Anda di halaman 1dari 54

Dr. Ani Purwanti,SH,M.

Hum
 Realitas yang multi interpretatif
 Hukum sebagai Norma (statement yang
bersubstansi pengharusan (sollen) dengan
pencantuman sanksi-sanksi sebagai akibat
logis dari tidak dipenuhinya ketentuan yang
ada)
 Hukum diartikan juga sebagai nomos yaitu
statement mengenai ada tidaknya keajegan
perilaku tertentu dalam suatu kehidupan
kolektif.
 Hukum (normatif berupa peraturan) dan
sebagai faktual sebagai (keteraturan)
 Keduanya dapat saling bersinergi, bukan 2 realitas
yang sama sekali terpisah. Hukum sebagai norma,
jika karena sebab tertentu sangat dipatuhi maka
hukum yang semula berkarakter “normatif” akan
bertransformasi dalam wujud pola perilaku yang
berlaku secara ajeg.
 Selain itu suatu perilaku yang dipatuhi secara ajeg
dalam wkt panjang akan menjadi keteraturan, akan
dipahami secara secara kolektif sebagai kebiasaan
atau adat yang harus diberlakukan dalam
karakternya sebagai norma.
 Hukum sebagai Norma secara konseptual
dapat dibedakan ke dalam 2 hal yaitu
norma hukum yang meta yuridis (keadilan,
kepatutan, asas moral
bangsa,kesejahteraan) yaitu ius
constituendum.
 Yang kedua hukum yang berlaku secara
formal oleh badan legislatif dalam bentuk
perintah yang terumus secara eksplisit dan
bersanksi untuk menjamin kepastian yaitu
ius constitutum.
 Sebagai ‘Nomos’ juga ada 2 pemahaman,
yaitu dalam wujudnya sebagai keteraturan
perilaku lahiriah yang sesuai dengan hukum
baik yang mematuhi prosedur formal
yuridis atau non yuridis.
 Yang kedua, sebagai pola ajeg dalam

memaknai realitas yang relevan dalam


kehidupan hukum, sehingga akan dapat
dijelaskan respon kelompok tertentu thd
suatu situasi atau interaksi.
 Satjipto Rahardjo : Masalah hukum muncul
pada saat mengarahkan pandangan keluar
dari hukum, dari yang semula diperkiraan
sebagai pengaturan yang sudah jelas dan
pasti, kenyataannya merupakan sesuatu yang
relatif. Hal ini disebabkan karena
peraturannya, saluran komunikasi kepada
rakyat, tingkah laku birokrasi, pelaksanaan
hukum dalam kerangka sosial, ekonomi,
politik.
 Lawrence Friedman : masalah hukum adalah
masalah dalam unsur2 di dalam Sistem
Hukum, yaitu pada Substansi Hukum,
Struktur atau Budaya Hukum. Struktur
diibaratakan mesin, substansi adalah apa
yang dihasilkan, dikerjakan dan budaya
adalah apa saja, siapa saja yang memutuskan
menghidupkan mesin dan mematikan serta
bagaimana digunakan.
 Peter Mahmud Marzuki : Permasalahan Hukum
Khususnya Dalam Penelitian Normatif disebut
dengan istilah “isue hukum” yaitu Ilmu hukum ada 3
lapisan (dogmatika hukum, teori hukum dan filsafat
hukum).
 Dogmatika Hukum, isue hukum menyangkut
ketentuan hukum yang relevan dengan fakta yang
dihadapi.
 Teori Hukum, isue hukum mengandung konsep
hukum.
 Filsafat : menyangkut asas asas hukum
 PHILOSOPHIS (KEADILAN)
 SOSIOLOGIS (MANFAAT)
 YURIDIS (KEPASTIAN HUKUM)
GUSTAV RAADBRUCH

KEADILAN FILSAFATI

KEGUNAAN HUKUM SOSIOLOGIS

KEPASTIAN YURIDIS
HUKUM
GUSTAAV RAADBRUCH
 PHILOSOPHIS (KEADILAN)
 SOSIOLOGIS (MANFAAT)
 YURIDIS (KEPASTIAN HUKUM)
SATJIPTO RAHARDJO
 EKOLOGIS
- (EKSTERNAL – INTERNATIONAL,
RATIFIKASI)
- INTERNAL (BUDAYA, AGAMA)
1. Bersifat Empiris (Didasarkan pada Observasi terhadap Kenyataan
dan Akal Sehat sehingga Hasilnya Tidak Spekulatif.
2. Bersifat Teoritis (Bertujuan untuk menjelaskan Hubungan sebab
Akibat sehingga menjadi Teori)
3. Bersifat Kumulatif (Teori dan Penjelasan Hukum dan Masyarakat
dibentuk atas dasar Teori yang sudah ada, sehingga hasilnya adalah
memperbaiki, memperluas).
4. Bersifat Non Etis (yang disajikan, dipermasalahan bukannya baik
buruknya fakta (masalah tertentu), akan tetapi berisi penjelasan
analitis.


1. METODE KUALITATIF
BAHAN YANG BERUPA DESKRIPSI, PENJELASAN,
BAHAN YANG SULIT DIUKUR DENGAN ANGKA,
UKURAN EKSAKTA (BAHANNYA ADA DI
MASYARAKAT, DENGAN CARA HISTORIS
KOMPARATIF, CASE STUDY, INTERVIEW, INDEPT,
FGD, PARTICIPANT OBSERVER)
2. METODE KUANTITATIF
BAHAN – BAHAN DI MASYARAKAT YANG
DITAMPILKAN DENGAN ANGKA ,SKALA, INDEKS,
TABEL, DIAGRAM, STATISTIK.
3. MIXS KUALITATIF DAN KUANTITATIF
3. METODE INDUKTIF
MEMPELAJARI, MENJELASKAN GEJALA KHUSUS
UNTUK MENDAPATKAN KAIDAH – KAIDAH YANG
BERLAKU SECARA LEBIH LUAS (UMUM).
4. METODE DEDUKTIF
MEMPELAJARI , MENJELASKAN KAIDAH – KAIDAH
YANG BERLAKU UMUM UNTUK KEMUDIAN
DIPELAJARI SECARA KHUSUS.
Bahasa Inggris (Theory of Justice)
Bahasa Belanda (Theorie van Rechtvaardigheid)
3 Pengertian Adil
1. Tidak berat sebelah atau tidak memihak.

2. Berpihak pada Kebenaran

3. Sepatutnya atau tidak sewenang-wenang

Pengertian Keadilan menurut Jhon Stuart Mill adalah :


Nama bagi kelas kelas aturan moral tertentu yang
menyoroti kesejahteraan manusia lebih dekat
daripada dan karenanya menjadi kewajiban yang lebih
absoulut aturan penuntun hidup apapun yang lain.
1. Eksistensi Keadilan
2. Esensi Keadilan
Eksistensi Keadilan merupakan aturan moral.
Moral berbicara baik dan buruk, sehingga
aturan moral harus difokuskan untuk
kesejahteraan manusia.
Esensi atau Hakikat Keadilan merupakan Hak
yang diberikan kepada individu.
Kemampuan untuk memberikan kepada diri
sendiri dan orang lain apa yang semestinya,
apa yang menjadi haknya. Hubungan antara
manusia yang terlibat didalam
penyelenggaraan keadilan terbentuk dalam
pola yang disebut hubungan segitiga, yang
meliputi keadilan distributif (distributive
justice), keadilan bertaat atau legal (legal
justice) dan keadilan komutatif (timbal balik)
Bermanfaat (Berguna) (Dapat Digunakan) untuk
dan di Masyarakat
Ukuran :
1.Pembangunan (Upaya berkesinambungan
untuk tujuan kesejahteraan)(Hukum)
2.Keadilan
(Keadilan Komutatif, Keadilan Legal dan
Keadilan Distributif)
 Sasaran pembangunan (Pemberdayaan
masyarakat pada berbagai bidang
Pembangunan terutama bidang Sosial dan
Ekonomi yang merupakan Hak Mendasar).
Menjadi lebih baik lagi jika dikuatkan dengan
perumusan dan pembuatan Hukum (Terwujud
pemenuhan Akses Terhadap Keadilan).
 Negara menjamin terpenuhinya hak hak dasar

sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945.


1. Sistem Hukum seharusnya dapat diakses
oleh semua orang dari berbagai kalangan
2. Sistem hukum seharusnya dapat
menghasilkan ketentuan maupun keputusan
yang adil bagi semua kalangan, baik secara
individu maupun kelompok (Untuk tujuan
yang lebih besar lagi yaitu Keadilan Sosial)
(Social Justice).
1. Akses Terhadap Keadilan pada Bidang Reformasi dan
Keadilan.
2. Akses Terhadap Keadilan pada Bidang Bantuan Hukum.
3. Akses Terhadap Keadilan pada Bidang Tata Kelola
Pemerintahan Daerah.
4. Akses Terhadap Keadilan pada Bidang Tanah dan Sumber
Daya Alam.
5. Akses Terhadap Keadilan bagi Perempuan.
6. Akses Terhadap Keadilan bagi Anak.
7. Akses Terhadap Keadilan bagi Tenaga Kerja.
8. Akses Terhadap Keadilan bagi Masyarakat Miskin dan
Terpinggirkan .
1. Masalah di Masyarakat
2. Diusulkan Kelompok Eksekutif dan/atau Legislatif
3. Sesuai dengan UU Nomer 12 Tahun 2011
(Pembentukan Peraturan PerUU) yi Dasar, Asas
dan Kewajiban membuat Naskah Akademik
(Aspek Philosophis, Yuridis dan Sosiologis)
4. Legislasi (Prolegnas)
5. Partisipasi Masyarakat
6. Diundangkan
7. Sebagai Sarana Sarana Kontrol Sosial dan Sarana
Rekayasa Sosial.
TERTIB PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PERATURAN MENTERI,
PERATURAN LEMBAGA
DAN
PERATURAN DAERAH
….???

4
PARTISIPASI PUBLIK DALAM PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

5
 Pengertian (Definisi Hukum)
 Pekerjaan Hukum
 Pembuatan Hukum
 Fungsi Hukum
 Bekerjanya Hukum
 Penegakan Hukum sebagai suatu Proses

mewujudkan Keadilan Masyarakat


 Teori sistem hukum dari Lawrance Meir Friedman
mengkaji implementasi atau efektivitas bekerjanya
suatu hukum atau ketentuan perundang-
undangan. Friedman mengatakan bahwa sistem
hukum (the legal system) is everywhere with us
and around us. To be sure, most of us do not have
much contact with courts and lawyers except in
emergencies. But not a day goes by, and hardly a
waking hour, without contact with law in its
broader sense- or with people whose behavior is
modified or influence by law. Law is vast, though
sometimes invisible, presence.
 Artinya
Sistem hukum ada di sekitar kita, untuk
memastikan, banyak dari kita yang tidak
banyak bersinggungan dengan pengadilan
maupun pengacara kecuali dalam keadaan
yang mendesak. Tapi tak ada tiap unsur dari
kehidupan keseharian dari kita yang tak
terpengaruh oleh hukum, hukum memiliki
arti yang sangat luas meski terkadang
kehadiranya tak terlihat.
1. Structure, yaitu we now have a preliminary, rough idea
of what we mean when we talk about our legal system.
There are other ways to analyze this complicated and
important set of institutions. To begin with, the legal
system has structure. The system is constantly
changing; but parts of it change at different speeds,
and not every part changes as fast as certain other
parts. There are persistent, long-term patterns –
aspects of the system that were here yesterday (or even
in the last century) and will be around for a long time
to come. This is the structure of the legal system its
skeleton or framework, the durable part, which gives a
kind of shape and definition to the whole.
 Di dalam struktur, kita kini memiliki persiapan, sebuah ide
tentang apa yang kita maksudkan ketika membicarakan tentang
sistem hukum. Untuk memulainya, ada beberapa cara yang dapat
digunakan untuk menganalisis bagaimana peliknya hukum dan
institusi yang melengkapinya. Sistem hukum berubah secarah
konstan dimana tiap bagian dari sistem tersebut mengalami
perubahan dengan kecepatan maupun cara yang berbeda. Ada
yang memiliki tingkat resistensi tinggi sehingga sulit untuk
dirubah. Struktur tersebut, dapat dikatakan sebagai skeleton,
tulang belulang yang sulit untuk dirubah, dimana tulang belulang
tersebut membentuk definisi hukum secara keseluruhan.
 Struktur hukum diartikan sebagai unsur nyata dari suatu sistem
hukum tertentu, selain itu struktur dapat juga dikatakan sebagai
kerangka yang permanen atau kerangka yang melembaga dari
sistem hukum tersebut.
2. The substance is composed of substance rules and rule
about how institution should behave. A legal system is the
union of ‘primary rules’ and ‘scondary rules’. Primary rules
are norm of behavior, secondary rules are norm about,
secondary rules are norm about those norm, how to decode
whether they are valid how to enforce them, etc. Another
aspect of the legal system is its substance. By ths is meant
the actual rules, norms, and behavior patterns of people
inside in system. This is, first of all, “the law” in the popular
sense of the term – the fact that the speed limit is fifty-five
miles an hour, that burgclas can be sent to prison, that “by
law” a pickle maker has to list his ingredients on the label of
the jar
 Substansi hukum terdiri dari seperangkat peraturan dan peraturan
mengenai bagaimana sebuah institusi seharusnya. Sistem hukum
adalah perpaduan dari “primary rules” dan “secondary rules”.
Primary rules adalah peraturan yang berkaitan dengan norma, baik
validitas maupun bagaimana penegakan dari norma tersebut.
Aspek lain dari sistem hukum adalah substansi,yaitu bagaimana
pengaturan aktual, norma dan pola sosial dalam sistem hukum.
Substansi adalah “hukum” dipandang pada umumnya, misalnya
bagaimana substansi hukum dapat dengan cepat menegakkan
sebuah kejahatan berdasar ketentuan yang telah tersedia.
 Artinya : Substansi hukum disini dipandang sebagai hukum primer
dan hukum sekunder. Hukum primer diartikan hukum yang
berkaitan dengan tingkah laku, sedangkan hukum sekunder
adalah hukum tentang bagaimana memberlakukan dan
memaksakan hukum primer itu.
3. Culture : By this we mean people’s attitudes
toward law and the legal system – their beliefs,
values, ideas, and expectations. In other word, it is
that part of the general culture which concerns the
legal system. The legal culture, in the words, is the
climate of social though and social force which
determines how law is usd, avoided, or abused.
Without legal culture, the legal system is inert – a
dead fish lying in a basket, not a living fish
swimming in its sea.
 Budaya hukum adalah bagaimana sikap masyarakat terhadap
hukum dan sistem hukum [yang dipengaruhi oleh] kepercayaan,
nilai hidup, ide, maupun harapan. Dengan kata lain, bagian dari
kebudayaan pada umumnya yang bersentuhan dengan sistem
hukum. Budaya hukum dengan kata lain adalah iklim sosial dan
paksaan sosial, yang menentukan bagaimana hukum digunakan,
dihindari, atau bahkan dilanggar. Tanpa budaya hukum, sistem
hukum tak ubah layaknya ikan yang mati dalam keranjang, bukan
ikan yang hidup bebas di lautan
 Budaya hukum di sini diartikan sebagai bagian dari budaya pada
umumnya yang biasanya merupakan kebiasaan-kebiasaan, dan
pandangan cara berfikir serta bertingkah laku, yang kesemuanya itu
dapat membentuk kekuatan-kekuatan sosial yang bergerak dengan
cara tersendiri misalnya mendekati (menaati) atau sebaliknya
bergerak menjauhi (melanggar) hukum atau suatu ketentuan .
1. SUBSTANSI HUKUM
PERUMUSAN ATURAN HUKUM

ISI SUATU PERUNDANG – UNDANG


PEMBUATAN KEBIJAKAN HUKUM

2. STRUKTUR HUKUM
INSTITUSI (LEMBAGA PENEGAK HUKUM (POLISI, JAKSA,
HAKIM, ADVOKAT, LEMBAGA PEMASYARAKATAN) ATAU
MEREKA YANG SECARA REPRESENTATIF MENJALANKAN
FUNGSI-FUNGSI PENEGAKAN HUKUM
3. KULTUR HUKUM
IDE, NILAI, KONSEP, STANDAR, SIKAP DAN
KEPERCAYAAN YANG HIDUP DALAM

MASYARAKAT.
 Bahwa tindakan apapun yang akan diambil baik oleh pemegang peran,
dan lembaga pelaksana maupun pembuat undang undang selalu berada
dalam lingkup kompleksitas tekanan kekuatan sosial, budaya ekonomi,
politik dan faktorlainnya. Seluruh tekanan kekuatan itu selalu ikut
bekerja dalam setiap upaya untuk memfungsikan peraturan yang
berlaku, dan menerapkan sanksi dalam seluruh aktivitas lembaga
pelaksanaannya.
 Dengan demikian, peranan yang pada akhirnya dijalankan oleh lembaga
dan peranata hukum itu merupakan hasil dari bekerjanya berbagai
macam faktor tekanan kekuatan . Tekanan berbagai kekuatan itu akan
terus berusaha masuk dan mempengaruhi setiap proses legislasi secara
efektif. Dengan demikian produk hukum yang di keluarkan dapat
memenuhi keinginan masyarakat, walaupun penerapannya juga
tergantung pada tekanan kekuatan tersebut. Oleh sebab itu produk
hukum yang dibuat dan telah dipengaruhi oleh tekanan kekuatan sosial,
budaya, ekonomi, politik tidak dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat secara efektif.
 Pengkajiannya dimulai dari melihat respon
stakeholder selaku role accupant , menjadi
perintah untuk ditaati oleh seluruh rakyat
(berfungsi sebagai role making institutions), dan
kemudian penegakan sanksi yang dilakukan
kelembagaan atau aparat penegakan hukum
(misalnya Polisi, Jaksa, Hakim dan Lapas). Aparat
Pemerintahan atau turunannya yang diberikan
kewenangan untuk melakukan pengawasan, yaitu
badan pengawas dan lembaga lembaga lainnya
yang berfungsi sebagai role sanctioning
institution).
 persoalan pembentukan dan implementasi suatu
hukum akan bergantung kepada pengaruh atau
asupan kekuatan kekuatan sosial dan personal,
kekuatan sosial politik. Teori bekerjanya hukum ini
juga dapat menjelaskan bagaimana pengaruh dari
personal lingkungan ekonomi, sosial, budaya, serta
politik dalam proses pembentukan dan
implementasinya. Itulah sebabnya kualitas dan
karakter hukum juga tidak lepas dari pengaruh
bekerjanya kekuatan kekuatan sosial dan personal
tersebut, terutama kekuatan politik pada saat
hukum itu dibentuk.
 Bahwa setiap peraturan hukum itu menunjukkan
aturan tentang bagaimana seseorang pemegang
peran diharapkan untuk bertindak yang meliputi :
 Tindakan apa yang akan diambil oleh seseorang

pemegang peran sebagai respons terhadap


peraturan hukum, sangat tergantung dan
dikendalikan oleh peraturan hukum yang
berlaku, dari sanksinya, dari aktivitas lembaga
pelaksanaannya, serta dari seluruh kompleks
kekuatan sosial, politik dan lain sebagainya yang
bekerja atas dirinya.
 Tindakan apa yang akan diambil oleh lembaga pelaksana
sebagai respons terhadap peraturan hukum, sangat
tergantung dan dikendalikan oleh peraturan hukum yang
berlaku, dari sanksinya, dan dari seluruh kompleks kekuatan
sosial, politik dan lain sebagainya yang bekerja atas dirinya,
serta dari umpan balik yang datang dari pemegang peran dari
birokrasi.
 Tindakan apa yang akan diambil oleh lembaga pembuat
Undang-Undang sebagai respons terhadap peraturan hukum,
sangat tergantungdan dikendalikan oleh berfungsinya
peraturan hukum yang berlaku sanksi-sanksinya dan dari
seluruh kompleks kekuatan sosial, politik dan lain sebagainya
yang bekerja atas mereka, serta dari umpan balik yang
datang dari pemegang peran dan birokrasi.
1. MERUMUSKAN HUBUNGAN – HUBUNGAN DIANTARA ANGGOTA
MASYARAKAT DENGAN MENUNJUKKAN PERBUATAN APA SAJA
YANG DILARANG DAN YANG BOLEH DILAKUKAN.

2. MENGALOKASIKAN DAN MENEGASKAN SIAPA SAJA YANG BOLEH


MELAKUKAN KEKUASAAN ATAS SIAPA, BERIKUT PROSEDURNYA.

3. MENYELESAIKAN SENGKETA YANG TIMBUL DALAM


MASYARAKAT DENGAN SANKSINYA.

4. MEMPERTAHANKAN KEMAMPUAN ADAPTASI MASYARAKAT


DENGAN CARA MENGATUR KEMBALI HUBUNGAN – HUBUNGAN
DALAM MASYARAKAT JIKA ADA PERUBAHAN
1. SARANA KONTROL SOSIAL / SOCIAL CONTROL

MEMPENGARUHI WARGA MASYARAKAT AGAR BERTINGKAH


LAKU SEJALAN DENGAN APA YANG TELAH DIGARISKAN SEBAGAI
ATURAN HUKUM (NILAI-NILAI YANG HIDUP DALAM
MASYARAKAT)

2. SARANA REKAYASA SOSIAL (SOCIAL ENGINERING)

PENGGUNAAN HUKUM SECARA SADAR UNTUK MENCAPAI


TUJUAN TERTIB (KEADAAN) SEBAGAIMANA DIINGINKAN OLEH
PEMBUAT HUKUM (PERUBAHAN SIKAP/ PERILAKU MASYARAKAT
DI MASA MENDATANG
1. PEMBUATAN NORMA – NORMA HUKUM UNTUK
PERUNTUKAN MAUPUN YANG MENENTUKAN HUBUNGAN
ANTARA ORANG DENGAN ORANG
2. PENYELESAIAN SENGKETA DI DALAM MASYARAKAT

3. MENJAMIN KELANGSUNGAN KEHIDUPAN MASYARAKAT →


TERJADI PERUBAHAN – PERUBAHAN SOSIAL
 PENGGUNAAN HUKUM SECARA SADAR
UNTUK MENCAPAI TUJUAN TERTIB
(KEADAAN) SEBAGAIMANA DIINGINKAN
OLEH PEMBUAT HUKUM (PERUBAHAN
SIKAP/ PERILAKU MASYARAKAT DI MASA
MENDATANG.
 Hukum Progresif dicetuskan oleh Almarhum Prof. Dr. Satjipto
Rahardjo, SH (Guru Besar FH Undip).
 Dilatarbelakangi karena semakin jauhnya keadilan hukum
bagi masyarakat.
 Mendekatkan kepada tercapainya tujuan keadilan hukum baik
secara prosedural maupun secara substanstif.
 Ciri khasnya adalah “ out of the box “ (harus dalam kerangka
normatif), dan Rule Breaking yang bertumpu pada Kualitas
Stakeholder terkait dengan hukum.
 Tujuannya adalah tercapainya pemenuhan nilai moral,
penegakan hukum, pembaharuan hukum dan tidak semata
mata untuk tujuan keadilan prosedural tetapi juga
tercapainya tujuan keadilan substansial
 Hukum Progresif berasal dari Hukum (aturan,
pengaturan, nilai, ide) dan progress yang berarti
kemajuan.
 Hukum hendaknya mampu mengikuti perkembangan
jaman, mampu menawab problematika yang
berkembang di masyarakat serta melayani masyarakat.
 Hukum tidak hanya dianggap selesai setelah tersusun
dalam peraturan per UU dengan kalimat yang rapi dan
sistematis (law in book) akan tetapi hukum harus
mengalami proses pemaknaan pendewasaan atau
pematangan (law in action). Berproses sebagai Ilmu
untuk mencari kebenaran dan keadilan.
 Bahwa Hukum adalah untuk manusia dan bukan
sebaliknya…..hukum itu tidak untuk dirinya sendiri,
melainkan untuk sesuatu yang lebih luas yaitu untuk harga
diri manusia, kebahagiaan, kesejahteraan dan kemuliaan
manusia. (Hukum bukan pusat dalam berhukum, tetapi
manusialah yang menjadi pusat dari hukum)
 Bahwa Hukum bukanlah sesuatu yang mutlak dan final tetapi
selalu dalam proses “menjadi” (law as process, law in the
making) untuk tujuan hukum yang berkeadilan, yaitu hukum
yang mampu mewujudkan kesejahteraan (hukum yang
peduliterhadap rakyat). Hukum memiliki tahap perjalanan
yang terus bertransformasi dari masa ke masa menuju ke
idealnya hukum (Pembuatan Regulasi, Pembuatan Keputusan,
Pelaksanaan Regulasi).
Hkm Progresif peka dan tanggap (Responsif)
pada setiap perubahan masyarakat yang
dimanis (dynamic society). Tanpa kehilangan
makna yaitu melindungi masyarakat menuju
Hukum yang Ideal.
Contoh Regulasi tentang Partisipasi perempuan
di lembaga Legislatif, UU Perlindungan Anak
(Perrpu), Diversi, UU KDRT, UU Pergadangan
Orang, UU Pemberantasan Korupsi, UU
Narkotika, UU Anti Pornografi dll
1. Menggunakan kecerdasan spiritual untuk bangun dari
keterpurukan masalah hukum dengan mencari jalan baru
(rule breaking) dan tidak membiarkan diri menjalankan
hukum lama dan tradisionil.
2. Pencarian makna lebih dalam hendaknya menjadi ukuran
baru dalam menjalankan hukum dan bernegara hukum.
Yang terlibat dalam proses penegakan hukum didorong
untuk selalu bertanya kpd hati nurani (conscience) tg makna
hukum yang lebih dalam.
3. Hukum hendaknya dijalankan tidak menurut prinsip logika
saja, tetapi dengan perasaan, kepedulian dan keterlibatan
(Commpassion) yi empati, kejujuran, komitmen dan
keberanian kepada kelompok lemah dan terpinggirkan.
Sesuai Teori Friedman bahwa ada 3 hal yang
berpengaruh dalam Persoalan Hukum yaitu
Substansi (Pembuatan Hukum), Struktur
(Pelaksanaan Hukum) dan Kultur (Masyarakat),
Hukum Progresif dapat masuk kedalam 3 jalur tsb
dengan bentuk “ rule breaking “ yaitu Proses
Pembuatan Hukum, Keputusan Pengadilan,
Kebijakan, disenting opinion yg mrpkn terobosan
hukum yang didasarkan kepada keadilan
masyarakat. Penegakan Hkm Progresif (APH) dan
Perubahan Budaya (masyarakat)
 Media Massa (Cetak maupun Elektronik)
 Seminar (Diskusi Ilmiah )
 Pendidikan (Pelatihan ) (Trainer to Trainer )
 Proses Sistem Peradilan Pidana (Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan baik PN, PTUN, MK
termasuk Advokad)
 Pembuatan Naskah Akademik suatu Peraturan
Perundang Undangan (Eksekutif)
 Proses Pembuatan Per UU di Legialatif.
 Pembahasan kasus kasus tertentu di Legislatif,
Eksekutif, Yudikatif

Anda mungkin juga menyukai