KELOMPOK 1
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015
1
KATA PENGANTAR
1. Dr. Ir. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA ; Ir. Irma Gusniani D. M.Sc
dan Prof. Dr. Ir. Djoko M Hartono S.E., M.Eng yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan tugas besar mata kuliah
ini.
2. Rekan-rekan sekelompok tugas besar yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan ini.
Dalam penulisan laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
laporan.
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI........................................................................................................
....3
DAFTAR
GAMBAR............................................................................................
....4
DAFTAR
TABEL.................................................................................................
....5
BAB 1. LANDASAN TEORI
1.1Definisi Conventional Activated
Sludge.................................................6
1.2 Mekanisme dan Proses Biokimiawi
yang Terjadi di Activated
Sludge...........................................................7
1.3 Faktor Lingkungan yang Berpengaruh
terhadap Kinerja Activated
Sludge......................................................11
1.4 Mikroorganisme di dalam Sistem Activated
Sludge..............................13
1.5 Tabel Kinerja Unit dan Sistem Activated
Sludge....................................15
1.6 Rumus Dasar yang
Digunakan...............................................................16
1.7 Detail Mekanis Unit dan Sistem Activated
Sludge................................18
BAB 2. PENERAPAN TEORI
2.1 Algoritma
Perhitungan......................................................................22
2.2 Contoh Perhitungan Sistem Activated
Sludge...............................23
3
DAFTAR GAMBAR
4
DAFTAR TABEL
5
BAB I
LANDASAN TEORI
6
1.2 Mekanisme dan Proses Biokimiawi yang Terjadi di
Activated Sludge
Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi
kegiatan pengurangan (minimization), segregasi (segregation),
penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah.
Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan,
segregasi dan penanganan limbah) dapat membantu mengurangi
beban pengolahan limbah di IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).
Saat ini, tren pengelolaan limbah di industri adalah menjalankan
secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling
limbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang
lebih sedikit serta minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam
pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai
konsep seperti produksi bersih (cleaner production), atau minimasi
limbah (waste minimization).
Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem
pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses
produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan
limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang
terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.
Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki
karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi
proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan
tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari
proses untuk menghasilkan produk yang sama (Badjoeri et al., 2002).
Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume
limbah dan kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur
fisik, biologi, kimia dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi dasar
untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air
limbah. Pengolahan air limbah pada umumnya dilakukan dengan
metode biologi. Metode ini merupakan metode paling efektif
dibandingkan metode kimia dan fisika. Salah satu metode biologi yang
sekarang banyak berkembang adalah metode lumpur aktif.
7
Gambar 1.1 Skema mekanisme kerja Lumpur aktif.
Sumber : www.brighthub.com
8
3) Tahap sekunder
Tahap sekunder meliputi 2 tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur
aktif) dan pengendapan. Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke
dalam air limbah yang sudah dicampur lumpur aktif untuk
pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam lumpur.
Dengan agitasi yang baik, mikroorganisme dapat melakukan kontak
dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan menjadi
senyawa yang mudah menguap seperti H2S dan NH3 sehingga
mengurangi bau air limbah.
Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pengendapan. Lumpur
aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi,
sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut
lumpur bulki.
4) Tahap tersier
Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk
memisahkan kandungan zat-zat yang tidak ramah lingkungan
seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar terurai, dan
padatan anorganik. Contoh-contoh perlakuan pada tahap ini sebagai
berikut:
a. Nitrifikasi atau denitrifikasi
Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH3 dalam air atau NH4+)
menjadi nitrat (NO3–) dengan bantuan bakteri aerobik.
Reaksi :
2 NH4+ (aq) + 3 O2 (g) → 2 NO2– (aq) + 2 H2O (l) + 4 H+(aq)
2 NO2 (aq) + O2 (g) → 2 NO3– (aq)
–
9
e. Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang
masih tersisa dalam air limbah.
5) Desinfektan
Desinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan
mikroorganisme seperti virus dan materi organik penyebab bau dan
warna. Air yang keluar dari tahap ini dapat digunakan untuk irigasi
atau keperluan industri, contoh Cl2.
Reaksi : Cl2 (g) + H2O (l) → HClO (aq) + H+ (aq) + Cl– (aq)
Emulsi zero
10
Metode ini digunakan untuk mereduksi endapan lumpur bulki
dengan teknologi ozon (ozonisasi). Proses ozonisasi mampu
membunuh bakteri (sterilization), menghilangkan warna
(decoloration), menghilangkan bau (deodoration), dan dapat
menguraikan senyawa organik (degradation). Proses ini lebih
menguntungkan dibanding menggunakan klorin yang hanya mampu
membunuh bakteri saja.
11
2) Faktor lingkungan penting untuk menilai kinerja dari proses lumpur
aktif dalam mengolah limbah organik
3) Faktor lingkungan penting dalam desinfeksi efluen setelah
mengalami proses biologis
12
2) Nilai DO (Dissolved Oxygen)
Parameter DO (oksigen terlarut) juga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi proses pembibitan lumpur aktif. Kadar oksigen
terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada
percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) masa air,
aktivitas fotosintesis, respirasi mikroorganisme dan limbah yang
masuk ke perairan (Effendi, 2003). Kelarutan oksigen dalam air
tergantung pada suhu, pergerakan air, luas permukaan air yang
terbuka serta persentase oksigen dalam udara (Mahida, 1992).
Ketersediaan oksigen terlarut sangat dibutuhkan untuk menunjang
kehidupan bakteri nitrifikasi. Kepekaan bakteri nitrifikasi terhadap
rendahnya kadar oksigen terlarut merupakan salah satu penyebab
bakteri ini sulit untuk aktif dan berkembang biak. Proses nitrifikasi
berjalan dengan baik jika konsentrasi oksigen terlarut minimum
lebih besar dari 1 mg/L (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Jika
proses pengolahan dilanjutkan tanpa adanya tambahan supply
oksigen, dapat menyebabkan proses nitrifikasi tidak berjalan optimal
karena mikroorganisme mengalami kekurangan oksigen untuk
menjalankan aktivitasnya.
3) Nilai TDS (Total Dissolved Solid)
Pengukuran Total Dissolved Solid (TDS) selama proses pengolahan
air limbah dilakukan sebagai pendukung untuk mengetahui jumlah
senyawa yang terlarut dalam air limbah. TDS ini merupakan zat
padat yang mempunyai ukuran yang lebih kecil daripada padatan
tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa anorganik dan organik
yang larut dalam air, mineral dan garam-garamnya (Fardiaz, 1992).
Parameter ini mempengaruhi tingkat kekeruhan pada air limbah baik
yang disebabkan oleh adanya bahan organik terlarut (seperti lumpur
dan pasir halus) maupun bahan organik yang berupa plankton dan
mikroorganisme (Effendi, 2003). Adanya peningkatan total padatan
terlarut akan meningkatkan kondisi kekeruhan air. Dampak
kekeruhan pada air adalah menimbulkan estetika yang kurang baik.
Air keruh juga mengandung zat-zat terlarut yang dapat
menyebabkan mikroorganisme patogen hidup dan berkembang
dengan baik, bahkan adanya bahan-bahan tersebut dapat
menyebabkan mikroorganisme lebih tahan terhadap proses
13
desinfeksi. Adanya kekeruhan akan manghambat proses masuknya
sinar matahari ke dalam perairan sehingga mengakibatkan
terganggunya proses fotosintesis tanaman (fitoplankton). Kondisi
tersebut menyebabkan supply oksigen dalam air akan berkurang.
Jika oksigen terlarut dalam air sedikit, maka aktivitas bakteri aerobik
akan terganggu dan dalam jangka waktu tertentu menyebabkan
kematian mikroorganisme (Hutabarat, 2000).
4) Adanya senyawa oksidator atau reduktor
5) Adanya senyawa atau logam berat
14
Protozoa adalah organisme sel tunggal. Protozoa bercilia
merupakan jenis paling umum dalam lumpur aktif, namun juga
terdapat protozoa berflagela dan amuba. Protozoa bersilia yang umum
ditemukan dalam proses pengolahan limbah cair adalah : Aspidisca
costata, Carchesium polypinum, Chilodonella uncinata, Opercularia
coarcta dan O. microdiscum, Trachelophyllum pusillum, Vorticella
convallaria, dan V. microstoma. Protozoa merupakan indikator biologi
kondisi lumpur aktif. Keberadaan organisme ini merupakan indikator
kondisi aerob (meskipun beberapa protozoa dapat bertahan hidup lebih
dari 12 jam tanpa oksigen). Protozoa juga bertindak sebagai indikator
kondisi toksik, karena protozoa lebih sensistif terhadap toksisitas
dibandingkan bakteri.
Rotifera adalah organisme multisel. Rotifera mampu
mengkonsumsi mikroba dan materi partikulat. Rotifera mikroorganisme
aerob dan lebih sensitif terhadap toksisitas dibanding bakteri. Rotifera
hanya terdapat dalam lumpur aktif yang sangat stabil. Pada umumnya
organisme dan lumpur aktif dibedakan dalam empat kelas yaitu:
1) Organisme pembentuk flok (flock forming organism) Organisme
pembentuk flok termasuk organisme yang berperan penting dalam
proses lumpur aktif. Tanpa organisme tersebut, lumpur tidak dapat
dipisahkan dari air limbah yang telah diolah.
2) Saprofit
Saprofit, merupakan organisme pendegradasi bahan-bahan organik
yang sebagian besar berupa bakteri. Ada dua macam saprofit, yaitu
primer dan sekunder. Saprofit primer bertugas untuk mendegradasi
substrat awal (substrat yang belum didegradasi), sedangkan saprofit
sekunder yang bertugas memakan hasil degradasi dari saprofit
primer.
3) Predator
Dalam lumpur aktif, yang merupakan komunitas predator adalah
protozoa. Dan menjadikan bakteri sebagai makanannya. Ada
kemungkinan bahwa protozoa dapat terlibat dalam pembentukan
flok lumpur dan menyebabkan tidak adanya bakteri terdispersi
sehingga membantu proses pengendapan dalam lumpur aktif.
15
Tabel 1.1 Kriteria Desain Conventional Activated Sludge
SV .1000
SVI =
MLSS
Keterangan :
16
SVI = Sludge Volume Index (mL/mg)
SV = Sludge Volume (mL/L)
SDI = Sludge Volume Index (mg/mL)
MLSS = Mix Liquor Suspended Solid (mg/L)
Q ( 0 ) + R ( SDI ) =( Q+ R ) ( ML SS)
Keterangan :
Q = Debit Influen (L/s)
R = Debit lumpur yang dikembalikan (L/s)
SDI = Sludge Volume Index (mg/mL)
MLSS = Mix Liquor Suspended Solid (mg/L)
St −Se
θ=
K rate . X . Se
Dimana :
θ = Hydraulic Retention Time (hour)
V =(Q+ R)×θ
Keterangan :
θ = Hydraulic Retention Time (hour)
17
R = Debit lumpur resirkulasi (L/s)
( Q+ R ) . St
Space Loading=
V
Keterangan:
St= Konsentrasi BOD dalam bak aerasi (mg/L)
V = Volume bak aerasi (m3)
Q = Debit influen (L/s)
R = Debit lumpur resirkulasi (L/s)
F ∆S
=
M X .∆t
Keterangan:
F/M = Food to Microbe Ratio
∆ S = Selisih antara St dengan Se (mg/L)
X = MLVSS (mg/L)
∆t = Hydraulic Retention Time/ 24 hours
1 F
=Y −K e
θc M
Keterangan:
θc = Mean Cell Residence Time (days)
18
dalam suatu reaktor atau tangki aerasi. Padatan biologis aktif akan
mengoksidasi kandungan zat di dalam air limbah secara biologis, yang
di akhir proses akan dipisahkan dengan sistem pengendapan. Proses
lumpur aktif mulai dikembangkan di Inggris pada tahun 1914 oleh
Ardern dan Lockett (Metcalf dan Eddy, 1991), dan dinamakan lumpur
aktif karena prosesnya melibatkan massa mikroorganisme yang aktif,
dan mampu menstabilkan limbah secara aerobik.
Prinsip dasar sistem lumpur aktif yaitu terdiri atas dua unit proses
utama, yaitu bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam
sistem lumpur aktif, limbah cair dan biomassa dicampur secara
sempurna dalam suatu reaktor dan diaerasi. Pada umumnya, aerasi ini
juga berfungsi sebagai sarana pengadukan suspensi tersebut. Suspensi
biomassa dalam limbah cair kemudian dialirkan ke tangki sedimentasi
(tangki dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah diolah).
Sebagian biomassa yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor, dan
air yang telah terolah dibuang ke lingkungan (Badjoeri et al., 2002).
Agar konsentrasi biomassa di dalam reaktor konstan (MLSS = 3 - 5
gfL), sebagian biomassa dikeluarkan dari sistem tersebut sebagai
excess sludge. Skema proses dasar sistem lumpur aktif dapat dilihat
pada Gambar 2.
19
(biomassa). Oleh karena itu, agar proses perombakan bahan organik
berlangsung secara optimum syarat berikut harus terpenuhi bahwa:
1) Polutan dalam limbah cair harus kontak dengan mikroorganisme,
2) Suplai oksigen cukup,
3) Kecukupan nutrien,
4) Kecukupan waktu tinggal (waktu kontak),
5) Kecukupan biomassa (jumlah dan jenis).
Mekanisme pengolahan limbah dengan sistem lumpur aktif
dimulai dengan masuknya aliran umpan air limbah atau subtrat,
bercampur dengan aliran lumpur aktif yang dikembalikan sebelum
masuk reaktor. Campuran lumpur aktif dan air limbah membentuk
suatu campuran yang disebut cairan tercampur (mixed liquor).
Memasuki aerator, lumpur aktif dengan cepat memanfaatkan zat
organik dalam limbah untuk didegradasi. Kondisi lingkungan aerobik
diperoleh dengan memberikan oksigen ke tangki aerasi. Pemberian
oksigen dapat dilakukan dengan penyebaran udara tekan, aerasi
permukaan secara mekanik, atau injeksi oksigen murni. Aerasi dengan
difusi udara tekan atau aerasi mekanik mempunyai dua fungsi, yaitu
pemberi udara dan pencampur agar terjadi kontak yang sempurna
antara lumpur aktif dan senyawa organik di dalam limbah (Badjoeri et
al., 2002).
Pada tangki pengendapan (clarifier), padatan lumpur aktif
mengendap dan terpisah dengan cairan sebagai effluent. Sebagian
lumpur aktif dari dasar tangki pengendap dipompakan kembali ke
reaktor dan dicampur dengan umpan (subtrat) yang masuk, sebagian
lagi dibuang. Dalam reaktor mikroorganisme mendegradasi bahan-
bahan organik dengan persamaan stoikiometri pada reaksi di bawah ini
(Metcalf dan Eddy,1991):
Proses Oksidasi dan Sintesis :
20
dioksida. Eliminasi nutrien (nitrogen dan fosfor) dilakukan terutama
untuk mencegah terjadinya eutrofikasi pada perairan (Badjoeri et al.,
2002).
Hampir semua jenis limbah cair industri pangan dapat diolah
dengan sistem lumpur aktif seperti limbah cair industri tapioka, industri
nata de coco, industri kecap, dan industri tahu. Sistem lumpur aktif
dapat digunakan untuk mengeliminasi bahan organik dan nutrien
(nitrogen dan fosfor) dari limbah cair terlarut (Anonim, 2007).
21
Selain tangki aerasi, unit operasi lain yang penting dalam sistem
lumpur aktif adalah unit sedimentasi untuk memisahkan biomassa dari
limbah cair yang telah diolah. Tangki sedimentasi untuk sistem lumpur
aktif biasanya didesain untuk waktu tinggal hidrolik 2 sampai 3,5 jam
dengan laju pembebanan sekitar 1 sampai dengan 2 m/jam (Anonim,
2007).
BAB 2
PENERAPAN TEORI
K2 = K1 x θ (T -T )
2 1
BOD
¿ (30-25)
= 1,717 (kg m3 −day x 1,03
L
= 2,3 ( gram−hour
¿
23
Setelah mendapatkan nilai SVI dapat ditentukan nilai SDI
(Sludge Density Index):
MLSS
SDI =
( konsentrasi BOD INfluen )
SV
2000 mg/ L
= −3
276 mL/ L× 10 mL/ L
= 7246,38mg/L
R
=¿ 0,38memenuhi range (0,25-1);(Tom D. Reynold, Unit
Q
St =
Q ( 250Lmg × 0,7)+0,38 Q ( 8,7Lmg ) = 132,72 mg/L
Q+ 0,38 Q
St −Se
θ=
Krate∙ X ∙ Se
mg 1 kg
( 132,72−8,7 )
X
L 1000 mg
θ=
L g mg 1 kg
2,3 × 1,5 × 8,7 ×
g ∙ jam L L 1000 mg
24
= 4,13 jam
θ = 4,13 jam memenuhi range (4-8 jam);(Tom D. Reynold,
Unit
Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,
Tabel
15.4)
g. Menentukan Volume Bak Conventional Aeration Activated Sludge
V = (Q + Q resirkulasi) x waktu detensi
= (2000 m3/day + 760 m3/day) x 4,13 jam x
1day/24hour
= 474,95 m3
h. Menentukan Space Loading
Q × St
Space loading = V
kgBOD5/daym3 θ (Tom D.
F (132,72−8,7 ) mg/ L
=
M mg 1
1500 × 4,13 jam ×
L 24 jam
= 0,33
F
M = 0,33 memenuhi range (0,2-0,4) (Tom D. Reynold, Unit
Operation
and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel 15.4)
j. Menentukan Mean Cell Residence Time
25
Y = 0,5 dari range 0,4-0,8 mg VSS / mg BOD (Tom D. Reynold,
Unit Operation and Processes in Environmental Engineering,
1996, Tabel 15.6)
Ke = 0,045 day-1dari range 0,025 – 0,075day-1 (Tom D. Reynold,
Unit Operation and Processes in Environmental Engineering,
1996, Tabel 15.6)
1 F
=Y −K e
θC M
1 mg MLVSSS mg BOD
θC (
= 0,5
mg BOD
× 0,33
mg MLVSS )
−0,045 day −1
θc = 8 hari
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 3.1 Ringkasan Hasil Perhitungan
26
DAFTAR PUSTAKA
http://www.haithindustrial.co.uk/products/22/activated-sludge-
plants (diakses pada tanggal 3 Mei 2015)
27
Alaerts, G., dan Sri Sumestri Santika. 1990. Metoda Penelitian Air.
Surabaya: Usaha Nasional.
28
Widajatno, Rudy Laksmono. 2006. Bioregenerasi Karbon Aktif
dengan Beban Zat Warna Monoklorotriazynil Menggunakan Bakteri
Pseudomonas rudinensis dan Pseudomonas diminuta. Department of
Environmental Engineering.
29