Anda di halaman 1dari 29

TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES

CONVENTIONAL ACTIVATED SLUDGE

KELOMPOK 1

Fuji Astuti 1106022433


Tantri Yessa 1206216802
Ahmad Fauzan 1206237196
Ghanis Mahdiana Inka Afiata 1206261604

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


yang atas rahmat-Nya maka tim penulis dapat menyelesaikan
penyusunan “Laporan Tugas Besar Unit Operasi Dan Proses
Conventional Activated Sludge “. Dalam penulisan laporan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan laporan ini, khususnya kepada :

1. Dr. Ir. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA ; Ir. Irma Gusniani D. M.Sc
dan Prof. Dr. Ir. Djoko M Hartono S.E., M.Eng yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan tugas besar mata kuliah
ini.
2. Rekan-rekan sekelompok tugas besar yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan ini.
Dalam penulisan laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
laporan.

Depok, Mei 2015

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR
ISI........................................................................................................
....3
DAFTAR
GAMBAR............................................................................................
....4
DAFTAR
TABEL.................................................................................................
....5
BAB 1. LANDASAN TEORI
1.1Definisi Conventional Activated
Sludge.................................................6
1.2 Mekanisme dan Proses Biokimiawi
yang Terjadi di Activated
Sludge...........................................................7
1.3 Faktor Lingkungan yang Berpengaruh
terhadap Kinerja Activated
Sludge......................................................11
1.4 Mikroorganisme di dalam Sistem Activated
Sludge..............................13
1.5 Tabel Kinerja Unit dan Sistem Activated
Sludge....................................15
1.6 Rumus Dasar yang
Digunakan...............................................................16
1.7 Detail Mekanis Unit dan Sistem Activated
Sludge................................18
BAB 2. PENERAPAN TEORI
2.1 Algoritma
Perhitungan......................................................................22
2.2 Contoh Perhitungan Sistem Activated
Sludge...............................23

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Skema mekanisme kerja Lumpur


aktif.......................................................8
Gambar 1.2. Skema proses lumpur
aktif........................................................................19
Gambar 1.3. Activated Sludge
Plants.............................................................................21

4
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keuntungan dan Kerugian Conventional Activated


Sludge..........................6
Tabel 1.2 Kriteria Desain Conventional Activated
Sludge...........................................15
Tabel 3.1 Ringkasan Hasil
Perhitungan........................................................................26

5
BAB I
LANDASAN TEORI

1.1 Definisi Conventional Activated Sludge


Lumpur Aktif (Activated Sludge) adalah proses pertumbuhan
mikroba tersuspensi. Pengolahan lumpur aktif merupakan penerapan
metode biologi di dalam proses pengolahan air limbah yang
memanfaatkan proses mikroorganisme. Proses Pengolahan limbah
dengan metode biologi adalah metode yang memanfaatkan
mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang
terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme sendiri selain
menguraikan dan menghilangkan kandungan material, juga
menjadikan material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang
biaknya.
Conventional Activated Sludge memiliki keuntungan dan
kekurangan diantaranya sebagai berikut :

Tabel 1.1 Keuntungan dan Kerugian Conventional Activated Sludge


Keuntungan Kerugian
1 Sistem terpusat yang efisien -Teknis yang kompleks
sehingga tidak semua bagian
dan bahan tersedia secara
lokal
Effluen dan lumpur mungkin
2 Kualitas efluennya tinggi memerlukan perawatan lebih
lanjut
Tahan terhadap beban kejut Tidak cocok untuk aplikasi
3 dan dapat digunakan untuk pada tingkat masyarakat
berbagai macam tingkat
Pencampuran air limbah
industri dengan limbah
4 domestik dapat menyebabkan
Beban organik dan hidrolik
toksisitas

Lahan yang dibutuhkan Membutuhkan energi dalam


5
sedikit jumlah besar
Sumber : oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=1373

6
1.2 Mekanisme dan Proses Biokimiawi yang Terjadi di
Activated Sludge
Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi
kegiatan pengurangan (minimization), segregasi (segregation),
penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah.
Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan,
segregasi dan penanganan limbah) dapat membantu mengurangi
beban pengolahan limbah di IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).
Saat ini, tren pengelolaan limbah di industri adalah menjalankan
secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling
limbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang
lebih sedikit serta minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam
pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai
konsep seperti produksi bersih (cleaner production), atau minimasi
limbah (waste minimization).
Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem
pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses
produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan
limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang
terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.
Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki
karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi
proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan
tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari
proses untuk menghasilkan produk yang sama (Badjoeri et al., 2002).
Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume
limbah dan kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur
fisik, biologi, kimia dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi dasar
untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air
limbah. Pengolahan air limbah pada umumnya dilakukan dengan
metode biologi. Metode ini merupakan metode paling efektif
dibandingkan metode kimia dan fisika. Salah satu metode biologi yang
sekarang banyak berkembang adalah metode lumpur aktif.

7
Gambar 1.1 Skema mekanisme kerja Lumpur aktif.
Sumber : www.brighthub.com

Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ±


95% bakteri dan sisanya protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis
untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah.
Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi (membutuhkan oksigen).
Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi
sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam
reaktor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya.
Lumpur secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air
limbah.

Reaksi : Organik + O2 → CO2 + H2O + Energi

Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur


aktif secara garis besar adalah sebagai berikut:
1) Tahap awal
Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti
kayu, bangkai binatang, pasir, dan kerikil. Sisa-sisa partikel digiling
agar tidak merusak alat dalam sistem dan limbah dicampur agar laju
aliran dan konsentrasi partikel konsisten.
2) Tahap primer
Tahap ini disebut juga tahap pengendapan. Partikel-partikel
berukuran suspensi dan partikel-partikel ringan dipisahkan, partikel-
partikel berukuran koloid digumpalkan dengan penambahan
elektrolit seperti FeCl3, FeCl2, Al2(SO4)3, dan CaO.

8
3) Tahap sekunder
Tahap sekunder meliputi 2 tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur
aktif) dan pengendapan. Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke
dalam air limbah yang sudah dicampur lumpur aktif untuk
pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam lumpur.
Dengan agitasi yang baik, mikroorganisme dapat melakukan kontak
dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan menjadi
senyawa yang mudah menguap seperti H2S dan NH3 sehingga
mengurangi bau air limbah.
Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pengendapan. Lumpur
aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi,
sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut
lumpur bulki.
4) Tahap tersier
Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk
memisahkan kandungan zat-zat yang tidak ramah lingkungan
seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar terurai, dan
padatan anorganik. Contoh-contoh perlakuan pada tahap ini sebagai
berikut:
a. Nitrifikasi atau denitrifikasi
Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH3 dalam air atau NH4+)
menjadi nitrat (NO3–) dengan bantuan bakteri aerobik.
Reaksi :
2 NH4+ (aq) + 3 O2 (g) → 2 NO2– (aq) + 2 H2O (l) + 4 H+(aq)
2 NO2 (aq) + O2 (g) → 2 NO3– (aq)

Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi gas nitrogen bebas


seperti N2, NO, dan NO2.
Senyawa NO3– adalah gas nitrogen bebas
b. Pemisahan fosfor
Fosfor dapat dipisahkan dengan cara koagulasi/penggumpalan
dengan garam Al dan Ca, kemudian disaring.
Al2(SO4)3.14 H2O (s) + 2 PO43– (aq) → 2 AIPO4(s) + 3 SO42– (aq) + 14
H2O (l)
5Ca(OH)2 (s) + 3 HPO4–2 (aq) → Ca5OH(PO4)3 (s) + 6 OH–(aq)
+ 3 H2O (l)
c. Adsorbsi oleh karbon aktif untuk menyerap zat
pencemar,pewarna, dan bau tak sedap.
d. Penyaringan mikro untuk memisahkan partikel kecil seperti
bakteri dan virus.

9
e. Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang
masih tersisa dalam air limbah.

5) Desinfektan
Desinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan
mikroorganisme seperti virus dan materi organik penyebab bau dan
warna. Air yang keluar dari tahap ini dapat digunakan untuk irigasi
atau keperluan industri, contoh Cl2.
Reaksi : Cl2 (g) + H2O (l) → HClO (aq) + H+ (aq) + Cl– (aq)

6) Pengolahan padatan lumpur


Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik
atau anaerobik menghasilkan gas CH 4 untuk bahan bakar dan
biosolid untuk pupuk. Akan tetapi dalam pelaksanaannya metode
lumpur aktif menemui kendala-kendala seperti:
 Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena
prosesnya berlangsung lama.
 Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan
mikroba berfilamen yang berlebihan.
 Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang
cukup ketat.

Berdasarkan berbagai penelitian, kelemahan metode lumpur aktif


tersebut dapat diatasi dengan cara:
 Menambahkan biosida, yaitu H2O2 atau klorin ke dalam unit aerasi.
Penambahan 15 mg/g dapat menghilangkan sifat bulki lumpur
hingga dihasilkan air limbah olahan cukup baik. Klorin dapat
menurunkan aktivitas mikroba yang berpotensi dalam proses lumpur
aktif. Metode ini hasil penelitian Sri Purwati, dkk. dari Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa, Bandung.
 Memasukkan karbon aktif ke tangki aerasi lumpur aktif (mekanisme
bioregenerasi). Cara ini efisien untuk mengurangi kandungan warna
maupun organik dengan biaya yang lebih ekonomis. Metode ini
diperkenalkan oleh Rudy Laksmono Widajatno dalam disertasinya di
Department of Environmental Engineering pada bulan Juni 2006.

 Emulsi zero

10
Metode ini digunakan untuk mereduksi endapan lumpur bulki
dengan teknologi ozon (ozonisasi). Proses ozonisasi mampu
membunuh bakteri (sterilization), menghilangkan warna
(decoloration), menghilangkan bau (deodoration), dan dapat
menguraikan senyawa organik (degradation). Proses ini lebih
menguntungkan dibanding menggunakan klorin yang hanya mampu
membunuh bakteri saja.

1.3 Faktor Lingkungan yang Berpengaruh terhadap Kinerja


Activated Sludge
Unit Lumpur aktif di dalam prakteknya dioperasikan pada fase
stasioner dari mikroba dengan aliran udara yang kontinu. Pertumbuhan
mikroorganisme akan membentuk gumpalan massa yang dapat
membentuk suspensi jika unit diaduk dan akan mengendap jika
pengadukan dihentikan. Proses penanganan limbah secara aerobik
dengan menggunakan lumpur aktif ditandai dengan tingginya kualitas
efluen dan dikarakterisasi denagn terbentuknya suspensi
mikroorganisme. Dengan adanya aerasi, suspensi ini membentuk
campuran homogen dengan cairan limbah. Campuran ini biasa disebut
mix liquor. Secara umum mikroorganisme dalam Lumpur akan
mengoksidasi bahan organik baik yang terlarut maupun tersuspensi di
dalam limbah, membentuk karbondioksida dan air dengan adanya
oksigen. Sebagian zat organik ini disintesis menjadi sel baru atau
digunakan untuk menunjang pertumbuhan sel yang sudah ada.
Kerja pada proses yang melibatkan Lumpur aktif didasarkan pada
kadar padatan yang disebut MLSS (Mix Liquor Suspeded Solid) dan
beban COD (Chemical Oxygen Demand). MLSS menunjukkan
jumlah/kuantitas mikroorganisme yang ada dalam proses aerasi.
Sedangkan COD menyatakan beban bahan organik yang terkandung di
dalam limbah yang harus diolah.
Pertumbuhan Lumpur yang baik sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor, mencakup faktor fisika, kimia dan biologi. Pengaruh dari
lingkungan terhadap aktivitas mikroorganisme / bakteri ini menjadi
pertimbangan penting karena :
1) Kultur lumpur aktif harus tetap dijaga pada kondisi aktivitas yang
optimum

11
2) Faktor lingkungan penting untuk menilai kinerja dari proses lumpur
aktif dalam mengolah limbah organik
3) Faktor lingkungan penting dalam desinfeksi efluen setelah
mengalami proses biologis

Faktor fisika utama yang mempengaruhi proses lumpur aktif


adalah :
1) Temperatur
2) Tekanan osmotik
3) Jumlah molekul oksigen
Faktor kimia utama yang mempengaruhi proses lumpur aktif
adalah :
1) pH
pH (derajat keasaman) mempunyai pengaruh besar terhadap
kehidupan organisme di dalam air. Bakteri dapat berkembang baik
pada pH netral sampai basa (alkalis), sedangkan jamur (fungi)
tumbuh pada pH asam. Kondisi ini menyebabkan proses penguraian
bahan organik dapat berlangsung lebih cepat pada pH netral sampai
basa (Effendi, 2003). Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH
6,0 – 8,0 meskipun ada beberapa mikroorganisme yang hidup pada
pH tinggi seperti bakteri Alcaligenes faecalis yang mampu hidup
pada pH 8,5 (Sutrisno dan Suciastuti, 1987). Pada ketiga sumber
lumpur yang digunakan dalam proses pembibitan, terjadi kenaikan
pH seiring waktu pembibitan. Kondisi ini berhubungan dengan reaksi
biologis (proses penguraian) yang terjadi oleh mikroorganisme
terhadap nutrien yang yang diberikan seperti urea, KCl, TSP, glukosa
dan NH4Cl. Peningkatan nilai pH dari netral menuju basa ini
disebabkan oleh adanya masukan bahan nutrien yang sebagian
besar bersifat basa ke dalam bibit lumpur. Faktor lain yang mampu
mengubah nilai pH adalah proses pengendapan yang terjadi dalam
suatu pengolahan serta pengaruh udara (Alaerts dan Santika, 1990).
Dengan rentang kondisi pH antara 7,05 – 8,49 pada ketiga sumber
lumpur dalam proses pembibitan dapat menunjang proses
perkembangbiakan mikroorganisme dengan baik dan nantinya
proses pendegradasian bahan organik dalam limbah dapat
berlangsung dengan cepat.

12
2) Nilai DO (Dissolved Oxygen)
Parameter DO (oksigen terlarut) juga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi proses pembibitan lumpur aktif. Kadar oksigen
terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada
percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) masa air,
aktivitas fotosintesis, respirasi mikroorganisme dan limbah yang
masuk ke perairan (Effendi, 2003). Kelarutan oksigen dalam air
tergantung pada suhu, pergerakan air, luas permukaan air yang
terbuka serta persentase oksigen dalam udara (Mahida, 1992).
Ketersediaan oksigen terlarut sangat dibutuhkan untuk menunjang
kehidupan bakteri nitrifikasi. Kepekaan bakteri nitrifikasi terhadap
rendahnya kadar oksigen terlarut merupakan salah satu penyebab
bakteri ini sulit untuk aktif dan berkembang biak. Proses nitrifikasi
berjalan dengan baik jika konsentrasi oksigen terlarut minimum
lebih besar dari 1 mg/L (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Jika
proses pengolahan dilanjutkan tanpa adanya tambahan supply
oksigen, dapat menyebabkan proses nitrifikasi tidak berjalan optimal
karena mikroorganisme mengalami kekurangan oksigen untuk
menjalankan aktivitasnya.
3) Nilai TDS (Total Dissolved Solid)
Pengukuran Total Dissolved Solid (TDS) selama proses pengolahan
air limbah dilakukan sebagai pendukung untuk mengetahui jumlah
senyawa yang terlarut dalam air limbah. TDS ini merupakan zat
padat yang mempunyai ukuran yang lebih kecil daripada padatan
tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa anorganik dan organik
yang larut dalam air, mineral dan garam-garamnya (Fardiaz, 1992).
Parameter ini mempengaruhi tingkat kekeruhan pada air limbah baik
yang disebabkan oleh adanya bahan organik terlarut (seperti lumpur
dan pasir halus) maupun bahan organik yang berupa plankton dan
mikroorganisme (Effendi, 2003). Adanya peningkatan total padatan
terlarut akan meningkatkan kondisi kekeruhan air. Dampak
kekeruhan pada air adalah menimbulkan estetika yang kurang baik.
Air keruh juga mengandung zat-zat terlarut yang dapat
menyebabkan mikroorganisme patogen hidup dan berkembang
dengan baik, bahkan adanya bahan-bahan tersebut dapat
menyebabkan mikroorganisme lebih tahan terhadap proses

13
desinfeksi. Adanya kekeruhan akan manghambat proses masuknya
sinar matahari ke dalam perairan sehingga mengakibatkan
terganggunya proses fotosintesis tanaman (fitoplankton). Kondisi
tersebut menyebabkan supply oksigen dalam air akan berkurang.
Jika oksigen terlarut dalam air sedikit, maka aktivitas bakteri aerobik
akan terganggu dan dalam jangka waktu tertentu menyebabkan
kematian mikroorganisme (Hutabarat, 2000).
4) Adanya senyawa oksidator atau reduktor
5) Adanya senyawa atau logam berat

1.4 Mikroorganisme di dalam Sistem Activated Sludge


Mikroorganisme yang sangat penting dalam lumpur aktif adalah
bakteri, yang berada sebagai individu dari ukuran satu mikron hingga
berbentuk koloni. Beberapa bakteri bersifat aerob sebagai lainnya
bersifat anaerob. Sebagian bakteri lumpur aktif adalah fakultatif yaitu
mampu hidup dengan atau tanpa oksigen. Baik bakteri heterotrof
maupun autotrof berada dalam activated sludge. Bakteri heterotrof
mendapatkan energi dari materi organik pada aliran influen limbah cair
untuk mensintesa sel-sel baru. Pada saat yang sama, bakteri
melepaskan energi melalui penguraian materi organik menjadi
karbondiksida dan air. Jenis bakteri heterotrof termasuk
Achromobacter, Alcaligenes, Arthrobacter, Citromonas,
Flavobacterium, Pseudomonas, dan Zoogloea.
Bakteri autototrof dalam lumpur aktif mengoksidasi senyawa
karbon seperti karbon dioksida untuk pertumbuhan sel, serta
mendapatkan energi dengan mengoksidasi ammoniak menjadi nitrat
dalam dua tahap atau nitrifikasi. Bakteri yang berperan pada nitrifikasi
dalam lumpur aktif adalah Nitrobacter dan Nitrosomonas. Nitrifikasi
umumnya terjadi bila waktu tinggal lumpur dalam sistem lama.
Semakin lama waktu tinggal lumpur, semakin banyak populasi bakteri
penitrifikasi. Kebutuhan oksigen terlarut proses nitrifikasi tinggi,
sehingga kebutuhan oksigen terlarut dalam sistem meningkat. pH
optimum nitrifikasi 8 – 9.
Fungi adalah organisme multisel yang melakukan metabolisme
senyawa organik dan bersaing dengan bakteri pada kondisi lingkungan
tertentu. Fungi utama dalam limbah cair adalah Sphaerotilus natans
dan Zoogloea sp.

14
Protozoa adalah organisme sel tunggal. Protozoa bercilia
merupakan jenis paling umum dalam lumpur aktif, namun juga
terdapat protozoa berflagela dan amuba. Protozoa bersilia yang umum
ditemukan dalam proses pengolahan limbah cair adalah : Aspidisca
costata, Carchesium polypinum, Chilodonella uncinata, Opercularia
coarcta dan O. microdiscum, Trachelophyllum pusillum, Vorticella
convallaria, dan V. microstoma. Protozoa merupakan indikator biologi
kondisi lumpur aktif. Keberadaan organisme ini merupakan indikator
kondisi aerob (meskipun beberapa protozoa dapat bertahan hidup lebih
dari 12 jam tanpa oksigen). Protozoa juga bertindak sebagai indikator
kondisi toksik, karena protozoa lebih sensistif terhadap toksisitas
dibandingkan bakteri.
Rotifera adalah organisme multisel. Rotifera mampu
mengkonsumsi mikroba dan materi partikulat. Rotifera mikroorganisme
aerob dan lebih sensitif terhadap toksisitas dibanding bakteri. Rotifera
hanya terdapat dalam lumpur aktif yang sangat stabil. Pada umumnya
organisme dan lumpur aktif dibedakan dalam empat kelas yaitu:
1) Organisme pembentuk flok (flock forming organism) Organisme
pembentuk flok termasuk organisme yang berperan penting dalam
proses lumpur aktif. Tanpa organisme tersebut, lumpur tidak dapat
dipisahkan dari air limbah yang telah diolah.
2) Saprofit
Saprofit, merupakan organisme pendegradasi bahan-bahan organik
yang sebagian besar berupa bakteri. Ada dua macam saprofit, yaitu
primer dan sekunder. Saprofit primer bertugas untuk mendegradasi
substrat awal (substrat yang belum didegradasi), sedangkan saprofit
sekunder yang bertugas memakan hasil degradasi dari saprofit
primer.
3) Predator
Dalam lumpur aktif, yang merupakan komunitas predator adalah
protozoa. Dan menjadikan bakteri sebagai makanannya. Ada
kemungkinan bahwa protozoa dapat terlibat dalam pembentukan
flok lumpur dan menyebabkan tidak adanya bakteri terdispersi
sehingga membantu proses pengendapan dalam lumpur aktif.

1.5 Tabel Kinerja Unit dan Sistem Activated Sludge

15
Tabel 1.1 Kriteria Desain Conventional Activated Sludge

Kriteria Paramet Satuan


er
Mean Cell Residence 5,0 - 15,0 Day
Time
Food to Microbe Ratio 0,2 - 0,4 -
(F/M)
Space Loading 0,3 - 0,6 Kg BOD/day-
m3
Hydraulic Retention 4,0 - 8,0 Hour
Time
MLSS 1500 - mg/L
3000
Recycle Ratio (R/Q) 0,25 - 1,0 -
BOD Removal Efficiency 85 – 95 %
Flow Regime Plug Flow -

1.6 Rumus Dasar yang Digunakan

K 2=K 1× θ(T 2−T 1)


Keterangan :
K1 K2= Reaction Rate Constant terhadap suhu
θ = Koreksi temperatur 1,03 – 1,06 (Eckenfelder, 1998)

T1 = Temperatur Mix Liquor untuk K1


T2 = Temperatur Mix Liquor untuk K2

SV .1000
SVI =
MLSS

Keterangan :

16
SVI = Sludge Volume Index (mL/mg)
SV = Sludge Volume (mL/L)
SDI = Sludge Volume Index (mg/mL)
MLSS = Mix Liquor Suspended Solid (mg/L)

Q ( 0 ) + R ( SDI ) =( Q+ R ) ( ML SS)

Keterangan :
Q = Debit Influen (L/s)
R = Debit lumpur yang dikembalikan (L/s)
SDI = Sludge Volume Index (mg/mL)
MLSS = Mix Liquor Suspended Solid (mg/L)

Q ( So ' ) + R ( Sr )=( Q+ R ) ( St)


Keterangan :
Q = Debit Influen (L/s)
R = Debit lumpur yang dikembalikan (L/s)
Sr = Konsentrasi BOD lumpur aktif (mg/L)
St = Konsentrasi BOD influen bak aerasi (mg/L)

St −Se
θ=
K rate . X . Se
Dimana :
θ = Hydraulic Retention Time (hour)

K rate = Reaction Rate Constant (K2) (L/gram-hour)


Se = Konsentrasi BOD effluen secondary treatment (mg/L)
St = Konsentrasi BOD influen bak aerasi (mg/L)
X = Mix Liquor Volatile Suspended Solid, MLVSS (mg/L)

V =(Q+ R)×θ
Keterangan :
θ = Hydraulic Retention Time (hour)

V = Volume bak aerasi (m3)


Q = Debit influen (L/s)

17
R = Debit lumpur resirkulasi (L/s)

( Q+ R ) . St
Space Loading=
V

Keterangan:
St= Konsentrasi BOD dalam bak aerasi (mg/L)
V = Volume bak aerasi (m3)
Q = Debit influen (L/s)
R = Debit lumpur resirkulasi (L/s)

F ∆S
=
M X .∆t
Keterangan:
F/M = Food to Microbe Ratio
∆ S = Selisih antara St dengan Se (mg/L)

X = MLVSS (mg/L)
∆t = Hydraulic Retention Time/ 24 hours

1 F
=Y −K e
θc M

Keterangan:
θc = Mean Cell Residence Time (days)

Y = Cell yield coefficient

F/M = MLVSS (mg/L)


Ke = Endogenous decay coefficient

1.7 Detail Mekanis Unit dan Sistem Activated Sludge


Sistem lumpur aktif adalah salah satu proses pengolahan air
limbah secara biologi, dimana air limbah dan lumpur aktif dicampur

18
dalam suatu reaktor atau tangki aerasi. Padatan biologis aktif akan
mengoksidasi kandungan zat di dalam air limbah secara biologis, yang
di akhir proses akan dipisahkan dengan sistem pengendapan. Proses
lumpur aktif mulai dikembangkan di Inggris pada tahun 1914 oleh
Ardern dan Lockett (Metcalf dan Eddy, 1991), dan dinamakan lumpur
aktif karena prosesnya melibatkan massa mikroorganisme yang aktif,
dan mampu menstabilkan limbah secara aerobik.
Prinsip dasar sistem lumpur aktif yaitu terdiri atas dua unit proses
utama, yaitu bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam
sistem lumpur aktif, limbah cair dan biomassa dicampur secara
sempurna dalam suatu reaktor dan diaerasi. Pada umumnya, aerasi ini
juga berfungsi sebagai sarana pengadukan suspensi tersebut. Suspensi
biomassa dalam limbah cair kemudian dialirkan ke tangki sedimentasi
(tangki dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah diolah).
Sebagian biomassa yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor, dan
air yang telah terolah dibuang ke lingkungan (Badjoeri et al., 2002).
Agar konsentrasi biomassa di dalam reaktor konstan (MLSS = 3 - 5
gfL), sebagian biomassa dikeluarkan dari sistem tersebut sebagai
excess sludge. Skema proses dasar sistem lumpur aktif dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 1.2. Skema proses lumpur aktif.


Sumber : http://www.haithindustrial.co.uk/products/22/activated-
sludge-plants

Dalam sistem tersebut, mikroorganisme dalam biomassa (bakteri


dan protozoa) mengkonversi bahan organik terlarut sebagian menjadi
produk akhir (air, karbon dioksida), dan sebagian lagi menjadi sel

19
(biomassa). Oleh karena itu, agar proses perombakan bahan organik
berlangsung secara optimum syarat berikut harus terpenuhi bahwa:
1) Polutan dalam limbah cair harus kontak dengan mikroorganisme,
2) Suplai oksigen cukup,
3) Kecukupan nutrien,
4) Kecukupan waktu tinggal (waktu kontak),
5) Kecukupan biomassa (jumlah dan jenis).
Mekanisme pengolahan limbah dengan sistem lumpur aktif
dimulai dengan masuknya aliran umpan air limbah atau subtrat,
bercampur dengan aliran lumpur aktif yang dikembalikan sebelum
masuk reaktor. Campuran lumpur aktif dan air limbah membentuk
suatu campuran yang disebut cairan tercampur (mixed liquor).
Memasuki aerator, lumpur aktif dengan cepat memanfaatkan zat
organik dalam limbah untuk didegradasi. Kondisi lingkungan aerobik
diperoleh dengan memberikan oksigen ke tangki aerasi. Pemberian
oksigen dapat dilakukan dengan penyebaran udara tekan, aerasi
permukaan secara mekanik, atau injeksi oksigen murni. Aerasi dengan
difusi udara tekan atau aerasi mekanik mempunyai dua fungsi, yaitu
pemberi udara dan pencampur agar terjadi kontak yang sempurna
antara lumpur aktif dan senyawa organik di dalam limbah (Badjoeri et
al., 2002).
Pada tangki pengendapan (clarifier), padatan lumpur aktif
mengendap dan terpisah dengan cairan sebagai effluent. Sebagian
lumpur aktif dari dasar tangki pengendap dipompakan kembali ke
reaktor dan dicampur dengan umpan (subtrat) yang masuk, sebagian
lagi dibuang. Dalam reaktor mikroorganisme mendegradasi bahan-
bahan organik dengan persamaan stoikiometri pada reaksi di bawah ini
(Metcalf dan Eddy,1991):
Proses Oksidasi dan Sintesis :

CHONS + O2 + Nutrien CO2 + NH3 + C5H7NO2 +


Bakteri
Produksi sel bakteri baru
Proses Respirasi Endogenus :
C5H7NO2 + 5 O2 5 CO2 + 2H2O + NH3 +
Energi sel

Pada pemisahan senyawa karbon (bahan organik), polutan berupa


bahan organik dioksidasi secara enzimatik oleh oksigen yang berada
dalam limbah cair. Jadi, senyawa karbon dikonversi menjadi karbon

20
dioksida. Eliminasi nutrien (nitrogen dan fosfor) dilakukan terutama
untuk mencegah terjadinya eutrofikasi pada perairan (Badjoeri et al.,
2002).
Hampir semua jenis limbah cair industri pangan dapat diolah
dengan sistem lumpur aktif seperti limbah cair industri tapioka, industri
nata de coco, industri kecap, dan industri tahu. Sistem lumpur aktif
dapat digunakan untuk mengeliminasi bahan organik dan nutrien
(nitrogen dan fosfor) dari limbah cair terlarut (Anonim, 2007).

Gambar 1.3. Activated Sludge Plants


http://www.haithindustrial.co.uk/products/22/activated-sludge-plants

Parameter desain penting untuk sistem lumpur aktif adalah


tingkat pembebanan, konsentrasi biomassa, konsentrasi oksigen
terlarut, lama waktu aerasi, umur lumpur, dan suplai oksigen.
Konsentrasi mikroorganisme (biomassa) diukur dari konsentrasi
padatan tersuspensi (Mixed Liquor Suspended Solids/MLSS). Untuk
pengolahan limbah cair dalam jumlah kecil, sistem lumpur aktif
didesain dan dioperasikan pada beban rendah (< 0,05 kg
BOD5/kg.MLSS.hari) atau umur lumpur sangat tinggi (< 25 hari),
sehingga tidak diperlukan pembuangan sludge (stabilisasi sludge),
karena laju pertumbuhan sama dengan laju perombakan
mikroorganisme (Anonim, 2007).

21
Selain tangki aerasi, unit operasi lain yang penting dalam sistem
lumpur aktif adalah unit sedimentasi untuk memisahkan biomassa dari
limbah cair yang telah diolah. Tangki sedimentasi untuk sistem lumpur
aktif biasanya didesain untuk waktu tinggal hidrolik 2 sampai 3,5 jam
dengan laju pembebanan sekitar 1 sampai dengan 2 m/jam (Anonim,
2007).

BAB 2
PENERAPAN TEORI

2.1 Algoritma Perhitungan

Menentukan MLSS sesuai kriteria


desain ( 1500mg/L-3000mg/L)

Menentukan MLVSS Menentukan Menentukan K rate


MLVSS = 75% x MLSS BOD Effluen K2 = K1 x

Menentukan SVI Menentukan SDI


SV ×1000 MLSS
SVI = MLSS SDI = SVI

Menentukan perbandingan R/Q Menentukan St


Q(0) + R(SDI)=(Q+R)(MLSS) Q ( So ) + R(Sr)
Tidak memenuhi St = (Q+ R)
kriteria desain kembali
ke MLSS Menentukan HRT Menentukan Volume Bak
St−Se V =(Q+ R)×θ
θ=
K rate . X . Se
22
Menentukan Space Loading
( Q+ R ) . St
V
2.2 Perhitungan Sistem Activated Sludge
Menentukan Rasio=F/M Menentukan Mean
Diketahui : Q influen 2000 m3/s
F BOD
∆ S = 240 mg/L Cell Residence Time
=
M TX . ∆ t= 30 ℃ 1 F
=Y −K e
θc M
a. Menentukan MLSS(Mixed Liquor Suspended Solid)
Parameter MLSS yaitu 1500 mg/L -3000 mg/L (Reynold, 1996)
MLSS yang digunakan sebesar 2000 mg/L
b. Menentukan MLVSS (Mixed liquor volatile suspended solids)
Parameter MLVSS yaitu 70%-80% (Reynold, 1996)
MLVSS yang digunakan sebesar 75% dari MLSS, maka :
MLVSS = 75% x 2000 mg/L
= 1500 mg/L
c. Menentukan Constant Rate Reaction (Krate)
K1 = 1,717 L/gr (Tom D. Reynold, Unit Operation and Processes
in
Environmental Engineering, 1996, Tabel 15.1)
Koreksi temperatur ( θ ¿ = 1,03-1,06 (Eckenfelder,1998)

Koreksi temperatur ( θ ¿ yang digunakan 1,06

K2 = K1 x θ (T -T )
2 1

BOD
¿ (30-25)
= 1,717 (kg m3 −day x 1,03

L
= 2,3 ( gram−hour
¿

d. Menentukan Perbandingan R/Q (Recycle Ratio)


Parameter SVI (Sludge Volume Index) = 50-150 mL/g(Modul
praktikum Laboratorium Lingkungan)
SVI yang digunakan sebesar 138 mL/g
SV ×1000
SVI = MLSS
SVI × MLSS
SV = 1000
1 2 0 X 2000
= 1000
= 28.8mL/L

23
Setelah mendapatkan nilai SVI dapat ditentukan nilai SDI
(Sludge Density Index):
MLSS
SDI =
( konsentrasi BOD INfluen )
SV

2000 mg/ L
= −3
276 mL/ L× 10 mL/ L

= 7246,38mg/L

Selanjutnya, menentukan mass balance aliran resirkulasi:


Q (0) + R (SDI) = (Q+R) (MLSS)
Q (0) + R (7246,38) = (Q+R) (2000)
7246.38 R = 2000 Q + 2000R
5246.38 R = 2000Q
R
=¿ 0,38
Q

R
=¿ 0,38memenuhi range (0,25-1);(Tom D. Reynold, Unit
Q

Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,


Tabel 15.4)
e. Menentukan St
Q (So) + R (Sr) = (Q+R) (St)
Q (240 mg/L x 0,7) + 0,38Q (8,7mg/L) (St)

St =
Q ( 250Lmg × 0,7)+0,38 Q ( 8,7Lmg ) = 132,72 mg/L
Q+ 0,38 Q

f. Menentukan Hydraulic RetentionTime (θ )

St −Se
θ=
Krate∙ X ∙ Se

mg 1 kg
( 132,72−8,7 )
X
L 1000 mg
θ=
L g mg 1 kg
2,3 × 1,5 × 8,7 ×
g ∙ jam L L 1000 mg

24
= 4,13 jam
θ = 4,13 jam memenuhi range (4-8 jam);(Tom D. Reynold,

Unit
Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,
Tabel
15.4)
g. Menentukan Volume Bak Conventional Aeration Activated Sludge
V = (Q + Q resirkulasi) x waktu detensi
= (2000 m3/day + 760 m3/day) x 4,13 jam x
1day/24hour
= 474,95 m3
h. Menentukan Space Loading
Q × St
Space loading = V

2000 m3 670 m3 132,72mg 10−6 kg 103 l


=
( day
+
day
×
L
474,95 m3
×
mg
× 3
m
)
= 0,77kgBOD5/daym3
Space loading = 0,77 tidak memenuhi range (0,3-0,6)

kgBOD5/daym3 θ (Tom D.

Reynold, Unit Operation and Processes in Environmental


Engineering, 1996, Tabel 15.4)

i. Menentukan Food to Microbe Ratio


F ∆S
=
M X ∙∆t

F (132,72−8,7 ) mg/ L
=
M mg 1
1500 × 4,13 jam ×
L 24 jam
= 0,33
F
M = 0,33 memenuhi range (0,2-0,4) (Tom D. Reynold, Unit

Operation
and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel 15.4)
j. Menentukan Mean Cell Residence Time

25
Y = 0,5 dari range 0,4-0,8 mg VSS / mg BOD (Tom D. Reynold,
Unit Operation and Processes in Environmental Engineering,
1996, Tabel 15.6)
Ke = 0,045 day-1dari range 0,025 – 0,075day-1 (Tom D. Reynold,
Unit Operation and Processes in Environmental Engineering,
1996, Tabel 15.6)
1 F
=Y −K e
θC M

1 mg MLVSSS mg BOD
θC (
= 0,5
mg BOD
× 0,33
mg MLVSS )
−0,045 day −1

θc = 8 hari

θc = 8 hari memenuhi range 5-15 hari (Tom D. Reynold, Unit

Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,


Tabel 15.4)

BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 3.1 Ringkasan Hasil Perhitungan

Sumber : Analisis Penulis (2015)

26
DAFTAR PUSTAKA

Harnanto, A. dan Ruminten. 2009. Kimia 1 : untuk SMA/MA Kelas


X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 194.

Badjoeri, M., dan Suryono, T. 2002. Pengaruh Peningkatan Limbah


Cair Organik Karbon terhadap Suksesi Bakteri Pembentuk Bioflok dan
Kinerja Lumpur Aktif Beraliran Kontinyu. Jurnal LIMNOTEK, Vol IX no.1
(hal.13-22).

http://www.haithindustrial.co.uk/products/22/activated-sludge-
plants (diakses pada tanggal 3 Mei 2015)

Reynolds, T. D., and P. A. Richards. Unit Operations and Processes


in Environmental Engineering. 2nd ed. Boston, MA: PWS Publishing
Company, 1996.

27
Alaerts, G., dan Sri Sumestri Santika. 1990. Metoda Penelitian Air.
Surabaya: Usaha Nasional.

Anonim. 2007. Pengelolaan Limbah Industri Pangan. Direktorat


Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian. Jakarta.

Badjoeri, M., dan Suryono, T. 2002. Pengaruh Peningkatan Limbah


Cair Organik Karbon terhadap Suksesi Bakteri Pembentuk Bioflok dan
Kinerja Lumpur Aktif Beraliran Kontinyu. Jurnal LIMNOTEK, Vol IX no.1
(hal.13-22).

Budiyono, 1997, Kombinasi Proses Lumpur Aktif – Membran Untuk


Pengolahan Limbah Cair Industri, Institut Teknologi Bandung.

Harnanto, A. dan Ruminten. 2009. Kimia 1 : untuk SMA/MA Kelas


X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 194.

Hefni Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan. Sumber


Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit. Kanisisus, Yogyakarta.

Hutabarat, S. 2000. Produktivitas Perairan dan Plankton.


Semarang : Universitas Diponegoro.

Mahida, U.N. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah


Industri. Edisi Keempat. PT. Rajawali Grafindo. Jakarta.

Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering Treatment,


Disposal, and Reuse. 3rd ed. Mc Graw Hill. New York.

Sulaeman, Dede. 2009. Pengelolaan Limbah Agroindustri. Makalah


disampaikan pada acara penyusunan “Pedoman Desain Teknik IPAL
Agroindustri” di Bogor, Mei 2009.

Sutrisno, Toto dan Eni Sucianstuti. 1987. Teknologi Penyediaan Air


Bersih. Bina Aksara. Jakarta

Ueda, Tatsuki and Kenji Hata. 1999. Domestic Wastewater


Treatment by a Submerged Membrane Bioreactor with Gravitational
Filtration. Pergamon. Wat. Res. Vol. 33, No.12, pp. 2888-2892.

28
Widajatno, Rudy Laksmono. 2006. Bioregenerasi Karbon Aktif
dengan Beban Zat Warna Monoklorotriazynil Menggunakan Bakteri
Pseudomonas rudinensis dan Pseudomonas diminuta. Department of
Environmental Engineering.

29

Anda mungkin juga menyukai