Anda di halaman 1dari 31

8/25/18

SOSIOLOGI HUKUM

IGAM Wardana, S.H., LL.M., Ph.D


Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada
Email: igam.wardana@yahoo.co.uk
Scopus Author ID: 56454325500
https://pustral-ugm.academia.edu/
AgungWardana

Materi
•  Kedudukan Sosiologi Hukum
•  Sejarah Perkembangan Sosiologi Hukum
•  Teori Sosiologi Dominan
•  Perkembangan Kajian Sosiologi Hukum

1
8/25/18

Daftar Bacaan
•  Satjipto Rahardjo. 2002. Sosiologi Hukum: Perkembangan, Metode dan
Pilihan Masalah. Solo: UMS.
•  Satjipto Rahardjo. 2010. Sosiologi Hukum: Esai-Esai Terpilih.
Yogyakarta: Genta Publishing.
•  Satjipto Rahardjo. 1982. Hukum dan Masyarakat. Bandung: Alumni.
•  Soetandyo Wignjosoebroto. 2002. Hukum, Paradigma, Metode dan
Dinamika Masalahnya. Jakarta: Huma & Elsam.
•  Javier A. Trevino. 2008. The Sociology of Law: Classical and
Contemporary Perspective. London: Transaction Publisher.
•  Dragan Milovanovic. 1989. Weberian and Marxian Analysis of Law.
Aldershot: Gower Publishing Company.
•  Daniel S. Lev. 1990. Hukum dan Politik di Indonesia: Kesinambungan
dan Perubahan. Jakarta: LP3ES Indonesia.
•  Pierre Bourdieu. 1987. “The Force of Law: Toward a Sociology of the
Juridical Field.” The Hastings Law Journal 3: 816.
•  Mathiey Deflem. 2008. Sociology of Law: Visions of a Scholarly
Tradition. Cambridge: Cambridge University Press.
3

1.
KEDUDUKAN
SOSIOLOGI HUKUM

2
8/25/18

Pengertian Dasar
•  Apa itu Sosiologi?
“a science which seeks to understand social action
interpretatively, and thereby to explain it causally in its course
and its effects” (Weber 1968, 3)
“Ilmu yang mempelajari: (1) masyarakat manusia; (2)
pengorganisasian kelompok sosial; (3) interaksi sosial
masyarakat; (4) makna yang masyarakat berikan atas realitas
sosial mereka” (Trevino 2008).

•  Obyeknya:
1. Institusi atau kelembagaan sosial (keluarga, ekonomi, negara/
pemerintahan, agama, hukum, dll);
2. Struktur sosial atau pola peorganisasian relasi sosial (peran,
status, kelas, norma, nilai dan ideologi)

•  Instrumen Pengkajian Sosiologi:


1.  Konsep (sebuah ide yang merepresentasikan fitur penting dalam
kehidupan sosial).
2.  Teori (seperangkat proposisi dan pernyataan yang saling berkaitan
guna menjelaskan aspek dan pola prilaku dalam masyarakat).
3.  Paradigma (model berpikir atau tradisi intelektual yang memberikan
orientasi dalam pembentukan ide dan asumsi tentang sifat dasar
manusia dan masyarakat.

•  Sosiologi Hukum?
Trevino (2008): “sebuah cabang pengetahuan dalam disiplin sosiologi
yang berupaya untuk secara teoritis memahami dan menjelaskan
hubungan antara hukum dan masyarakat, pengorganisasian sosial
dari institusi hukum, interaksi sosial dari orang-orang yang
berhubungan dengan lembaga hukum dan perwakilannya (polisi,
advokat, hakim, legislator) dan makna yang diberikan masyarakat
terhadap realitas hukum yang dihadapinya”

3
8/25/18

Kedudukan Sosiologi Hukum


Dalam Perdebatan Filsafat Hukum

Mazhab Hukum Kodrat


VS
Mazhab Positivisme Hukum

Hukum Kodrat
•  Terdapat tatanan yang secara obyektif mengatur kodrat
kemanusiaan dan alam semesta yang menjadi pedoman
penilaian;
•  Keberadaan hukum merupakan fenomena dari tatanan
obyektif, universal dan kodrati tersebut;
•  Hukum kodrat merupakan hukum yang fundamental dalam
kehidupan manusia;
•  Hukum memiliki kaitan erat dengan moral sebagai sumber
dan standar yang digunakan untuk menilai norma atau sistem
hukum. Sehingga, moral merupakan ‘hukum’ yang lebih tinggi
(‘the higher law’)
•  Moralitas sebagai ‘the higher law’ ini dapat bersumber dari
teks agama, pengalaman spiritual, studi tentang sifat dasar
manusia. Sehingga terdapat dua pendekatan dalam Hukum
Kodrat yakni: Pendekatan Teologis dan Pendekatan Sekuler.
8

4
8/25/18

Hukum Kodrat
Tradisional dan Modern
•  Tradisional – moral merupakan sumber
norma hukum
•  Modern – moral merupakan standar
evaluasi norma hukum

Tokoh-Tokoh
Mazhab Hukum Teologis

•  Cicero (1 SM)
“True law is right reason in agreement with Nature; it is of universal
application, unchanging and everlasting…It is a sin to try to alter this
law, nor is it allowable to attempt to repeal any part of it, and it is
impossible to abolish it entirely…[God] is the author of this law, its
promulgator, and its enforcing judge”

•  Thomas Aquinas (1225-1275)


“every human law has just so much of the nature of law, as it is
derived from the law of nature. But if in any point it deflects from law
of nature, it is no longer a law but a perversion of law...[and] unjust
law are acts of violence rather than law; because…a law that is not
just, seems to be no law at all”
lex iniusta non est lex (an unjust law is not law/hukum yang tidak adil
bukanlah hukum)
10

5
8/25/18

Tokoh-Tokoh
Mazhab Hukum Kodrat Sekuler

•  Hugo Grotius (1583-1645)


“even if God did not exist, natural law would have the same content”
Mengelaborasi hukum kondrat menggunakan perspektif sekuler dengan
mencari sumber moral dalam sifat dasar manusia, yakni rasionalitas.
Sifat rasionalitas manusia di mana setiap orang mempunyai kecenderungan
untuk hidup bersama orang lain secara damai.
Empat prinsip dasar rasionalitas: prinsip penghormatan atas kepemilikan;
prinsip kesetiaan pada janji; prinsip ganti rugi; prinsip perlunya sanksi bagi
pelanggaran atas kodrat manusia.

•  John Finnis (1940-)


Natural Law and Natural Rights (1980) – terdapat beberapa kebajikan dasar
(‘basic goods’), yakni: kehidupan dan kesehatan, pengetahuan, kesenangan,
pengalaman estetik, persahabatan, kelayakan praktis, dan ‘agama’.
“we need some conception of human good, of individual flourishing in a form
(or range of form) of communal life that fosters rather than hinders such
flourishing.”
11

•  Lon Fuller (1902-1978)


The Morality of Law (1964)
Hukum merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan-tujuan moral.
Positivisme hukum mengaburkan makna hukum dengan pandangan
‘one-projection of authority’: pemerintah memberikan perintah dan
rakyat menuruti perintah.

•  Ronald Dworkin (1931-2013)


Taking Rights Seriously (1978)
- Sistem hukum terdiri dari norma atau aturan dan prinsip-prinsip
- Prinsip hukum merupakan proposisi moral yang ditetapkan dengan
instrumen resmi
- Evolusi moral merupakan bagian integral dari cara kita
menggambarkan dan memahami hukum

12

6
8/25/18

Positivisme Hukum
•  Hukum diciptakan oleh manusia. Norma sosial bukan merupakan
hukum kecuali ia diadopsi dan ditegakkan oleh otoritas
•  Hukum ditemukan dalam aturan-aturan yang ditetapkan oleh
otoritas, seperti legislatif dan pengadilan, atau dalam praktek-
praktek aktual dari pihak yang melaksanakan aturan
•  Hukum ‘sebagaimana adanya’ (law as it is) harus dibedakan
dengan hukum sebagaimana mestinya (law as ought to be) untuk
menciptakan kepastian.
•  Seperangkat kriteria formal dapat diidentifikasi untuk menilai apakah
sebuah aturan bisa disebut hukum
•  Keterkaitan antara hukum dan moralitas tidak semestinya ada..
(Ratnapala 2009, pp. 21-22)

13

Topologi dari Positivisme Hukum

•  Tipologi Pertama
Teori Hukum Sebagai Perintah dari John Austin
•  Tipologi Kedua
Teori Hukum ‘Soft Positivism’ dari H.L.A. Hart
•  Tipologi Ketiga
Teori Hukum Murni dari Hans Kelsen

Berdasarkan Tradisi Hukumnya, dapat digolongkan menjadi:


1.  Positivisme Hukum Inggris
2.  Positivisme Hukum Jerman

14

7
8/25/18

Positivisme Hukum Inggris

1. Tesis Sosial
Apa yang disebut hukum pada dasarnya merupakan
sebuah fakta sosial (social fact).

2. Tesis Separabilitas (Pemisahan)


Tidak terdapat hubungan antara hukum dan moralitas.

Tokoh Positivisme Hukum Inggris:


- Thomas Hobbes - Jeremy Bentham
- John Austin - H.L.A. Hart

15

Thomas Hobbes (1588-1679)


•  Tokoh pertama yang melahirkan teori hukum
berdasarkan pada konsep otoritas kekuasaan
•  Menjadi saksi English Civil War (1642-1649), Hobbes
berpendapat: “only strong central government could
secure the safety and wellbeing of the people”
•  Menulis buku Leviathan (1651) - ‘homo homini
lupus’ (manusia adalah srigala bagi manusia yang
lain)
•  Hobbes berargumen bahwa “the only effective way for
people to escape the misery of their natural condition
was by conceding all political power, including a
monopoly of law making power, to a supreme
commander.”
•  “kebajikan tertinggi menuntut rakyat untuk
memandang hukum setara dengan perintah dari
penguasa (sovereign)”
16

8
8/25/18

Jeremy Bentham (1748-1832)


•  Salah satu tokoh terbesar dalam sejarah
Positivisme Hukum Inggris

•  Dalam An Introduction to the Principles of


Moral and Legislation (1789), Bentham
berpendapat “Law as the expressed will of a
sovereign”
“Hukum dapat diartikan sebagai kumpulan aturan
deklaratif dari kehendak yang diadopsi oleh penguasa
(the sovereign) dalam suatu wilayah”

•  Siapa itu the ‘Sovereign’?


“setiap orang atau kumpulan orang yang kehendaknya
merupakan menjadi kehendak umum dari masyarakat
yang harus dipatuhi”
17

•  Kekuasaan dari penguasa hanya bisa dibatasi oleh


‘transcendent laws’
(konstitusi – Austin sebut sebagai ‘the rules of positive morality’)
•  Prinsip Utilitas merupakan satu-satunya basis untuk
melakukan penilaian atas hukum
“Kehendak Tuhan tidaklah bisa diketahui dan apa yang kita peroleh
dari kitab suci hanya merupakan asumsi-asumsi tentang
kehendakNya. Oleh karena itu, kitab suci bukanlah sumber untuk
menemukan hukum.”
•  Dari mana lahirnya aturan-aturan hukum?
Ditetapkan oleh penguasa melalui ‘conception’ atau ‘adoption’
•  Kehendak penguasa hanya akan menjadi hukum jika
tertuang dalam bentuk legilasi.

18

9
8/25/18

John Austin (1790-1859)


•  Tori Hukum Perintah
Law is the command of a ‘political sovereign’ backed by a threat of
sanction in the event of non-compliance.
•  Tiga unsur dalam definisi tersebut: (1) penguasa politik;
(2) perintah; dan (3) sanksi.
•  Lima aspek dasar dari penguasa politik (‘sovereign’)
1. Penguasa merupakan manusia yang superior
2. Secara prilaku umum, rakyat mengikuti perintahnya
3. Penguasa tidak tunduk pada penguasa lainnya
4. Kekuasaannya tidak bisa dibatasi secara hukum
5. Kedaulatan tidak bisa dipecah-pecah

19

•  Perintah mengandung:
(1) kehendak yang diungkapkan oleh otoritas penguasa dan
harus diikuti; (2) tidak mengikuti kehendak tersebut merupakan
keburukan; (3) terdapat sanksi menggunakan kata atau tanda.
•  Positivis fokus pada aspek legalitas, bukan pada
aspek nilai dari hukum
“Legality…is determined by its source…not its substantive
merits” (Austin [1832] 1994: 157)

•  Tidak seperti Hans Kelsen, Austin tidaklah berusaha untuk


menjadikan hukum sebagai ilmu (‘science of law’) dengan jalan
memisahkan hukum dari sejarah, sosiologi, antropologi, politik
dan disiplin lainnya.

20

10
8/25/18

Herbert Lionel Adolphus Hart (1907-1992)


•  The Concept of Law – A Theory of Soft Positivism
1. Hukum dapat hidup di masyarakat sebagai praktek sosial
meskipun belum dideklarasikan sebagai hukum (the practice thesis)
2. Sistem hukum dapat memberikan ijin bagi pengadilan untuk
menggunakan standar moral dalam menyelesaikan sebuah kasus
(the rule of recognition)

•  Hukum terdiri dari dua tipe berbeda, yakni:


1. Primary Rules (Ketentuan Primer)
2. Secondary Rules (Ketentuan Sekunder)
Membentuk: (1) a power to legislate;
(2) a power to adjudicate;
(3) a rule of recognition

21

•  Hart’s critiques to Austin Positivism


1. Penguasa merupakan individu yang superior
2. Konsepsi hukum sebagai perintah
3. Penekanan pada sanksi dalam menjelaskan normativitas
hukum

•  Fuller-Hart Debate (1958) in Harvard Law Review


Hart membantah adanya hubungan antara hukum dan moralitas.
Validitas hukum tidak terganting pada hubungan tersebut.

22

11
8/25/18

Positivisme Hukum Jerman


•  Hans Kelsen (1881 – 1973)
•  Teori Hukum Murni
Hukum bukan merupakan suatu fakta (materi) namun
merupakan norma-norma yang berada di tataran
pikiran manusia (ide).

Bagi Kelsen, FAKTA berkaitan dengan sesuatu


seadanya (sein atau is) sedangkan NORMA
merupakan proposisi tentang bagaimana sesuatu
tersebut semestinya (sollen atau ought to be).

Ia mengungkapkan: “Teori ini disebut teori hukum


‘murni’ karena teori ini hanya mendeskripsikan
hukum dan berusaha untuk ‘membersihkan hukum
dari segala sesuatu yang bukan hukum: tujuannya
untuk membebaskan ‘the science of law’ (ilmu
hukum) dari unsur-unsur asing” (Kelsen 1967)

•  Dua hal yang dilakukan dalam rangka ‘pemurnian’ hukum ini:


(1) membedakan dengan tegas antara hukum dengan fakta; dan
(2) memisahkan secara tegas hukum dari moralitas.
•  Hukum di sini tidak terbentuk hanya karena otoritas mengatakannya
tapi karena terdapat norma lain yang menjamin bahwa kehendak
otoritas yang mengambil bentuk tertentu harus ditaati.
•  Menurut Kelsen (1967, 5), “Norma merupakan pemaknaan dari
tindakan di mana perilaku tertentu diperintahkan, diizinkan dan
dijamin”
•  Namun, tidak semua ekspresi kehendak yang ditujukan untuk
seseorang dapat disebut norma.
Ilustrasi:
1.  Perampok bersenjata memerintahkan anda untuk menyerahkan
sejumlah uang
2.  Pemungut pajak memerintahkan anda untuk membayar sejumlah
uang
Yang mana dari ilustrasi tersebut merupakan norma? Mengapa?
24

12
8/25/18

•  Terdapat dua unsur dari norma: makna subyektif dan


makna objektif.

•  Meskipun dua ilustrasi tersebut memiliki makna subyektif


yang sama (sama-sama merupakan kehendak dari pihak
yang memerintahkan anda untuk menyerahgkan sejumlah
uang), ilustrasi kedua memiliki makna obyektif kareana
terdapat norma-norma yang menjadi dasar atau legitimasi
bagi perintah penagih pajak kepada anda untuk
menyerahkan uang.

•  Oleh karena itu, norma merupakan perintah yang


semestinya dilakukan (‘ought’) dan diakui secara obyektif
sebagai sesuatu yang valid oleh pihak yang harus
melakukan.

25

Validitas dan Norma Dasar


•  Sebuah norma adalah valid jika dibuat berdasarkan norma yang
valid lainnya. Dengan kata lain, norma tersebut dibuat oleh
seorang atau sebuah badan yang diberikan otoritas oleh norma
yang lainnya untuk membuat norma sesuai dengan prosedur
yang ditentukan. Norma yang memberikan otoritas ini juga
merupakan norma yang lahir karena mendapatkan validasi dari
norma lainnya, dan begitu seterusnya.

•  Ujung dari rantai validitas ini berhenti pada sebuah norma yang
validitasnya tidak ditentukan oleh norma yang lain. Norma ini lah
yang Kelsen sebut sebagai Norma Dasar (Ground Norm).

•  Sehingga, sebuah sistem hukum merupakan tatanan yang


bersifat hirarkis di mana setiap norma hukumnya ada karena
mendapatkan validasi dari norma lainnya dalam tatanan
tersebut. Hal ini dapat membentuk kesatuan logika dalam sistem
hukum.
26

13
8/25/18

Apa yang hilang dari perdebatan antara


Hukum Kondrat dengan Positivisme
Hukum di atas?

Mengapa dalam masyarakat yang memiliki sistem/tradisi


hukum yang sama muncul budaya hukum dan praktek
hukum yang berbeda?
Di sinilah letak relevansi SOSIOLOGI HUKUM

Hukum Sebagai Obyek Kajian


•  Pendekatan Internal (Efficiency-oriented
body of knowledge)
•  Pendekatan Nilai (Evaluation-oriented
model of thought about law)
•  Pendekatan Eksternal (Analysis-oriented
knowledge)

14
8/25/18

2.
SEJARAH PERKEMBANGAN
SOSIOLOGI HUKUM

Perkembangan Sosiologi Hukum


Philip Selznik (1959) membagi perkembangan Sosiologi Hukum menjadi
tiga periode, yakni:
1.  Periode primitif atau misioner
Mulai pencarian perspektif teoritis untuk memahami hukum secara
sosiologis. Pada periode ini, banyak intelektual hukum terinsipirasi oleh
karya Uegen Ehrlich (1936) dan publikasi buku teori Max Weber tentang
sosiologi hukum berbahasa Inggris.
2.  Periode keahlian dan keterampilan sosiologis
Para intelektual hukum dan sosial mulai melakukan penelitian secara
masif tentang sosiologi hukum guna menemukan konsep dan teori
sosiologis yang kuat dalam mencari jawaban atas permasalahan hukum.
3.  Periode otonomi dan kematangan intelektual
Kemunculan intelektual hukum dengan perspektif sosiologis yang matang,
misalnya Critical Legal Studies, Law and Society Association, Law and
Development Movement dan sebagainya.

15
8/25/18

Sosiologi Hukum di Indonesia


•  Era Kolonial Belanda
Cornelis Van Vallonhoven – hukum adat sebagai ‘the living law’ di Hindia
Belanda. Pendirian Rechthogeschool di Jakarta (1924) untuk melahirkan
pegawai-pegawai birokrasi kolonial.
•  Era Revolusi Kemerdekaan
Perdebatan Soepomo dan Muh. Yamin tentang sistem hukum.
Sukarno di Kongres Persahi Pertama 1961 menyatakan: “met juristen kan je
revolutie maken” (orang hukum susah diajak revolusi)
•  Era Orde Baru
Terinspirasi oleh Law and Development Movement, era ini terjadi
perkembangan hukum berperspektif sosiologis yang lebih diarahkan pada
mencapai tujuan pembangunan.
•  Era Reformasi
Sosiologi Hukum berkembang sebagai kritik atas positivisme hukum di
Indonesia, muncul misalnya Prof Satjipto Rahardjo dengan konsep ‘Hukum
Progressif’, Gerakan Hukum Pro-Keadilan Rakyat oleh Prof. Sulistyowati
Irianto.

3.
TEORI SOSIOLOGI DOMINAN
-  Teori Fungsionalisme Struktural
-  Teori Konflik Sosial

16
8/25/18

Teori Fungsionalisme Struktural


•  Kehidupan sosial manusia penuh diwarnai oleh keharmonisan-
ketertiban-keseimbangan sosial
•  Konflik-ketegangan-kerusuhan-perilaku menyimpang tetap ada &
berlangsung namun hanya sekedar “bumbu” kehidupan sosial manusia
•  Fungsi konflik-ketegangan-kerusuhan adalah perangsang bagi
perubahan-kemajuan sosial, ekonomi, dan politik
•  Konflik-ketegangan-kerusuhan sosial - perilaku menyimpang
menimbulkan gangguan terhadap keharmonisan sosial (social disorder/
disorganization)
•  Setiap kelompok/masyarakat/bangsa berupaya mengatasi/mengakhiri
dengan mendorong kreasi-penciptaan :
➢ Instrumen kelembagaan /teknologi baru;
➢ Nilai-nilai sosial baru yang lebih sesuai
•  Tujuannya : agar tercipta perubahan ke arah terjadinya keharmonisan-
ketertiban-keseimbangan baru bidang sosial, ekonomi, atau politik

•  Peranan yang harus dimainkan oleh hukum dan


lembaganya:
-  Menjaga keberlangsungan keharmonisan/ketertiban/
keseimbangan sosial melalui kontrol sosial
-  Mengarahkan perubahan sosial/ekonomi/politik sebagai
akibat ketegangan sosial berjalan dengan tertib ke arah
keharmonisan/ketertiban/keseimbangan baru
-  Mencegah terjadinya kondisi ”anomie” (lawlessness) dalam
proses terjadinya perubahan sosial/ekonomi/politik

•  Tokoh pendukung dan variannya:


1. Emile Durkheim
2. Robert K Merton
3. Talcott Parson
4. Niklas Luhmann

17
8/25/18

Emile Durkheim (1858-1917)


•  Kehidupan
Lahir di Prancis dari keluarga rabbi namun memutuskan
untuk mempelajari agama dari perspektif agnostik.
Durkheim sejak awal tertarik pada sosiologi dan terinsipirasi
oleh karya Agust Comte dan Herbert Spencer.

•  Kontribusi intelektualnya:
1.  Mengembangkan teori Structural Functionalism yang
menekankan bahwa masyarakat harus dikaji bagaimana
mereka menjalankan fungsinya (masyarakat sebagai
sistem yang mana seluruh sub-sistemnya bekerja untuk
mencapai keseimbangan/societal equilibrium)
2.  Memperkenalkan konsep ‘Social Fact’ (norma, nilai dan
struktur dari sebuah masyarakat)
3.  Berpendapat bahwa kesadaran, nilai dan aturan kolektif
dibutuhkan oleh masyarakat untuk menjadi fungsional

Fungsi Hukum Menurut Durkheim


•  Konsepsi dualisme hukum: hukum sebagai aturan dan hukum
sebagai praktek.
•  Fungsi ini akan berjalan efektif apabila bentuk hukum sesuai dengan
model dari masyarakatnya. Dalam hal ini Durkheim berpandangan
bahwa masyarakat dibentuk oleh dua jenis solidaritas, yakni:
1.  Solidaritas Mekanik yang menekankan kebersamaan, corak
produksi sama, dan status sosial berperan penting (struktur sosial:
patron-client); (Hukum Represif – Penjeraan)
2.  Solidaritas Organik yang menekankan pada individualisme, corak
produksi lebih kompleks (division of labour), dan status sosial
tidaklah penting (struktur sosial berbasis kelas); (Hukum Restitutif –
Pemulihan Kerugian)

18
8/25/18

Talcott Parsons (1902-1979)


•  Lahir di Colorado, AS.
•  Menyelesaikan studi di LSE dan Univ of Hiedelberg.
•  Menjadi Profesor di Harvard University
•  Kontribusi intelektual:
Dalam hukunya the Social System (1951) mengembangkan teori
bahwa masyarakat bekerja seperti sebuah sistem yang terdiri dari
sub-sub sistem yang saling terkait, yakni:
1. Sub-sistem sosial (relasi)
2. Sub-sistem kultural (nilai)
3. Sub-sistem kepribadian (motivasi)
4. Sub-sistem prilaku (tindakan)

•  Agar sebuah sistem sosial fungsional, Parsons menyatakan


sistem dan sub-sistemnya harus memenuhi karakteristik AGIL:
1. Adaptation (A)
2. Goal Attainment (G)
3. Integration (I)
4. Latency (L) atau Pattern Maintenance (P)

•  Dalam konteks hukum, Parsons menyatakan:


“the primary function of a legal system is integration. It serves to
mitigate potential elements of conflict and to oil the machinery of
social intercourse.”
[Fungsi utama dari sebuah sistem hukum adalah integrasi. Ia
bekerja untuk memitigasi elemen potensial terjadi konflik dan
melumas mesin interaksi dan komunikasi sosial]

19
8/25/18

Hukum Menurut
Struktural-Fungsionalis
Hukum berfungsi sebagai sarana:
•  Integrasi
Menyatukan dan menselaraskan harapan kolektif
•  ‘Petrifikasi’ (pemilihan dan pengawetan)
Memilih norma yang akan dilestarikan dan ditinggalkan
•  Reduksi
Melakukan pensederhanaan atas kompleksitas sosial
•  Motivasi
Memberikan motivasi individual untuk berprilaku sesuai dengan
tujuan masyarakat
•  Pendidikan
Mendorong pembelajaran akan makna hidup bersama

Teori Konflik Sosial


•  Teori ini tidak mempercayai adanya keharmonisan-ketertiban-
keseimbangan sosial.
•  Justru sebaliknya bahwa kehidupan sosial hanya diwarnai:
(1) ketegangan-perseteruan/permusuhan-persaingan antara
”yang kaya” dengan ”yang miskin”, antara yang ”kuat secara
sosial-ekonomi-politik” dengan ”yang lemah”, antara penguasa
dengan yang dikuasai;
(2) perebutan/persaingan kepentingan untuk mendapatkan
kekuasan (power) dan sumber daya (resources).
•  Ketegangan-Perseteruan/permusuhan sosial dapat bersifat laten
dan manifes.
•  Keharmonisan-ketertiban-keseimbangan yang tampak hanyalah
sebuah ”kesemuan” sedangkan yang kongkret adalah abadi
adalah konflik memperebutkan kepentingan yang menjadi
sumber kekuasaan baik ekonomi maupun politik.

20
8/25/18

•  Kedudukan & Peranan Hukum:


▪  Hukum hanyalah bagian/produk politik yang menjadi obyek
perebutan
▪  Hukum berisi ketentuan yang menjadi instrumen bagi pemenang
perebutan kekuasaan untuk melindungi kepentingan kelompoknya
(Marxist dan Critical Legal Studies)
▪  Hukum menjadi ‘arena’ (field) pertarungan antar kepentingan sosial
di masyarakat (Bourdieu)
▪  Ungkapan ”the law is only a tool of certain group confidential game
designed to cover up certain group interest” (Alan Stone) atau
“social norm in society is the norm of the ruling elites” (Karl Marx)

•  Penganut Teori Konflik Sosial:


1. Karl Marx
2. Max Weber
3. Marxist Scholars (Instrumentalist dan Structuralist Marxists)
4. Critical Legal Studies (Unger, Kennedies, et al)
5. Pierre Bourdieu

Karl Marx (1818-1883)


•  Kehidupan
- Lahir di Trier, Jerman (Prussia), dari keluarga ahli hukum
- Belajar Legal Studies di University of Bonn kemudian pindah
ketertarikan ke filsafat setelah bersentuhan dengan pandangan Hegel
- Karena pandangan-pandangan radikalnya, Marx muda di-blacklist
oleh menteri pendidikan dan banting setir menjadi jurnalis
- Bekali-kali hidup di pengasingan hingga yang terakhir di Inggris.
Berkolaborasi dengan Engels, anak seorang pengusaha pabrik di
Manchester.

•  Pengaruh intelektual
Memperkenalkan konsep dasar sosiologis:
1. Materialisme historis (historical materialism)
2. Corak produksi (modes of production)
3. Basis dan superstruktur (base/superstructure)

21
8/25/18

Sosiologi Marxist
•  Menggunakan dialektika Hegel untuk menjelaskan dinamika sosial-
ekonomi (kehidupan material) melalui pendekatan sejarah
•  Alat produksi yang dimaknai sebagai sistem ekonomi bagaimana barang
dan jasa diproduksi, dipertukarkan dan distribusikan menjadi elemen
dasar (base) yang menentukan relasi sosial dan kelembagaannya
(superstructure), termasuk sistem politik, nilai dan hukum.
•  Enam tahap perkembangan sosial-ekonomi masyarakat:
Komunalisme Masyarakat Komunisme
primitif
Feodalisme Kapitalisme Sosialisme
Budak

Karakteristik periode kapitalisme:


1.  Kepemilikan individual atas alat produksi (means of production)
2.  Komoditas diproduksi semata-mata untuk pemperoleh keuntungan
(capital accumulation)
3.  Tenaga kerja dianggap sebagai komoditas yang bisa diperjual-
belikan dan uang menjadi medium pertukaran universal.

•  “The history of all hitherto existing society is the history of class


struggles” (Marx and Engels 1848)
•  Kelas (class) – “a group of persons in society whose lives are
determined by their position in the productive arrangements which
determine the structure of the society” – merupakan konsep vital dalam
Sosiologi Marxist.
•  Fungsi dan Peranan Hukum:
Hukum merupakan bagian dari superstruktur politik dan legal yang
berfungsi sebagai “instrumen” & sekaligus obyek persaingan untuk: (1)
Melindungi kepentingan penguasa beserta kelompok pendukungnya; (2)
Menekan dan mengeksploitasi kepentingan kelompok lain dengan cara
kriminalisasi.

22
8/25/18

Marxist Instrumentalis
& Marxist Strukturalis
•  Perdebatan muncul dari penafsiran atas hubungan base dan
superstruktur
•  Instrumentalis: base dan superstruktur terhubung secara
determinan.
Hukum menjadi alat bagi kelompok berkuasa untuk
mempertahankan kuasa dan sumber dayanya, serta bahkan
meluaskan ekspansinya.
•  Strukturalis: base dan superstruktur terhubung secara
resiprokal.
Superstruktur hukm memiliki otonomi relatif atas basis corak
produksi. Meski pun cenderung dikuasai oleh kelompok
berkuasa, terdapat aspek-aspek hukum yang memberikan
ruang untuk perlawanan.

Max Weber (1864-1920)


•  Lahir di Jerman dari keluarga kelas menengah atas (ayahnya
seorang lawyer)
Weber: “I am a member of the bourgeois classes, feel myself as
such and I am educated in its views and ideals”
•  Berangkat dari ketertarikannya untuk mengkaji transformasi
kapitalisme di Eropa, ia menyelesaikan 2 Ph.D (hukum dan
ekonomi).
•  Kontribusi intelektual:
Ia mengkaji hubungan perkembangan
kapitalisme dan nilai-nilai sosial-keagamaan
dalam The Protestant Ethics and the Spirit of
Capitalism

23
8/25/18

•  Weber tidak setuju dengan pandangan Marxist atas perkembangan


sejarah manusia yang berbasis pada corak produksi ekonomi (mode
of production).
•  Ia berpandangan bahwa perkembangan masyarakat tersebut multi-
sebab, termasuk di dalamnya ada aspek nilai dan hukum.
•  Weber memperkenalkan konsep ‘ideal typical’ (tipe ideal) sebagai
bentuk konstruksi mental yang digunakan peneliti/ilmuwan dalam
menjelaskan fenomena sosial.
•  Sosiologi hukum dari Weber merupakan upayanya untuk
menjelaskan peranan hukum dalam perkembangan kapitalisme. Ia
berangkat dari pertanyaan: “mengapa kapitalisme muncul di Eropa
dan tidak di tempat-tempat lain”?
•  Dalam hal ini, Weber menggunakan model ‘ideal typical’ dalam
melakukan klasifikasi atas hukum di masyarakat.

Karakter Hukum Menurut MAX WEBER

BENTUK CIRI-CIRI KARAKTER CIRI-CIRI


KEKUASAAN HUKUM
▪  hukum dibangun secara personal
▪  Dilakukan secara Indi HUKUM FORMAL oleh penguasa
vidual /Kolegial IRASIONAL ▪  Sumber: Oracle (sabda dewa /
▪  Dasar: tradisi dan ke peramal), orang bijak/wahyu
turunan/kemampuan ▪  Tidak ada standar penegakan hukum
TRADISIONAL ▪  Tidak ada prosedur
pelaksanaan kekuasaan yg ▪  hukum dibangun secara personal
baku HUKUM oleh penguasa
SUBSTANSI ▪  Sumber: Campuran dari moral,
IRASIONAL politik, ideologi, pandangan
emosional
▪  Tidak ada standar penegakan hukum
▪  Hukum dibangun dalam norma yang
HUKUM bersifat umum
▪  Dilakukan oleh orang SUBSTANSI ▪  Sumber: norma/spirit agama, nilai
terdidik & profesional RASIONAL kearifan, pameo/jargon politik
MODERN (Rational- ▪  Dasar : peraturan per ▪  Standar penegakan hk (Precedence)
Legal ) undang2an yg rasional & memberikan Prediktabilitas
▪  Ada prosedur pelak-sanaan
kekuasaan yg baku ▪  Hukum dibangun dalam norma yang
HUKUM FORMAL bersifat umum
RASIONAL ▪  Sumber: Peraturan Perundangan yg
disusun sec deduktif/ rasional
▪  Standar penegakan hk (Precedence)
& memberikan kepastian (Kalkulitas
Prediktabilitas
(Nurhasan 2018)

24
8/25/18

Pierre Bourdieu (1930-2002)


•  Lahir di Prancis.
•  Tokoh besar dalam sosiologi modern
•  Kontribusi intelektual:
- Konsep ‘Field’ (Arena)
- Konsep ‘Capital’ (Modal)
Masyarakat merupakan arena
pertarungan dalam rangka
mengakumulasi kapital menggunakan
kapital yang mereka miliki.

‘Juridical Field’ dari Bourdieu


•  Merespon perdebatan hukum antara formalisme hukum dan
instrumentalis hukum.
•  Menurutnya, hukum merupakan arena pertarungan untuk merebut
kekuatan simbolik. Sehingga, hukum par excellence merupakan
kekuatan simbolik (terkandung kekerasan simboliknya di dalamnya)
yang memberikan kemungkinan bagi pemenangnya untuk
melahirkan institusi dan aturan dalam mengakumulasi modalnya.
•  Sebagai sebuah arena, hukum memiliki logika internal berupaka
aturan permainan (rule of the game) yang bersifat semi-otonom
sehingga kekuatan sosial yang bertarung di arena yuridisnya harus
mengikuti aturan.
•  Pemenang dalam pertarungan ini akan ditentukan oleh relasi kuasa
dan modal yang dimiliki oleh aktor-aktor sosial yang bertarung serta
pengetahuannya dalam menavigasi logika internal dari arena
tersebut.

25
8/25/18

Hukum Menurut Sosial Konflik

•  Hukum sebagai instrumen penguasa


•  Hukum merupakan superstruktur ekonomi
•  Hukum sebagai arena pertarungan para aktor sosial
•  Hukum alih-alih menjadi alat kontrol kepentingan, hukum
sendiri merupakan ekspresi dari kepentingan tertentu
dari pertarungan kepentingan dalam masyarakat.
•  Sehingga, hukum merupakan hasil dari opersionalisasi
kepentingan bukan merupakan instrumen yang berfungsi
yang bebas kepentingan.

Tugas Paper

Menurut anda, pandangan atau teori-


teori sosiologi yang paling tepat guna
memahami peran sosial dari hukum
dalam masyarakat Indonesia saat ini?
Mengapa?

26
8/25/18

PERKEMBANGAN KAJIAN
SOSIOLOGI HUKUM

Materi
•  Fungsi Hukum
1. Sarana Kontrol Sosial
2. Sarana Penyelesaian Sengketa
3. Sarana Perubahan Sosial
•  Disfungsionalitas Hukum
•  Hubungan Hukum dan Masyarakat
1. Hukum Sebagai Sistem
2. Hukum dan Pembangunan

27
8/25/18

Hukum Sebagai Kontrol Sosial


•  Sarana Kontrol Dalam Masyarakat Modern
- Informal
- Formal
a. aturan prilaku yang eksplisit
b. penggunaan sanksi untuk menegakkan aturan
c. ditegakkan lembaga yang dibentuk khusus untuk itu

•  Hukum merupakan salah satu mekanisme kontrol sosial


yang berbentuk formal
Rescoe Pound (1941, 249): ”I think of law as in one sense a
highly specialized form of social control in developed politically
organized society – a social control through the systematic and
orderly application of the force of such a society.”

Hukum Sarana Penyelesaian Sengketa


•  Hukum menjadi salah satu sarana penyelesaian sengketa
•  Karl Llewellyn (1960, 2) menyatakan:
“Apa yang menjadi tugas hukum? Tugas ini berkaitan dengan fakta
bahwa masyarakat kita penuh dengan sengketa. Sengketa yang aktual
dan potensial, sengketa yang harus diselesaikan dan sengketa yang
harus dicegah; keduanya membutuhkan hukum, keduanya menjadi
tugas hukum…Melakukan tugas yang berkaitan dengan sengketa ini,
dan dilaksanakan secara masuk akal, merupakan tugas dari hukum”.
•  Pilihan menggunakan mekanisme hukum dalam penyelesaian
sengketa dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk bentuk
pengorganisasian sosial.
•  Masyarakat yang berkarakter individualistik lebih siap untuk
menggunakan hukum dibandingkan masyarakat yang
berkarakter kolektif.

28
8/25/18

Hukum Sarana Rekayasa Sosial


•  Dianggap sebagai fungsi utama hukum dalam masyarakat
modern

•  Hukum sebagai rekayasa sosial merujuk pada “purposive,


planned, and directed social change initiated, guided, and
supported by the law” (Vago 2003, 35)

•  Rescoe Pound (1959, 98-99) menyatakan:


“Dalam rangka memahami hukum saat ini, saya tetap berpikir
bahwa hukum sebagai institusi sosial untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat…Untuk tujuan ini saya melihat dalam sejarah hukum
pengakuan umum dan pemenuhan kebutuhan manusia melalui
kontrol sosial; sarana yang lebih efektif dalam mengamankan
kepentingan sosial dan meninggalkan hal yang usang demi
pemenuhan kehidupan yang lebih baik – singkatnya, [hukum
merupakan] sarana rekayasa sosial yang paling berhasil”

Disfungsionalitas Hukum
•  Disfungsi karena tendensi konservatif dari hukum
“a given status quo is stabilized and perpetuated in a legal
system” (Hans Morgenthau 1993, 418)
•  Disfungsi karena dalam struktur formal hukum bersifat rigid
Tidak mempertimbangkan kondisi dari sebuah perbuatan yang ilegal,
misalnya orang mencuri untuk memperoleh keuntungan dan mencuri
karena lapar.
•  Disfungsi akibat aspek fungsi kontrol yang ketat
over-regulation dan over-criminalisation (represifitas)
•  Disfungsi karena terdapat diskriminasi inheren dalam
hukum
Donald Black (1989, 72) berpendapat:
“The law in its majestic equality…forbids the rich as well as the poor
from sleeping under bridges, begging in the streets, and stealing
bread”

29
8/25/18

Hukum Sebagai Sistem


•  Apa itu ‘Sistem’?
•  Lawrence Friedman (1977)
- Legal Structure
“the body, the framework, the long-lasting shape of the system:
the way courths or police departments are organised, the lines
of jurisdiction, the table of organisation”
- Legal Substance
“the actual rules or norms used by institutions” – ‘the rule of
substance’ dan ‘the rule of procedure’
- Legal Culture
“ideas, attitude, beliefs, expectations, and opinion about law”

Hukum dan Pembangunan


•  Mengkaji hubungan antara hukum dan pembangunan ekonomi

•  Melahirkan Law and Development Doctrine, sebuah gerakan


intelektual hukum yang berusaha mengkaji pengaruh hukum
dan pembangunan di suatu negara dan membantu negara-
negara berkembang untuk mendorong pembangunan melalui
proses modernisasi hukum nasionalnya

•  Hal ini berangkat dari asumsi dasar Teori Modernisasi dari


W.W. Rostow yakni ketertinggalan negara dari negara-negara
maju “disebabkan oleh dan dicerminkan melalui karakteristik
dan struktur ekonomi, politik, sosial dan budaya yang masih
tradisional”. Untuk mengejar ketertinggalan, dibutuhkan ‘difusi’
tatanan modal, institusi dan nilai-nilai negara-negara maju
kepada negara berkembang.

30
8/25/18

•  Talcott Parsons dalam Evolutionary Universals in Society


(1964) berpendapat:
‘a generalized universalistic legal system’ merupakan
salah satu kunci dasar untuk membangun masyarakat
modern.
‘A generalized universalistic legal system’ ini diartikan
sebagai:
“an integrated system of universalistic norms, applicable to
the society as a whole rather than a few functional or
segmental sectors, highly generalized in terms of principles
and standards, and relatively independent of both the religious
agencies that legitimize the normative order of the society and
vested interest groups in the operative sector, particularly in
government.”

Momen Perkembangan
Law and Development Doctrine
•  Law and Development State (1950s-1960s)
Hukum menjadi instrumen intervensi negara atas sektor perekonomian.
Penekannya pada penguatan profesi-profesi hukum termasuk
pengembangan fakultas hukum berbasis ‘vokasi’.
•  Law and the Neoliberal Market (1980s)
Hukum menjadi instrumen deregulasi ekonomi, penguatan dan
perlindungan atas hak milik privat, pendorong pasar bebas, dan
penghapus hambatan pasar yang disebabkan oleh intervensi negara
dalam momen sebelumnya.
•  Law and the Post-Washington Consensus (1990s - sekarang)
Fungsi hukum yang baru sebagai “a correction for market failure and as
a constitutive part of the ‘development’ itself” (Trubek and Santos 2006).
Hal ini karena anggapan bahwa ekonomi pasar yang efektif
membutuhkan institusi negara yang berfungsi baik yang dapat
menghilangkan ekonomi biaya tinggi dan persaingan tidak sehat.

31

Anda mungkin juga menyukai