
Sarana produksi pertanian yang umumnya digunakan oleh petani adalah benih, pupuk
organik, pupuk anorganik (termasuk pupuk pelengkap cair), obat-obatan pengendali hama
dan penyakit (insektisida dan fungisida), dan herbisida. Obat-obatan ini tersedia dalam
beragam merek. Pupuk anorganik yang digunakan oleh petani antara lain: Urea, SP36, dan
Ponska. Pemanfaatan pupuk organik (pupuk kandang) belum diterapkan oleh para petani.
Pengolahan tanah dilakukan secara manual dan mekanik, menggunakan traktor dan cangkul.
Petani belum sepenuhnya menggunakan hand tractor untuk mengolah tanahnya. Pengolahan
tanah dilakukan menyesuaikan dengan pola tanam dan kondisi musim serta cuaca.
Kebanyakan para petani di Bangka menanam padi sekali dalam satu tahun, yaitu pada musim
penghujan (Oktober). Kendala yang dihadapi adalah kurangnya air pada musim kemarau
akibat debit air yang kecil sehingga pengolahan tanah mengalami kesulitan. Solusinya adalah
pembuatan embung dan pengaturan air bagi para petani melalui kelompok.
Kegiatan produksi agribisnis sub-sistem usahatani meliputi kegiatan pra-panen dan pasca-
panen. Kegiatan prapanen meliputi: penyiapan lahan sampai lahan siap tanam, penanam,
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, penyiangan, dan kegiatan panen.
Pada umumnya peralatan yang dipakai pada agribisnis sistim usahatani kawasan agropolitan
pulau Besar relatih masih sederhana. Peralatan dan mesin pertanian (alsin) yang dipakai pada
agribisnis sistem usahatani meliputi traktor pengolah tanah, mesin perontok, bajak, sisir,
cangkul, skop, parang, pisau, dll.
Panen padi dilakukan secara tepat waktu dengan kondisi hamparan tanaman 95%
menguning. Panen dilakukan dengan menggunakan sabit dan dirontok dengan mesin
perontok. Namun, karena jumlah mesin yang belum mencukupi, sebagian petani melakukan
secara manual (dipukul-pukulkan). Dari sampel petani, belum semuanya menggunakan power
thresher, masih banyak yang menggunakan sistem digebot. Kondisi ini tentunya dapat
menimbulkan resiko kehilangan hasil panen. Oleh karena itu penggunaan terpal sangat
dianjurkan untuk mengurangi kehilangan hasil. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan
dalam penyediaan mesin perontok dan mesin lainnya melalui bantuan alsintan.
Produk pertanian padi diolah lebih lanjut menjadi beras dengan menggunakan mesin
penggiling. Hasil ikutan dari pengolahan padi menjadi beras adalah sekam dan dedak sebagai
sumber makanan ternak. Dimana limbah-limbah produk gabah belum dimanfaatkan dan
diolah untuk bernilai tambah yang lebih.
Sistem pemasaran komoditas pertanian padi adalah petani, pedagang pengumpul tingkat
desa yang merangkap sebagai pemilik penggilingan, pedagang pengumpul tingkat
kabupaten/kota atau provinsi, dan pedagang pengecer. Hasil produksi padi sawah adalah
padi kering yang kemudian digiling menjadi beras. Beras ini, oleh petani dijual kepada
pedagang pengumpul di tingkat desa yang umumnya merangkap sebagai pemilik
penggilingan. Banyak petani padi sawah yang karena kekurangan modal, untuk membiayai
usahataninya bahkan kebutuhan sehari-hari sudah terikat dengan pemilik gilingan, dimana
cara ini secara ekonomi merugikan petani. Kerugian terjadi karena harga beras yang
diperhitungkan yang diterima petani lebih rendah dibanding dengan harga pasar.
Untuk menunjang berbagai usaha pada semua sub-sistem agribisnis, diperlukan jasa
penunjang seperti: transportasi, lembaga bantuan modal/perkreditan, jasa penyuluhan, dan
lain-lain.
Terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus
menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa;
membantu terciptanya pola distribusi pergerakan yang mantap dan dinamis, serta
mendukung pengembangan wilayah kawasan. Jaringan transportasi darat ditandai dengan
dominasi jalan kabupaten dan propinsi untuk mobilitas penduduk (paling utama) dan aktivitas
distribusi dan perdagangan. Dalam strategi pengembangan wilayah kawasan, jaringan jalan
merupakan faktor penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan
a. Pembangunan STA
Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan infrastruktur pemasaran untuk transaksi jual beli
hasil – hasil pertanian, baik untuk transaksi fisik (lelang, langganan, pasar spot) maupun non
fisik (kontrak, pesanan, future market) dan letaknya berada di sentra produksi. STA sebagai
suatu insfrastruktur pasar tidak saja merupakan tempat transaksi jual beli, namun juga
merupakan wadah yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan pelaku agribsinis,
seperti sarana dan prasarana pengemasan, sortasi, grading, penyimpanan, ruang pamer,
transportasi, dan pelatihan.
Fasilitasi Pasar Tani merupakan salah satu upaya meningkatkan posisi tawar petani produsen.
Melalui Pasar Tani, petani / kelompok tani / Gapoktan maupun produsen olahan dapat
memasarkan hasil pertaniannya secara langsung kepada konsumen.
c. Kegiatan Promosi
Upaya mengenalkan berbagai produk – produk pertanian dapat dilakukan melalui kegiatan
promosi serta membangun sistem informasi berbasis internet guna mengenalkan sekaligus
memonitoring berbagai kondisi komoditas pertanian sehingga petani dapat mengetahui
dengan cepat informasi komoditas pertanian pada tempat tertentu dan waktu tertentu.
Strategi intensifikasi pertanian harus mencakup sapta usaha tani. Sapta usaha tani tersebut
meliputi pengolahan tanah yang baik, pengairan/ irigasi yang teratur, pemilihan bibit unggul,
pemupukan yang tepat, pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, penanganan pasca
panen yang effisien dan pemasaran. Pembuatan bendungan, dam, jaringan irigasi, dan embung.
Bantuan penambahan mesin perontok/penggiling padi (power thresher) dan mesin pengolah
tanah (tractor). Penerapan perlindungan dan pemberdayaan petani melalui kepastian usaha;
stabilitas harga komoditas gabah dan beras; penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; ganti
rugi gagal panen/puso akibat kejadian luar biasa; sistem peringatan dini dan penanganan
dampak perubahan iklim; asuransi pertanian; pendidikan dan pelatihan; penyuluhan dan
pendampingan; pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian; konsolidasi dan
jaminan luasan lahan pertanian; penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; kemudahan
akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan penguatan kelembagaan petani.
Kebijakan daerah harus mencakup pembuatan kawasan agribisnis padi yang modern, tangguh,
dan pemberian jaminan kesejahteraan yang lebih baik bagi petani; peningkatan efisiensi dan
daya saing usaha tani komoditas padi; pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara
optimal, efisien dan produktif serta berkelanjutan yang dapat mendukung ketahanan ekonomi
dan pelestarian lingkungan; pemberdayaan petani dan masyarakat pedesaan; pengembangan
kelembagaan dan kemitraan yang modern, tangguh, efisien, dan produktif.
1. Pembangunan infrastruktur
2. Pengembangan kewiraswastaan
a. Tahap I merupakan tahapan inisiasi dan inkubasi untuk pembangunan infrastruktur dan
pengembangan kewiraswastaan.
b. Tahap II meliputi a. pelaksanaan pembangunan infrastruktur b. lanjutan inkubasi untuk
pembangunan infrastruktur dan pengembangan kewiraswastaan.
c. Tahap III meliputi a) pengembangan infrastruktur dan b) pelaksanaan dan pengembangan
kewiraswastaan
a) merekrut para ahli masing-masing bidang infrastruktur, kewiraswastaan dan ahli tentang
lokasi kawasan yang bersangkutan
b) melaksanakan kegiatan pembangunan prasarana dasar sosial dan ekonomi
c) melaksanakan kegiatan-kegiatan kewiraswastaan di kawasan agropolitan
d) kegiatan dilaksanakan atau dikoordinir oleh Badan Pengelola Kawasan
e) memobilisasi sumberdaya
f) menggunakan tenaga buruh dari warga di kawasan setempat
g) menggunakan sumberdaya dari lokal
1. Mengubah budaya dari orientasi keuntungan jangka pendek menuju orientasi sustainabilitas
kawasan dalam jangka panjang. Hal ini dilakukan melalui :
a) menyusun refleksi seluruh efek dari pengembangan kelembagaan agropolitan
b) menyusun rencana kedepan bagi kawasan tersebut
c) mengembangkan diskusi untuk menyusun platform pengelolaan kolaborasi dalam
kawasan untuk menghadapi perkembangan isu pembangunan selanjutnya.
d) menyiapkan pola-pola penerimaan migran untuk bekerja dalam kawasan yang
berkembang ini.
2. Mengembangkan paradigma baru bahwa perubahan sosial bersifat kontinyu, sehingga
wiraswastawan dalam kawasan selalu menyeleksi isu dan kecenderungan penting yang
memungkinkan kawasan lebih maju lagi.
3. Melaksanakan serah terima kawasan kepada Badan Pengelola Kawasan.
Permasalahan utama bidang Ketahanan Pangan adalah (1) masih rendahnya aksesibilitas pangan
dan diversifikasi konsumsi pangan masyarakat (2) produksi beras di Kabupaten Bangka Selatan
belum mencukupi kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Bangka Selatan (3) Beberapa
komoditi pangan yang beredar di masyarakat masih belum memenuhi standar keamanan
pangan (4) masih rendahnya kuantitas dan kualitas SDM Penyuluh (5) masih lemahnya
koordinasi antar sektor terkait (6) masih minimnya sarana dan prasarana pendukung
penyuluhan.
Isu strategis pada urusan pertanian adalah sistem pertanian yang belum terintegrasi dengan baik
dari hulu ke hilir, pasokan hasil pertanian yang tidak kontinu, serta belum banyaknya industri
kreatif yang dibangun untuk mendukung bidang pertanian. Sedangkan terkait dengan ketahanan
pangan, adalah belum optimalnya peran Pemerintah, Penyuluh dan Petani dalam mendukung
peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan.
Terkait dengan kondisi sumberdaya lahan pertanian di wilayah Pulau Besar, permasalahan
utama yang teridentifikasi adalah sebagai berikut :
Elevasi lahan yang rendah sehingga sering mengalami penggenangan, sistem drainase yang
dibuat belum memadai, sehingga kurang dapat berfungsi secara optimum.
Pada musim penghujan potensi terjadinya genangan di daerah rawa dengan lama genangan
kurang lebih 1 minggu dan tinggi genangan banjir mencapai 1 meter.
Pada musim kemarau daerah dengan elevasi > 4 meter tidak dapat terjangkau oleh potensi
pasang surut.
Dalam teori lokasi dinyatakan bahwa untuk menentukan lokasi pendirian suatu pusat ekonomi
terdapat dua orientasi, pertama adalah orientasi pasar dan yang kedua orientasi sumberdaya.
Karena pada sebagian besar produksi yang berbahan baku hasil pertanian biasanya terjadi
weight loosing activity, maka rekomendasi penentuan lokasi adalah di wilayah sumberdaya atau
lokasi bahan baku. Secara umum, wilayah desa-desa di Kecamatan Pulau Besar memiliki potensi
lahan bagi budidaya tanaman pangan padi. Daya dukung kesesuaian lahan padi, terlihat
menyebar secara merata dimana sebagian besar areal berada di wilayah Desa Batu Betumpang.
Dalam hal ini dukungan pengelolaan sumberdaya air bagi kegiatan pertanian telah terbangun
daerah-daerah irigasi rawa (DIR) yang sebagian besar melingkupi wilayah Desa Batu Betumpang.
Selain desa tersebut, wilayah Desa Fajar Indah dan Sumber Jaya Permai yang merupakan wilayah
pengembangan Transmigrasi memiliki areal persawahan yang cukup potensial.
1. Pengaturan sistem pusat-pusat permukiman (kegiatan) yang merupakan lokasi orientasi bagi
pelayanan kawasan. Dalam hal ini, pengaturannya menyangkut pengalokasian sistem pusat
sebagai Kota Tani Utama dan Kota-Kota Tani sebagai sentra produksi padi.
2. Pengembangan sistem jaringan transportasi jalan sebagai prasarana utama pembentuk
struktur ruang kawasan. Pengembangan sistem jaringan transportasi jalan bagi kawasan
diadopsi dari kebijakan perencanaan wilayah regional (dalam hal ini adalah perencanaan
jaringan jalan menurut RTRW Kabupaten) serta pengembangan menurut kebutuhan jaringan
jalan bagi kegiatan pertanian yaitu berupa jalan usaha tani dan jalan produksi.
3. Peruntukan ruang bagi lahan pertanian sawah yang merupakan sumberdaya bagi produksi
komoditas padi. Di wilayah Pulau Besar, zona sumberdaya sebagai penghasil/pemasok
produk komoditas padi meliputi seluruh wilayah desa yang ada. Desa Batu Betumpang selain
sebagai penghasil/pemasok terbesar padi bagi Kecamatan Pulau Besar, akan mengemban
fungsi sebagai Pusat Utama Kawasan atau Kota Tani Utama. Wilayah-wilayah desa lainnya
yaitu Panca Tunggal, Fajar Indah, Sumber Jaya Permai dan Sukajaya merupakan desa-desa
hinterland sebagai sentra-sentra produksi pendukung.
Dengan dasar perumusan tersebut, konsep pengembangan tata ruang Kawasan Agropolitan Padi
di Kecamatan Pulau Besar digambarkan seperti gambar berikut :
Gambar 4-35 Konsep Tata Ruang Kawasan Agropolitan Padi Kecamatan Pulau Besar
Penggunaan alat dan mesin pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi usaha tani, meningkatkan mutu dan nilai tambah produk, serta
pemberdayaan petani. Pada hakekatnya, penggunaan mesin di pertanian adalah untuk
meningkatkan daya kerja manusia dalam proses produksi pertanian, di mana setiap tahapan dari
proses produksi tersebut dapat menggunakan alat dan mesin pertanian (Sukirno 1999). Dengan
demikian, mekanisasi pertanian diharapkan dapat meningkatkan efisiensi tenaga manusia,
derajat dan taraf hidup petani, kuantitas dan kualitas produksi pertanian, memungkinkan
pertumbuhan tipe usaha tani dari tipe subsisten (subsistence farming) menjadi tipe pertanian
perusahaan (commercial farming), serta mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari
sifat agraris menjadi sifat industri (Wijanto 2002).
Mekanisasi pertanian diberikan berupa aplikasi mekanis mesin atau alat pada proses produksi
pertanian. Mekanisasi pertanian diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi
pertanian serta pengolahannya. Mekanisasi pertanian mencakup keuntungan efisiensi,
efektivitas, kualitas dan produktivitas pertanian. Kemudian berdampak sistemik pada
kesejahteraan petani dan pemenuhan kebutuhan pangan, energi dan bahan produksi
masyarakat.
Pengupayaan mekanisasi pertanian padi di wilayah Pulau Besar telah dijalankan dimana melalui
UPJA (Unit Penyewaan Jasa Alsintan), Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten) telah
mendistribusikan alat-alat untuk mekanisasi berupa hand tractor, pompa air, rice transplanter,
power thresher, dan combine harvester melalui kelompok tani. Permasalahannya adalah belum
optimalnya pemanfaatan alat dan mesin tersebut, baik dari sisi pengelolaannya maupun masih
banyak petani yang belum menerapkan mekanisasi pertanian di lokasi perencanaan.
Sebagai upaya peningkatan optimalisasi mekanisasi pertanian padi di wilayah Pulau Besar,
rancangan pengembangan yang perlu dilakukan adalah :
1. Pemetaan dan pengkategorian secara keruangan potensi areal lahan sawah untuk penskalaan
dukungan serta pemanfaatan alat dan mesin pertanian.
2. Penguatan kelembagaan dalam UPJA yang ada.
3. Penambahan jumlah dan jenis ketersediaan alat dan mesin pertanian.
4. Perluasan dan penambahan gudang alat dan mesin pertanian.
BAB 5
ANALISIS DAN KONSEP PENGEMBANGAN
DI KECAMATAN GANTUNG
Pertanian di Kabupaten Belitung Timur tidak memproduksi tanaman bahan pangan dalam
jumlah yang tinggi. Untuk sumber pangan lokal di Kabupaten Belitung Timur banyak didatangkan
dari luar daerah. Walaupun hasil produksinya kecil, produksi padi di Kabupaten Belitung Timur
mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Peningkatan produksi ini disebabkan karena
bertambahnya luas panen dan produktivitas. Lahan sawah di Kabupaten Belitung Timur
umumnya kurang diusahakan untuk tanaman bahan pangan. Bagi wilayah Belitung Timur,
Kecamatan Gantung merupakan sentra penting produksi padi mengingat terdapatnya lahan
sawah yang terluas bagi kabupaten ini. Luas sawah di Gantung mencapai 1.699 hektar atau
sekitar 60,70% dari luas total sawah di Belitung Timur yang sebesar 2.799 hektar. Potensi
sumberdaya lahan sawah di Gantung memiliki nilai strategis yang tidak hanya bagi wilayah
kecamatannya saja namun dalam lingkup kabupaten untuk menjadi sumber pangan utama.
Dalam konteks kebijakan pembangunan dan penataan ruang didaerah, menurut Peraturan
Daerah Kabupaten Belitung Timur Nomor 13 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Belitung Timur Tahun 2014-2034, wilayah Kecamatan Gantung merupakan salah satu
wilayah penting bagi pengembangan kabupaten. Dalam rencana struktur ruang wilayah,
Gantung diarahkan sebagai salah satu Pusat Kegiatan Lokal (PKL) bagi kabupaten. Dengan
perkataan lain bahwa, Gantung memiliki orde fungsi hirarki ke-2 setelah Manggar yang
merupakan PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) bagi Kabupaten Belitung Timur.
Gantung sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) akan memiliki fungsi dan peran bagi beberapa
wilayah kecamatan yang ada di Belitung Timur. Hal ini mendorong kawasan Gantung untuk
tersedia berbagai fasiitas dengan skala/jangkauan pelayanan yang tidak hanya bagi wilayah
kecamatannya sendiri.
Gambar 5-36 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Belitung Timur Tahun 2014-2034
Sedangkan terkait dengan rencana pemanfaatan ruang hingga akhir tahun rencana yaitu 2034,
terkait dengan pengembangan pertanian di Kabupaten Belitung Timur, wilayah Kecamatan
Gantung merupakan areal utama yang diperuntukan sebagai kawasan pertanian tanaman
pangan selain wilayah Kecamatan Manggar, Dendang, Simpang Pesak dan Simpang Renggiang.
Secara keseluruhan, kawasan peruntukan pertanian budidaya tanaman pangan di Kabupaten
Belitung Timur terdapat di seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 3.042 (tiga ribu empat
puluh dua) hektar dengan komoditi padi sawah, padi ladang, dan lain-lain.
Sedangkan terkait dengan kebijakan strategis berupa Kawasan Strategis bagi wilayah Kabupaten
Belitung Timur yang diarahkan berada di Kecamatan Gantung berupa :
Gambar 5-37 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Belitung Timur Tahun 2014-2034
Gambar 5-38 Peta Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Belitung Timur Tahun 2014-2034
Analisis fisik melalui penilaian kesesuaian lahannya ditujukan untuk mengenali karakteristik
sumberdaya alam tersebut, agar penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah dapat
dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem. Hasil analisis
fisik kesesuaian lahan ini akan menjadi masukan dalam rencana pengembangan kawasan sebagai
rencana tindak, rencana investasi dan rencana lainnya.
Deskripsi karakteristik lahan yang menjadi pertimbangan dalam menentukan kelas kesesuaian
lahan dikemukakan sebagai berikut :
1) Temperatur (tc) Merupakan suhu tahunan rata-rata yang dikumpulkan dari hasil pengamatan
stasiun klimatologi setempat. Suhu berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme dalam
tanah, fotosintesis tanaman, respirasi, pembungaan, dan perkembangan buah. Tanaman padi
secara umum membutuhkan suhu minimum 11°-25°C untuk perkecambahan, 22°-23°C untuk
pembungaan, dan 20°-25°C untuk pembentukan biji (Aak, 1990).
2) 2) Ketersediaan air (wa) Merupakan pengukuran kelembaban udara rata-rata yang diambil
dari stasiun klimatologi setempat. Pertumbuhan tanaman sangat tergantung pada
ketersediaan air dalam tanah. Daerah yang beriklim kering akan berpengaruh terhadap
produksi padi. Sebaliknya di daerah beriklim basah akan menyebabkan pertumbuhan padi
mudah terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Air dibutuhkan tanaman untuk
membuat karbohidrat di daun, menjaga hidrasi protoplasma, mengangkut makanan dan
unsur mineral, dan mempengaruhi serapan unsur hara oleh akar tanaman (Hakim dkk.,1986).
3) Media Perakaran (rc) Karakteristik lahan yang menggambarkan kondisi perakaran terdiri dari :
Kelas drainase tanah dibagi menjadi 7 kelas, yaitu: sangat terhambat, terhambat, agak
terhambat, agak baik, baik, agak cepat, dan cepat. Menurut Djaenuddin dkk. (2003), kelas
drainase yang cocok bagi pertanaman padi sawah yaitu agak terhambat sampai
terhambat. Tanah pada kondisi drainase agak terhambat mempunyai konduktivitas
hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat
rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan
sebagian keciltanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
berwarnahomogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley
(reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm sedangkan, tanah pada kondisi drainase terhambat
mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah
sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan.
Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang
dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan terdapat
bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.
Menurut Zulhakki dkk. (2013), bagi kepentingan pertanian, drainase atau pembuangan air
kelebihan tersebut sangat penting, tujuannya untuk mengatur tata air dalam tanah
terutama di daerah/zona perakaran tanaman, agar dengan demikian perkembangan akar
tanaman berada dalam keadaan yang menguntungkan
Tekstur tanah dibagi menjadi 5 kelas, yaitu: halus, agak halus, sedang, agak kasar, dan
kasar. Menurut Foth (1994), tekstur tanah merupakan perbandingan relatif antara pasir,
debu, dan liat yang dinyatakan dalam persen (%). Tekstur tanah mempengaruhi kapasitas
tanah untuk menahan air, tanah bertekstur agak halus seperti lempung liat berpasir
mempunyai drainase agak buruk yang biasanya tanah memiliki daya simpan air yang
cukup tinggi dimana air lebih tidak segera keluar akan tetapi akan tetap menjenuhi tanah
pada daerah perakaran dalam jangka waktu yang lama, hal ini ditunjukkan hanya pada
lapisan tanah atas saja yang mempunyai aerasi yang baik dengan tidak adanya bercak-
bercak berwarna kuning, kelabu, atau coklat. Tanah bertekstur halus jika kandungan
liatnya > 35 %. Porositas relatif tinggi (60 %), tetapi sebagian besar merupakan pori
berukuran kecil. Akibatnya, daya hantar air sangat lambat, dan sirkulasi udara kurang
lancar. Kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Tanah liat juga disebut tanah
berat karena sulit diolah, dan lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas
permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur
hara tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah
bertekstur kasar. Tanah bertekstur pasir memiliki butiran-butiran yang berukuran lebih
besar. Maka setiap satuan berat (gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil
sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Pada tanah-tanah yang bertekstur
halus biasanya kegiatan jasad renik dalam perombakan bahan organik akan mengalami
kesulitan dikarenakan tanah-tanah yang bertekstur demikian berkemampuan menimbun
bahan-bahan organik lebih tinggi yang kemudian terjerap pada kisi-kisi mineral, dan dalam
keadaan terjerap pada kisi-kisi mineral tersebut jasad renik akan sulit merombak (Mulyani
dan Kartasapoetra, 2007).
Bahan kasar dengan ukuran > 2 mm, yang dinyatakan dalam persen (%), merupakan
modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah persentasi krikil, kerakal, atau batuan pada
setiap lapisan tanah. Menurut Djaenuddin dkk. (2003), bahan kasar yang terlalu banyak
pada tanah akan menghambat perkembangan akar tanaman padi dan akan
mengakibatkan kesulitan dalam pengolahan tanah, sehingga dapat menghambat laju
pertumbuhan tanaman, bahan kasar dibedakan menjadi sedikit, sedang, banyak, dan
sangat banyak, dengan ketentuan sebagai berikut : sedikit < 15 %, sedang 15 % - 35 %,
banyak 35 % - 65 %, dan sangat banyak > 60 %
Kedalaman tanah (cm), menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai
untuk perkembangan perakaran tanaman padi yang dievaluasi, semakin dalam akar
tanaman padi menjangkau kedalaman tanah maka, semakin banyak kandungan unsur
hara yang diserap oleh tanaman padi. kedalaman tanah dibedakan menjadi : sangat
dangkal < 20 cm dangkal 20 - 50 cm sedang 50 - 75 cm dalam > 75 cm
4) Retensi Hara (nr) Retensi hara merupakan kemampuan tanah untuk menjerap unsur-unsur
hara atau koloid di dalam tanah yang bersifat sementara, sehingga apabila kondisi di dalam
tanah sesuai untuk hara-hara tertentu maka unsur hara yang terjerap akan dilepaskan dan
dapat diserap oleh tanaman (Madjid, 2007). Retensi hara di dalam tanah di pengaruhi oleh
KTK, kejenuhan basa, pH dan C-organik. Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan jumlah
total kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid yang bermuatan negatif.
Reaksi tanah (pH) merupakan salah satu sifat dan ciri tanah yang ikut menentukan besarnya
nilai KTK. Selain KTK dan pH, kejenuhan basa serta C-organik juga mempengaruhi retensi hara
(Madjid, 2007). Hara yang ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk pupuk akan ditahan
oleh permukaan koloid dan untuk sementara terhindar dari pencucian, sedangkan reaksi
tanah (pH) merupakan salah satu sifat dan ciri tanah yang ikut menentukan besarnya nilai
KTK. Nilai KTK tanah yang rendah dapat ditingkatkan melalui pemupukan. Meningkatnya KTK
tanah akan berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara yang diperlukan tanaman padi
(Hardjowigeno, 2007). Kejenuhan basa merupakan perbandingan antara kation basa
dengan KTK yang dinyatakan dalam persen (%). Kejenuhan basa suatu tanah dipengaruhi oleh
iklim (kelembaban udara) dan pH tanah. Pada tanah beriklim kering KB lebih rendah daripada
tanah yang beriklim basah demikian pula pada tanah yang memiliki pH rendah KB akan
menurun, sedangkan tanah pada pH tinggi KB akan meningkat. Kejenuhan basa yang
meningkat dapat menyebabkan tanah lebih banyak ditempati oleh kation-kation basa yang
sangat berguna bagi tanaman padi dan retensi hara pada tumbuhan tersebut menjadi dalam
bentuk tersedia (Madjid, 2007).
Reaksi tanah (pH) yang penting adalah masam, netral, dan alkalin. Pertumbuhan tanaman
dipengaruhi oleh pH tanah melalui dua cara yaitu pengaruh langsung ion hidrogen dan
pengaruh tidak langsung yakni tidak tersedianya unsur hara tertentu pada kisaran pH rendah
dan adanya unsur hara tertentu yang bersifat racun pada kisaran pH tinggi. Ketersediaan
unsur hara yang dapat mencukupi kebutuhan tanaman padi berada pada kisaran pH tanah
netral. Kemasaman tanah yang sangat rendah dapat ditingkatkan dengan menebarkan kapur
pertanian, sedangkan pH yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan penambahan sulfur,
sebelum pengapuran dilakukan, pH tanah harus diketahui terlebih dahulu (Sarief, 1986).
5) Toksisitas (xc) Toksisitas di dalam tanah biasanya diukur pada daerah-daerah yang bersifat
salin. Menurut Hardjowigeno (2007), tanah salin merupakan tanah yang mengandung
senyawa organik seperti (Na+ , Mg2+, K+ , Cl+ , SO42- , HCO3- , dan CO32- ) dalam suatu
larutan tanah sehingga menurunkan produktivitas tanah . Menurut Delvian (2010), nilai
salinitas suatu lahan ditentukan oleh konsentrasi dari NaCl, NaCO3, Na2SO4 atau garam-
garam Mg. Garam-garam ini dapat berasal dari batuan induk, air irigasi atau air laut. Untuk
daerah pantai sumber utama salinitas tanah adalah air laut, dimana NaCl adalah penyusun
utamanya. Daerah pantai merupakan salah satu daerah yang mempunyai kadar garam yang
tinggi. Kadar garam yang tinggi dalam larutan tanah akan menyebabkan tekanan osmotik
potensial larutan dalam tanah berkurang. Larutan akan bergerak dari daerah yang
berkonsentrasi garamnya rendah ke konsentrasi yang tinggi. Akibatnya akar tanaman akan
kesulitan menyerap air, karena air terikat kuat pada partikel-partikel tanah dan dapat
menyebabkan terjadinya kekeringan fisiologis pada tanaman. Pengaruh yang merusak dari
kandungan garam pada tanah tidak hanya disebabkan oleh daya osmosis, tetapi juga oleh
sodium (Na+) dan klor (Cl-) pada konsentrasi tinggi yang dapat meracuni tanaman.
6) Sodisitas Karakteristik lahan yang menggambarkan sodisitas adalah kandungan natrium (Na+ )
dapat ditukar, yang dinyatakan dalam nilai exchangeable sodium percentage atau ESP (%)
yaitu dengan perhitungan : ESP (%) = Nadd x 100 x KTK- 1
7) Bahaya Sulfidik (xs) Karakteristik lahan yang menggambarkan bahaya sulfidik adalah
kedalaman ditemukannya bahan sufidik yang diukur dari permukaan tanah sampai batas atas
lapisan sulfidik atau pirit (FeS2). Menurut Subagyo dkk.(2000), pengujian sulfidik dapat
dilakukan dengan cara meneteskan larutan H2O2 pada matriks tanah, dan apabila terjadi
pembuihan menandakan adanya lapisan pirit. Kedalaman sulfidik hanya digunakan pada
lahan gambut dan lahan yang banyak mengandung sulfida serta pirit. Hartatik dkk. (2004)
menyatakan bahwa tanah gambut digolongkan ke dalam tanah marginal yang dicirikan oleh
reaksi tanah yang masam hingga sangat masam, ketersediaan hara dan kejenuhan basa yang
rendah serta kandungan asam-asam organik yang tinggi, terutama derivat asam fenolat yang
bersifat racun bagi tanaman. Hidrogen sulfida (H2S) yang terbentuk di dalam tanah dapat
bereaksi dengan ion-ion logam berat membentuk sulfida-sulfida tidak larut. Dengan
rendahnya kandungan unsur-unsur logam tersebut, H2S yang terbentuk dapat berakumulasi
sampai pada tingkat meracun dan mengganggu pertumbuhan tanaman (Hakim dkk., 1986).
Drainase lahan rawa pasang surut menyebabkan senyawa pirit yang terkandung di dalam
tanah menjadi teroksidasi. Proses oksidasi senyawa pirit menghasilkan asam sulfat yang
berakibat terjadi proses pemasaman tanah yang hebat. Kendala utama dalam pengembangan
lahan rawa pasang surut untuk persawahan adalah reaksi tanah yang sangat masam dan
sumber utama pemasaman tanah adalah oksidasi senyawa pirit (Priatmadi dan Purnomo,
2000).
8) Bahaya Erosi (eh) Bahaya erosi dapat diketahui dengan memperhatikan permukaan tanah
yang hilang (rata-rata) pertahun dibandingkan tanah tererosi. Hilangnya tanah tersebut dapat
mengakibatkan penurunan produksi lahan, hilangnya unsur hara yang diperlukan tanaman,
menurunnya kualitas tanaman, berkurangnya laju infiltrasi, dan kemampuan tanah menahan
air, rusaknya struktur tanah, dan penurunan pendapatan akibat penurunan produksi
(Hardjowigeno, 2007). Menurut Arsyad (2010), apabila kepekaan erosi tanah (nilai K) sebesar
0,00-0,10 tingkat bahaya sangat rendah, nilai kepekaan erosi tanah sebesar 0,11-0,20
tergolong dalam tingkat bahaya erosi rendah, sedangkan yang tergolong tingkat bahaya erosi
sedang nilai kepekaan erosi tanah sebesar 0,21-0,32 %, sementara nilai kepekaan erosi tanah
sebesar 0,33-0,43 % tergolong pada tingkat bahaya erosi agak tinggi, dan nilai kepekaan erosi
tanah sebesar 0,44-0,55 % tergolong pada tingkat bahaya erosi tinggi, serta nilai kepekaan
erosi tanah sebesar 0,56- 0,64 % tergolong pada tingkat bahaya erosi sangat tinggi.
9) Bahaya Banjir (fh) Bahaya banjir dapat diketahui dengan melihat kondisi lahan yang pada
permukaan tanahnya terdapat genangan air. Genangan air dalam kurun waktu yang cukup
lama dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Air akan menjenuhi daerah perakaran
sehingga mengakibatkan akar tanaman tidak mempu menyerap unsur hara secara optimal
sehingga kurang mencukupi kebutuhan tanaman untuk proses metabolisme yang akhirnya
dapat menurunkan produktivitas tanaman
Bulan
No. Tahun
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
9 2015 280,7 56,7 266,4 336,1 105,1 67,5 87,5 19,5 36,8 269,1 342,3 282,9
10 2016 260,3 82,4 196,5 224,9 400,6 384,6 422,5 364,9 395,2 278,6 411,9 382,6
11 2017 263,9 141,2 233,6 207,9 285,8 125,0 92,8 0,0 26,9 254,6 502,0 263,9
Rerata 300,4 158,9 262,8 322,4 298,4 208,6 166,1 114,1 147,1 328,8 409,3 433,1
Prob Bulan
No.
(%) Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
1 45,0 280,7 156,1 266,4 331,4 290,5 213,2 159,7 111,3 153,2 344,0 477,0 423,5
2 50,0 280,0 152,2 260,2 326,3 285,8 202,5 148,9 70,1 137,5 305,9 456,2 417,6
3 55,0 265,8 141,2 246,5 313,7 284,5 172,2 141,6 19,8 132,9 305,9 411,9 400,5
4 60,0 263,9 127,6 243,4 299,7 237,1 137,4 94,2 19,5 128,6 291,7 342,3 394,6
5 65,0 261,8 113,6 235,0 295,2 212,7 132,1 92,8 17,9 36,8 278,6 326,6 382,6
6 70,0 260,3 91,4 233,6 268,9 202,2 125,0 87,5 16,1 28,2 269,1 285,1 380,2
7 75,0 240,6 89,9 199,4 237,7 185,6 110,3 86,6 15,4 26,9 261,8 266,9 282,9
8 80,0 219,4 82,4 199,0 232,1 181,9 108,2 85,1 12,0 18,7 254,6 225,0 274,0
9 85,0 163,3 81,8 196,5 224,9 141,0 67,5 44,8 7,9 15,4 104,6 192,7 263,9
10 90,0 157,6 59,0 133,7 207,9 111,4 60,3 31,4 0,0 0,0 53,5 137,9 255,9
11 95,0 38,4 56,7 119,4 190,0 105,1 20,7 2,6 0,0 0,0 12,7 59,6 247,1
Tabel 5-54 Curah Hujan Andalan 80% dan 50% di Kecamatan Gantung
80%
Bulan
No. Satuan
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
1 mm/bln 219,4 82,4 199,0 232,1 181,9 108,2 85,1 12,0 18,7 254,6 225,0 274,0
2 mm/hr 7,1 2,9 6,4 7,7 5,9 3,6 2,7 0,4 0,6 8,2 7,5 8,8
50%
Bulan
No. Satuan
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
1 mm/bln 280,0 152,2 260,2 326,3 285,8 202,5 148,9 70,1 137,5 305,9 456,2 417,6
Bulan
No. Satuan
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
2 mm/hr 9,0 5,4 8,4 10,9 9,2 6,8 4,8 2,3 4,6 9,9 15,2 13,5
4 3 3 ,1
450 4 0 9 ,3
400 KONDIS I CURAH BUL ANAN DI K ECAMATAN GANTUNG
3 2 2 ,4 3 2 8 ,8
350 3 0 0 ,4 2 9 8 ,4
300 2 6 2 ,8
250 2 0 8 ,6
200 1 5 8 ,9 1 6 6 ,1
1 4 7 ,1
150 1 1 4 ,1
100
50
0
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
Bulan
400
K ONDISI CURAH HUJAN ANDAL AN DI KECAMATAN GANTUNG
335,9
311,6
350
300 245,0
227,3 219,5 R80 R50
203,2 219,0
250
165,2 192,3 155,0
200 175,2 166,9
157,6
136,9 116,2 127,5
150 100,3 83,2
72,4 84,6
82,0
100 59,1
50 11,2 11,2
0
Bulan
Sedangkan curah hujan effektif untuk sistem pertanian lahan kering, besarnya diambil rata-rata
curah hujan bulanan.
Besarnya persentase curah hujan effektif tersebut tidak mempertimbangkan intensitas dan
kemampuan menyimpan air. Besar curah hujan effektif untuk masing-masing bulan ditampilkan
seperti pada tabel di bawah.
Tabel 5-55 Hujan Efektif Lahan Beririgasi Untuk Padi di Kecamatan Gantung
Bulan
No. Ket.
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
1 Jml hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
2 R80 (mm/hr) 7,1 2,9 6,4 7,7 5,9 3,6 2,7 0,4 0,6 8,2 7,5 8,8
3 Reff (mm/hr) 4,95 2,06 4,49 5,42 4,11 2,52 1,92 0,27 0,44 5,75 5,25 6,19
Tabel 5-56 Hujan Efektif Lahan Beririgasi Untuk Palawija di Kecamatan Gantung
Bulan
No. Ket.
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
1 Jml hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
2 R50 (mm/hr) 9,0 5,4 8,4 10,9 9,2 6,8 4,8 2,3 4,6 9,9 15,2 13,5
3 Reff (mm/hr) 6,32 3,81 5,88 7,61 6,45 4,73 3,36 1,58 3,21 6,91 10,64 9,43
1 Jml hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
2 Reff (mm/hr) 9,69 5,68 8,48 10,75 9,63 6,95 5,36 3,68 4,90 10,61 13,64 13,97
C u r a h H u ja n (m m / h r )
10,64
12,0 KONDI SI CURAH HUJAN EFFEKTI F DI KECAMATAN GANTUNG
9,43
10,5
7,61 Padi
9,0 6,91
6,32 6,45 Palawija
7,5 5,88
6,19
5,42 4,73 5,75
6,0 4,95 5,25
3,81 4,49 4,11 3,36 3,21
4,5
2,52 1,58
3,0 2,06 1,92
1,5 0,27 0,44
0,0
Bulan
Gambar 5-41 Grafik Curah Hujan Efektif Lahan Beririgasi di Kecamatan Gantung
Untuk pengembangan dan peningkatan produktivitas hasil pertanian di masa mendatang, dalam
analisis ini akan dicoba pola tanam padi–padi–palawija dan padi–palawija–palawija dengan awal
masa tanam untuk periode tertentu. Untuk mendapatkan kebutuhan air irigasi yang efisien maka
dalam analisis ini dicoba-coba awal periode masa tanam dari Januari 1 (awal bulan Januari)
sampai Desember 2 (pertengahan bulan Desember).
Padi Padi
Palawija
LP LP
85 hari
90 hari setelah tranplantasi 90 hari setelah tranplantasi
Pola tanam ini dapat disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam dan variasi penanaman.
Analisi dan Konsep Pengembangan di Kecamatan Gantung 13
PENYUSUNAN RENCANA KAWASAN (MASTERPLAN) AGROPOLITAN
Laporan Akhir PENGEMBANGAN PADI BERBASIS MEKANISASI
Padi varietas
Padi unggul
NEDECO/PROSIDA Kedelai Palawija
varietas unggul
Palawija
LP LP
85 hari 85 hari
90 hari setelah tranplantasi
Sumber : Hasil Analisis, 2018ini dapat disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam dan variasi penanaman.
Pola tanam
Evaporasi merupakan konversi air dari keadaan cair menjadi uap. Penguapan ini terjadi pada tiap
keadaan suhu, sampai udara di atas permukaan menjadi jenuh dengan uap. Proses evaporasi
dibedakan menjadi 2, antara lain:
a) Evaporasi aktual, yaitu proses evaporasi yang berlangsung pada kondisi alami terjadi pada
keadaan daerah dan waktu tertentu, sehingga nilainya sangat bergantung pada kondisi
lingkungan yang berlaku pada kondisi saat ini.
b) Evaporasi potensial, yaitu proses evaporasi yang terjadi pada suatu permukaan penguapan
yang berada dalam kondisi kecukupan air.
Faktor meteorologi
1. Radiasi Matahari
Konversi air dari cair menjadi uap memerlukan input energi yang berupa panas laten. Proses
transpirasi hanya terjadi saat tumbuhan melakukan proses fotosintesis di bawah pengaruh
sinar matahari, tetapi evaporasi terjadi sepanjang hari selama ada input panas. Jadi proses
evapotranpirasi akan sangat aktif jika ada penyinaran langsung dari matahari. Awan
merupakan penghalang radiasi matahari dan akan mengurangi input energi, sehingga akan
menghambat proses.
2. Angin
Jika air menguap ke atmosfir maka lapisan batas antara tanah dengan udara menjadi jenuh
oleh uap air sehingga proses penguapan terhenti. Agar proses tersebut berjalan lapisan jenuh
harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu dapat dimungkinkan hanya apabila
terdapat angin. Jadi kecepatan angin memegang peranan dalam proses penguapan.
Jika kelembaban relatif naik, kemampuan udara untuk menyerap uap air akan berkurang,
sehingga laju penguapan akan berkurang.
4. Suhu (Temperatur)
Suhu udara dan suhu permukaan yang tinggi akan mempercepat proses penguapan, karena
adanya energi panas yang tersedia. Kemampuan udara untuk menyerap uap air akan
bertambah jika suhunya naik. Hal ini berarti suhu udara mempunyai efek ganda dibandingkan
suhu permukaan.
Parameter Bulan
Klimatologi Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Radiasi 40,1 51,7 48,1 45,9 53,9 57,7 67,9 74,0 59,9 44,9 34,7 28,2
Matahari (% )
Kecepatan 248,4 253,6 203,9 209,2 209,2 227,5 253,6 298,1 292,8 206,6 188,3 224,9
Angin (km/hari)
Kelembaban 89,6 87,0 89,5 90,1 87,8 87,4 85,5 82,4 81,0 88,2 90,2 90,6
Relatif (%)
Temperatur 26,0 25,7 26,1 25,9 26,5 26,1 26,2 26,5 26,3 26,2 25,5 25,8
Rata-rata (oC)
Pada umumnya cara-cara yang dipakai untuk menaksir besarnya evaporasi didasarkan atas
anggapan bahwa air yang tersedia berlebihan, sehingga yang didapat adalah harga evaporasi
potensial. Metode Penman merupakan metode perhitungan evaporasi yang cukup banyak
digunakan. Dibandingkan dengan metode lainnya cara ini relatif lebih mudah dengan tingkat
akurasi yang cukup. Metode Penman dalam perkembangannya telah banyak mengalami
modifikasi, sehingga dalam pekerjaan ini dalam menghitung nilai evaporasi digunakan Metode
Penman Modifikasi. Adapun persamaan yang digunakan untuk perhitungan evaporasi dengan
metode ini, yaitu:
ETo={[ W ×Rn ]× [ ( 1−W )×( ea−ed ) f ( U ) ] }C
Dimana:
ETo = evapotranspirasi potensial (mm/hr)
W = faktor berat/faktor penimbang
Rn = penyinaran radiasi matahari bersih (mm/hr)
Faktor berat (W) diperoleh dengan menggunakan tabel yang mengambarkan hubungan
antara temperatur udara (T) dengan W untuk berbagai altitude.
Rn=Rns−Rnl
Dimana:
Besarnya penyinaran radiasi matahari yang dikoreksi bumi dihitung dengan persamaan
berikut:
Dimana:
Penyinaran radiasi matahari teoritis (Ra) diperoleh dengan menggunakan tabel "extra
terrestrial radiation (Ra) expressed in equivalent evaporation in mm/day".
Besarnya radiasi matahari yang dipancarkan bumi dihitung dengan persamaan berikut:
Nilai pengaruh temperatur udara pada radiasi gelombang panjang diperoleh dengan
menggunakan tabel "pengaruh temperatur udara f(T) pada radiasi gelombang panjang".
Nilai pengaruh tekanan udara pada radiasi gelombang panjang dihitung dengan
menggunakan persamaan seperti berikut:
f ( n /N )=0,1+ ( 0,9 n/ N )
7. Tekanan Uap Jenuh (ea)
Besarnya tekanan uap jenuh, diperoleh dengan menggunakan tabel "saturation vapour
pressure (ea) in mbar as function of mean air temperature (T) in oC".
ed=ea×Rh/100
Dimana Rh merupakan kelembaban rata-rata.
U
( ( ))
f ( U ) =0 , 27 1+
100
10. Faktor Penggantian Efek Kondisi Cuaca Akibat Siang dan Malam Hari (C)
Faktor penggantian efek kondisi cuaca akibat siang dan malam hari diperoleh dengan
menggunakan tabel "adjustment factor (c) in presented Penman Equation".
Dalam analisis hidrologi ini, besarnya evaporasi potensial merupakan besarnya penguapan yang
terjadi di lapangan. Dimana dalam hal ini, besarnya penguapan diperoleh berdasarkan
pengumpulan data sekunder yang didapat dari BMKG Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Eto
No. Bulan
(mm/hr) (mm/bln)
6 Juni 5,23 156,97
7 Juli 5,60 173,54
8 Agust 5,09 157,67
9 Sept 3,40 102,09
10 Okt 1,75 54,19
11 Nop 0,92 27,69
12 Des 0,68 21,05
Sumber : Hasil Analisis, 2018
125 102,09
92,39
100
69,56
75 54,19
42,21
50 26,16 27,69
21,05
25
0
Jan Fe b Mare t April Me i Juni Juli Agust Sept Okt Nop De s
Bulan
ETc = Kc x Eto
PADI
NEDECO/PROSIDA FAO KEDELAI
Varietas Varietas Varietas Varietas
Biasa Unggul Biasa Unggul
1.2 1.2 1.1 1.1 0.5
1.2 1.27 1.1 1.1 0.75
1.32 1.33 1.1 1.05 1
1.4 1.3 1.1 1.05 1
1.35 1.3 1.1 0.95 0.82
1.24 0 1.05 0 0.45
1.12 0.95
0 0
Perkiraan kebutuhan air irigasi sistem pertanian lahan beririgasi dihitung sebagai berikut:
Penggunaan konsumtif air oleh tanaman diperkirakan berdasarkan metode perkiraan empiris
dengan menggunakan data iklim, koefisien tanaman pada tahap pertumbuhan:
ETc = Kc x Eto
Dimana:
Eto adalah evapotranspirasi potensial (mm/hari)
Kc adalah koefisien tanaman (Error: Reference source not found).
Besarnya kehilangan air akibat perkolasi merupakan besaran air yang masuk ke tanah.
Besarnya laju perkolasi tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
Tekstur tanah
Permeabilitas tanah
Tebal lapisan tanah bagian atas (top soil) mempunyai pengaruh terhadap nilai perkolasi.
Semakin tipis tanah lapisan atas maka laju perkolasi semakin kecil. Demikian juga letak
permukaan air tanah, semakin tinggi letak permukaan air tanah, makin kecil pula laju
perkolasinya (KP-01 hlm 165). Berdasarkan jenis tanah dan hasil pengamatan, kondisi lahan
saat ini sebagian besar sudah berupa sawah sehingga tanah dapat dikatakan sudah jenuh dan
harga perkolasi dapat diperkirakan sebesar 1 mm/hari.
Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang jatuh di areal irigasi. Besarnya curah hujan
efektif yaitu 70% curah hujan andalan. Besar curah hujan effektif untuk tanaman padi dapat
dilihat pada Error: Reference source not found dan Error: Reference source not found, serta
curah hujan effektif untuk tanaman palawija dapat dilihat pada Error: Reference source not
found dan Error: Reference source not found.
Efisiensi irigasi secara keseluruhan merupakan kehilangan air di saluran baik itu akibat
rembesan, bocor maupun akibat penguapan. Besarnya efisiensi yang terjadi yaitu:
Efisiensi jaringan primer (ep) : 90%
Efisiensi jaringan sekunder (es) : 90%
Efisiensi jaringan tersier (et) : 80%
Jadi e = ep x es x et = 90% x 90 % x 80% = 64,8%
Penggantian lapisan air setinggi 50 mm diberikan dengan jangka waktu satu setengah bulan,
jadi kebutuhan air tambahan adalah 3,3 mm/hr.
Kebutuhan air irigasi untuk padi merupakan kebutuhan air tanaman padi yang sudah
diperhitungkan juga kehilangan air di saluran.
DR = NFR/e
Kebutuhan air irigasi selama jangka waktu penyiapan lahan dihitung dengan menggunakan
rumus:
M .e k
LP k
e 1 M = E0 + P
E0 = 1,1Eto
k = (M x T)/S
Dimana:
M = kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan.
Eo = evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan (mm/hr)
T = jangka waktu penyiapan lahan (hr)
S = air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm
Dari hasil perhitungan didapatkan kebutuhan air untuk penyiapan lahan, seperti pada tabel
berikut :
Dalam perhitungan kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan beririgasi ini dicoba
dengan beberapa alternatif awal masa tanam yang dimulai masa tanam pada Awal Bulan Januari
sampai Akhir Bulan Desember, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran.
Untuk menghitung besarnya debit yang dibutuhkan di areal irigasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
QButuh = DR x Air/1000
Berdasarkan hasil hitungan kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan beririgasi dapat
diketahui besarnya kebutuhan air irigasi yang dibutuhkan di areal irigasi di Kecamatan Gantung
seperti yang ada pada Lampiran. Dari hasil simulasi awal masa tanam untuk pola tanam Padi-
Padi-Palawija didapatkan kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan beririgasi, seperti
berikut:
Kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 1,91 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal masa
tanam dilakukan pada pertengahan Februari, awal Maret, pertengahan Maret, awal April,
awal Juli, pertengahan Juli, awal Agustus, dan pertengahan Agustus.
Kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 1,03 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal masa
tanam dilakukan pada pertengahan Oktober.
Total kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 15,22 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada pertengahan Januari.
Total kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 8,33 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Oktober.
Adapun hasil simulasi awal masa tanam untuk pola tanam Padi-Palawija-Palawija didapatkan
kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan beririgasi, seperti berikut:
Kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 1,91 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal masa
tanam dilakukan pada pertengahan awal Juli, pertengahan Juli, awal Agustus, dan
pertengahan Agustus.
Kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 0,55 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal masa
tanam dilakukan pada awal November.
Total kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 11,27 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Juni.
Total kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 2,70 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Desember.
Besarnya kebutuhan tanaman untuk sistem pertanian lahan kering dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan keseimbangan air sebagai berikut:
CWR=ETc + P+ LP
Dimana:
CWR = kebutuhan air tanaman (mm/hr)
Berdasarkan hasil hitungan kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan kering dapat
diketahui besarnya kebutuhan air irigasi yang dibutuhkan di areal irigasi di Kecamatan
Gantung seperti yang ada pada Lampiran. Dari hasil simulasi awal masa tanam untuk pola
tanam Padi-Padi-Palawija didapatkan kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan
kering, seperti berikut:
1. Kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 1,91 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada pertengahan Februari, awal Maret, pertengahan Maret,
awal April, awal Juli, pertengahan Juli, awal Agustus, dan pertengahan Agustus.
2. Kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 0,80 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada pertengahan Oktober.
3. Total kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 13,13 lt/dt/ha yang terjadi ketika
awal masa tanam dilakukan pada pertengahan Januari.
4. Total kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 7,15 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Oktober.
Adapun hasil simulasi awal masa tanam untuk pola tanam Padi-Palawija-Palawija didapatkan
kebutuhan air irigasi untuk sistem pertanian lahan kering, seperti berikut:
1. Kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 1,91 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada pertengahan awal Juli, pertengahan Juli, awal Agustus, dan
pertengahan Agustus.
2. Kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 0,51 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada pertengahan November.
3. Total kebutuhan air irigasi terbesar (maksimum) yaitu 10,09 lt/dt/ha yang terjadi ketika
awal masa tanam dilakukan pada awal Juni.
4. Total kebutuhan air irigasi terkecil (minimum) yaitu 2,07 lt/dt/ha yang terjadi ketika awal
masa tanam dilakukan pada awal Desember.
1. Data Hujan. Yang dimaksud data hujan dalam perhitungan ini, yaitu besar curah hujan
bulanan (P) yang terjadi di catchment area dan jumlah hari hujan (h) pada bulan yang
bersangkutan.
Et=ETo−E
Dimana:
Et = evapotranspirasi terbatas (mm)
ETo = evapotranspirasi potensial (mm)
E = perbedaan antar evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi terbatas
Besarnya perbedaan antar evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi terbatas dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
E=ETo . ( m/20 ) . ( 18−h )
Dimana:
m = prosentase lahan yang tidak tertutup vegetasi
h = jumlah hari hujan
Prosentase lahan yang tidak tertutup vegetasi ditaksir dari peta tata guna lahan, diambil:
Keseimbangan Air
Keseimbangan air di permukaan tanah dihitung berdasarkan besarnya curah hujan bulanan
dikurangi nilai evapotranspirasi terbatas rata-rata bulanan sehingga diperoleh persamaan:
ΔS=P−Et
Dimana:
Besarnya nilai ∆S akan menentukan air masuk ke dalam tanah atau tidak:
b. ∆S nilainya negatif apabila P < Et, sebagian air tanah akan keluar sehingga terjadi
defisit.
Soil moisture storage (SMS) merupakan volume air untuk melembabkan tanah yang besarnya
tergantung (P - Et), soil storage dan soil moisture bulan sebelumnya. besarnya soil moisture
storage, yaitu:
Soil moisture capacity (SMC) merupakan volume air yang diperlukan untuk mencapai kapasitas
kelengasan tanah. Besarnya SMC tergantung pada tipe tanaman penutup lahan ( land cover) dan
jenis tanahnya.
Simpanan awal (initial soil mouisture storage) didefinisikan sebagai besarnya volume pada saat
pemulaan mulainya perhitungan (bulan sebelumnya). Besarnya simpanan awal ditaksir sesuai
dengan keadaan musim. Untuk musim hujan nilainya bisa sama dengan soil moisture capacity,
tetapi untuk musim kemarau pada umumnya dipakai data kadar air tanah.
Soil storage (SS) merupakan perubahan volume air yang ditahan oleh tanah yang besarnya
tergantung pada (P - Et), soil storage bulan sebelumnya. Besarnya soil storage, yaitu:
Asumsi yang dipakai DR FJ Mock adalah air akan memenuhi SMC terlebih dahulu sebelum water
surplus tersedia untuk infiltrasi dan perkolasi yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct
run off). Jika SMS sudah mencapai kapasitas maksimumnya (SMC) sehingga tidak disimpan dalam
tanah lembab, berarti soil storage sama dengan nol dan besarnya water surplus sama dengan P –
Et. Sebaliknya jika SMS belum mencapai kapasitas maksimum, maka tersedia ruang untuk
mengisi tanah lembab, yang besarnya adalah P – EtV Karena air berusaha untuk mengisi
kapasitas maksimumnya, maka tidak ada water surplus.
Water surplus merupakan volume air (air hujan yang telah mengalami evapotransirasi terbatas)
yang akan masuk ke permukaan tanah yang besarnya yaitu:
Nilai run off dan ground water besarnya tergantung dari keseimbangan air dan kondisi tanahnya.
Infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang
bersifat porous umumnya memiliki koefisien infiltrasi yang lebih besar. Namun jika kemiringan
tanahnya terjal dimana air tidak sempat mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah, maka
koefisien infiltrasinya bernilai kecil. Besarnya infiltrasi volume air yang masuk ke dalam tanah
dapat dihitung dengan persamaan:
I n=WS ×I
Dimana:
7. Infiltrasi (In). Semakin besar infiltrasi maka groundwater storage semakin besar pula.
8. Konstanta resesi aliran bulanan (k). Konstanta ini adalah proporsi air tanah bulan lalu yang
masih ada pada bulan sekarang. Nilai k cenderung lebih besar pada bulan basah.
9. Groundwater storage bulan sebelumnya (V n-1). Nilai ini diasumsikan sebagai konstanta awal,
dengan anggapan bahwa water balance merupakan siklus tertutup yang ditinjau selama
rentang waktu menerus tahunan tertentu. Dengan demikian maka nilai asumsi awal bulan
pertama tahun pertama harus dibuat sama dengan nilai bulan terakhir tahun terakhir.
Dari ketiga faktor di atas, Mock merumuskan besarnya volume air tanah sebagai berikut:
Dimana:
Perubahan volume air tanah ini penting bagi terbentuknya aliran dasar sungai (base flow).
Karena metoda Mock didasarkan atas water balance, maka batasan-batasan water balance
harus dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater storage (ΔV n) selama
rentang waktu tahunan tertentu adalah nol.
Aliran Permukaan
Aliran permukaan yang dimaksud disini yaitu total run off yang merupakan komponen
pembentuk aliran sungai, dimana besarnya adalah jumlah antara base flow, direct run off dan
storm run off:
Base Flow
Dalam hal ini base flow merupakan selisih antara infiltrasi dengan perubahan volume air tanah,
dalam bentuk persamaan:
BF=I n −ΔV n
Dimana:
BF = base flow (mm/bln)
In = infiltrasi (mm/bln)
∆Vn = perubahan volume air tanah (mm/bln)
Jika pada suatu bulan ΔVn bernilai negatif (terjadi karena volume air tanah bulan yang ditinjau
lebih kecil dari pada bulan sebelumnya), maka base flow akan lebih besar dari nilai infiltrasinya.
Karena water balance merupakan siklus tertutup dengan perioda tahunan tertentu maka
perubahan volume air tanah selama setahun adalah nol dan jumlah base flow sama dengan
jumlah infiltrasi.
Selain base flow, komponen debit yang lain adalah direct run off (limpasan langsung) atau
surface run off (limpasan permukaan). Limpasan permukaan berasal dari water surplus yang
telah mengalami infiltrasi. Jadi direct run off dihitung dengan persamaan :
BRO=WS−I n
Dimana:
BRO = direct run off (mm/bln)
WS = water surplus (mm/bln)
In = infiltrasi (mm/bln)
Komponen debit yang lain adalah storm run off, yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi
selama hujan deras. Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari hujan. Storm run off hanya
dimasukkan ke dalam total run off, bila presipitasi kurang dari nilai maksimum soil moisture
capacity (SMC). Menurut Mock, storm run off ini dipengaruhi oleh percentage factor (PF) dengan
nilai berkisar antara 5% – 10%, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya ketidakberaturan
hujan sehingga mencapai 37%. Dalam perhitungan storm run off, Mock merumuskan bahwa:
Jika presipitasi (P) > SMC, maka nilai storm run off = 0.
Jika presipitasi (P) < SMC, maka nilai storm run off adalah jumlah curah hujan dikalikan
dengan percentage factor:
SRO=P×PF
Dimana:
SRO = storm run off (mm/bln)
P = curah hujan (mm/bln)
PF = percentage factor
Debit aliran sungai adalah volume air yang mengalir pada suatu titik tinjau di sungai untuk suatu
satuan waktu. Debit aliran merupakan pengalian antara aliran sungai (dalam mm/bulan) dengan
luas daerah tangkapan sungai (catchment area) pada titik tinjau yang bersangkutan, dalam
perumusan berikut:
TRO
Q= (1000 : { N×24×3600 })×( A×1000 .000 )
Dimana:
Q = debit aliran sungai (m3/dt)
TRO = total run off (mm/bln)
N = jumlah hari pada bulan yang bersangkutan
A = luas catchment area (km2)
Dengan prosedur perhitungan yang dijelaskan di atas maka dapat dilakukan perhitungan debit
aliran sungai yang menjadi sumber air irigasi di daerah kajian.
penyediaan pangan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi pangan bagi
masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara berkelanjutan.
Tabel 5-64 Data Lahan Sawah dan Produktivitas Padi Di Kecamatan Gantung
Produk-
Total Luas Tanam (ha) Luas Tanam (ha) Luas Tanam (ha0 Luas tivitas GKP Produk-
Lahan 2015-2016 2016-2017 2017-2018 Panen Okt- (ton/ha) tivitas
No. Desa
Sawah Mar
(ha)
okmar asep okmar asep okmar asep
4 16. 16 2 2.6 2.6
1 Lilangan 0.00 - 00 .00 4.00 - - 0.00 0 52 0
Gantung/Danau 80 406. 152. 428. 20 153. 40 4.5 1, 4.5
2 Nunjau 1.00 00 00 00 4.00 00 - 1.00 0 805 0
79 118. 53. 175. 3 2. 14 3.0 3.0
3 Selingsing 3.00 00 00 00 7.00 00 - 5.00 0 435 0
4 6. 2.6 2.6
4 Limbongan 0.00 - - 00 - - - 6.00 0 16 0
2 6. 2.5 2.5
5 Batu Penyu 5.00 - - 00 - - - 6.00 0 15 0
6 Lenggang - - - - - - - - - - -
1,699.00 524.00 221.00 631.00 245.00 155.00 - 578.00 15.20 2,322.10 15.20
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Kep. Bangka Belitung, 2018
Sebaran lahan sawah di Kecamatan Gantung seperti tersaji pada gambar dihalaman selanjutnya.
Keadaan iklim diwilayah kajian tergolong iklim kering. Jumlah bulan basah rata-rata 2-4 bulan
antara bulan Desember sampai bulan Maret. Rata-rata curah hujan 60 – 130 mm/bln dengan
jumlah hari hujan 5 – 11 hari/bln. Kondisi tersebut sangat berdampak pada pemilihan komoditi
dan kegiatan pertanian.
Karena tergolong iklim kering dan curah hujan sangat rendah untuk memenuhi kebutuhan air
pertanian sangat dibutuhkan pembangunan/penambahan dan pemeliharaan jaringan irigasi
yang telah terbangun.
Komoditi tanaman pangan yang potensial untuk dikembang adalah padi sawah dan padi lading.
Rata-rata produksi adalah padi sawah adalah 5,2 ton/Ha GKP, dan padi lading 2,8 ton/Ha GKP.
Melihat kondisi tersebut sepertinya belum mencapai hasil yang maksimal karena petani belum
mengusahakannya secara intensif.
Terkait dengan kegiatan pertanian, penyuluh pertanian merupakan ujung tombak dalam
penyampaian informasi dan inovasi pertanian. Dari luas wilayah yang ada terbagi dalam WKPP
(Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian) dan tiap WKPP membawahi 1 desa dan dibina oleh 1 orang
penyuluh. Artinya kebutuhan penyuluh pertanian 1 desa 1 orang sudah terpenuhi untuk 4
wilayah desa yang menjadi lokasi perencanaan.
Sedangkan terkait dengan kelembagaan petani, kelompok tani merupakan sarana untuk
mempermudah transfer informasi dan inovasi yang akan disampaikan oleh penyuluh terhadap
anggota kelompok. Dengan kehadiran kelompok tani penyuluh akan lebih mudah dan intensif
dalam menyampaikan informasi karena kelompok tani berfungsi sebagai mitra penyuluh.
Adapun jumlah kelompok tani yang ada di wilayah kajian disajikan pada Tabel berikut :
Untuk melihat kemampuan dan aktivitas kelompok tani dapat di ukur dari hasil penilaian
terhadap kemampuan kelompok tani dalam hal :
Dari penilaian kelima aspek tersebut masih perlu dilakukan pembinaan kelompok karena belum
dapat dilaksanakan dengan baik ke 5 aspek tersebut. Peran serta seseorang yang dianggap
tokoh atau menguasai wilayah masih dominan dibanding peran kelompok. Selain kelompok tani,
kelompok P3A (Perhimpunan Petani Pemakai Air) perlu dihidupkan kembali karena kelompok
P3A punya peranan penting dalam pengaturan air irigasi. Akibat tidak berjalannya P3A Rencana
Tata Tanam (Pola Tanam, Tata Tanam dan Masa Tanam/kalender tanam) belum bisa diterapkan
dengan baik sehingga distribusi air untuk kegiatan pertanian belum berjalan dengan baik masih
banyak lahan sawah yang diberakan karena tidak terbagi suplay airnya sehingga Indeks
Pertanaman/Cropping indexs belum mencapai 300 %.
Kebijakan Pembangunan Pertanian yang harus dilakukan diantaranya adalah:
(1) Meningkatkan produksi dan penanganan pasca panen tanaman pangan sehingga terjadi
peningkatan nilai tambah atau nilai ekonomis dari komoditi tersebut.
(2) Meningkatkan produksi dan penanganan pasca panen komoditas perkebunan seperti
kelapa, lontar dll. yang lebih diarahkan terhadap pengembangan agroindustri.
(5) Penyediaan sarana dan prasarana pertanian termasuk didalamnya aspek teknologi
pertanian.
(6) Kerjasama antar daerah sebagai barometer pertanian dalam rangka peningkatan SDM.
(7) Peningkatan dan pengembangan Lembaga ekonomi sebagai penunjang kegiatan pertanian.
Subsektor jasa penunjang agrobisnis (supporting system), yaitu kegiatan yang menyediakan jasa
bagi ketiga subsector agrobisnis. Termasuk kedalam subsector ini antara lain industry keuangan,
infrastruktur, penelitan dan pengembangan, pendidikan dan konsultasi agrobisnis, serta
kebijakan pemerintah (mikro, regional, makro dan perdagangan internasional). Ketersediaan
jasa-jasa penunjang kegiatan pertanian di wilayah Kecamatan Gantung masih sangat terbatas
dan sedikit jumlahnya.
Tabel 5-67 Data Inventarisasi Alat dan Mesin Pertanian Di Kecamatan Gantung
TAHUN
ALSINTAN YANG JUMLAH PENYERAHAN/
NO NAMA UPJA DESA KETERANGAN
TERSEDIA (UNIT) SUMBER DANA/
SWADAYA
1. UPJA Lestari Gantung - Handtractor 20 2009/ APBD Kab Berkembang
5 - / APBN - Bersatu
6 2011/ APBD Kab - Harapan Jaya
- Power Theresser 2 2004 / Dinas Sosial - Mekar Jaya
2 2007/ tdk - Nujau makmur
6 2011/ TP Kab - Perdana 1
- Transplenter 1 2012/ APBD Kab - Perdana 2
3 2015/ APBD Kab - Rukun Tani
7 2015/ APBN Pusat - Sri Mulya Tani
Sumber : http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/katam
Sumber : ¹) Trip Alihamsyah (2008) dalam buku Kalender Tanam Terpadu Penelitian, Pengkajian, Pengembangan, dan
Penerapan yang diterbitkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian tahun 2013, untuk
padi sawah. 2) www.litbang.pertanian.go.id/download/one/16/file/0104- MEKTAN.pdf
Menurut data BP3K Pulau Besar, jumlah masyarakat Kecamatan Pulau Besar yang bermata
pencaharian sebagai petani adalah sebanyak 5.367 orang. Adapun lahan garapan tersebar di 5
wilayah desa yaitu Selingsing, Gantung, Lilangan, Limbongan dan Batu Penyu. Menilik tingkat
pendidikan yang ditamatkan, secara umum penduduk di wilayah Kecamatan Gantung yang
bergerak pada bidang pertanian mayoritas hanya menamatkan setingkat pendidikan dasar.
Kondisi ini tentunya mempengaruhi usaha budidaya pertanian yang diupayakan. Selain itu
bahwa, menurut informasi lapangan, pada dasarnya bahwa pengetahuan masyarakat secara
umum tidak pada bidang budidaya pertanian sawah namun lebih cenderung bergerak dibidang
perkebunan/berkebun. Oleh karena itu modal dasar untuk budidaya pertanian sawah dirasakan
masih sangat terbatas. Oleh karena itu peran penyuluh-penyuluh pertanian menjadi sangat
penting dalam upaya peningkatan sistem dan pola budidaya lahan sawah yang sangat potensial
untuk memberikan kontribusi hasil tidak hanya bagi wilayah Gantung sendiri namun bagi
Kabupaten Belitung Timur secara menyeluruh.
Perkiraan jumlah penduduk dihitung berdasar laju pertumbuhan yang ada dalam kurun waktu
tertentu, dalam hal ini didasarkan kondisi kependudukan 5 tahun terakhir. Sedangkan akhir
tahun proyeksinya adalah tahun 2034 (menyesuaikan rencana tata ruang wilayah kabupaten
tahun 2014-2034).
Jumlah penduduk Kecamatan Gantung didasarkan data statistik yang ada, menunjukkan laju
pertambahan yang fluktuatif tahun ke tahunnya. Terdapat tahun-tahun yang mengalami
pertambahan jumlah namun terdapat tahun yang jumlah penduduknya menurun dari tahun
sebelumnya. Kondisi laju pertumbuhan penduduk dirinci seperti tabel berikut ini :
Keterangan :
Dalam perencanaan tata ruang wilayah, masa tahun perencanaan adalah 20 tahun, namun
memperhatikan RTRW Kabupaten yang berakhir tahun 2034 maka dalam kegiatan ini, proyeksi
penduduk dilakukan hingga tahun 2034. Adapun hasil perhitungan yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
Hasil perhitungan yang dilakukan, hingga akhir tahun 2034 jumlah penduduk Kecamatan
Gantung diperkirakan sebanyak 35.798 jiwa. Jika diperbandingkan dengan kondisi pendataan
pada akhir tahun 2017 dimana penduduk kecamatan sebanyak 25.651 jiwa maka akan terjadi
pertambahan penduduk sebanyak 10.147 jiwa.
Kawasan agropolitan merupakan fungsionalisasi sistem desa-desa yang ditunjukkan dari adanya
hirarki keruangan desa yakni dengan adanya pusat agropolitan dan desa-desa di sekitarnya
membentuk Kawasan Agropolitan (Porter, 1998). Disamping itu, Kawasan agropolitan ini juga
dicirikan dengan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem
dan usaha agribisnis di pusat agropolitan yang diharapkan dapat melayani dan mendorong
kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.
Secara lebih luas, pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat mendukung terjadinya
sistem kota-kota yang terintegrasi. Hal ini ditunjukkan dengan keterkaitan antar kota dalam
bentuk pergerakan barang, modal, dan manusia. Melalui dukungan sistem infrastruktur
transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan agropolitan dan pasar dapat
dilaksanakan. Dengan demikian, perkembangan kota yang serasi, seimbang, dan terintegrasi
dapat terwujud.
Guna mengetahui dan menentukan tingkat kepusatan suatu wilayah, alat bantu analisis yang
dapat dipergunakan adalah teknik analisis skalogram. Analisis skalogram adalah analisis yang
bertujuan mengidentifikasi peranan suatu wilayah berdasarkan pada kemampuan masing-
masing subwilayahnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam konteks satu
wilayah kecamatan, asumsinya adalah jika suatu desa mempunyai berbagai fasilitas yang relatif
lengkap dibandingkan dengan desa lainnya, maka desa tersebut mampu berperan sebagai suatu
pusat pertumbuhan pada wilayah kecamatan tersebut. Variabel yang digunakan adalah sarana
ekonomi (pasar, toko, koperasi, bank), sarana pelayanan umum (kantor pemerintahan, kantor
polisi, kantor pos), sarana kesehatan (rumah sakit, puskesmas, puskesma pembantu, praktek
dokter, klinik), sarana pendidikan (TK, SD/MI, SMP/Mts, SMA/SMK/MA), jaringan jalan (jalan
nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten), jaringan kelistrikan, dan prasarana telekomunikasi.
3 Gantung 558.10 I
4 Selingsing 254.76 II
5 Limbongan 208.10 III
6 Batu Penyu 183.10 III
7 Lenggang 391.43 II
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Dalam perencanaan kewilayahan, untuk menentukan hirarki jalan perlu dipahami mengenai
definisi jalan dan fugsinya. Menurut Undang-Undang No 38 Tahun 2004 tentang jalan, berikut
definisi yang terkait dengan sistem jaringan jalan :
a) Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
b) Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk masyarakat dalam kawasan perkotaan.
c) Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna.
d) Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
masuk yang dibatasi.
e) Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
f) Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Berdasarkan ketentuan teknis tentang hirarki jalan yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah
No 34 Tahun 2006 tentang Jalan, kondisi sistem jaringan jalan di wilayah perencanaan dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-
rata;
Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu; serta
Berdasarkan RTRW Kabupaten Belitung Timur Tahun 2014-2034, dalam wilayah Kecamatan
Gantung rencana fungsi jalan kolektor berupa jaringan Kolektor Primer K2 yang
menghubungkan Manggar-Gantung dan Gantung-Dendang.
Jalan lokal primer di desain berdasarkan kecepatan rencana menimal 20 Km/jam dengan
lebar badan jalan minimal 7,5 meter; dan;
Jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus.
Berdasarkan RTRW Kabupaten Belitung Timur Tahun 2014-2034 bahwa fungsi jalan yang ada
di Kecamatan Gantung terdapat jalan berfungsi sebagai lokal primer yaitu ruas jalan lingkar
pantai yang berada di Kecamatan Gantung dan penghubung dengan kecamatan lainnya selain
jalan kolektor yang telah direncanakan.
3. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda empat
harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.
Jalan yang berfungsi sebagai jalan lingkungan, meliputi semua jaringan jalan selain kolektor
primer dan lokal primer sebagai penghubung kota kecamatan dengan pusat-pusat desa.
Panjang jalan lingkungan terdapat diseluruh wilayah desa dan relatif diperlukan adanya
peningkatan kapasitas maupun kondisi permukaan.
Terkait dengan rencana pengembangan kawasan pertanian, selain jalan umum bagi
pengembangan kawasan maka infrastruktur jalan yang diperlukan adalah jalan khusus (sesuai
UU No 34 Tahun 2004 tentang Jalan) yaitu berupa jalan pertanian. Jalan pertanian (jalan usaha
tani atau jalan produksi adalah prasarana transportasi pada kawasan pertanian untuk
memperlancar mobilitas alat dan mesin pertanian, pengangkutan sarana produksi menuju lahan
Selain evaluasi kesesuaian lahan yang pada dasarnya merupakan analisis daya dukung aspek
fisik, maka arahan peruntukan lahan pertanian padi bagi wilayah perencanaan adalah
mempertimbangkan hasil perencanaan terkait prasarana pendukung kegiatan pertanian yaitu
Desain Daerah Irigasi Rawa yang telah dilakukan sebelumnya oleh Balai Besar Sumberdaya Air
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Daerah Irigasi Rawa (DIR) yang dikembangkan di Kecamatan
Pulau Besar adalah DIR Batu Betumpang, DIR Dungun Raya dan DIR Ulim Permai. Cakupan areal
pengembangan ketiga DIR tersebut adalah seluas 7.423,3 hektar.
Berdasarkan hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan bagi pertanian padi di wilayah Kecamatan
Pulau Besar maka arahan peruntukan lahan pertanian padi secara umum dapat dikembangkan di
seluruh wilayah desa yang ada. Namun demikian jika dilihat pola sebaran potensialnya adalah
berada di Desa Batu Betumpang, Desa Fajar Indah, Desa Sumber Jaya Permai dan Desa Panca
Tunggal. Sedangkan menurut pengembangan Daerah Irigasi Rawa di Kecamatan Pulau Besar,
areal pengembangan terkonsentrasi di bagian tengah dari wilayah kecamatan.
kembangnya kawasan. Ragam ketersediaanya baik secara kuantitas maupun kualitas akan
berperan penting terhadap tingkat perkembangan aspek ekonomi dan sosial wilayahnya.
Sebagaimana termuat dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dalam Bagian Kedua tentang Prasarana
Pertanian dan Sarana Produksi Pertanian, yang terinci dalam Pasal 16, bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab menyediakan dan / atau
mengelola prasarana pertanian yang meliputi: jalan usaha tani, jalan produksi, dan jalan desa,
bendungan, dam, jaringan irigasi, dan embung; dan jaringan listrik, pergudangan, pelabuhan,
dan pasar. Selanjutnya dalam Pasal 17 juga menyebutkan bahwa selain Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha dapat menyediakan dan/atau mengelola prasarana pertanian
yang dibutuhkan Petani. Sebaliknya Petani memiliki kewajiban memelihara prasarana Pertanian
yang telah ada.
Dalam hal mekanisasi pertanian, sebagai salah satu unsur pendukung pengembangan pertanian,
sarana pertanian berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) memiliki peran penting dan
strategis dalam peningkatan produksi, efisiensi dan nilai tambah komoditas pertanian terutama
semakin meningkatnya kebutuhan produksi pertanian, perkembangan sosial-ekonomi, dan
keterbatasan tenaga kerja.
Didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2001 tentang Alat dan
Mesin Budidaya Tanaman serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengawasan Pengadaan, Peredaran dan Penggunaan Alat dan atau Mesin Pertanian
dijelaskan bahwa jenis alat dan atau mesin yang digunakan mulai dari kegiatan proses produksi
sampai dengan pasca panen yaitu : a) penyiapan dan pengolahan lahan; b) pembenihan; c)
penanaman; d) pemeliharaan; e) perlindungan; f) pemanenan; g) perontok; h) pemipil; i)
perajang; j) pembersih; k) penyortir; l) pengolahan; m) pelayu; n) pengering; o) penggilingan; p)
penyimpanan; dan q) pengemasan/pengepakan.
Pengembangan sarana dan prasarana untuk menunjang agribisnis di tiap pusat kegiatan adalah
sebagai berikut :
Sarana produksi pertanian yang umumnya digunakan oleh petani adalah benih, pupuk
organik, pupuk anorganik (termasuk pupuk pelengkap cair), obat-obatan pengendali hama
dan penyakit (insektisida dan fungisida), dan herbisida. Obat-obatan ini tersedia dalam
beragam merek. Pupuk anorganik yang digunakan oleh petani antara lain: Urea, SP36, dan
Ponska. Pemanfaatan pupuk organik (pupuk kandang) belum diterapkan oleh para petani.
Pengolahan tanah dilakukan secara manual dan mekanik, menggunakan traktor dan cangkul.
Di Belitung, seluruh petani sudah menggunakan hand tractor. Pengolahan tanah dilakukan
menyesuaikan dengan pola tanam dan kondisi musim serta cuaca. Kebanyakan para petani di
Belitung, sudah banyak yang dapat menanam padi 2 kali dalam satu tahun, yaitu pada bulan
Oktober dan bulan April. Kendala yang dihadapi adalah kurangnya air pada musim kemarau
akibat debit air yang kecil sehingga pengolahan tanah mengalami kesulitan. Solusinya adalah
pembuatan embung dan pengaturan air bagi para petani melalui kelompok.
Pada umumnya peralatan yang dipakai pada sistem usahatani relatih masih sederhana.
Peralatan dan mesin pertanian (alsin) yang dipakai diantaranya meliputi traktor pengolah
tanah, bajak, sisir, cangkul, sekop, parang, pisau, dll.
Kegiatan produksi agribisnis sub-sistem usahatani meliputi kegiatan pra-panen dan pasca-
panen. Kegiatan prapanen meliputi: penyiapan lahan sampai lahan siap tanam, penanam,
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, penyiangan, dan kegiatan panen.
Panen padi dilakukan secara tepat waktu dengan kondisi hamparan tanaman 95%
menguning. Panen dilakukan dengan menggunakan sabit dan dirontok dengan mesin
perontok. Namun, karena jumlah mesin yang belum mencukupi, sebagian petani melakukan
secara manual (dipukul-pukulkan). Dari sampel petani, belum semuanya menggunakan power
thresher, masih banyak yang menggunakan sistem digebot. Kondisi ini tentunya dapat
menimbulkan resiko kehilangan hasil panen. Oleh karena itu penggunaan terpal sangat
dianjurkan untuk mengurangi kehilangan hasil. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan
dalam penyediaan mesin perontok dan mesin lainnya melalui bantuan alsintan.
Produk pertanian padi diolah lebih lanjut menjadi beras dengan menggunakan mesin
penggiling. Hasil ikutan dari pengolahan padi menjadi beras adalah sekam dan dedak sebagai
sumber makanan ternak. Dimana limbah-limbah produk gabah belum dimanfaatkan dan
diolah untuk bernilai tambah yang lebih.
Sistem pemasaran komoditas pertanian padi (beras) adalah petani, pedagang pengumpul
tingkat desa yang merangkap sebagai pemilik penggilingan, pedagang pengumpul tingkat
kabupaten/kota atau provinsi, dan pedagang pengecer. Hasil produksi padi sawah adalah
padi kering yang kemudian digiling menjadi beras. Beras ini, oleh petani dijual kepada
pedagang pengumpul di tingkat desa yang umumnya merangkap sebagai pemilik
penggilingan. Banyak petani padi sawah yang karena kekurangan modal, untuk membiayai
usahataninya bahkan kebutuhan sehari-hari sudah terikat dengan pemilik gilingan, dimana
cara ini secara ekonomi merugikan petani. Kerugian terjadi karena harga beras yang
diperhitungkan yang diterima petani lebih rendah dibanding dengan harga pasar.
Untuk menunjang berbagai usaha pada semua sub-sistem agribisnis, diperlukan jasa
penunjang seperti: transportasi, lembaga bantuan modal/perkreditan, jasa penyuluhan, dan
lain-lain.
Terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus
menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa;
membantu terciptanya pola distribusi pergerakan yang mantap dan dinamis, serta
mendukung pengembangan wilayah kawasan. Jaringan transportasi darat ditandai dengan
dominasi jalan kabupaten dan propinsi untuk mobilitas penduduk (paling utama) dan aktivitas
distribusi dan perdagangan. Dalam strategi pengembangan wilayah kawasan, jaringan jalan
merupakan faktor penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan
a. Pembangunan STA
Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan infrastruktur pemasaran untuk transaksi jual beli
hasil – hasil pertanian, baik untuk transaksi fisik (lelang, langganan, pasar spot) maupun non
fisik (kontrak, pesanan, future market) dan letaknya berada di sentra produksi. STA sebagai
suatu insfrastruktur pasar tidak saja merupakan tempat transaksi jual beli, namun juga
merupakan wadah yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan pelaku agribsinis,
seperti sarana dan prasarana pengemasan, sortasi, grading, penyimpanan, ruang pamer,
transportasi, dan pelatihan.
Fasilitasi Pasar Tani merupakan salah satu upaya meningkatkan posisi tawar petani produsen.
Melalui Pasar Tani, petani / kelompok tani / Gapoktan maupun produsen olahan dapat
memasarkan hasil pertaniannya secara langsung kepada konsumen.
c. Kegiatan Promosi
Upaya mengenalkan berbagai produk – produk pertanian dapat dilakukan melalui kegiatan
promosi serta membangun sistem informasi berbasis internet guna mengenalkan sekaligus
memonitoring berbagai kondisi komoditas pertanian sehingga petani dapat mengetahui
dengan cepat informasi komoditas pertanian pada tempat tertentu dan waktu tertentu.
Strategi intensifikasi pertanian harus mencakup sapta usaha tani. Sapta usaha tani tersebut
meliputi pengolahan tanah yang baik, pengairan/ irigasi yang teratur, pemilihan bibit unggul,
pemupukan yang tepat, pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, penanganan pasca
panen yang effisien dan pemasaran. Pembuatan bendungan, dam, jaringan irigasi, dan embung.
Bantuan penambahan mesin perontok/penggiling padi (power thresher) dan mesin pengolah
tanah (tractor). Penerapan perlindungan dan pemberdayaan petani melalui kepastian usaha;
stabilitas harga komoditas gabah dan beras; penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; ganti
rugi gagal panen/puso akibat kejadian luar biasa; sistem peringatan dini dan penanganan
dampak perubahan iklim; asuransi pertanian; pendidikan dan pelatihan; penyuluhan dan
pendampingan; pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian; konsolidasi dan
jaminan luasan lahan pertanian; penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; kemudahan
akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan penguatan kelembagaan petani.
Kebijakan daerah harus mencakup pembuatan kawasan agribisnis padi yang modern, tangguh,
dan pemberian jaminan kesejahteraan yang lebih baik bagi petani; peningkatan efisiensi dan
daya saing usaha tani komoditas padi; pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara
optimal, efisien dan produktif serta berkelanjutan yang dapat mendukung ketahanan ekonomi
dan pelestarian lingkungan; pemberdayaan petani dan masyarakat pedesaan; pengembangan
kelembagaan dan kemitraan yang modern, tangguh, efisien, dan produktif.
3. Pembangunan infrastruktur
4. Pengembangan kewiraswastaan
d. Tahap I merupakan tahapan inisiasi dan inkubasi untuk pembangunan infrastruktur dan
pengembangan kewiraswastaan.
e. Tahap II meliputi a. pelaksanaan pembangunan infrastruktur b. lanjutan inkubasi untuk
pembangunan infrastruktur dan pengembangan kewiraswastaan.
f. Tahap III meliputi a) pengembangan infrastruktur dan b) pelaksanaan dan pengembangan
kewiraswastaan
mencatat modal sosial (hubungan sosial, lembaga, cara pandang) yang tumbuh dalam
kawasan yang akan dibangun
menganalisis peluang pembangunan infrastruktur dan pengembangan kewiraswastaan
dalam kawasan yang akan dibangun
d) mengenalkan profesi baru wiraswastawan sipil yang memiliki tugas dantanggung jawab
baru yang lebih cocok bagi masa depan kawasan tersebut (Henton, Melville, Walesh,
1997). Wiraswastawan sipil merupakan pengelola penting dalam Badan Pengelola
Kawasan. Seorang atau sekelompok orang ini selalu mengembangkan kolaborasi di antara
pihak-pihak yang terlibat pembangunan kawasan tersebut, serta mengembangkan
kawasan tersebut dengan memimp in kerjasama dengan pihak-pihak lain diluar kawasan.
Di samping bertujuan meningkatkan kesejahteraan individual, wiraswastawan sipil hendak
mengarahkan efek engganda pembangunan kawasan bagi lapisan bawah atau menyebar
secara lebih adil.
2. Pengembangan jaringan untuk pembangunan infrastruktur dan pengembangan
kewiraswastaan. Hal ini dilakukan dengan cara:
a) mendeteksi, menganalisis dan memilih aktor yang terlibat dan bersedia bekerjasama
dalam pengembangan kawasan. Aktor dapat dikelompokkan menjadi:
sektor publik: 1) politisi: gubernur, bupati/walikota dan wakilnya, anggotaDPRD; 2)
administratur: pejabat atau pegawai Pemda yang bertugas di Kantor
SekretariatDaerah, Bappeda, BPS, Dinas yang terkaitdengan bidang Pekerjaan Umum,
Pertanian,Perindustrian, Perdagangan, Pendidikan, Kesehatan,Keuangan, aparat
Kecamatan
sektor partisipatoris: 1) LSM/LPSM; 2) akademisi; 3) tokoh masyarakat; 4) pers
swasta: 1) lembaga donor; 2) swasta daerah,
b) mengajak seluruh aktor ini untuk meninggalkan garis nyaman keadaan kawasan saat ini,
menuju proses pembangunan kawasan yang baru. Visi dan misi baru pengembangan
kawasan setempat dapat digali dari upaya penerapan:
asumsi program secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis
ragam strategi program
ragam pendekatan program
c) Menyusun tim dalam suatu Badan Pengelola Kawasan yang terutama bertujuan mengurus
perubahan kawasan secara lebih cepat atau lancar.Badan Pengelola kawasan dipimpin
oleh seorang wiraswastawan sipil yang dibantu oleh tim hasil kolaborasi antar aktor di
atas. Tim pendukung dapat dikelompokkan dalam seksi-seksi kegiatan pengembangan
kawasan, minimal dalam jenis infrastruktur atau usaha kewiraswastaan yang akan
dibangun.
a) merekrut para ahli masing-masing bidang infrastruktur, kewiraswastaan dan ahli tentang
lokasi kawasan yang bersangkutan
b) melaksanakan kegiatan pembangunan prasarana dasar sosial dan ekonomi
c) melaksanakan kegiatan-kegiatan kewiraswastaan di kawasan agropolitan
d) kegiatan dilaksanakan atau dikoordinir oleh Badan Pengelola Kawasan
e) memobilisasi sumberdaya
f) menggunakan tenaga buruh dari warga di kawasan setempat
g) menggunakan sumberdaya dari lokal
1. Mengubah budaya dari orientasi keuntungan jangka pendek menuju orientasi sustainabilitas
kawasan dalam jangka panjang. Hal ini dilakukan melalui :
a) menyusun refleksi seluruh efek dari pengembangan kelembagaan agropolitan
b) menyusun rencana kedepan bagi kawasan tersebut
c) mengembangkan diskusi untuk menyusun platform pengelolaan kolaborasi dalam
kawasan untuk menghadapi perkembangan isu pembangunan selanjutnya.
d) menyiapkan pola-pola penerimaan migran untuk bekerja dalam kawasan yang
berkembang ini.
2. Mengembangkan paradigma baru bahwa perubahan sosial bersifat kontinyu, sehingga
wiraswastawan dalam kawasan selalu menyeleksi isu dan kecenderungan penting yang
memungkinkan kawasan lebih maju lagi.
3. Melaksanakan serah terima kawasan kepada Badan Pengelola Kawasan.
Bagi pengembangan kegiatan pertanian, potensi sumberdaya lahan cukup besar namun
pemanfaatannya yang masih sangat terbatas. Bagi wilayah Belitung Timur, Kecamatan Gantung
merupakan sentra penting produksi padi mengingat terdapatnya lahan sawah yang terluas bagi
kabupaten ini. Luas sawah di Gantung mencapai 1.699 hektar atau sekitar 60,70% dari luas total
sawah di Belitung Timur yang sebesar 2.799 hektar. Potensi sumberdaya lahan sawah di Gantung
memiliki nilai strategis yang tidak hanya bagi wilayah kecamatannya saja namun dalam lingkup
kabupaten untuk menjadi sumber pangan utama.
Terdapat berbagai permasalahan dan kendala bagi pengembangan kegiatan pertanian di wilayah
Kecamatan Gantung, diantaranya adalah :
Karakter dan kapasitas para pelaku (petani). Masyarakat wilayah Gantung pada dasarnya
tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam usaha budidaya pertanian sawah.
Karakter bidang pertanian yang secara turun temurun dilakukan adalah dalam bidang
budidaya perikanan dan perkebunan (berkebun), dimana kultur dasar masyarakat adalah
nelayan tangkap. Hal ini tentu menjadi kendala dan tantangan tersendiri bagi upaya-upaya
peningkatan sistem dan pola budidaya pertanian sawah.
Permasalahan umum terkait dengan perubahan iklim. Intensitas pertanian terkait dengan
pola tanam belum berjalan secara maksimal akibat ancaman bencana yang berujung
terhadap terjadinya gagal panen mengakibatkan persoalan bagi para petani. Permasalahan
genangan air pada sebagian areal pertanian menjadi persoalan pada waktu musim hujan.
Dukungan pengelolaan sumberdaya air belum berjalan secara optimal sehingga pada saat
musim kering tidak bisa dilakukan penanaman. Pemanfaatan areal adalah untuk tanaman
holtikultura.
Isu strategis lainnya adalah terkait dukungan pendampingan selama masa budidaya, persoalan
ketakutan gagal panen menjadi sebagai salah satu penyebabnya. Terkait harga hasil produksi
juga menjadi isu penting. Persaingan harga yang lebih murah dari produk beras dari luar daerah
menjadi perhatian yang dirasakan para petani.
Dalam teori lokasi dinyatakan bahwa untuk menentukan lokasi pendirian suatu pusat ekonomi
terdapat dua orientasi, pertama adalah orientasi pasar dan yang kedua orientasi sumberdaya.
Karena pada sebagian besar produksi yang berbahan baku hasil pertanian biasanya terjadi
weight loosing activity, maka rekomendasi penentuan lokasi adalah di wilayah sumberdaya atau
lokasi bahan baku. Secara umum, tidak semua wilayah desa di Kecamatan Gantung memiliki
potensi lahan bagi budidaya tanaman pangan padi, sebaran lahan sawah hanya terdapat di 5
desa dari total 7 desa di Kecamatan Gantung. Daya dukung kesesuaian lahan padi, terlihat
terkonsentrasi di dua desa yaitu Selingsing dan Gantung. Dalam hal ini dukungan pengelolaan
sumberdaya air bagi kegiatan pertanian telah terbangun daerah-daerah irigasi (DI) yang
melayani kedua wilayah desa tersebut.
1. Pengaturan sistem pusat-pusat permukiman (kegiatan) yang merupakan lokasi orientasi bagi
pelayanan kawasan. Dalam hal ini, pengaturannya menyangkut pengalokasian sistem pusat
sebagai Kota Tani Utama dan Kota-Kota Tani sebagai sentra produksi padi.
2. Pengembangan sistem jaringan transportasi jalan sebagai prasarana utama pembentuk
struktur ruang kawasan. Pengembangan sistem jaringan transportasi jalan bagi kawasan
diadopsi dari kebijakan perencanaan wilayah regional (dalam hal ini adalah perencanaan
jaringan jalan menurut RTRW Kabupaten) serta pengembangan menurut kebutuhan jaringan
jalan bagi kegiatan pertanian yaitu berupa jalan usaha tani dan jalan produksi.
3. Peruntukan ruang bagi lahan pertanian sawah yang merupakan sumberdaya bagi produksi
komoditas padi. Di wilayah Gantung, zona sumberdaya sebagai penghasil/pemasok utama
produk komoditas padi berada di Desa Selingsing dan Desa Gantung. Desa Gantung akan
mengemban fungsi sebagai Pusat Utama Kawasan atau Kota Tani Utama, dan Desa Selingsing
sebagai sentra utama produksi padi. Wilayah-wilayah desa lainnya yaitu Lilangan, Limbongan,
dan Batu Penyu merupakan desa-desa hinterland sebagai sentra-sentra produksi pendukung.
Dengan dasar perumusan tersebut, konsep pengembangan tata ruang Kawasan Agropolitan Padi
di Kecamatan Gantung digambarkan seperti gambar berikut :
Gambar 5-44 Konsep Tata Ruang Kawasan Agropolitan Padi Kecamatan Gantung
pertanian diawali dengan penataan lahan (konsolidasi lahan), keberhasilan dalam pengendalian
air, serta masukan teknologi biologis dan teknologi kimia.
Penggunaan alat dan mesin pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi usaha tani, meningkatkan mutu dan nilai tambah produk, serta
pemberdayaan petani. Pada hakekatnya, penggunaan mesin di pertanian adalah untuk
meningkatkan daya kerja manusia dalam proses produksi pertanian, di mana setiap tahapan dari
proses produksi tersebut dapat menggunakan alat dan mesin pertanian (Sukirno 1999). Dengan
demikian, mekanisasi pertanian diharapkan dapat meningkatkan efisiensi tenaga manusia,
derajat dan taraf hidup petani, kuantitas dan kualitas produksi pertanian, memungkinkan
pertumbuhan tipe usaha tani dari tipe subsisten (subsistence farming) menjadi tipe pertanian
perusahaan (commercial farming), serta mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari
sifat agraris menjadi sifat industri (Wijanto 2002).
Mekanisasi pertanian diberikan berupa aplikasi mekanis mesin atau alat pada proses produksi
pertanian. Mekanisasi pertanian diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi
pertanian serta pengolahannya. Mekanisasi pertanian mencakup keuntungan efisiensi,
efektivitas, kualitas dan produktivitas pertanian. Kemudian berdampak sistemik pada
kesejahteraan petani dan pemenuhan kebutuhan pangan, energi dan bahan produksi
masyarakat.
Pengupayaan mekanisasi pertanian padi di wilayah Kecamatan Gantung telah dijalankan dimana
melalui Gapoktan yang ada, Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten) telah
mendistribusikan alat-alat untuk mekanisasi berupa hand tractor, pompa air, rice transplanter,
power thresher, dan combine harvester melalui kelompok tani. Keberadaan UPJA di wilayah
Gantung sudah terbentuk. Permasalahannya adalah belum optimalnya pemanfaatan alat dan
mesin tersebut, baik dari sisi pengelolaannya maupun masih banyak petani yang belum
menerapkan mekanisasi pertanian di lokasi perencanaan Gantung.
1. Pemetaan dan pengkategorian secara keruangan potensi areal lahan sawah untuk penskalaan
dukungan serta pemanfaatan alat dan mesin pertanian.
2. Penguatan kelembagaan dalam UPJA yang ada.
3. Penambahan jumlah dan jenis ketersediaan alat dan mesin pertanian.
4. Perluasan dan penambahan gudang alat dan mesin pertanian.
BAB 6
RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN
PADI BERBASIS MEKANISASI
1. Memaksimalkan lahan-lahan sawah sebagai areal budidaya, dengan sasaran adalah sebagai
berikut :
2. Optimalisasi pemanfaatan dan penggunaan alat dan mesin pertanian, dengan sasaran adalah
sebagai berikut :
Sedangkan strategi yang Ketiga adalah meningkatkan peran pemerintah dalam melindungi lahan
pertanian untuk peningkatan kegiatan agribisnis serta penguatan kelembagaan tingkat petani
baik kelompok tani (Poktan) maupun gabungan kelompok tani (Gapoktan). Pemerintah
memperkuat dan mensosialisasikan UU pertanahan dan memastikan kepemilikan tanah yang
kosong untuk menghindari sengketa lahan dan penguasaan lahan oleh pihak luar. Adanya
penyuluhan bagi petani, baik dalam kelompok-kelompok tani maupun lingkup Gapoktan,
sehingga mempunyai ruang gerak dan inovasi yang memadai dalam mengakses informasi,
produksi dan pemasaran menuju pertanian yang berbasis agribisnis dan berdaya saing tinggi.
Strategi – strategi tersebut diuraikan dalam strategi pada setiap aspek yang tercakup dalam
kawasan yaitu meliputi perwujudan struktur ruang kawasan, pengembangan subsistem hulu,
subsistem budidaya, subsistem hilir dan subsistem pemasarana dan jasa penunjang. Adapun
strategi setiap aspek pengembangan tersebut adalah sebagai berikut :
2. Memperkaya pembenihan.
7. Mengenalkan dan menerapkan teknologi sederhana tepat guna untuk mengolah limbah-
limbah pertanian.
Strategi pengembangan sistem pemasaran dan jasa penunjang adalah sebagai berikut :
mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup mutu
dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata dan terjangkau oleh setiap individu di seluruh
wilayah sepanjang waktu. Untuk menjamin ketahanan pangan, produksi beras harus dinaikkan
melalui peningkatan hasil per satuan luas dan luas tanam. Varietas unggul merupakan salah satu
terobosan untuk meningkatkan produksi padi. Rencana pengembangan komoditas unggulan
terpilih dapat didasarkan pada dua hal penting, yaitu permintaan pasar dan
ketersediaan/kecukupan lahan sehingga sangat dimungkinkan pengembangan komoditas
unggulan dengan wilayah produksi di luar kawasan pengembangan agropolitan.
Dengan kondisi tanah yang ada, hasil padi di wilayah perencanaan umumnya masih tergolong
rendah. Teknologi anjuran pengelolaan lahan rawa telah tersedia, namun belum sepenuhnya
diterapkan, terutama bahan tanaman unggul. Media tumbuh dibiarkan seadanya, tata air atau
sarana drainase belum dibangun, dan tindakan budi daya lain seperti pengendalian hama dan
penyakit jarang dilakukan. Pemberian bahan organik dalam budidaya padi sangat diperlukan
mengingat kondisi tanah dengan kemasaman yang tinggi, kandungan unsur hara tanah yang
kurang memadai serta sifat tanah yang porosif. Secara umum, komponen ini sudah diterapkan
oleh petani, meskipun dengar kadar atau dosis yang belum ideal.
Selain masalah yang bersifat teknis, kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kelembagaan dan
prasarana pendukung belum memadai dan belum berjalan optimal. Tenaga kerja dan modal juga
terbatas, demikian pula pemahaman petani terhadap karakteristik dan teknologi pengelolaan
lahan rawa. Teknologi pengelolaan lahan rawa yang sudah terbukti berhasil antara lain teknologi
pengelolaan lahan dengan membuat sawah, surjan, tukungan atau sistem caren. Ketersediaan
sarana produksi sering pula menjadi kendala akibat sarana transportasi terbatas dan mahal.
Prasarana tata air dan transportasi serta jalan usaha tani, pascapanen, dan pemasaran hasil
pertanian akan menjadi kendala apabila pemerintah tidak membangunnya.
Optimalisasi potensi rawa lebak perlu disertai penerapan teknologi yang tepat, di antaranya
penggunaan varietas padi rawa lebak dan tata air yang baik. Melalui teknologi pengelolaan air
dan budi daya, lahan rawa lebak dapat diusahakan tiga kali tanam dalam satu tahun (IP 300%)
dengan pola tanam padi-padi-palawija dan produktivitas padi dapat ditingkatkan sampai 7 ton
gabah kering giling/ha. Varietas unggul baru IR42, IR64, Cisantana, Ciliwung, dan Ciherang perlu
diuji di rawa lebak untuk memilih varietas yang paling sesuai. Pengenalan sistem tanam jajar
legowo dilakukan dengan menguji tipe legowo 2:1; 3:1; 4:1; 5:1; atau 6:1. Hasil Penelitian BPTP
Kalimantan Selatan menunjukkan tipe legowo 2:1 memberikan hasil yang paling baik. Namun,
hasil ini belum tentu sama bila diterapkan di wilayah lain. Sistem tanam jajar legowo dapat
meningkatkan hasil gabah kering panen bahkan hingga sampai 22%.
Untuk memanfaatkan lahan rawa lebak secara optimal, pemerintah perlu menyediakan atau
memperbaiki sarana dan prasarana atau infrastruktur pendukung seperti tanggul, jalan, tabat,
pintu-pintu air, dan jaringan tata air dalam sistem polder atau minipolder sesuai dengan
karakteristik sumber daya lingkungan.
Berdasarkan teknologi pertanian yang berkembang, secara umum lahan sawah rawa lebak
seperti di Pulau Besar dan Gantung dapat diusahakan secara intensif dengan indeks pertanaman
200 (IP 200), dengan pola tanam padi-padi bera. Berbagai varietas unggul baru telah ditanam
petani seperti Inpari 15, Cigeulis, Mekongga, dan Ciherang. Hasilnya bervariasi antara 6-7 t/ha
dengan dosis pupuk yang juga bervariasi, baik pupuk urea, NPK, KCl, ZA maupun SP36. Dengan
pengelolaan yang baik, potensi produksi padi di lahan rawa dapat mencapai 5 ton/ha
(Alihamsyah et al. 2001). Sebagian besar usaha tani padi sawah di Kecamatan Pulau Besar
maupun Kecamatan Gantung telah menerapkan mekanisasi pertanian seperti traktor untuk
mengolah tanah dan mesin panen (combine harvester) yang sangat efisien tenaga kerja. Cara
tanam dengan menghambur benih langsung memerlukan benih yang lebih banyak (75 kg)
dibandingkan dengan tanam pindah (25 kg benih).
Bersamaan dengan kegiatan penataan lahan dan air, pada tahun pertama dilaksanakan demplot
sistem tanam pindah dan sistem tanam jajar legowo. Sistem tanam jajar legowo mempunyai
beberapa keuntungan dibandingkan dengan sistem tanam biasa (tegel), yaitu pada legowo 2:1
semua bagian rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang memberikan hasil lebih tinggi
(efek tanam pinggir) dan terdapat ruang kosong untuk pengaturan air atau mina padi. Di wilayah
ini, dimungkinkan tanam pindah menggunakan transplanter. Untuk pemeliharaan tanaman,
diperkenalkan teknologi penyiangan, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit, serta
pengolahan tanah dan panen menggunakan alat mesin pertanian.
6.3.1 Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Agropolitan Padi Pulau Besar
Ditinjau dari aspek tata ruang maka secara umum struktur hirarki sistem kota (pusat kegiatan)
dalam Kawasan Agropolitan dapat diuraikan sebagai berikut :
Rencana pusat kawasan yaitu Kota Tani Utama adalah Desa Batu Betumpang dengan area
pengembangannya berada di Kawasan Pusat KTM yang saat ini telah berfungsi sebagai
aglomerasi sarana-sarana pelayanan wilayah kecamatan. Pengembangan fungsi peran pusat
utama ini adalah :
a) Pusat perdagangan yang berorientasi ekspor ke luar daerah (kabupaten dan provinsi).
c) Pusat kegiatan agro-industri berupa pengolahan barang jadi dan setengah jadi serta
kegiatan agro-bisnis.
e) Pusat kegiatan tersier agro bisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian, perbankan, dan
keuangan. Pusat pelayanan (general agro-industry services ).
Rencana Kota Tani Sentra Produksi yaitu pusat-pusat desa yang ada yaitu pusat Desa Batu
Betumpang, Fajar Indah, Panca Tunggal, Sumber Jaya Permai dan Sukajaya. Fungsi peran dari
pusat sentra produksi ini adalah :
b. Pembangunan gudang penyimpanan hasil dan alsin pertanian di Desa Batu Betumpang
dan Desa Fajar Indah.
c. Pembangunan dan peningkatan jalan usaha tani di lahan sawah DIR Dungun Raya dan DIR
Batu Betumpang.
4. Zona Produksi.
Zona produksi yaitu lahan-lahan budidaya sebagai sawah tersebar diseluruh wilayah desa.
Dukungan sistem irigasi telah terbangun yaitu berupa DIR Dungun Raya yang melayani lahan
sawah di Desa Batu Betumpang dan Desa Sukajaya dan DIR Batu Betumpang yang melayani
budidaya sawah di Desa Batu Betumpang, Desa Panca Tunggal, Desa Fajar Indah dan Desa
Sumber Jaya Permai.
Adapun rencana pengembangan struktur tata ruang Kawasan Agropolitan padi di Kecamatan
Pulau Besar dapat dilihat pada peta di halaman selanjutnya.
Rencana pusat kawasan yaitu Kota Tani Utama adalah Desa Batu Betumpang dengan area
pengembangannya berada di Kawasan Pusat KTM yang saat ini telah berfungsi sebagai
aglomerasi sarana-sarana pelayanan wilayah kecamatan. Pengembangan fungsi peran pusat
utama ini adalah :
a) Pusat perdagangan yang berorientasi ekspor ke luar daerah (kabupaten dan provinsi).
c) Pusat kegiatan agro-industri berupa pengolahan barang jadi dan setengah jadi serta
kegiatan agro-bisnis.
e) Pusat kegiatan tersier agro bisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian, perbankan, dan
keuangan. Pusat pelayanan (general agro-industry services ).
Rencana Kota Tani Sentra Produksi yaitu pusat-pusat desa yang ada yaitu pusat Desa Batu
Betumpang, Fajar Indah, Panca Tunggal, Sumber Jaya Permai dan Sukajaya. Fungsi peran dari
pusat sentra produksi ini adalah :
Gambar 6-45 Peta Rencana Struktur Ruang Kawasan Agropolitan Padi di Kecamatan Pulau Besar
b. Pembangunan gudang penyimpanan hasil dan alsin pertanian di Desa Gantung dan Desa
Selingsing.
c. Pembangunan dan peningkatan jalan usaha tani di lahan sawah DI Meranti dan DI Nujau.
d. Rencana jaringan pemasaran menuju ibukota kabupaten dan ibukota kabupaten tetangga.
4. Zona Produksi.
Zona produksi yaitu lahan-lahan budidaya sebagai sawah tersebar diseluruh wilayah desa.
Dukungan sistem irigasi telah terbangun yaitu berupa DI Meranti yang melayani lahan sawah
di Desa Selingsi dan DI Danau Nujau yang melayani budidaya sawah di Desa Gantung.
Adapun rencana pengembangan struktur tata ruang Kawasan Agropolitan padi di Kecamatan
Gantung dapat dilihat pada peta di halaman selanjutnya.
1) Dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem agribisnis hulu (up stream
agribusiness) untuk menunjang kelancaran aliran barang masuk dari kota ke kawasan sentra
produksi pangan dan sebaliknya, seperti : bibit, benih, mesin dan peralatan pertanian, pupuk,
pestisida, obat/vaksin ternak dll. Jenis dukungan sarana dan prasarana berupa:
b. Jalan usaha tani antara areal budidaya menuju pusat sentra produksi.
2) Dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem usaha tani/pertanian primer
(on-farm agribusiness) untuk peningkatan produksi usaha budidaya pertanian padi. Jenis
dukungan sarana dan prasarana berupa:
a. Jalan usaha tani (farm road) dari areal budidaya ke pusat desa sentra produksi dan antar
desa pusat sentra produksi ke pusat koleksi distribusi di pusat utama kawasan.
b. Penyediaan sarana air baku melalui peningkatan jaringan irigasi untuk pengelolaan air
pertanian.
c. Sub terminal pengumpul pada desa-desa sentra produksi yang menjadi hinterland.
3) Dukungan sarana dan prasarana untuk mendukung subsistem agribisnis hilir (down stream
agribusiness) berupa industri-industri pengolahan hasil pertanian sebelum dipasarkan
sehingga mendapat nilai tambah. Jenis dukungan sarana dan prasarana dapat berupa:
c. Sarana pengolahan hasil pertanian seperti : tempat penggilingan dan tempat pengemasan,
sortir hasil pertanian, sarana industri-industri rumah tangga seperti penggilingan tepung beras,
pengolahan sekam menjadi pakan ternak.
4) Dukungan sarana dan prasarana untuk mendukung subsistem distribusi, pemasaran dan jasa
penunjang agribisnis hilir berupa industri-industri pengolahan hasil pertanian sebelum
dipasarkan sehingga mendapat nilai tambah. Jenis dukungan sarana dan prasarana dapat
berupa:
a. Sarana pemasaran dan perdagangan hasil pertanian seperti: pasar tradisional, kios beras, dan
pertokoan di terminal agribisnis.
b. Terminal, berikut prasarana pendukung :pelataran, tempat parkir serta bongkar muat barang.
d. Sarana kelembagaan dan perekonomian seperti bangunan koperasi usaha bersama (KUB),
perbankan, balai pendidikan dan pelatihan agribisnis.
e. Jalan antar desa-kota, jalan antar desa, jalan poros desa dan jalan lingkar desa yang
menghubungkan beberapa desa hinterland.
f. Sarana penunjang seperti: pembangkit listrik/generator listrik, telepon, sarana air bersih untuk
pembersihan dan pengolahan hasil pertanian, sarana pembuangan limbah industri dan
sampah hasil olahan.
Gambar 6-46 Peta Rencana Struktur Ruang Kawasan Agropolitan Padi di Kecamatan Gantung
Guna melaksanakan proram untuk mencapai tujuan perlu dilakukan penataan kelembagaan
Kawasan Agropolitan. Penataan kelembagaan dimaksudkan untuk maksimalnya peran dan fungsi
parapihak dalam mewujudkan kawasan agropolitan yang berdaya dan berhasil guna.
Kelembagaan yang dibutuhkan dalam pembangunan dan pengembangan kawasan agropolitan,
antara lain adalah Inkubator Agribisnis, Kelembagaan Petani dan Kelembagaan Ekonomi. Sinergi
kelembagaan ini diharapkan mampu menjadi roda penggerak pembangunan dan pengembangan
Kawasan Agropolitan Padi baik Kabupaten Bangka Selatan maupun Kabupaten Belitung Timur.
Inkubator Agribisnis Kabupaten dibutuhkan sebagai wadah dinamisasi gerak laju pembangunan
dan pengembangan kawasan agropolitan sesuai dengan program dan tujuannya. Badan
Pengelola Agropolitan Kabupaten Kepulauan Meranti disamping bertanggungjawab dalam
menjalankan fungsi kelembagaan Inkubator Agribisnis juga bertanggungjawab dalam realisasi
dan pencapaian target kegiatan pembangunan dan pengembangan kawasan agropolitan.
Rancangan struktur organisasi badan pengelola agropolitan dan inkubator agribisnis Kabupaten
dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6-47 Struktur Organisasi Badan Pengelola Agropolitan dan Inkubator Agribisnis Kabupaten
Bersamaan dengan sentuhan terhadap personal diri petani dilakukan pula pengembangan
Kelembagaan Taninya. Kelembagaan tani sebagai suatu wadah dalam mendinamisasikan
kegiatan usahatani diperlukan keberadaannya. Kelembagaan tani yang baik adalah kelembagaan
yang dapat menggerakkan, mengkoordinasikan anggotanya dalam kegiatan usahatani. Oleh
karena itu kelembagaan tani baik formal dan informal sangat diperlukan keberadaannya di
kawasan agropolitan.
Di masa lalu, petani (bahkan daerah sentra-sentra agribisnis) hanya menikmati nilai tambah dari
subsistem on farm agribisnis yang umumnya relatif kecil. Nilai tambah yang paling besar, yakni
pada subsistem agribisnis hulu dan hilir, dinikmati oleh para pedagang atau pengusaha luar
daerah. Hal inilah yang menyebabkan mengapa pendapatan petani tetap rendah dan ekonomi
daerah sentra-sentra agribisnis kurang berkembang. Di masa yang akan datang, para petani
harus diikutsertakan untuk menikmati nilai tambah pada subsistem agribisnis hulu dan hilir
melalui pengembangan kelembagaan ekonomi rakyat melalui pengembangan usaha skala rumah
tangga, kelompok, gabungan kelompok, asosiasi dan koperasi- koperasi agribisnis yang ikut
mengelola subsistem agribisnis hulu dan hilir melalui usaha patungan (joint venture) dengan
pengusaha swasta atau BUMN/BUMD yang saat ini telah exist pada subsistem tersebut. Jika
pengembangan agribisnis yang demikian dapat berlangsung, maka perekonomian daerah akan
mampu berkembang lebih cepat. Setiap peningkatan perkembangan agribisnis di dalam kawasan
akan secara langsung mendorong pengembangan ekonomi daerah setempat, karena sebagian
besar nilai tambah agribisnis akan tertahan di daerah yang bersangkutan.
Langkah pertama dan strategi peningkatan pengembangan kelembagaan ekonomi, ini adalah
mereka yang semula berusaha sendiri-sendiri (usaha rumah tangga) kita dorong dan bimbing
agar mereka mampu bekerjasama di bidang ekonomi secara berkelompok. Selanjutnya
kelompok-kelompok yang sudah tumbuh dan berjalan secara baik, terutama kelompok-
kelompok yang usahanya sejenis didorong dan dibimbing agar mereka mau dan mampu
bekerjasama dalam kelompok untuk : 1) menghimpun modal usaha yang lebih besar, 2)
memperbesar skala usaha, 3) memperkuat posisi tawar dan 4) meningkatkan efisiensi dan
efektivitas usaha. Gabungan kelompok ini kalau sudah berjalan lancar dan baik, kita dorong dan
bimbing lagi agar mereka mau dan mampu menjadi salah satu lembaga ekonomi formal dan
yang paling tepat adalah usaha kecil menengah dan koperasi-koperasi agribisnis.
Kenyataan telah membuktikan dan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran strategis
sektor pertanian sebagai pilar penyangga atau basis utama ekonomi nasional dalam upaya
penanggulangan dampak krisis yang lebih parah. Sektor pertanian rakyat serta usaha kecil dan
menengah relatif mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi dan menyelamatkan
negara kita dari situasi yang lebih parah. Disamping pendekatan kemitraan dan penguatan
jaringan, akan disinergikan pula dengan pendekatan peningkatan nilai tambahproduksi pada
usaha-usaha kecil yang berorientasi pada pasar/ekspor sesuai kompetensi ekonomi lokal daerah
Peningkatan peran swasta (dunia usaha) dalam pembangunan dan pengembangan kawasan
agropolitan merupakan strategi penataan kelembagaan ekonomi kawasan agropolitan
berikutnya seiring penguatan kelembagaan ekonomi rakyat petani. Kebijakan dan berbagai
insentif perlu diupayakan agar dunia usaha termasuk lembaga keuangan tertarik untuk
berinvestasi dalam pembangunan dan pengembangan Kawasan Agropolitan baik di Pulau Besar
maupun Gantung. Pergeseran arah kebijakan pembangunan yang sentralis atau top down,
pemerintah cenderung terlalu banyak menangani dan mengatur kegiatan-kegiatan ekonomi
yang sebenarnya dapat ditangani secara lebih efisien oleh swasta atau rakyat, baik secara
individu maupun melalui badan usaha. Peran pemerintah yang terlalu dominan dalam
pembangunan ekonomi selain memboroskan penggunaan anggaran negara, juga telah banyak
mematikan kreativitas ekonomi rakyat dan kelembagaan lokal. Di masa yang akan datang, jika
desentralisasi ekonomi benar-benar akan diwujudkan, maka rasionalisasi pelaksanaan
pembangunan ekonomi harus benar-benar dilakukan. Paradigma lama yang menganggap
pembangunan adalah seolah-olah adalah “karya agung” pemerintah harus diubah menjadi
pembangunan merupakan kreativitas rakyat. Kegiatan ekonomi yang dapat dilaksanakan oleh
rakyat atau swasta harus diserahkan kepada rakyat atau swasta (UMKM dan Dunia Usaha).
Di masa lalu, untuk “memberhasilkan” kebijakan pembangunan yang top down, pemerintah
sering membentuk organisasi dan kelembagaan baru (yang oleh pemerintah dianggap modern)
dan “meminggirkan” organisasi dan klembagaan lokal. Contohnya, kelembagaan lumbung
keluarga dan desa yang telah teruji kemampuannya sebagai kelembagaan ketahanan pangan
lokal digantikan oleh BULOG/DOLOG/SUB DOLOG, kelembagaan sistem bagi hasil digantikan oleh
sistem kelembagaan PIR, bapak angkat atau kemitraan, kelembagaan tata ekosistem desa diganti
dengan RT-RW, kelembagaan tanah lokal disingkirkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria, dan
lain sebagainya.
daerah akan digerakkan oleh kreativitas rakyat beserta kelembagaan lokal sedemikain rupa,
sehingga potensi ekonomi yang terdapat di setiap daerah dapat dimanfaatkan demi kemajuan
ekonomi daerah yang bersangkutan. Agar pembangunan ekonomi daerah dapat benar-benar
dinikmati oleh rakyat, maka sektor-sektor ekonomi yang dikembangkan di setiap daerah
haruslah sektor ekonomi yang dapat mendayagunakan sumber daya yang terdapat atau dikuasai
oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.
1. Terminal Agrobisnis.
2. Pasar Komoditas.
3. Perkantoran Badan Pengelola dan Inkubator Agrobisnis.
4. Perkantoran Lembaga keuangan dan jasa pendukung agrobisnis.
5. Bengkel alsintan.
pertanian. Para petani telah mendapatkan alat dan mesin pertanian yang mayoritas merupakan
hasil program bantuan baik dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah
Kabupaten. Dari Pemerintah baik melalui Kementerian Pertanian maupun dari lintas
Kementerian yang terlibat dalam pengembangan di wilayah perencanaan seperti Kementerian
Transmigrasi maupun Kementerian Pekerjaan Umum.
Ketersediaan sarana pertanian berupa alat dan mesin yang telah diterima petani melalui
Gapoktan maupun Poktan sebagian masih berfungsi dengan baik namun terdapat beberapa alat
dan mesin yang kondisinya sudah tidak dapat dipakai lagi. Guna mendukung perwujudan
peningkatan indeks pertanaman (IP) maupun peningkatan produktivitas, dibutuhkan
penambahan alat dan mesin baik dari sisi jumlah maupun jenisnya.
Tabel 6-72 Rencana Kebutuhan Alat dan Mesin Pertanian Di Kecamatan Pulau Besar
Ketersediaa
No UPJA Desa Jenis Alsin Kebutuhan
n (unit)
Penambaha
1. UPJA Dungun Raya Batu Betumpang - Rice Milling Unit 3 n
Penambaha
- Traktor Roda 4 4 n
Penambaha
- Hand Traktor (TR2) 38 n
Penambaha
- Power Thresser 12 n
Penambaha
- Rice Transplanter 10 n
Penambaha
- Pompa Air 6 n
Penambaha
- Excavator 12 n
Penambaha
- Genset 1 n
Penambaha
- Nursery Tray 2 n
Penambaha
- Vertical Dryer - n
Penambaha
- Handsprayer - n
Penambaha
2. Gapoktan Fajar Tani Fajar Indah - Rice Milling Unit 2 n
Penambaha
- Traktor Roda 4 2 n
Penambaha
- Hand Traktor (TR2) 33 n
Penambaha
- Power Thresser 5 n
Penambaha
- Pompa Air 12 n
Penambaha
- Combine Harvester 1 n
- Rice Transplanter 3 Penambaha
Ketersediaa
No UPJA Desa Jenis Alsin Kebutuhan
n (unit)
n
Penambaha
- Handsprayer 2 n
Penambaha
- Cam Planter 3 n
Tabel 6-73 Rencana Kebutuhan Alat dan Mesin Pertanian Di Kecamatan Gantung
Ketersediaan
No UPJA Desa Jenis Alsin Kebutuhan
(unit)
1. UPJA Lestari Gantung - Handtractor 31 Penambahan
- Power Theresser 10 Penambahan
- Transplenter 11 Penambahan
- Handtractor Singkal 3 Penambahan
- Handtractor Rotary 1 Penambahan
- Pompa Air 5 Penambahan
- TR4 (Iseki) 1 Penambahan
- Pompa Air 1 Penambahan
2. UPJA Meranteh Persada Selinsing - Handtractor 16 Penambahan
- TR4 (Iseki) 7 Penambahan
- Power Thresser 11 Penambahan
- APPO 2 Penambahan
- Pompa Air 4'' 9 Penambahan
- Transplenter 14 Penambahan
- Handtractor Singkal 4 Penambahan
- Handtractor Rotary 1 Penambahan
- Paddy Mower 1 Penambahan
BAB 7
PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN
PADI BERBASIS MEKANISASI
Untuk mempercepat tercapainya tujuan dan sasaran dari program pengembangan kawasan
Agropolitan pengembangan Padi Berbasis Mekanisasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
maka arah dan kebijakan pengembangannya adalah sebagai berikut :
a. Pengembangan sistem dan usaha agribisnis berorientasi pada komoditi unggulan dan pasar.
Pengembangan dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat agar mampu
mengembangkan usaha komoditi unggulan berdasarkan kesesuaian kemampuan lahan dan
kondisi sosial budaya setempat. Pemberdayaan masyarakat tidak saja diarahkan pada upaya
peningkatan produksi dan produktivitas, tetapi juga pada pengembangan usaha agribisnis
komoditi unggulan kawasan agropolitan, yaitu padi sawah dari hulu hingga hilir.
c. Meningkatkan pengembangan SDM, dengan jalan menumbuh rasa percaya diri, bahwa
mereka masih mampu untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan lebih dari yang
mereka miliki sekarang. Dengan kesadaran dan percaya diri akan tumbuh motivasi
dikalangan masyarakat itu sendiri untuk maju.
d. Meningkatkan akses terhadap modal, pengembangan permodalan bagi tiap daerah berbeda
tergantung dari kondisi daerah masing-masing. Bagi daerah-daerah yang belum tersentuh
oleh pembangunan, terutama pembangunan ekonomi, dapat dimulai dengan berbagai
bantuan dalam bentuk bantuan cuma-cuma atau bantuan bergulir. Sedangkan bagi daerah-
daerah yang sudah banyak tersentuh pembangunan, bantuan permodalan bagi usaha
ekonomi masyarakat sudah dapat diberikan dalam bentuk kredit subsidi atau kredit
komersial dengan kemudahan khusus (jaminan dan prosedur mudah). Kredit ini hendaknya
tidak dibatasi untuk usaha budidaya saja, tetapi bisa digunakan untuk segala macam usaha
baik on-farm (budidaya) maupun on-farm seperti usaha sarana prasarana produksi
pertanian, pengolahan hasil pertanian, dan lain-lain.
Tabel 7-74 Rencana Tahapan Pengembangan Kawasan Agropolitan Padi Berbasis Mekanisasi di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung