02 Miu 11 1 Surtikanti PDF
02 Miu 11 1 Surtikanti PDF
bidang
EKONOMI
H a l a ma n 15
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.
uangan pusat-daerah diatur melalui UU no- bentukan propinsi sebagai Daerah Adminis-
mor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan trasi dan pelimpahan wewenang dari Pemer-
Daerah dan UU nomor 25 tahun 1999 ten- intah kepada Gubernur. Pada prinsipnya
tang Perimbangan Keuangan antara Pemer- dalam pemerintahan daerah tidak ada lagi
intah Pusat dan Daerah yang kemudian dire- perangkat dekonsentrasi, kecuali perangkat
visi melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang dekonsentrasi untuk melaksanakan kewe-
Pemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun nangan-kewenangan Pemerintah dalam
2004 tentang Perimbangan Keuangan bidang-bidang Pertahanan/Keamanan,
Pusat dan Daerah. Pemberian Otonomi Politik Luar Negeri, Peradilan, Fiskal/
Daerah kepada Daerah Kabupaten dan Moneter, Agama serta kewenangan bidang
Kota dalam UU ini diselenggarakan atas Pemerintahan lainnya dan/atau Kebijakan
dasar Otonomi luas. Kewenangan Otonomi Strategis yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah adalah keseluruhan kewenangan Pemerintah.
penyelenggaraan pemerintahan seperti per-
encanaan, perijinan, pelaksanaan dan lain Masih menurut UU No. 32 Tahun 2004 ten-
sebagainya, kecuali kewenangan dibidang- tang Pemerintahan Daerah, bidang lainnya
bidang Pertahanan Keamanan, Peradilan, yang tetap menjadi kewenangan Pemerin-
Politik Luar Negeri, Moneter/Fiskal dan tah Pusat adalah sebagai berikut:
agama serta kewenangan lainnya yang dia- 1. Perencanaan nasional dan pengendalian
tur oleh peraturan perundangan yang lebih pembangunan sektoral dan nacional
tinggi. Penyelenggaraan Otonomi pada ting- secara makro;
kat Propinsi meliputi kewenangan- 2. Kebijakan dana perimbangan keuangan;
kewenangan lintas Kabupaten dan Kota dan 3. Kebijakan sistem administrasi negara
kewenangan kewenangan yang tidak atau dan lembaga perekonomian negara;
belum dilaksanakan Daerah Otonom Kabu- 4. Kebijakan pembinaan dan
paten dan Kota serta kewenangan bidang pemberdayaan sumberdaya manusia;
Pemerintahan lainnya (Pradityo, 2007). 5. Kebijakan pendayagunaan teknologi
tinggi dan strategis, serta pemanfaatan
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 ten- kedirgantaraan, kelautan, pertambangan
tang Pemerintahan Daerah, penyelengga- dan kehutanan/lingkungan hidup;
raan pemerintahan daerah dilaksanakan 6. Kebijakan konservasi;
atas: azas desentralisasi, azas dekonsen- 7. Kebijakan standarisasi nasional.
trasi dan tugas pembantuan. Azas desen-
tralisasi dalam UU ini menganut pengertian Sedangkan di tingkat Propinsi, kewenangan
bahwa: (1) Pemberian wewenang pemerin- bidang pemerintahan yang bersifat lintas
tahan yang luas pada Daerah Otonom, kec- kabupaten dan kota yang menjadi tanggung
uali wewenang dalam bidang Pertahanan jawab Propinsi, misalnya adalah
Keamanan, Politik Luar Negeri, Peradilan kewenangan di bidang pekerjaan umum,
dan Moneter/Fiskal, Agama serta kewenan- perhubungan, kehutanan, dan perkebunan
gan bidang Pemerintahan lainnya; (2) disamping kewenangan bidang
Proses dalam pembentukan Daerah Otonom pemerintahan tertentu lainnya.
yang baru berdasarkan azas desentralisasi, Kewenangan bidang pemerintahan tertentu
atau mengakui adanya Daerah Otonom yang lainnya mencakup:
sudah dibentuk berdasarkan perundang- 1. Perencanaan pembangunan regional
undangan sebelumnya. secara makro;
2. Pelatihan kejuruan dan alokasi sumber
Azas dekonsentrasi yang dianut dalam UU daya manusia potensial;
ini mengandung pengertian: (1) Pelimpahan 3. Pelabuhan regional;
wewenang Pemerintahan dari Pemerintah 4. Lingkungan hidup;
kepada perangkatnya di Daerah; (2) Pem- 5. Promosi dagang dan budaya/pariwisata;
H a l a m a n 16
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1
H a l a ma n 17
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.
Gambar 1. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Sumber:Aulia Rachmat (2007),
pengaturan dari: 1. Pendapatan Asli Daerah;
1. Prinsip-prinsip pembiayaan fungsi 2. Dana Perimbangan;
pemerintahan di Daerah. 3. Pinjaman Daerah;
2. Sumber-sumber pembiayaan fungsi dan 4. Lain-lain penerimaan yang sah.
tugas tanggung jawab Daerah yang
meliputi: Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:
Dana Perimbangan Hasil pajak daerah;
Pinjaman Hasil retribusi daerah;
Pembiayaan pelaksanaan azas Hasil perusahaan milik Daerah;
dekonsentrasi bagi Propinsi Lain-lain pendapatan asli daerah
3. Pengelolaan dan pertanggungjawaban yang sah
keuangan daerah.
4. Sistem informasi keuangan daerah.
Dana Perimbangan terdiri dari:
Prinsip-prinsip pembiayaan fungsi Bagian daerah dari penerimaan Pajak
pemerintahan di daerah Dasar-dasar Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan
pembiayaan pemerintahan daerah Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan
dilakukan menurut hubungan fungsi penerimaan dari sumber daya alam;
berdasarkan pembagian kewenangan, tugas Dana alokasi umum;
dan tanggung jawab antar tingkat Dana alokasi khusus
pemerintahan. Penyelenggaraan tugas
Daerah dalam rangka pelaksanaan azas Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi
desentralisasi menjadi beban APBD, dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas
sedangkan tugas Pusat yang dilaksanakan Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari
oleh perangkat Daerah Propinsi dalam sumber daya alam, dana alokasi umum
rangka pelaksanaan azas dekonsentrasi serta dana alokasi khusus merupakan
dibiayai dari APBN. bagian dari penerimaan daerah yang masuk
ke dalam APBD untuk membiayai
Sumber-sumber pembiayaan fungsi dan penyelenggaraan pemerintah daerah dalam
tugas tanggung jawab Daerah. Sumber- rangka desentralisasi. Kesepakatan yang
sumber penerimaan Daerah untuk dicapai tentang bagian daerah dari
melaksanakan azas desentralisasi terdiri penerimaan sumber daya alam, Pajak Bumi
dari: dan Bangunan, dana reboisasi dan bagi
H a l a m a n 18
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1
hasil Hak Atas Perolehan Tanah dan umum untuk propinsi dan kabupaten/-
Bangunan adalah sebagai berikut: kotamadya, akan digunakan kriteria potensi
1. Lima belas persen hasil tambang minyak daerah dan kebutuhan obyektif daerah.
diserahkan ke daerah: Kriteria daerah dicerminkan oleh:
3 persen untuk kabupaten/kota Pendapatan Asli Daerah dan Bagian Daerah
penghasil dari PBB, BPHTB, dan penerimaan sumber
6 persen untuk propinsi daya alam, atau tingkat pendapatan
6 persen dibagi rata untuk masyarakat. Kebutuhan obyektif
kabupaten/kota lain di propinsi itu pengeluaran daerah dicerminkan oleh: luas
2. Tiga puluh persen hasil tambang gas daerah, keadaan geografi dan jumlah
alam diserahkan ke daerah: penduduk.
12 persen untuk kabupaten/kota
penghasil Dana perimbangan yang berasal dari dana
6 persen untuk propinsi alokasi khusus berasal dari dana APBN
kepada Daerah untuk membantu
12 persen dibagi rata untuk
membiayai kebutuhan khusus dengan
kabupaten/kota lain di propinsi itu
memperhatikan ketersediaan dana APBN.
3. Dana reboisasi dalam dua tahun
Pembiayaan kebutuhan khusus disyaratkan
mendatang 40 persen diserahkan ke
dana pendamping dari APBD. Kebutuhan
daerah.
khusus yang dimaksud di sini adalah:
4. Bagi hasil PBB:
Kebutuhan yang tidak dapat
90 persen daerah
diperkirakan secara umum dengan
10 persen pusat
rumus, antara lain kebutuhan yang
5. Bagi hasil Hak Atas Perolehan Tanah dan bersifat khusus yang tidak sama dengan
Bangunan (pembagian yang sama untuk
kebutuhan daerah lain, misalnya
sektor pertambangan umum, perikanan, kebutuhan di kawasan transmigrasi,
kehutanan):
kebutuhan beberapa jenis investasi/
80 persen daerah prasarana baru, misalnya pembangunan
20 persen pusat jalan di kawasan terpencil, saluran
irigasi primer; dan atau
Dana alokasi umum berfungsi pemerataan Kebutuhan yang merupakan komitmen
antar daerah dengan tujuan semua daerah atau prioritas nasional. Disamping dana
memiliki kemampuan yang relatif sama PAD dan Perimbangan Keuangan,
untuk membiayai pengeluarannya dalam Daerah dapat melakukan pinjaman dari
pelaksanaan azas desentralisasi. Dana sumber dalam negeri atau luar negeri
alokasi umum dialokasikan berdasarkan melalui Pusat untuk membiayai sebagian
suatu rumus yang memasukkan unsur anggarannya yang pengaturannya
potensi penerimaan daerah dan kebutuhan dilakukan lebih lanjut melalui Peraturan
obyektif pengeluaran daerah, dan dengan Pemerintah. Daerah dapat juga
memperhatikan ketersediaan dana APBN. memperoleh Dana Darurat, yaitu dana
Jumlah dana alokasi umum ditetapkan yang dialokasikan dari APBN kepada
minimal 25 persen dari penerimaan dalam Daerah tertentu untuk keperluan
negeri yang ditetapkan APBN dengan mendesak, misalnya jika terjadi bencana
ketentuan 90 persen untuk kabupaten/kota alam, dan sebagainya. Pengaturan lebih
dan 10 persen untuk propinsi. lanjut dari Dana Darurat ini dilakukan
Penghitungan dana alokasi tersebut melalui Peraturan Pemerintah.
dilakukan oleh Sekretariat Bidang
Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah. Pembiayaan pelaksanaan azas
dekonsentrasi Pembiayaan dalam rangka
Dalam memperhitungkan dana alokasi pelaksanaan azas dekonsentrasi dilakukan
H a l a ma n 19
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.
H a l a m a n 20
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1
lempar tanggung jawab bila urusan itu Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1974
berimplikasi pada pengeluaran uang, tetapi daerah administratif dan daerah otonom
jika urusan itu menghasilkan uang terjadi berhimpit baik di kabupaten/kota maupun
perebutan penanganan tersebut. Ini Propinsi, dalam UU No 22 tahun 1999 ber-
nampak pada kasus-kasus bencana alam himpitnya daerah administrasi dan daerah
dan pengadaan infrastruktur. otonom hanya di tingkat provinsi. Jadi,
provinsi memiliki kedudukan sebagai
b. Kewenangan Gubernur sebagai Wakil daerah otonom juga sebagai wilayah admin-
Pemerintah Pusat. istrasi. Konsekuensinya, selain sebagai
kepala daerah, gubernur juga wakil pemer-
Pembahasan ihwal kedudukan dan intah pusat di daerah. Dalam kedudukannya
kewenangan Gubernur tidak lepas dari sebagai wakil pemerintah pusat, gubernur
konsepsi pemerintahan secara keseluruhan. menjalankan kewenangan pemerintahan
Harus dipahami, pemerintah daerah yang dilimpahkan kepadanya. Sesuai keten-
merupakan subsistem dari sistem tuan UU No 22 Pasal 1 Huruf f, pelimpahan
pemerintahan negara keseluruhan. Sebuah wewenang dari pemerintah kepada guber-
sistem pemerintahan dalam negara hanya nur sebagai wakil pemerintah dan atau per-
akan berfungsi jika sub-subsistem yang ada angkat pusat di daerah disebut sebagai de-
terintegrasi, saling mendukung, dan tidak konsentrasi.
berlawanan. Pemahaman terhadap hal ini
memberi landasan terhadap pentingnya Dalam praktik pemerintahan daerah di Indo-
penataan hubungan kewenangan dan nesia, ketentuan normatif UU No 22 Tahun
kelembagaan antara level pemerintahan di 1999 yang memberi fungsi ganda gubernur
pusat, di provinsi dan di kabupaten/kota. sebagai kepala daerah otonom dan wakil
pemerintah pusat tidak berjalan optimal.
Dalam praktiknya, hampir tidak ada negara Meski dua fungsi ini berbeda, wilayah kerja
di dunia yang semua pemerintahannya dan orang yang menjabat gubernur adalah
diselenggarakan secara sentralistis atau satu. Dalam Pasal 4 Ayat (2) UU No 22 Ta-
sebaliknya diselenggarakan seluruhnya hun 1999, wilayah kerja gubernur sebagai
secara desentralistis. Oleh karena itu, kepala daerah otonom tidak memiliki
dalam sistem negara federal maupun hubungan hierarki dengan daerah kabu-
kesatuan selalu ada perimbangan antara paten dan kota. Pemutusan hierarki antara
kewenangan yang diselenggarakan secara provinsi dan kabupaten/kota dalam ka-
sentralistis oleh pemerintah pusat dan pasitasnya sebagai daerah otonom bukan
kewenangan yang secara desentralistis tanpa masalah karena pada implemen-
diselenggarakan unit-unit pemerintahan tasinya para bupati/wali kota tidak dapat
daerah yang otonom. Hal ini pula yang mela- memisahkan antara fungsi gubernur seba-
hirkan konsep local state government dan gai kepala daerah otonom dan sebagai
local self government. Jika local state gov- wakil pemerintah pusat.
ernment melahirkan wilayah administrasi
pemerintah pusat di daerah yang direpre- Dalam kapasitasnya sebagai wakil
sentasikan gubernur sebagai wakil pemerin- pemerintah pusat di daerah, gubernur tetap
tah pusat di daerah dan instansi vertikal di memiliki kewenangan untuk melakukan
daerah, local self government melahirkan pengawasan dan koordinasi terhadap
daerah atau wilayah otonom yang direpre- pelaksanaan kewenangan kabupaten/kota.
sentasikan keberadaan DPRD. Selain itu, karena pembagian kewenangan
dalam UU No 22/1999 berdasarkan fungsi
Di Indonesia, perwujudan local state govern- (mengatur dan mengurus), pemutusan hier-
ment dan local self government mengalami arki sehingga tidak ada lagi hubungan
perubahan dari waktu ke waktu. Jika dalam antara provinsi dan kabupaten/kota adalah
H a l a ma n 21
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.
sesuatu yang tidak mungkin. Pemahaman daerah menjadi batu uji untuk pelaksanaan
yang salah inilah yang merupakan sumber keadilan, demokrasi, kesetaraaan dan
kontroversi kedudukan dan kewenangan pemerataan. Daerah dituntut untuk mampu
gubernur. menunjukkan kinerjanya untuk mewujudkan
keadilan, menumbuhkan kehidupan yang
UU No 32 Tahun 2004 mereposisi kewenan- lebih demokratis, dan melakukan
gan gubernur agar fungsi ganda gubernur pemerataan kegiatan dan hasil
sebagai kepala daerah otonom dan wakil pembangunan. Selain itu otonomi daerah
pemerintah pusat berjalan optimal. Provinsi juga dapat dijadikan wahana untuk
sebagai intermediate government meru- mengembangkan pluralisme dan semangat
pakan penyambung dan penghubung ke- inklusivisme. Di sinilah Gubernur memiliki
pentingan serta kewenangan yang bersifat peran kunci.
nasional dengan yang bersifat local harus
diberdayakan. Ini penting karena Gubernur Dengan memerhatikan prinsip uniformitas
mempunyai peran yang signifikan sebagai dan subsidiaritas, kewenangan yang
perekat hubungan pusat dan daerah dalam seharusnya dilakukan gubernur sebagai
bingkai NKRI. wakil pemerintah pusat adalah kewenangan
yang bersifat dekonsentrasi dan
Di Indonesia, intermediate government di- kewenangan yang bersifat pengawasan dan
wujudkan dengan terintegrasinya wilayah koordinasi, termasuk kewenangan untuk
administrasi dan daerah otonom. Jika pe- membatalkan peraturan daerah kabupaten/
merintah pusat memiliki kewenangan yang kota. Kewenangan pengawasan dan
bersifat standar, norma, dan pedoman na- koordinasi ini dapat dilakukan provinsi
sional, provinsi memiliki kewenangan yang karena kedudukannya sebagai wakil
bersifat lintas kabupaten dan koordinasi pemerintah pusat di daerah. Selain itu, atas
penyelenggaraan kewenangan di wilayah alasan efisiensi dan efektivitas, di mana
provinsi itu. Sementara kabupaten/kota sampai saat ini lebih kurang 1.000 perda
memiliki kewenangan mengatur dan mengu- bermasalah belum dapat diputuskan
rus dalam bidang kewenangan yang dimiliki Depdagri, maka pemberian kewenangan
berdasarkan standar dan norma dari pusat kepada gubernur untuk melakukan review
juga dari provinsi. atas perda-perda bermasalah akan amat
membantu fungsi pengawasan terhadap
Reposisi kewenangan gubernur idealnya perda. Untuk mereposisi peran dan fungsi
dilakukan dengan tujuan penguatan lokal, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di
bukan sebaliknya bertujuan resentralisasi daerah adalah dengan menyambungkan
kekuasaan. Karena hakikat otonomi daerah kembali hierarki antara provinsi dan
adalah mendekatkan pelayanan dan kabupaten/kota. Oleh karen itu, perlu
pemerintahan kepada masyarakat. Harus segera dibuat peraturan perundangan
dibuka keseimbangan antara kepentingan sebagai implementasi Otonomi Daerah yang
yang bersifat nasional serta regional dan mengatur tentang kewenangan Gubernur
kepentingan yang bersifat lokal. Di sini sebagai wakil pemerintah pusat di daerah
dianut gabungan antara prinsip uniformitas yang menangani urusan-urusan yang
dan subsidiaritas, di mana kewenangan berhubungan dengan pelaksanaan
pelayanan dan pemerintahan seharusnya dekonsentrasi dan tugas perbantuan.
memerhatikan kepentingan nasional dan Sekarang timbul kecenderungan
lokal. departemen memperpanjang tangannya ke
daerah melalui pembentukan balai dan UPT
Harus disadari bahwa Otonomi Daerah yang sering tidak sinkron dengan kebijakan
adalah aspek yang paling strategis untuk daerah.
merajut integrasi nasional, di sini otonomi c. Pengangkatan Sekretaris Kabupaten/
H a l a m a n 22
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1
H a l a ma n 23
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.
menjadi kewenangan pemerintah pusat. Hal pemerintah pusat. Masalah batas daerah
ini telah menyulitkan pemerintah provinsi, merupakan masalah krusial sering
kabupaten dan kota. Kasus yang terjadi menimbulkan konflik di daerah.
terutama yang berkaitan dengan HGU dan Kewenangan Gubernur dalam menangani
HPH yang telah habis masa berlakunya sengketa perbatasan antara kabupaten
kerap memunculkan konflik karena tiba-tiba yang satu dengan yang lainnya dinilai masih
tanah tersebut beralih milik sementara lemah. Ini sangat berbahaya karena memicu
masyarakat sekitar tidak dapat mengakses konflik dan menghambat kerjasama antar
redistribusi tanah eks HGU. daerah. Oleh karena itu Gubernur diberi
a kewenangan yang jelas dan besar dalam hal
bSampai saat ini BPN masih melakukan menangani sengketa perbatsan.
intervensi berdasarkan ketentuan bahwa
harus ada izin pelepasan dari menteri Untuk Provinsi yang berbatasan dengan
berkaitan. Ketentuan tentang pelepasan Negara tetangga dan laut internasional
hak yang mengharuskan ada izin dari perlu diperluas kewenangannya.
menteri berkaitan seharusnya dihapuskan Pemerintah Pusat yang bertanggungjawab
dan dialihkan kepada Gubernur yang dengan urusan perbatasan dan pulau
notabene wakil pemerintah pusat di daerah terluar sering tidak memfasilitasi apakah itu
yang tahu persis tentang kondisi dalam bentuk infrastruktur atau yang
pertanahan di daerahnya. Jika devolusi lainnya agar daerah yang bersangkutan bisa
diberikan kepada gubernur ini akan menjaga keutuhan territorial. Sementara
mempermudah gubernur sebagai wakil daerah yang bersangkutan terbebani
pemerintah untuk membagikan HGU yg dampak yang timbul dari kebijakan
sudah habis masa berlakunya. Ini sejalan tersebut. Kasus tertangkapnya kapal asing
dengan program pemerintah untuk yang melakukan illegal fishing seperti yang
membagikan 9.000.000 ha lahan. HGU dan terjadi di Kalimantan Barat, Maluku, Maluku
HPH yang dikeluarkan oleh pemerintah Utara, dan Gorontalo telah menyusahkan
pusat kerapkali mengabaikan hak-hak daerah. Daerah harus memberi makan
masyarakat lokal dan yang notabene secara kepada awak kapal asing yang ditahan, ini
tradisional dan turun temurun membebani anggaran daerah, maka jalan
menggunakan tanah tersebut. Kewenangan keluarnya hanya beberapa awak kapal dan
pertanahan yang masih berada di tangan kapalnya ditahan. Ini adalah sebuah
pemerintah pusat sering memunculkan kerugian. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat
kasus perselisiahan antara Pusat dengan mestinya menempatkan alat-alat
masyarakat di daerah. Daerah tidak bisa kelengkapan yang memadai untuk
menyelesaikan. Ini berpotensi menciptakan menjalankan urusan wajib pemerintah
kerawanan keamanan di daerah. Oleh pusat yang ada di daerah terutama daerah
karena itu, daerah harus diberi kewenangan perbatasan dengan negara tetangga.
menangani pertanahan yang ada di
daerahnya. Pertanahan merupakan urusan h. Pemekaran Daerah
khusus, mestinya didiskusikan bagaimana
cara penanganan bersama antara pusat Pemekaran Daerah telah menguras energi
dan daerah. Pemerintah Provinsi, dan prosesnya sering
menimbulkan ketidakstabilan daerah.
g. Sengketa Perbatasan dan Penanganan Pemekaran sering kurang memperhatikan
Daerah Perbatasan aspek kemampuan daerah yang akan
dimekarkan. Sebaiknya ketentuan tentang
Sengketa Perbatasan dan Daerah pemekaran harus lebih mengedepankan
Perbatasan adalah isu yang belum faktor-faktor yang dimiliki daerah yang
mendapatkan perhatian yang memadai dari berkaitan langsung dengan kemampuan
H a l a m a n 24
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1
H a l a ma n 25
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.
baru? Seberapa signifikan terhadap Demikian pula dengan bagi hasil dari sektor
tambahan pendapatan daerah? Apakah pajak. Daerah sering dipersalahkan karena
tambahan pendapatan daerah akan memunculkan pajak dan retribusi daerah
menjamin peningkatan kesejahteraan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
masyarakat? Good governance-lah Bagi daerah, ini semacam mengais remah-
jawabannya. remah PAD karena sumber pajak yang
gemuk sudah diserobot pusat. Dalam hal
Dana APBN 2006, secara keseluruhan ini, daerah menuntut keadilan dengan
belanja daerah naik 44 persen sistem bagi hasil yang lebih besar, kalau
dibandingkan APBN 2005. Kenaikan tidak sumber pajak-pajak gemuk diserahkan
terbesar terjadi pada DAK yang meningkat ke daerah. Perlu, oleh karena
141 persen, sedangkan DAU naik 64 itu,mempertimbangkan kebutuhan daerah
persen. Pagu DAU ditetapkan minimal dan potensi daerah dalam penentuan DAU.
25,5% penerimaan dalam negeri (PDN) neto Kebutuhan daerah sedikitnya menyangkut
(sampai 2007). Kenaikan anggaran tersebut jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan
menunjukkan komitmen pemerintah pusat geografis, tingkat pendapatan masyarakat,
terhadap desentralisasi. Termasuk isu dana dan masyarakat miskin. Lebih khusus
lobi untuk memperbesar DAU daerah adalah menyangkut indeks tingkat kesulitan
bohong. Sebab, formula besaran DAU yang pembangunan dengan memperhatikan
diterima setiap daerah sudah jelas. Jadi, daerah pesisir-kepulauan-pedalaman,
sulit dilakukan perubahan karena faktor indeks tingkat pendidikan dan kesehatan
lobi. Namun, permasalahan desentralisasi (melek huruf dan harapan hidup), indeks
fiskal tidak sesederhana itu. Selain KFM, serta indeks ICOR. Sementara itu,
pembagian wewenang (expenditure potensi daerah setidaknya menyangkut
assignment), pembagian sumber potensi industri, potensi SDA, potensi SDM,
pendapatan (revenue assignment) dan PDRB, dan indeks PAD.
pinjaman daerah, pilar utama desentralisasi
fiskal adalah transfer dana dari pusat ke Pengelolaan sumber daya alam (SDA) dalam
daerah (intergovernmental fiscal transfer). desentralisasi fiskal menimbulkan banyak
masalah. Hal itu ditandai turunnya investasi
Persoalan polemik DAU terletak pada dan rendahnya pertumbuhan ekonomi di
perbedaan cara pandang antara pusat dan daerah kaya SDA. Pemerintah pusat
daerah tentang DAU. Bagi pusat, DAU dianggap menjadi predatory state yang
dijadikan instrumen horizontal imbalance mengeksploitasi daerah secara besar-
untuk pemerataan atau mengisi fiscal gap. besaran, terutama daerah kaya migas
Bagi daerah, itu dimaksudkan untuk seperti (NAD, Papua, Riau, dan Kaltim).
mendukung kecukupan (sufficiency). Sebagai bukti, meski dikatakan sebagai
Persoalan timbul ketika daerah meminta daerah kaya, pembangunan prasarana
DAU sesuai kebutuhannya. Di sisi lain, ekonomi di daerah itu tertinggal dibanding
alokasi DAU berdasar kebutuhan daerah daerah lain. Ekspresi ketidakpuasan daerah
belum bisa dilakukan karena dasar selama ini menjadi fenomena wajar.
perhitungan fiscal needs tidak memadai Misalnya, tentang bagi hasil migas. Kasus
(terbatasnya data, belum ada standar 48 daerah penghasil migas yang
pelayanan minimum masing-masing daerah, mengancam memblokade produksi migas di
dan sistem penganggaran yang belum daerahnya pada pertengahan 2002. Saat
berdasar standar analisis belanja). itu, penetapan SK Menkeu No 24/
Ditambah total pengeluaran anggaran, KM.66/2002 tentang bagi hasil migas
khususnya APBD belum mencerminkan dianggap tidak transparan. Sebab, hanya
kebutuhan sesungguhnya dan cenderung memberikan 1-2 persen dari angka
tidak efisien. sesungguhnya pengambilan migas di
H a l a m a n 26
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1
H a l a ma n 27
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.
H a l a m a n 28
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1
H a l a ma n 29
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.
H a l a m a n 30