Anda di halaman 1dari 29

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................2

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................2

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................................6

1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................................................7

1.5 Kebaharuan Penelitian.....................................................................................................7

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA.....................................................................................................8

2.1 Sabut kelapa.....................................................................................................................8

2.2 Lignoselulosa...................................................................................................................8

2.2.1 Selulosa.....................................................................................................................8

2.2.2 Hemiselulosa...........................................................................................................10

2.2.3 Lignin......................................................................................................................11

2.3 Pretreatment Alkali........................................................................................................11

2.4. Hidrolisa Enzimatis.......................................................................................................12

2.5 Enzim Selulase...............................................................................................................13

2.6 Enzim Xilanase..............................................................................................................16

2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Aktifitas Enzim................................................................16

2.7.1 Pengaruh Temperatur..............................................................................................16

2.7.2 Pengaruh Shear........................................................................................................17

2.7.3 Pengaruh pH............................................................................................................17

2.8 Imobilisasi enzim...........................................................................................................17

BAB 3 METODE PENELITIAN............................................................................................18

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................................18

3.2 Alat dan Bahan...............................................................................................................18

3.2.1 Bahan Penelitian......................................................................................................18

i
3.2.2 Alat Penelitian.........................................................................................................19

3.3 Diagram Alir Penelitian.................................................................................................20

Bab 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................................22

4.1 Pembuatan material pendukung.....................................................................................22

4.1.1 Kitosan micropartikel..............................................................................................22

4.1.2. Kitosan magnetik mikropartikel.............................................................................23

4.1.3. Kitosan magnetik nanopartikel..............................................................................24

4.2 Imobilisasi enzim...........................................................................................................25

4.2.1 Imobilisasi pada kitosan mikropartikel...................................................................25

Tabel 4.1 Jumlah enzim terimobilisasi pada kitosan mikropartikel.....................................26

4.2.2 Imobilisaso pada kitosan magnetik mikropartikel..................................................26

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi limbah biomassa sangat
besar, salah satunya adalah sabut kelapa. Produksi buah kelapa di Indonesia sangat melimpah
yakni rata-rata 2,9 juta ton/tahun (Kementrian Pertanian Indonesia, 2014). Sabut kelapa
terdiri dari 26.72% selulosa, 17.73% hemiselulosa dan 41.19% lignin (Sangian dkk., 2015).
Kandungan selulosa dan hemiselulosa dari sabut kelapa yang tinggi dapat diolah menjadi
gula reduksi yang selanjutnya dari gula reduksi tersebut dapat difermentasi menjadi biofuel
baik biohidrogen maupun bioethanol dan sebagai bahan baku bagi bermacam-macam produk
yang lain seperti asam laktat, 5-hydroxymethylfurfural, dan levulinic acid (Ramli dan Amin,
2014).
Diantara berbagai metode dalam menghasilkan gula reduksi dari biomassa, hidrolisa
enzimatis mempunyai banyak keunggulan yaitu menghasilkan yield produk lebih besar,
selektifitas lebih tinggi, membutuhkan lebih sedikit energy, kondisi operasi yang lebih
moderat dan ramah lingkungan (Díaz-Hernández dkk., 2018). Dua enzim utama yang
berperan dalam hidrolisa lignoselulosa adalah enzim selulase yang menghidrolisis selulosa
menjadi glukosa dan hemiselulase yang menghidrolisis xilan menjadi xilosa. Akan tetapi
enzim bekerja pada substrat yang sangat spesifik sehingga untuk menghidrolisa lignoselulosa
tidak cukup hanya dipakai satu jenis enzim saja. Harga enzim yang mahal dan sebagian besar
protein enzim merupakan protein yang larut dalam air sehingga sulit dipisahkan. Hal ini
menyebabkan biaya produksi gula reduksi ini sangat mahal. Strategi pertama adalah
mengkombinasikan enzim selulase dan xilanase untuk bersinergi menghidrolisa
lignoselulosa. Sinergi dari kedua enzim ini dapat meningkatkan yield gula reduksi karena
tidak hanya glukosa yang diproduksi tapi juga xilosa dan gula-gula reduksi yang lain.
Strategi selanjutnya untuk menekan biaya adalah membuat enzim tersebut dapat dipakai
kembali dengan teknik imobilisasi enzim (Cheng dan Chang, 2013). Beberapa keuntungan
penerapan teknik ini adalah dapat digunakan pada proses yang kontinyu dan memudahkan
untuk memisahkan enzim dari suatu campuran (Liu dan Cao, 2012). Enzim dapat
diimobilisasi pada permukaan atau di dalam material pendukung menggunakan metode fisika
atau kimia. Metode fisika antara lain adalah metode adsorpsi, entrapment dan
microencapsulation sedangkan metode kimia antara lain covalent attachment dan cross-

1
linking. Metode adsorpsi sudah digunakan sebelumnya oleh (Ogeda dkk., 2012) untuk
mengimobilisasi enzim selulase pada material pendukung wafer SiO2, tetapi teknik ini
memiliki beberapa kelemahan, yaitu, ikatan imobilisasinya lemah, keadaan imobilisasinya
sangat sensitif pada pH larutan dan suhu, serta jumlah enzim yang terimobilisasi pada
material pendukung sangat kecil (Lee dan Hatzimanikatis, 2002). Teknik entrapment adalah
teknik dimana enzim dijebak diantara polimer yang dihubungkan (high cross-linked
polymer), pernah diterapkan pada enzim selulase oleh (Javed dkk., 2016) dengan
mengimobilisasi enzim β-glucosidase pada material polimer berskala nano (polyurethane,
latex dan silicon). Teknik ini memiliki kelemahan dimana enzim yang diimobilisasi akan
terdeaktifasi selama proses pembentukan gel dan rentan terjadi kebocoran (Lee dan
Hatzimanikatis, 2002). Teknik fisika ketiga adalah dengan mengimobilisasi enzim pada
membrane semipermeable mikrokapsul atau biasa disebut teknik microencapsulation,
(Shahrestani dkk., 2016) menggunakan teknik ini untuk mengimobilisasi enzim xilanase pada
1,3,5, Triazine functionalized-silica-encapsulated magnetik particle. Kelemahan metode ini
adalah rentan terjadinya clogging (penyumbatan) dan fouling.
Metode kimia covalent attachment adalah metode imobilisasi yang paling sering
digunakan karena ikatan yang dibuat antara enzim dan material pendukung lebih kuat
daripada yang diperoleh dari metode fisika (El-Ghaffar dan Hashem, 2010). Ikatan yang
dibentuk pada teknik ini adalah antara residu asam amino non-esensial di dalam enzim seperti
α-, β-,atau γ- carboxyl group, α-, β-, amino group phenyl, hydroxyl, sulfhydryl atau
imidazole group dengan gugus fungsional dari material pendukung yang biasanya perlu untuk
terlebih dahulu diaktifkan dengan reagent tertentu sebelum ditambahkan ke dalam enzim
(Lee dan Hatzimanikatis, 2002). Ghaffar et.al (2009) melakukan imobilisasi enzim selulosa
pada material pendukung kitosan, chitosan–l-glutamic acid dan chitosan –4-amino butyric
acid. Didapatkan bahwa kombinasi metode covalent attachment dengan cross-linking
menggunakan GDA menghasilkan kestabilan dan retained activity yang lebih tinggi. Akan
tetapi, penelitian ini hanya menggunakan carboxymethyl cellulose (CMC), yaitu selulosa
yang larut dalam air, belum digunakan bahan selulosa yang tidak larut dalam air seperti
limbah padat lignoselulosa.
Penggunaan lignoselulosa yang tidak larut dalam air ini memunculkan permasalahan
apabila material pendukung dari imobilisasi enzim tersebut juga tidak larut dalam air. Hal ini
menyebabkan penurunan efisiensi reaksi karena meningkatnya mass transfer resistance
(hambatan transfer massa antara substrat dan enzim), Selain itu pemisahan antara substrat dan

2
enzim terimobilisasi menjadi sulit (Liu dan Cao, 2012). (Mishra dkk., 1983) mengimobilisasi
enzim selulosa pada material pendukung polimer yang larut dalam air yaitu Polyvinyl
Alcohol (PVA) untuk menghidrolisis selulosa powder, solca floc dan bagasse tebu. Liao et.al
(2010) mengimobilisasi enzim selulase pada PVA/Fe2O3 magnetik nanopartikel untuk
menghidrolisa microcrystalline cellulose pada ball mill. Penggunaan material pendukung
yang soluble juga telah digunakan pada penelitian sebelumnya Penggunaan material
pendukung yang soluble di satu sisi dapat memecahkan masalah transfer massa antara enzim
dan substrat insoluble tetapi muncul permasalahan lain yaitu soluble material sangat sensitif
dan tidak stabil terhadap perubahan kondisi operasi (Biró dkk., 2008). Selain itu untuk
memisahkan enzim perlu digunakan membran sehingga menyebabkan biaya proses kembali
naik.
Imobilisasi enzim selulase pada material pendukung yang insoluble lebih menjanjikan
untuk dikembangkan dengan meminimalisir kelemahan dalam menghidrolisa substrat yang
insoluble juga yaitu masalah transfer massa dan pemisahan. Penggunaan material pendukung
dengan ukuran sangat kecil (mikropartikel atau nanopartikel) dapat mengatasi masalah
transfer massa antara selulosa dengan enzim. (Hung dkk., 2011) melakukan imobilisasi
selulase pada membrane Electrospun Polyacrylonitrile Nanofibrous (PAN) untuk
memproduksi gula reduksi pada mikroalga. (Abraham dkk., 2014) mengimobilisasi enzim
selulase pada partikel magnet berukuran nano untuk menghidrolisa microcystalline cellulose
dan hemp hurd. (Alftrén dan Hobley, 2014) mengimobilisasi enzim selulase pada non-porous
magnetic particle (CellicTec2) untuk menghidrolisa lignoselulosa. Semakin kecil ukuran
carrier enzim maka makin besar luas permukaan spesifiknya, sisi aktif yang tersedia juga
lebih banyak dan internal diffusion hindrance berkurang (Biró dkk., 2008) Permasalahan
pemisahan enzim terimobilisasi pada suspensi yang mengandung produk, enzim
terimobilisasi, dan selulosa yang belum terdegradasi dapat diatasi dengan menambahkan
material magnetik pada carrier enzim sehingga pemisahan secara magnetik dapat dilakukan
(Alftrén dan Hobley, 2014) , (Pospiskova dan Safarik, 2013).
Kitosan digunakan sebagai material pendukung alami dalam imobilisasi enzim,
Sebelumnya digunakan untuk mengimobilisasi α-amylase and β-amylase (El-Ghaffar dan
Hashem, 2010). Kitosan bersifat murah, inert, hydrofilik, dan support yang biocompatible
sehingga cocok untuk imobilisasi (Ravi Kumar, 2000). Adanya gugus amino memudahkan
terjadinya ikatan kovalen (Akkuş Çetinus dan Nursevin Öztop, 2003).

3
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian komprehensif tentang produksi gula
reduksi dari sabut kelapa dengan metode hidrolisa enzimatis menggunakan enzim selulase
dan xilanase yang diimobilisasi pada kitosan. Pengaruh beberapa parameter penting seperti
ukuran material pendukung, metode imobilisasi dan penggunaan pemisahan secara magnetis
akan dipelajari untuk menghasilkan proses hidrolisa enzimatik yang optimal.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Limbah sabut kelapa yang melimpah belum optimal pemanfaatannya padahal
mengandung selulosa dan hemiselulosa yang dapat dikonversi menjadi gula reduksi
2. Metode hidrolisis enzimatis yang digunakan untuk menghasilkan gula reduksi
mempunyai kelemahan pada harga enzim yang mahal dan sulit dipisahkan karena sifat
enzim yang larut dalam air. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, enzim selulase dan
xilanse dikombinasikan serta teknik imobilisasi enzim diterapkan sehingga enzim bisa
digunakan kembali.
3. Metode imobilisasi enzim dengan cara fisika memiliki kelemahan khususnya ikatannya
lemah, untuk itu perlu dilakukan metode kimia, covalent attachment dengan kombinasi
cross-linking sehingga memberikan ikatan yang lebih kuat dan daya katalis yang lebih
baik.
4. Penggunaan material pendukung yang kitosan tidak larut dalam air (insoluble matriks)
memiliki hambatan transfer massa yang besar dengan insoluble selulosa. Penggunaan
partikel yang lebih kecil (mikro atau nano) diharapkan dapat mengatasi masalah ini.
5. Tercampurnya bahan padat enzim, lignoselulosa yang belum terhidrolisa dan produk
pada akhir proses menimbulkan masalah pemisahan, sehingga penggunaan magnet perlu
dilakukan pada enzim terimobilisasi sehingga pemisahan enzim dengan bahan lain bisa
dilakukan dengan mudah.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Melakukan konversi bahan limbah sabut kelapa yang sangat melimpah
menjadi gula reduksi dengan metode hidrolisis enzimatik.
6. Mendapatkan metode imobilisasi yang optimal untuk menghasilkan gula reduksi
sebanyak-banyaknya menggunakan material pendukung kitosan.
7. Mempelajari pengaruh ukuran partikel kitosan imobilisasi untuk menghasilkan proses
hidrolisa enzimatik yang optimal.

4
8. Mempelajari efektifitas pemisahan secara magnetik untuk menghasilkan proses hidrolisa
enzimatik yang optimal.
1.4 Manfaat Penelitian
Penerapan hidrolisa enzimatis pada bahan lignoselulosa menggunakan crude enzyme
terimobilisasi pada material pendukung yang insoluble dengan ukuran partikel yang lebih
kecil (mikro atau nano) dan diikatkan pada material magnet berpotensi menyelesaikan
masalah transfer massa dan pemisahan sehingga proses ini menjadi optimal.
Proses hidrolisa enzimatis menggunakan kombinasi enzim selulase dan xilanase yang
terimobilisasi meningkatkan nilai ekonomis karena enzim tidak hanye menghidrolisa satu
macam substarte saja ditambah enzim dapat digunakan beberapa kali. Dengan demikian
aplikasi teknologi pada skala lebih besar pada bahan baku limbah sabut kelapa maupun bahan
lignoselulosa yang lain yang jumlahnya melimpah di Indonesia menjadi semakin
menjanjikan.
1.5 Kebaharuan Penelitian
Kebaharuan dari penelitian ini adalah penggunaan sabut kelapa sebagai bahan baku
produksi gula reduksi melalui konversi enzimatik menggunakan enzim selulase dari A niger,
selulase dari T reesei dan xilanase dari T longibrachiatum terimobilisasi pada kitosan
magnetik mikropartikel dan kitosan magnetik nanopartikel.

5
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sabut kelapa
Sabut kelapa seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 tersusun atas unsur organik dan
mineral yaitu: Pectin dan hemicellulose (merupakan komponen yang larut dalam air), Lignin
dan cellulose (komponen yang tidak larut dalam air), kalium, kalsium, magnesium, nitrogen
serta protein. Perbandingan komponen organik dan mineral yang ada tergantung dari umur
sabut kelapanya. Serat sabut memiliki daya apung yang tinggi, tahan terhadap bakteri, air
garam dan murah, sedang kelemahannya ialah, tidak dapat di gintir dengan baik dan
tergolong serat kaku. Mutu serat sabut kelapa atau coconut fibre, ditentukan oleh warna,
persentase kotoran, kadar air dan proporsi antara bobot serat panjang dan serat yang pendek
(Sudarsono , R, Toto, S, 2010)
Salah satu pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan baku produksi glukosa melalui
proses hidrolisis, karena mengandung bahan lignoselulosa. Sabut kelapa merupakan salah
satu biomassa yang mudah didapatkan dan merupakan hasil samping pertanian. Komposisi
sabut kelapa dalam buah kelapa sekitar 35% dari berat keseluruhan buah kelapa. Produk
primer dari pengolahan sabut kelapa terdiri atas serat (serat panjang), bristle (serat halus dan
pendek) dan debu sabut (Mahmud dan Ferry, 2005).

Gambar 2. 1 Sabut Kelapa

2.2 Lignoselulosa
2.2.1 Selulosa
Selulosa adalah merupakan salah satu polimer yang tersedia melimpah di alam. Produksi
selulosa sekitar 100 milyar ton setiap tahunnya. Sebagian dihasilkan dalam bentuk selulosa
murni seperti yang terdapat dalam rambut biji tanaman kapas. Namun paling banyak adalah
yang berkombinasi dengan lignin dan polisakarida lain seperti hemiselulosa dalam dinding
sel tumbuhan berkayu, baik pada kayu lunak dan keras, jerami atau bambu. Selulosa adalah
polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik.
Struktur selulosa ditunjukkan pada Gambar 2. 2. Struktur yang linier menyebabkan selulosa

6
bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia
maupun mekanis. Tingkat kekristalan selulosa mempengaruhi kemampuan hidrolisis baik
melalui teknik konvensional maupun secara enzimatis (Toor dkk., 2011). Di alam, biasanya
selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk
kerangka utama dinding sel tumbuhan. Setiap unit anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus
hidroksil. Selulosa mempunyai rumus empirik (C6H10O5)n dengan n ~ 1500 dan berat
molekul ~ 243.000 (Caballero, 2003).

Gambar 2. 2 Struktur Selulosa

Selulosa merupakan polimer yang relatif stabil dikarenakan adanya ikatan hidrogen.
Selulosa tidak larut dalam pelarut air dan tidak memiliki titik leleh. Serat selulosa juga
memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang baik sehingga dapat mempertahankan aspect ratio
(perbandingan panjang terhadap diameter (P/d)) yang tinggi selama proses produksi. Selulosa
nanoserat memiliki beberapa keuntungan seperti: densitas rendah, sumber yang dapat
diperbaharui, biodegradable, mengurangi emisi karbondioksida di alam, kekuatan dan
modulus yang tinggi, permukaan yang relatif reaktif sehingga dapat digunakan untuk grafting
beberapa gugus kimia, dan harga yang murah.
2.2.2 Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan gabungan dari polimer-polimer dengan rantai relatif lebih
pendek dan bercabang, yang terdiri dari monomer pentosa (seperti xylosa dan arabinosa) dan
heksosa (seperti glukosa, manosa dan galaktosa), dengan struktur amorf (Lee, 2002). Struktur
molekul hemiselulosa ditunjukkan pada Gambar 2. 3. Hemiselulosa berfungsi mendukung
dalam dinding-dinding sel dan sebagai perekat. Dengan derajat polimerisasi hanya 200, maka
hemiselulosa akan terdegradasi lebih dahulu daripada selulosa. Komponen utama
hemiselulosa kayu lunak adalah glukomanan sedangkan komponen utama hemiselulosa kayu
keras adalah xilan, xilan terikat pada selulosa, pektin, lignin dan polisakarida lainnya untuk
membentuk dinding sel tanaman. Jumlan xilan di alam sangat besar dimana merupakan
jumlah terbesar kedua setelah selulosa (Subramaniyan dan Prema, 2002).

7
Hemiselulosa atau yang disebut juga poliosa, yang ditunjukkan pada Gambar 2. 3,
merupakan polimer lain yang terkandung dalam bahan lignoselulosa. Hemiselulosa terdiri
atas berbagai macam gula monomer, yaitu D-xilosa, D-manosa, D-galaktosa, dan L-arabinosa
termasuk juga xilan, mannan¸ galaktan, dan arabian sebagai heteropolimer utama. Xilan
merupakan penyusun utama hemiselulosa sebagian besar memiliki monomer D-xilosa. Xilan
tersusun atas ikatan-ikatan rantai bercabang dari β (1→4) dan rantai tidak bercabang D-
xylopiranosa (Bastawde, 1992).. Hemiselulosa memiliki rantai polimer yang pendek dan
tidak berbentuk, sehingga sebagian besar dapat larut dalam air. Oleh karena itu, hemiselulosa
relatif mudah dihidrolisis oleh asam menjadi monomer-monemernya (Gírio dkk., 2010).
Hemiselulosa jika dihidrolisis sempurna secara asam akan menjadi D-xilosa 50-70 % b/b dan
L-arabinosa 5-15 % b/b. (Mosier dkk., 2005)

Gambar 2. 3 Struktur Molekul Hemiselulosa

2.2.3 Lignin
Lignin merupakan polimer amorf yang mengandung unit-unit fenilpropan, dan sebagian
besar mengandung senyawa aromatis: monolignol, kumaril, koniferil dan sinapil alcohol.
Struktur dari senyawa penyusun lignin ditunjukkan pada Gambar 2. 4. Proporsi dari ketiga
zat tersebut berbeda pada setiap tanaman Lignin terikat secara kovalen dengan hemiselulosa
dan membentuk ikatan cross-link dengan beberapa polisakarida. Karena strukturnya yang
kompleks, lignin sulit untuk didegradasi. Lignin tidak bisa dicerna oleh enzim dalam perut
binatang tetapi beberapa fungi dapat menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi lignin.
(Howard dkk., 2003).

8
Gambar 2. 4 Senyawa Penyusun Lignin

2.3 Pretreatment Alkali


Tujuan dari pretreatment adalah untuk membuat lignoselulosa lebih mudah diakses oleh
enzim pada proses hidrolisa. Umumnya, pretreatment menurunkan komposisi lignin,
memperbesar surface area, dan menurunkan cristalinity dari biomass. Pretreatment
merupakan elemen esensial pada proses biorefining lignoselulosa karena semua rangkaian
proses (hidrolisa enzimatis, fermentasi, dan proses downstream lainnya) tergantung pada
hasil pretreatment. Idealnya, proses pretreatment seharusnya meningkatkan hasil hidrolisa
enzimatis, menghasilkan komponen inhibitor dan menambah nilai ekonomi proses dengan
meminimalkan kebutuhan energi serta ramah lingkungan (Kim dkk., 2016).
Pretreatment alkali adalah proses pretreatment yang melibatkan reagen tertentu untuk
meningkatkan aksesibilitas dari enzim pada lignoselulosa.Reagen yang umum dipakai adalah
Sodium hidroksida (Modenbach, 2013), ammonia (Kim, 2013) dan Kalsium hidroksida (Kaar
dan Holtzapple, 2000). Proses ini menghasilkan penghapusan semua lignin dan bagian dari
hemiselulosa, dan peningkatan reactivity dari selulosa. Penghilangan lignin efektif
meminimalkan adsorpsi dari enzim ke lignin dan dengan demikian dapat membebaskan
selulosa. Pretreatment dengan menggunakan NaOH meningkatkan kadar selulosa yang
didapat hingga 55% sementara penurunan lignin antara 20 sampai 25 %. Gambar 2. 5
menunjukkan skema proses pretreatment lignoselulosa.

9
Gambar 2. 5 Skema Proses Pretreatment

2.4. Hidrolisa Enzimatis


Enzim merupakan biokatalis berupa protein alami yang dihasilkan oleh sel hidup seperti
pada hewan, tanaman dan mikroorganisme. Seluruh proses yang melibatkan enzim bersifat
spesifik. Fungsi utama enzim adalah sebagai katalis pada pembentukan maupun penguraian
ikatan kimia (Palmer, 1991). Enzim melakukan kontak pada molekul substrat membentuk
kompleks enzim substrat yang bersifat sementara dan lalu terurai membentuk enzim bebas
dan produk. Pada konformasi enzim tiga dimensi tampak bahwa enzim memiliki sisi aktif
(active site), suatu tempat yang akan melakukan interaksi dan reaksi dengan molekul kimia
yang spesifik. Enzim dapat melakukan orientasi dari substrat ke suatu posisi yang dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu reaksi kimia. Kompleks enzim-substrat yang
terbentuk hanya sementara ini dapat menurunkan potensial penghalang yang disebut energi
aktifasi dari reaksi (Copeland, 2000).
Mekanisme reaksi enzimatis terjadi melalui beberapa tahapan sebagai berikut
Permukaan dari substrat melakukan kontak dengan suatu daerah spesifik pada permukaan
molekul enzim yang disebut sisi aktif. Kemudian terjadi pembentukan ‘senyawa antara’
yang disebut kompleks enzim-substrat. Molekul substrat disusun kembali atom-atom-nya
untuk menghasilkan produk, Setelah itu, molekul substrat yang telah ditransformasi
menghasilkan produk yang dilepaskan dari molekul enzim karena tidak ada lagi kesesuaian
dengan tempat aktif dari enzim. Enzim yang tidak mengalami perubahan menjadi bebas
untuk bereaksi dengan molekul substrat lainnya. (Copeland, 2000; Palmer, 1991; Walker dan
Wilson, 1991; Whitehurst dan Oort, 2010).

10
Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, diantaranya suhu, pH, konsentrasi
substrat dan enzim, aktivator dan inhibitor (Aehle, 2007; Mansfield dkk., 1999; Palmer,
1991; Zhai dkk., 2016). Enzim dapat bekerja dalam dengan berbagai cara seperti menurunkan
energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi
terstabilisasi; menurunkan energi keadaan transisi tanpa mengubah bentuk substrat dengan
menciptakan lingkungan yang memiliki distribusi muatan yang berlawanan dengan
menyediakan lintasan reaksi alternatif; menurunkan perubahan entropi reaksi dengan
membawa substrat pada orieantasi yang tepat untuk bereaksi (Copeland, 2000; Whitehurst
dan Oort, 2010).
2.5 Enzim Selulase
Selulase merupakan kumpulan dari beberapa enzim yang bekerja secara bersama/sinergis
untuk hidrolisis selulosa (Sindhu dkk., 2016).. Pada umumnya selulase mendegradasi selulosa
yang memiliki rantai yang lebih pendek dari komponen kayu (selulosa, hemiselulosa, lignin,
ekstraktif dan mineral). Rantai selulosa yang lebih pendek tersebut dapat ditemukan pada
hemiselulosa (glukosa, galaktosa, manosa, xylosa, arabinosa). Karena komponen
hemiselulosa yang memiliki sifat seperti selulosa adalah glukosa maka dari itu hemiselulosa
terlebih dahulu terdegradasi dibandingkan dengan selulosa. Mikroorganisme tertentu
menghasilkan partikel yang dinamakan selulosom enzim yang dapat menghirolisis ikatan β
(1-4) pada selulosa adalah selulase. Degradasi selulosa dapat dilihat pada Gambar 2. 6 dan
Gambar 2. 7. Hidrolisis enzimatik yang sempurna memerlukan aksi sinergis dari tiga tipe
enzim ini, yaitu:
1. Endo-1,4-β-D-glucanase (endoselulase, carboxymethylcellulase atau CMCase), yang
mengurai polimer selulosa secara random pada ikatan internal α-1,4-glikosida untuk
menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang bervariasi.
9. Exo-1,4-β-D-glucanase (cellobiohydrolase), yang mengurai selulosa dari ujung pereduksi
dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa dan/atau glukosa.
10. β–glucosidase (cellobiase), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan glukosa. (Ul-
Haq dkk., 2005)

11
Ekso β-1,4-cellobiohydrolase
(CBH)
Crystaline
Cellulose.
CBH + Endo β-1,4-glucanase

Cellobise Glucose
Cellobiase

Amorphous
Cellulose.
Swollen Ekso β-1,4-glucan glucohydrolase
Cellulose.
Soluble
derivative of
Gambar 2. 6 Degradasi Selulosa oleh Sistem Enzim Selulase
cellulose.
Cellodextrin.

Gambar 2. 7 Degradasi Selulosa oleh Sistem Enzim Selulase

2.6 Enzim Xilanase


Xilanase merupakan nama dari enzim yang mendegradasi polisakarida linear β-(1,4)
xilan menjadi xilosa (seperti pada Gambar 2. 8). Dengan kata lain, xilanase dapat
menguraikan hemiselulosa (komponen terbesar pada dinding sel tumbuhan). Xilanase dapat
diproduksi oleh berbagai bakteri, yeast, dan fungi seperti: Myceliophthora thermophila,
Aspergillus niger, dan Trichoderma sp. Xilanase umumnya digunakan pada industri kertas
yaitu pada proses bleaching bebas klorin. Selain itu, xilanase juga digunakan sebagai bahan
aditif pada pakan ternak agar lebih mudah dicerna. Banyak literatur menyebutkan bahwa
12
xilanase berpotensi mengkonversi lignoselulosa menjadi gula, etanol, dan berbagai senyawa
lain yang bermanfaat (Hwangbo dkk., 2019).

Gambar 2. 8 Degradasi Xilan oleh Sistem Enzim Xilanase

2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Aktifitas Enzim


Laju reaksi enzimatis dipengaruhi oleh variasi kondisi kimia dan fisika. Beberapa faktor
penting itu adalah variasi konsentrasi (substrat, produk, enzim, kofaktor dan sebagainya), pH,
temperatur dan shear. (Lee, 2002).
2.7.1 Pengaruh Temperatur
Laju reaksi kimia tergantung pada temperatur mengacu pada persamaan Arrhenius
k=A_0 e^((-E)⁄RT)……(2.57)(Lee, 2002) oleh karena itu apabila ln k diplot versus 1/T maka
garis lurus slope –E/R akan diperoleh. Temperatur berpengaruh pada seluruh reaksi katalitik
enzimatis seperti yang dirumuskan Arrhenius. Hubungan antara laju reaksi dengan
temperatur berbanding lurus, jadi apabila terjadi peningkatan temperatur maka laju reaksi
juga akan lebih cepat. Hal tersebut terjadi karena atom pada molekul enzim memiliki tendensi
energi dan pergerakan lebih besar. Namun bagaimanapun, temperatur memiliki batasan untuk
suatu reaksi. Pada temperatur sangat tinggi proses denaturasi atau pelepasan ikatan antar
molekul enzim akan melemah sehingga menyebabkan kecepatan reaksi turun. Umumnya
protein terdenaturasi pada temperatur 45⁰ - 50⁰C. Beberapa enzim sangat resisten
terdenaturasi pada temperatur sangat tinggi khususnya, enzim hasil isolasi dari organisme
termofilik yang hidup pada lingkukan panas (Lee, 2002).
2.7.2 Pengaruh Shear
Enzim memiliki sifat rentan terhadap gaya disekelilingnya sehingga mampu merubah
bentuk dan ukuran molekul yang menyebabkan denaturasi terjadi. Gaya mekanik secara
normal menimbulkan kontak antar fluida, generasi oleh aliran fluida, pencampuran di dalam
wadah atau pengadukan dengan agitator. Pengaruh shear pada stabilitas enzim sangat penting

13
untuk mempertimbangkan desain reaktor memerlukan agitator atau tidak, dengan tujuan
meminimalisir kegagalan mass-transfer (Lee, 2002).
2.7.3 Pengaruh pH
pH merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh pada reaksi kimia melibatkan
enzim baik secara in vivo maupun invitro. Enzim merupakan protein yang tersusun dari
residu asam amino. Komponen tersebut memiliki gugus yang bersifat basa, netral maupun
asam sehingga dapat menyebabkan kecenderungan positif ataupun negatif dengan
penambahan pH. Enzim berperan sebagai katalis ketika residu asam amino pada sisi aktif
memiliki muatan tertentu. Untuk itu fraksi aktif enzim sebagai katalis tergantung dari pH
(Lee, 2002).
2.8 Imobilisasi enzim
Teknik imobilisasi enzim adalah teknik untuk mengikat enzim, baik melalui pengikatan
pada padatan pendukung maupun penjebakan pada matriks (Gambar 2. 9). Dalam imobilisasi
enzim, pengikatan enzim pada suatu karier harus terjadi tanpa adanya perusakan pada
struktur ruang tiga dimensi dari sisi aktif enzim tersebut, sehingga spesifitas substrat maupun
gugus fungsi aktif tidak terganggu oleh proses ini. Aktivitas dan stabilitas enzim dipengaruhi
oleh metode imobilisasi, jenis enzim maupun jenis matrik yang digunakan.

Gambar 2. 9 metode imobilisasi enzim (Asgher dkk., 2014)

14
Imobilisasi enzim selulase telah dilakukan pada berbagai metode. Metode fisika antara
lain adalah metode adsorpsi, entrapment dan microencapsulation. sedangkan metode kimia
antara lain covalent attachment dan cross-linking (James, 2002).

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Keseluruhan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Biokimia, Teknik
Kimia, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya pada
rentang September 2016– Juli 2019.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sabut kelapa, Asam dinitrosalisilat
(Sigma-Aldrich, Jerman), Sodium potassium tartrate (Merck, Jerman), Sodium metabisulfite
(Sigma-Aldrich, Italia), Carboxymethyl cellulose (Sigma-Aldrich, Jerman), Xilan (Sigma-
Aldrich, Jerman), Glukosa (Merck, Jerman), Xilosa (Sigma- Aldrich, Jerman), H2SO4
(Merck, Jerman), Serum Bovine Albumin (Sigma-Aldrich, Switzerland), NaCl (Merck,
Jerman), Coomassie Briliant Blue (Sigma-Aldrich, Jerman), Etanol 95%, Aquadest, NaOH
(Merck, Jerman), Na2HPO4 (Merck, Jerman), NaH2PO4 (Merck, Jerman), Kitosan low
molecular weight (Sigma-Aldrich, Iceland), Iron(II) chloride tetrahydrate (Merck, Jerman),
Iron(III) chloride hexahydrate (Merck, Jerman), ammonium hydroxide (NH4OH, 28 wt %)
(Merck, Jerman), Asam asetat glasial (Merck, Jerman), Asam fosfat 85% (Merck, Jerman),
Selulase dari T. reesei dengan aktifitas 700 U/g (Sigma-Aldrich, Jerman), Selulase dari A.
niger dengan aktivitas ≥0.3 U/mg solid (Sigma-Aldrich, Jerman), Xilanase dari T.
longibrachiatum dengan aktifitas 1 U/mg solid(Sigma-Aldrich, Jerman), Glutaraldehyde
(Merck, Jerman), dan Gas Nitrogen.
3.2.2 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Autoclave (Astell Scientific, Inggris),
Hot plate & stirrer (Snijders), Spectrophotometer (Cecil CE 1011, Inggris), Analitical balance
(Ohaus, Cina), Incubator (Incucell carbolit, Jerman), Incubator shaker (Incucell carbolit,
Jerman), Freeze Dryer (Ilshin, Jepang), Kondensor refluks, Labu alas bulat (Pyrex), Tabung
reaksi, Gelas ukur (Pyrex Iwaki, Indonesia), Corong kaca, Pipet ukur (Pyrex Iwaki,
Indonesia), Pipet tetes, Beaker Glass (Pyrex Iwaki, Indonesia), Labu ukur 1000 mL (Pyrex

15
Iwaki, Indonesia), Erlenmeyer (Pyrex Iwaki, Indonesia), Oven (VWR Scientific S/P 1350 G-
2, Amerika), Vortex (VM-300, Taiwan), Centrifuge (Hermle Labortechnik, Jerman), Kaca
arloji, Cawan penguap, Karet penghisap, Spatula, Vacuum pump (Weich), grinder, Oil bath,
Water bath, Termometer, Rak kayu, Kuvet, pH meter, Kertas Saring, , Kertas pH, pH
Screener, Balon Karet, dan Syringe.
3.3 Diagram Alir Penelitian

Pembuatan enzim Imobilisasi selulase


Enzim selulase tanpa
selulase tanpa berbagai ikatan Enzim selulase
pemurnian (crude
pemurnian dari jamur (chitosan, chitosan- terimobilisasi
enzim selulase)
Aspergilus niger GDA) ukuran makro
Tahap 1 (Tahun ke-1)

Pre-treatment
Sabut Kelapa hasil pre-
Sabut Kelapa mekanik dan kimia Analisa aktifitas
treatment 100-200 mesh
(NaOH) enzim (DNS, CMC)
Analisa Bradford
Analisa kandungan
selulosa, Analisa DNS Hidrolisa enzimatis sabut kelapa hasil pre-
hemiselulosa dan (gula reduksi) treatment menggunakan enzim terimobilisasi
lignin

Enzim selulase
terimobilisasi dengan Gula Reduksi
Draft seminar dan ikatan terbaik
publikasi internasional
1,

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian

Penelitian dibagi menjadi 3 tahap, masing-masing tahap diselesaikan dalam satu tahun:
1. Tahap I: Pengaruh jenis ikatan antara enzim dan kitosan
Tujuan: Mendapatkan ikatan terbaik dalam imobilisasi selulase pada kitosan
yang menghasilkan kandungan gula tertinggi pada proses hidrolisa enzimatis.
Variabelnya adalah enzim selulase dan xilanase diimobilisasi pada kitosan dan kitosan-
GDA. Metode: selulase dan xilanase diimobilisasi pada kitosan dengan metode covalent
attachment dan pada kitosan-GDA dengan kombinasi metode covalent attachment dan
cross-linking. Kemudian enzim terimobilisasi digunakan menghidrolisa sabut kelapa yang
sebelumnya sudah dipre-treatment secara mekanik dan kimia. Uji DNS digunakan untuk
mengetahui jumlah gula reduksi yang terbentuk. Uji Bradford digunakan untuk
mengetahui jumlah protein enzim yang terimobilisasi.
11. Tahap II: Pengaruh ukuran partikel (makro, mikro, nano kitosan) pada imobilisasi enzim
pada material pendukung (matriks) yang tidak larut dalam air (insoluble) terhadap kinerja
hidrolisa enzimatis.

16
Tujuan: Mendapatkan ukuran terbaik dalam imobilisasi selulase dan xilanase
pada kitosan yang menghasilkan kandungan gula tertinggi pada proses
hidrolisa enzimatis.
Variabel: Kitosan dibuat dalam berbagai ukuran yaitu makro, mikro, dan nano. Metode:
Ukuran makro dibuat dengan metode pengendapan (precipitation), ukuran mikro dibuat
dengan metode emulsion cross-linking dan ukuran nano dibuat dengan metode Ionotropik
gelation (Biro.et.al, 2008). Enzim selulase dan xilanase diimobilisasi pada berbagai
ukuran kitosan tersebut kemudian digunakan untuk menghidrolisa sabut kelapa untuk
menghasilkan gula reduksi. Uji DNS digunakan untuk mengetahui jumlah gula reduksi
yang terbentuk. Uji Bradford digunakan untuk mengetahui jumlah protein enzim yang
terimobilisasi. Uji FTIR (Fourier Transfer Infrared Spectroscopy) untuk mengetahui
gugus fungsi yang ada di enzim terimobilisasi. Uji SEM (Scanning Electron Microscopy)
untuk mengetahui morfologi enzim terimobilisasi yang terbentuk
12. Tahap III: Penggunaan magnet untuk memisahkan enzim terimobilisasi dari campuran
agar bisa dipakai kembali
Tujuan: Mempelajari efektifitas penggunaan magnet pada proses hidrolisis.
Variabel penelitian yaitu: partikel magnet yang digunakan seperti magnetite (iron(II, III)
oxide, cyanuric chloride-activated (M-Cyanuric), polyglutaraldehydeactivated (M-PGL),
atau dibuat dengan metode hydrothermal (Abraham dkk., 2014) Metode: Enzim
terimobilisasi pada material pendukung dengan ukuran optimum yang didapat diikatkan
pada beberapa partikel magnet, kemudian digunakan untuk menghidrolisa sabut kelapa
untuk menghasilkan gula reduksi. Uji DNS digunakan untuk mengetahui jumlah gula
reduksi yang terbentuk. Uji Bradford digunakan untuk mengetahui jumlah protein enzim
yang terimobilisasi. Uji FTIR (Fourier Transfer Infrared Spectroscopy) untuk mengetahui
gugus fungsi yang ada di enzim terimobilisasi. Uji SEM (Scanning Electron Microscopy)
untuk mengetahui morfologi enzim terimobilisasi yang terbentuk

17
Bab 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain pembuatan material pendukung
kitosan ukuran mikro dan nano, imobilisasi enzim dan hidrolisa enzimatis pada selulosa
soluble yang diwakili oleh Carboxymetilcellulose (CMC) dan selulosa insoluble yang
diwakili oleh Lignoselulosa
4.1 Pembuatan material pendukung
4.1.1 Kitosan micropartikel
Pembuatan kitosan mikropartikel ini dilakukan dengan berdasarkan metode (Biró dkk.,
2008) dan (Pospiskova dan Safarik, 2013) dengan beberapa modifikasi. Kitosan dilarutkan
terlebih dahulu pada asam asetat, Kitosan larut dalam asam organik/mineral encer melalui
protonasi gugus amino bebas 〖(NH〗_2 〖NH〗_3^+) pada pH kurang dari 6,5. (Muzzarelli dan

18
Muzzarelli, 2009). NaOH ditambahkan pada larutan kitosan untuk mengubah kitosan menjadi
gel. pH yang dibutuhkan agar kitosan menjadi gel dalam air adalah 12 (Muzzarelli dan
Muzzarelli, 2009). Kitosan kemudian dicuci sampai pH netral dan dikeringkan sampai
kitosan dapat dibentuk menjadi mikropartikel menggunakan saringan teh (ukuran pori ± 80
mesh).
Uji kuantitatif dilaksanakan untuk mengetahui ukuran kitosan menggunakan SEM
(Scanning Electron Microscope). Hasil Analisa dapat dilihat pada Gambar 4. 1.

[Grab your reader’s attention with


a great quote from the document
or use this space to emphasize a
key point. To place this text box
anywhere on the page, just drag
it.]
Gambar 4. 1 Hasil SEM kitosan mikropartikel

Berdasarkan hasil uji SEM diketahui ukuran partikel kitosan adalah 251.6µm - 426.3 µm.
Pada gambar tersebut juga terlihat bahwa kitosan mikroparikel ini memiliki rongga. Kitosan
mikropartikel ini akan digunakan untuk mempelajari jumlah optimal enzim yang
terimobilisasi.
4.1.2. Kitosan magnetik mikropartikel
Pembuatan kitosan magnetik mikropartikel ini dilakukan dengan metode yang sama
seperti kitosan micropartikel yaitu precipitation. Perbedaan metode hanya terletak pada
penambahan partikel magnet pada larutan kitosan. Kitosan diharapkan menyelubungi partikel
magnet pada saat proses menjadi gel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. 2. Hasil SEM
kitosan magnetik mikropartikel ditunjukkan pada Gambar 4. 3 . Pada gambar tersebut
ditunjukkan morfologi kitosan magnet.

[Grab your reader’s attention with


a great quote from the document
or use this space to emphasize a
key point. To place this text box
anywhere on the page, just drag
it.]
19
Gambar 4. 2 Skema kitosan magnetik mikropartikel dimana partikel
magnet diselubungi oleh kitosan (Assa dkk., 2017)

[Grab your reader’s attention with


a great quote from the document
or use this space to emphasize a
key point. To place this text box
anywhere on the page, just drag
it.]
Gambar 4. 3 Hasil SEM morfologi permukaan
kitosan magnetik mikropartikel

Gambar 4.3 (a) Hasil SEM morfologi permukaan kitosan magnetik mikropartikel dan (b)
Hasil SEM kitosan magnetik mikropartikel
Pada Gambar 4.3 (a) terlihat permukaan partikel yang telah diselimuti dengan kitosan.
Rongga yang sebelumnya terbentuk pada kitosan mikropartikel tidak terlihat lagi pada
material kitosan magnetik ini, sedangakan pada Gambar 4.3 (b) menunjukkan ukuran
diameter partikel sekitar 300 µm.
4.1.3. Kitosan magnetik nanopartikel
CMNP (Kitosan Magnetik Nanopartikels) atau nanopartikel magnetik kitosan dapat
dibuat dengan mudah melalui metode kopresipitasi. Hal ini dikarenakan gugus fungsional
pada permukaan Fe3O4 mudah bereaksi dengan kitosan (Assa dkk., 2017). Tahap penting
dalam metode ini yaitu sintesis MNP (magnetik nanopartikels) dan penggabungan kitosan
dengan MNP. Reaksi antara FeCl3.6H2O dengan FeCl2·4H2O akan membentuk Fe3O4
(MNP). Fe3+ dan Fe2+ dari garam Fe akan menghasilkan beberapa reaksi setelah
penambahan NH4OH yaitu:
2Fe3+ + 6OH-  2Fe(OH)3
2Fe(OH)3  2FeOOH + 2H2O
Fe2+ + 2OH-  Fe(OH)2
2FeOOH + Fe(OH)2  ↓Fe3O4 + 2H2O
Fe2+ + 2Fe3+ + 8OH-  ↓Fe3O4 + 4H2O
Produk intermediate berupa Fe(OH)3 dan Fe(OH)2 dapat terbentuk pada pH>8 pada
kondisi anaerob. Reaksi tersebut terjadi dengan cepat dan menghasilkan yield besar sehingga

20
kristal Fe3O4 terlihat dalam waktu singkat. Kondisi reaksi dijaga supaya bebas oksigen
(dengan inerting N2) supaya Fe3O4 tidak teroksidasi menjadi Fe2O3 (Mahdavi dkk., 2013).
Tahap selanjutnya dalam sintesis CMNP adalah penambahan kitosan ke dalam MNP.
Kelarutan kitosan dalam suatu larutan bergantung pada pH. Serbuk kitosan dilarutkan terlebih
dahulu pada larutan asam. Kitosan terprotonasi dianggap sebagai polikation sedangkan
partikel Fe3O4 bermuatan negatif. Terdapat interaksi elektrostatis yang kuat antara kitosan
dengan MNP sehingga membentuk lapisan kitosan (Lin dkk., 2017). Kemudian larutan
ditambahkan dengan NaOH sehingga kitosan yang melapisi partikel Fe3O4 akan memadat.
Proses tersebut mengasilkan serbuk/kristal CMNP berwarna kehitaman dan bersifat menarik
magnet (paramagnetik) (Li dkk., 2006).
CMNP sebagai support pada imobilisasi enzim diharapkan berukuran nano agar dapat
mengatasi hambatan transfer massa antara substrat (sabut kelapa) dengan enzim
terimobilisasi itu sendiri. Pengujian ukuran nanopartikel dilakukan dengan analisis TEM
(Transmisson Electron Microscope). Gambar 4. 4 menunjukkan bahwa seluruh partikel
CMNP yang terbentuk memiliki ukuran nano dengan kisaran ukuran antara 15-20 nm. Hasil
analisis ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Zang dkk. (2014) dimana ukuran
CMNP yang terbentuk adalah 10−18 nm. Material pendukung yang memiliki ukuran/dimensi
kecil memungkinkan untuk mengimobilisasi lebih banyak enzim. Hal ini dikarenakan partikel
berukuran kecil memiliki luas area spesifik yang lebih besar (Xie dan Wang, 2012).

[Grab your reader’s attention with


a great quote from the document
or use this space to emphasize a
key point. To place this text box
anywhere on the page, just drag
it.]
Gambar 4. 4 Hasil Uji TEM CMNP dengan Perbesaran 300.000 kali

4.2
Imobilisasi enzim
4.2.1 Imobilisasi pada kitosan mikropartikel
Metode imobilisasi yang digunakan berdasarkan metode yang dilakukan oleh (El-Ghaffar
dan Hashem, 2010). Kitosan mikropartikel 0.1 g dishaker pada suhu 25⁰ C 125 rpm bersama
dengan enzim selulase dari Trichoderma reesei Sigma-Aldrich yang jumlah proteinnya

21
divariabelkan (6,9,12,15,18 mg) selama 24 jam. Enzim yang telah terimobilisasi kemudian
disaring dan dicuci dengan buffer fosfat pH 7. Supernantant enzim terimobilisasi kemudian
dianalisa Tabel 4. 1 Jumlah enzim terimobilisasi pada kitosan mikropartikel
jumlah proteinnya dengan metode dari (Bradford, 1976) untuk mengetahui jumlah enzim
yang terimobilisasi. Pada Error: Reference source not found dibawah ini merupakan data
jumlah protein yang terimobilisasi per-0.1 gr support. Yield enzim terimobilisasi maksimum
sebesar 92% diperoleh pada penambahan 6 mg enzim. Penambahan enzim dibawah 6 mg
tidak dipelajari karena volume penambahan yang sangat sedikit sehingga tidak cukup
memberikan kontak yang baik antara material pendukung dan enzim. Enzim tidak
terimobilisasi secara sempurna karena jumlah gugus fungsi yang dimiliki kitosan terbatas dan
multipoint attachment yang terjadi antara enzim dan support(Jordan dkk., 2011a; Xu dkk.,
2011)

Enzim bebas Protein Sisa Protein Terimobilisasi Enzim


(mg) (mg) (mg)/0.1 gr support terimobilisasi (%)

6 0.444 5.56 92.60


9 0.800 8.20 91.11
12 1.066 10.93 91.11
15 2.456 12.54 83.63
18 3.019 14.98 83.23

4.2.2 Imobilisaso pada kitosan magnetik mikropartikel


Tabel 4. 2 Jumlah enzim terimobilisasi pada kitosan magnetik mikropartikel untuk tiap jenis enzim
Enzyme Initial protein Immobilized
% Immobilized yield
(mg) (mg)

Cellulase from
6 6 100%
T resei
Cellulasse from
6 6 100%
A niger

Xilanase from
6 5,25 100%
T longibrachiatum

Jumlah protein optimal 6 mg juga diterapkan pada kitosan magnetik mikropartikel. Pada
Error: Reference source not found ditunjukkan bahwa yield enzim terimobilisasi berhasil

22
mencapai 100% untuk enzim selulase dan 88% untuk enzim xilanase. Peningkatan enzim
terimobilisasi ini mungkin disebabkan oleh morfologi dari kitosan magnetik mikropartikel
yang tidak memiliki rongga sehingga enzim dapat terikat secara sempurna pada permukaan
material pendukung.
Jumlah enzim terimobilisasi sangat dipengaruhi dengan ketersediaan gugus amina dan
karboksil pada support (El-Ghaffar dan Hashem, 2010) terlihat pada Gambar 4. 5 (a) dibawah
ini. Ikatan kovalen juga dikonfirmasi pada spectra FT-IR pada Gambar 4. 6. Pada gambar
tersebut terlihat bahwa terjadi perubahan signifikan pada spektra 3272.53 cm-1 yang
merupakan gugus amina (N-H), 1632.67 cm-1 yang merupakan C=O,dan 1080 cm-1 yang
merupakan alifatik amina C-N. Pada material pendukung ini enzim diimobilisasi tidak hanya
secara langsung dengan metode ikatan kovalen tetapi juga dikombinasikan dengan metode
cross-linking menggunakan cross-linking agent yaitu Glutaral dialdehyde (GDA). Spectra
FT-IR membuktikan reaksi antara kitosan, GDA dan enzim selulase. Pada Gambar 4. 6
terdapat perubahan peak pada 3272.53 cm-1 yang merupakan gugus amino, 1632.67 cm-1
yang merupakan C=O, dan 1080 cm-1 yang merupakan C-N. Gambar 4. 6menunjukkan FT-
IR spectra untuk kitosan-GDA dan enzim selulase yang terimobilisasi pada kitosan-GDA,
Terdapat perubahan spectra yang signifikan pada 1633 cm-1 yang merupakan karakteristik
dari C=N pada ikatan kitosan dan GDA. Gambar 4. 7 merupakan spektra dari kitosan
magnetik mikropartikel dan enzim selulase dan xilanase yang terimobilisasi pada support
tersebut. Tidak ada perbedaan peak pada Gambar 4. 6 dan Gambar 4. 7 yang menandakan
bahwa ikatan kovalen juga terjadi antara kitosan magnetik mikropartikel dan enzim selulase
maupun xilanase.

23
Gambar 4. 5 mekanisme reaksi (a) enzim selulase dan kitosan (b) kitosan, GDA dan selulase (El-Ghaffar dan
Hashem, 2010)

chitosan
chitosan+celulase
C h-G D A
C h-G D A -cel
Transm ittance

C =O
N =H C -N

C =N C -N
N =H C =O

C =O C -N
N =H C =N

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500


-1
w avenum ber (cm )

Gambar 4. 6 FTIR spectra selulase terimobilisasi pada kitosan mikropartikel

24
m agnetic chitosan

m agnetic chitosan+xylanase

C =O C -N
N =H
m agnetic chitosan+cellulase

N =H C =O C -N

Transm itance
m agnetic chitosan+GDA

C =O C -N
N =H C =N
m agnetic chitosan+GDA+xylanase

C =O C -N
C =N
N =H m agnetic chitosan+GDA+selulase

C =O C -N
N =H C =N

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500


1
w ave num ber (cm - )

Gambar 4. 7 FTIR spectra selulase dan xilanase terimobilisasi kitosan magnetik mikropartikel

DAFTAR PUSTAKA
25
Abraham, R.E., Verma, M.L., Barrow, C.J. dan Puri, M. (2014), “Suitability of magnetic
nanoparticle immobilised cellulases in enhancing enzymatic saccharification of
pretreated hemp biomass”, Biotechnology for Biofuels, tersedia
pada:https://doi.org/10.1186/1754-6834-7-90.
Alftrén, J. dan Hobley, T.J. (2014), “Immobilization of cellulase mixtures on magnetic
particles for hydrolysis of lignocellulose and ease of recycling”, Biomass and
Bioenergy, tersedia pada:https://doi.org/10.1016/j.biombioe.2014.03.009.
Biró, E., Németh, A.S., Sisak, C., Feczkó, T. dan Gyenis, J. (2008), “Preparation of chitosan
particles suitable for enzyme immobilization.”, Journal of biochemical and biophysical
methods, tersedia pada:https://doi.org/10.1016/j.jprot.2007.11.005.
Cheng, C. dan Chang, K.C. (2013), “Development of immobilized cellulase through
functionalized gold nano-particles for glucose production by continuous hydrolysis of
waste bamboo chopsticks”, Enzyme and Microbial Technology, tersedia
pada:https://doi.org/10.1016/j.enzmictec.2013.09.010.
Díaz-Hernández, A., Gracida, J., García-Almendárez, B.E., Regalado, C., Núñez, R. dan
Amaro-Reyes, A. (2018), “Characterization of Magnetic Nanoparticles Coated with
Chitosan: A Potential Approach for Enzyme Immobilization”, Journal of
Nanomaterials, tersedia pada:https://doi.org/10.1155/2018/9468574.
El-Ghaffar, M.A.A. dan Hashem, M.S. (2010), “Chitosan and its amino acids condensation
adducts as reactive natural polymer supports for cellulase immobilization”,
Carbohydrate Polymers, tersedia pada:https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2010.02.025.
Hung, T.C., Fu, C.C., Su, C.H., Chen, J.Y., Wu, W.T. dan Lin, Y.S. (2011), “Immobilization
of cellulase onto electrospun polyacrylonitrile (PAN) nanofibrous membranes and its
application to the reducing sugar production from microalgae”, Enzyme and Microbial
Technology, tersedia pada:https://doi.org/10.1016/j.enzmictec.2011.04.012.

Javed, M.R., Buthe, A., Rashid, M.H. dan Wang, P. (2016), “Cost-efficient entrapment of β-
glucosidase in nanoscale latex and silicone polymeric thin films for use as stable
biocatalysts”, Food Chemistry, tersedia
pada:https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2015.06.040.
Lee, K.H. dan Hatzimanikatis, V. (2002), “Biochemical engineering”, Current Opinion in
Biotechnology, tersedia pada:https://doi.org/10.1016/S0958-1669(02)00306-3.

26
Liu, J. dan Cao, X. (2012), “Biodegradation of cellulose in novel recyclable aqueous two-
phase systems with water-soluble immobilized cellulase”, Process Biochemistry,
tersedia pada:https://doi.org/10.1016/j.procbio.2012.07.016.
Mishra, C., Deshpande, V. dan Rao, M. (1983), “Immobilization of Penicillium funiculosum
cellulase on a soluble polymer”, Enzyme and Microbial Technology, tersedia
pada:https://doi.org/10.1016/0141-0229(83)90005-4.
Ogeda, T.L., Silva, I.B., Fidale, L.C., El Seoud, O.A. dan Petri, D.F.S. (2012), “Effect of
cellulose physical characteristics, especially the water sorption value, on the efficiency
of its hydrolysis catalyzed by free or immobilized cellulase”, Journal of Biotechnology,
tersedia pada:https://doi.org/10.1016/j.jbiotec.2011.11.018.
Ramli, N.A.S. dan Amin, N.A.S. (2014), “Catalytic hydrolysis of cellulose and oil palm
biomass in ionic liquid to reducing sugar for levulinic acid production”, Fuel
Processing Technology, tersedia pada:https://doi.org/10.1016/j.fuproc.2014.08.011.
Sangian, H.F., Kristian, J., Rahma, S., Agnesty, S.Y., Gunawan, S. dan Widjaja, A. (2015),
“Comparative study of the preparation of reducing sugars hydrolyzed from high-lignin
lignocellulose pretreated with ionic liquid, alkaline solution and their combination”,
Journal of Engineering and Technological Sciences, tersedia
pada:https://doi.org/10.5614/j.eng.technol.sci.2015.47.2.3.
Shahrestani, H., Taheri-Kafrani, A., Soozanipour, A. dan Tavakoli, O. (2016), “Enzymatic
clarification of fruit juices using xylanase immobilized on 1,3,5-triazine-functionalized
silica-encapsulated magnetic nanoparticles”, Biochemical Engineering Journal, tersedia
pada:https://doi.org/10.1016/j.bej.2015.12.013.

27

Anda mungkin juga menyukai