Anda di halaman 1dari 16

Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No.

bidang
EKONOMI

PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH


DITINJAU DARI ASPEK PERIMBANGAN KEUANGAN
PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
Dr. SURTIKANTI, SE., M.Si., Ak
Program Studi Akuntansi - Fakultas Ekonomi
Universitas Komputer Indonesia

Perlunya undang-undang yang mengatur tentang hubungan keuangan Pusat


dan Daerah serta permasalahan-permasalahan yang sering timbul selama
pelaksanaan otonomi daerah. Pokok-pokok penyelenggaraan otonomi daerah,
pokok-pokok perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, isu-
isu kritis penyelenggaraan otonomi daerah, hal-hal yang harus dilakukan untuk
mengatasi isu-isu kritis dalam penyelenggaraan otonomi daerah, serta implikasi
penerapan UU No 33 Tahun 2004 terhadap hubungan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah..

Kata kunci: Perimbangan keuangan pusat dan daerah, otonomi daerah, UU


No 33 Tahun 2004
PENDAHULUAN • Aspek pelaksanaan, harus tunduk
kepada berbagai arahan berupa petun-
Awal tahun 80-an, pemikiran tentang
juk pelaksanaan maupun petujuk tek-
perlunya undang-undang yang mengatur
nis dari Pusat;
tentang hubungan keuangan Pusat dan
• Aspek pengawasan, banyaknya institusi
daerah (HKPD) sudah ada. Namun
pengawasan fungsional, seperti BPKP,
demikian, sebagaimana kita ketahui ber-
Itjen Departemen, Irjenbang, Inspek-
sama, UU 25/1999 tentang Perimbangan
torat Daerah, yang satu sama lain da-
Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) baru
pat saling tumpang tindih (Kamaludin,
bisa lahir bersamaan dengan adanya tun-
2007).
tutan reformasi di berbagai bidang, atau
setelah berakhirnya Orde Baru. Pemikiran
Beberapa kelemahan tersebut di atas men-
terhadap perlunya undang-undang yang
jadi bahan untuk pokok-pokok pemikiran
mengatur HKPD timbul atas pengalaman
tentang pembaharuan di bidang HKPD.
selama ini khususnya berkaitan dengan
Oleh karena itu, lahirnya UU-PKPD tidak
siklus pengelolaan dana yang berasal dari
bisa lepas kaitannya dengan upaya untuk
Pusat kepada Daerah, terakhir berupa Sub-
mendukung pelaksanaan otonomi daerah,
sidi (untuk belanja rutin daerah) dan Ban-
efisiensi penggunaan keuangan negara,
tuan berupa Inpres (untuk belanja pemban-
serta prinsip-prinsip good governance
gunan daerah) sering kurang jelas. Paling
seperti: partisipasi, transparansi, dan akunt-
tidak, permasalahan yang sering timbul
abilitas.
adalah:
• Aspek perencanaan, dominannya per-
Pokok-pokok Penyelenggaraan Otonomi
anan Pusat dalam menetapkan pri-
Daerah
oritas pembangunan (top down) di
daerah, dan kurang melibatkan stake-
Reformasi penyelenggaraan pemerintahan
holders;
daerah serta pengaturan hubungan ke-

H a l a ma n 15
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.

uangan pusat-daerah diatur melalui UU no- bentukan propinsi sebagai Daerah Adminis-
mor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan trasi dan pelimpahan wewenang dari Pemer-
Daerah dan UU nomor 25 tahun 1999 ten- intah kepada Gubernur. Pada prinsipnya
tang Perimbangan Keuangan antara Pemer- dalam pemerintahan daerah tidak ada lagi
intah Pusat dan Daerah yang kemudian dire- perangkat dekonsentrasi, kecuali perangkat
visi melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang dekonsentrasi untuk melaksanakan kewe-
Pemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun nangan-kewenangan Pemerintah dalam
2004 tentang Perimbangan Keuangan bidang-bidang Pertahanan/Keamanan,
Pusat dan Daerah. Pemberian Otonomi Politik Luar Negeri, Peradilan, Fiskal/
Daerah kepada Daerah Kabupaten dan Moneter, Agama serta kewenangan bidang
Kota dalam UU ini diselenggarakan atas Pemerintahan lainnya dan/atau Kebijakan
dasar Otonomi luas. Kewenangan Otonomi Strategis yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah adalah keseluruhan kewenangan Pemerintah.
penyelenggaraan pemerintahan seperti per-
encanaan, perijinan, pelaksanaan dan lain Masih menurut UU No. 32 Tahun 2004 ten-
sebagainya, kecuali kewenangan dibidang- tang Pemerintahan Daerah, bidang lainnya
bidang Pertahanan Keamanan, Peradilan, yang tetap menjadi kewenangan Pemerin-
Politik Luar Negeri, Moneter/Fiskal dan tah Pusat adalah sebagai berikut:
agama serta kewenangan lainnya yang dia- 1. Perencanaan nasional dan pengendalian
tur oleh peraturan perundangan yang lebih pembangunan sektoral dan nacional
tinggi. Penyelenggaraan Otonomi pada ting- secara makro;
kat Propinsi meliputi kewenangan- 2. Kebijakan dana perimbangan keuangan;
kewenangan lintas Kabupaten dan Kota dan 3. Kebijakan sistem administrasi negara
kewenangan kewenangan yang tidak atau dan lembaga perekonomian negara;
belum dilaksanakan Daerah Otonom Kabu- 4. Kebijakan pembinaan dan
paten dan Kota serta kewenangan bidang pemberdayaan sumberdaya manusia;
Pemerintahan lainnya (Pradityo, 2007). 5. Kebijakan pendayagunaan teknologi
tinggi dan strategis, serta pemanfaatan
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 ten- kedirgantaraan, kelautan, pertambangan
tang Pemerintahan Daerah, penyelengga- dan kehutanan/lingkungan hidup;
raan pemerintahan daerah dilaksanakan 6. Kebijakan konservasi;
atas: azas desentralisasi, azas dekonsen- 7. Kebijakan standarisasi nasional.
trasi dan tugas pembantuan. Azas desen-
tralisasi dalam UU ini menganut pengertian Sedangkan di tingkat Propinsi, kewenangan
bahwa: (1) Pemberian wewenang pemerin- bidang pemerintahan yang bersifat lintas
tahan yang luas pada Daerah Otonom, kec- kabupaten dan kota yang menjadi tanggung
uali wewenang dalam bidang Pertahanan jawab Propinsi, misalnya adalah
Keamanan, Politik Luar Negeri, Peradilan kewenangan di bidang pekerjaan umum,
dan Moneter/Fiskal, Agama serta kewenan- perhubungan, kehutanan, dan perkebunan
gan bidang Pemerintahan lainnya; (2) disamping kewenangan bidang
Proses dalam pembentukan Daerah Otonom pemerintahan tertentu lainnya.
yang baru berdasarkan azas desentralisasi, Kewenangan bidang pemerintahan tertentu
atau mengakui adanya Daerah Otonom yang lainnya mencakup:
sudah dibentuk berdasarkan perundang- 1. Perencanaan pembangunan regional
undangan sebelumnya. secara makro;
2. Pelatihan kejuruan dan alokasi sumber
Azas dekonsentrasi yang dianut dalam UU daya manusia potensial;
ini mengandung pengertian: (1) Pelimpahan 3. Pelabuhan regional;
wewenang Pemerintahan dari Pemerintah 4. Lingkungan hidup;
kepada perangkatnya di Daerah; (2) Pem- 5. Promosi dagang dan budaya/pariwisata;

H a l a m a n 16
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1

6. Penanganan penyakit menular dan Pokok-pokok Perimbangan Keuangan


hama tanaman; antara Pemerintah Pusat dan Daerah
7. Perencanaan tata ruang Propinsi.
Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang
Kewenangan daerah kabupaten dan daerah Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
kota mencakup semua kewenangan mengandung pokok-pokok muatan sebagai
Pemerintahan selain kewenangan berikut:
Pemerintah Pusat dan Propinsi. Secara 1. Penegasan Prinsip-Prinsip Dasar
eksplisit dinyatakan bahwa bidang Perimbangan Keuangan Pemerintah dan
pemerintahan yang wajib dilaksanakan Pemerintahan Daerah
daerah kabupaten dan daerah kota 2. Penambahan jenis Dana Bagi Hasil
meliputi: pekerjaan umum, kesehatan, (DBH) sektor Pertambangan Panas Bumi,
pendidikan, pertanian, perhubungan, PPh Pasal 25/29 dan PPh Pasal 21
perdagangan dan industri, penanaman 3. Pengelompokan Dana Reboisasi yang
modal, lingkungan hidup, penerangan, semula masuk dalam Komponen DAK
agama dan pertanahan. menjadi DBH
4. Penyempurnaan Prinsip pengalokasian
Khusus mengenai kepegawaian, Daerah DAU
memiliki kewenangan untuk melakukan 5. Penyempurnaan Prinsip Pengalokasian
pengangkatan, pemberhentian, penetapan DAK
pensiun, gaji, tunjangan dan kesejahteraan 6. Penyempurnaan persyaratan dan
pegawai, pendidikan dan pelatihan sesuai mekanisme Pinjaman Daerah, termasuk
dengan kebutuhan dan kemampuan Daerah obligasi Daerah
menurut norma, standar dan prosedur yang 7. Pengaturan pengelolaan dan
berlaku secara nasional. Daerah Propinsi Pertanggung jawaban Keuangan
diberi kewenangan melakukan pengawasan 8. Penegasan Pengaturan Sistim Informasi
pelaksanaan administrasi kepegawaian dan Keuangan Daerah (SIKD)
pengembangan karier pegawai. 9. Penambahan Pengaturan Hibah dan
Dana Darurat
Pelaksanaan tugas pembantuan menurut 10.Prinsip Akuntabilitas dan responsibilitas
Undang-undang Pemerintahan Daerah Dipertegas dengan pemberian sanksi
dimungkinkan tidak hanya dari Pemerintah
kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah Dalam Undang-Undang No 33 Tahun 2004
dan Daerah kepada Desa yang disertai ini diatur tentang perimbangan keuangan
dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
serta sumber daya manusia dengan Daerah yang berdasarkan atas hubungan
kewajiban melaporkan pelaksanaan dan fungsi, yaitu berupa sistem keuangan
mempertanggung-jawabkan kepada yang daerah yang diatur berdasarkan pembagian
menugaskannya. Mengenai pertanggung- kewenangan, tugas dan tanggung jawab
jawaban Kepala Daerah, Gubernur dalam antar tingkat pemerintahan sesuai dengan
menjalankan tugas dan kewajiban pengaturan pada UU tentang Pemerintahan
Pemerintah Daerah bertanggung jawab Daerah. Pola hubungan ini dapat dilihat
kepada DPRD Propinsi, sedangkan dalam pada Gambar 1.
kedudukannya sebagai wakil Pemerintah
bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam Dari Gambar 1, dapat dijelaskan
penyelenggaraan otonomi daerah di daerah tentang pola hubungan keuangan antara
Kabupaten/Kota, Kepala Daerah Pemerintah Pusat dan Daerah yang diatur
bertanggung jawab kepada DPRD dalam Undang-Undang No 33 Tahun 2004
Kabupaten/Kota dan wajib memberikan tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
laporan kepada Presiden melalui Mendagri. Daerah yang meliputi ruang lingkup

H a l a ma n 17
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.

Gambar 1. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Sumber:Aulia Rachmat (2007),
pengaturan dari: 1. Pendapatan Asli Daerah;
1. Prinsip-prinsip pembiayaan fungsi 2. Dana Perimbangan;
pemerintahan di Daerah. 3. Pinjaman Daerah;
2. Sumber-sumber pembiayaan fungsi dan 4. Lain-lain penerimaan yang sah.
tugas tanggung jawab Daerah yang
meliputi: Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
 Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:
 Dana Perimbangan  Hasil pajak daerah;
 Pinjaman  Hasil retribusi daerah;
 Pembiayaan pelaksanaan azas  Hasil perusahaan milik Daerah;
dekonsentrasi bagi Propinsi  Lain-lain pendapatan asli daerah
3. Pengelolaan dan pertanggungjawaban yang sah
keuangan daerah.
4. Sistem informasi keuangan daerah.
Dana Perimbangan terdiri dari:
Prinsip-prinsip pembiayaan fungsi  Bagian daerah dari penerimaan Pajak
pemerintahan di daerah Dasar-dasar Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan
pembiayaan pemerintahan daerah Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan
dilakukan menurut hubungan fungsi penerimaan dari sumber daya alam;
berdasarkan pembagian kewenangan, tugas  Dana alokasi umum;
dan tanggung jawab antar tingkat  Dana alokasi khusus
pemerintahan. Penyelenggaraan tugas
Daerah dalam rangka pelaksanaan azas Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi
desentralisasi menjadi beban APBD, dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas
sedangkan tugas Pusat yang dilaksanakan Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari
oleh perangkat Daerah Propinsi dalam sumber daya alam, dana alokasi umum
rangka pelaksanaan azas dekonsentrasi serta dana alokasi khusus merupakan
dibiayai dari APBN. bagian dari penerimaan daerah yang masuk
ke dalam APBD untuk membiayai
Sumber-sumber pembiayaan fungsi dan penyelenggaraan pemerintah daerah dalam
tugas tanggung jawab Daerah. Sumber- rangka desentralisasi. Kesepakatan yang
sumber penerimaan Daerah untuk dicapai tentang bagian daerah dari
melaksanakan azas desentralisasi terdiri penerimaan sumber daya alam, Pajak Bumi
dari: dan Bangunan, dana reboisasi dan bagi

H a l a m a n 18
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1

hasil Hak Atas Perolehan Tanah dan umum untuk propinsi dan kabupaten/-
Bangunan adalah sebagai berikut: kotamadya, akan digunakan kriteria potensi
1. Lima belas persen hasil tambang minyak daerah dan kebutuhan obyektif daerah.
diserahkan ke daerah: Kriteria daerah dicerminkan oleh:
 3 persen untuk kabupaten/kota Pendapatan Asli Daerah dan Bagian Daerah
penghasil dari PBB, BPHTB, dan penerimaan sumber
 6 persen untuk propinsi daya alam, atau tingkat pendapatan
 6 persen dibagi rata untuk masyarakat. Kebutuhan obyektif
kabupaten/kota lain di propinsi itu pengeluaran daerah dicerminkan oleh: luas
2. Tiga puluh persen hasil tambang gas daerah, keadaan geografi dan jumlah
alam diserahkan ke daerah: penduduk.
 12 persen untuk kabupaten/kota
penghasil Dana perimbangan yang berasal dari dana
 6 persen untuk propinsi alokasi khusus berasal dari dana APBN
kepada Daerah untuk membantu
 12 persen dibagi rata untuk
membiayai kebutuhan khusus dengan
kabupaten/kota lain di propinsi itu
memperhatikan ketersediaan dana APBN.
3. Dana reboisasi dalam dua tahun
Pembiayaan kebutuhan khusus disyaratkan
mendatang 40 persen diserahkan ke
dana pendamping dari APBD. Kebutuhan
daerah.
khusus yang dimaksud di sini adalah:
4. Bagi hasil PBB:
 Kebutuhan yang tidak dapat
 90 persen daerah
diperkirakan secara umum dengan
 10 persen pusat
rumus, antara lain kebutuhan yang
5. Bagi hasil Hak Atas Perolehan Tanah dan bersifat khusus yang tidak sama dengan
Bangunan (pembagian yang sama untuk
kebutuhan daerah lain, misalnya
sektor pertambangan umum, perikanan, kebutuhan di kawasan transmigrasi,
kehutanan):
kebutuhan beberapa jenis investasi/
 80 persen daerah prasarana baru, misalnya pembangunan
 20 persen pusat jalan di kawasan terpencil, saluran
irigasi primer; dan atau
Dana alokasi umum berfungsi pemerataan  Kebutuhan yang merupakan komitmen
antar daerah dengan tujuan semua daerah atau prioritas nasional. Disamping dana
memiliki kemampuan yang relatif sama PAD dan Perimbangan Keuangan,
untuk membiayai pengeluarannya dalam Daerah dapat melakukan pinjaman dari
pelaksanaan azas desentralisasi. Dana sumber dalam negeri atau luar negeri
alokasi umum dialokasikan berdasarkan melalui Pusat untuk membiayai sebagian
suatu rumus yang memasukkan unsur anggarannya yang pengaturannya
potensi penerimaan daerah dan kebutuhan dilakukan lebih lanjut melalui Peraturan
obyektif pengeluaran daerah, dan dengan Pemerintah. Daerah dapat juga
memperhatikan ketersediaan dana APBN. memperoleh Dana Darurat, yaitu dana
Jumlah dana alokasi umum ditetapkan yang dialokasikan dari APBN kepada
minimal 25 persen dari penerimaan dalam Daerah tertentu untuk keperluan
negeri yang ditetapkan APBN dengan mendesak, misalnya jika terjadi bencana
ketentuan 90 persen untuk kabupaten/kota alam, dan sebagainya. Pengaturan lebih
dan 10 persen untuk propinsi. lanjut dari Dana Darurat ini dilakukan
Penghitungan dana alokasi tersebut melalui Peraturan Pemerintah.
dilakukan oleh Sekretariat Bidang
Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah. Pembiayaan pelaksanaan azas
dekonsentrasi Pembiayaan dalam rangka
Dalam memperhitungkan dana alokasi pelaksanaan azas dekonsentrasi dilakukan

H a l a ma n 19
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.

melalui Departemen/Lembaga Pemerintah terhadap perubahan/perkembangan


non Departemen yang bersangkutan. variabel dan kriteria yang ditetapkan;
Pelaksanaan azas dekonsentrasi dilakukan  Memberikan pertimbangan kepada
oleh perangkat Daerah Propinsi sedangkan Pusat atas kebijaksanaan pembiayaan
pertanggungjawaban atas pembiayaan Daerah;
pelaksanaan tersebut dilakukan oleh  Memonitor dan memberikan penilaian/
perangkat Daerah Propinsi langsung kepada akreditasi kualifikasi pemeriksa
Departemen/-Lembaga Pemerintah non Keuangan Daerah;
Departemen yang bersangkutan. Demikan  Melaksanakan tugas-tugas lain yang
juga dengan administrasi keuangan berkaitan dengan pengelolaan keuangan
pelaksanaan azas dekonsentrasi dilakukan Daerah
terpisah dari administrasi keuangan
pelaksanaan azas desentralisasi. Isu-Isu Kritis Penyelenggaraan Otonomi
Pemeriksaan pembiayaan pelaksanaan Daerah
azas dekonsentrasi dilakukan oleh instansi
pemeriksa keuangan negara. Rapat teknis pra raker yang diikuti oleh para
Asisten 1 dan Biro terkait pemerintah
Penyelenggaraan pengelolaan dan provinsi seluruh Indonesia yang
pertanggungjawaban keuangan daerah diselenggarakan di Anyer, Provinsi Banten
dalam pelaksanaan desentralisasi yang pada 25 Mei 2007, berhasil
berkaitan dengan semua penerimaan dan menginventarisasikan delapan masalah
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan yang mengemuka dalam praktek
azas desentralisasi tercatat dan dikelola penyelenggaraan otonomi daerah.
dalam APBD. Sistem dan prosedur Kedelapan masalah tersebut dituangkan
pengelolaan keuangan daerah ditetapkan dalam sebuah notulen rapat sebagai
Kepala Daerah sesuai Peraturan Daerah berikut:
dan Kepala Daerah mempertanggung
jawabkan pengelolaan Keuangan Daerah a. Pembagian urusan pemerintahan antara
kepada Dewan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pemeriksaan atas keuangan daerah
termasuk kinerja daerah hanya dapat Pembagian urusan pemerintahan antara
dilakukan oleh pemeriksa keuangan daerah Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
(auditor) dan Bepeka. Sistem informasi Pemerintah Kabupaten/Kota adalah
keuangan daerah Pusat menyelenggarakan persoalan yang paling krusial dalam
suatu sistem informasi keuangan daerah penyelenggaraan otonomi daerah. Sampai
berdasarkan informasi yang berkaitan saat ini, pembagian urusan tersebut masih
dengan keuangan Daerah yang belum tuntas dan menyisakan wilayah abu-
disampaikan Daerah ke Pusat. Informasi abu yang kerap memicu ketidakharmonisan
tersebut merupakan data terbuka yang hubungan antara pemerintah pusat,
dapat diketahui masyarakat (Ditjen PKPD, pemerintah provinsi, dan pemerintah
2007). kabupaten/kota. Saat ini urusan
pemerintahan yang ditangani sama. Oleh
Sekretariat bidang perimbangan keuangan karena itu, perlu ditetapkan secara tuntas
Kebijakan perimbangan keuangan pusat (mutually exclusive) lokus dan fokus urusan
dan daerah dilaksanakan pemerintah pusat pemerintahan yang menjadi kewenangan
melalui sekretariat bidang perimbangan provinsi, kabupaten dan kota yang saling
keuangan yang bertugas untuk: berimpitan. Keadaan ini telah
 Memonitor pelaksanaan dana alokasi mengakibatkan munculnya duplikasi atau
umum dan melakukan penyesuaian pengabaian penanganan bahkan saling

H a l a m a n 20
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1

lempar tanggung jawab bila urusan itu Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1974
berimplikasi pada pengeluaran uang, tetapi daerah administratif dan daerah otonom
jika urusan itu menghasilkan uang terjadi berhimpit baik di kabupaten/kota maupun
perebutan penanganan tersebut. Ini Propinsi, dalam UU No 22 tahun 1999 ber-
nampak pada kasus-kasus bencana alam himpitnya daerah administrasi dan daerah
dan pengadaan infrastruktur. otonom hanya di tingkat provinsi. Jadi,
provinsi memiliki kedudukan sebagai
b. Kewenangan Gubernur sebagai Wakil daerah otonom juga sebagai wilayah admin-
Pemerintah Pusat. istrasi. Konsekuensinya, selain sebagai
kepala daerah, gubernur juga wakil pemer-
Pembahasan ihwal kedudukan dan intah pusat di daerah. Dalam kedudukannya
kewenangan Gubernur tidak lepas dari sebagai wakil pemerintah pusat, gubernur
konsepsi pemerintahan secara keseluruhan. menjalankan kewenangan pemerintahan
Harus dipahami, pemerintah daerah yang dilimpahkan kepadanya. Sesuai keten-
merupakan subsistem dari sistem tuan UU No 22 Pasal 1 Huruf f, pelimpahan
pemerintahan negara keseluruhan. Sebuah wewenang dari pemerintah kepada guber-
sistem pemerintahan dalam negara hanya nur sebagai wakil pemerintah dan atau per-
akan berfungsi jika sub-subsistem yang ada angkat pusat di daerah disebut sebagai de-
terintegrasi, saling mendukung, dan tidak konsentrasi.
berlawanan. Pemahaman terhadap hal ini
memberi landasan terhadap pentingnya Dalam praktik pemerintahan daerah di Indo-
penataan hubungan kewenangan dan nesia, ketentuan normatif UU No 22 Tahun
kelembagaan antara level pemerintahan di 1999 yang memberi fungsi ganda gubernur
pusat, di provinsi dan di kabupaten/kota. sebagai kepala daerah otonom dan wakil
pemerintah pusat tidak berjalan optimal.
Dalam praktiknya, hampir tidak ada negara Meski dua fungsi ini berbeda, wilayah kerja
di dunia yang semua pemerintahannya dan orang yang menjabat gubernur adalah
diselenggarakan secara sentralistis atau satu. Dalam Pasal 4 Ayat (2) UU No 22 Ta-
sebaliknya diselenggarakan seluruhnya hun 1999, wilayah kerja gubernur sebagai
secara desentralistis. Oleh karena itu, kepala daerah otonom tidak memiliki
dalam sistem negara federal maupun hubungan hierarki dengan daerah kabu-
kesatuan selalu ada perimbangan antara paten dan kota. Pemutusan hierarki antara
kewenangan yang diselenggarakan secara provinsi dan kabupaten/kota dalam ka-
sentralistis oleh pemerintah pusat dan pasitasnya sebagai daerah otonom bukan
kewenangan yang secara desentralistis tanpa masalah karena pada implemen-
diselenggarakan unit-unit pemerintahan tasinya para bupati/wali kota tidak dapat
daerah yang otonom. Hal ini pula yang mela- memisahkan antara fungsi gubernur seba-
hirkan konsep local state government dan gai kepala daerah otonom dan sebagai
local self government. Jika local state gov- wakil pemerintah pusat.
ernment melahirkan wilayah administrasi
pemerintah pusat di daerah yang direpre- Dalam kapasitasnya sebagai wakil
sentasikan gubernur sebagai wakil pemerin- pemerintah pusat di daerah, gubernur tetap
tah pusat di daerah dan instansi vertikal di memiliki kewenangan untuk melakukan
daerah, local self government melahirkan pengawasan dan koordinasi terhadap
daerah atau wilayah otonom yang direpre- pelaksanaan kewenangan kabupaten/kota.
sentasikan keberadaan DPRD. Selain itu, karena pembagian kewenangan
dalam UU No 22/1999 berdasarkan fungsi
Di Indonesia, perwujudan local state govern- (mengatur dan mengurus), pemutusan hier-
ment dan local self government mengalami arki sehingga tidak ada lagi hubungan
perubahan dari waktu ke waktu. Jika dalam antara provinsi dan kabupaten/kota adalah

H a l a ma n 21
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.

sesuatu yang tidak mungkin. Pemahaman daerah menjadi batu uji untuk pelaksanaan
yang salah inilah yang merupakan sumber keadilan, demokrasi, kesetaraaan dan
kontroversi kedudukan dan kewenangan pemerataan. Daerah dituntut untuk mampu
gubernur. menunjukkan kinerjanya untuk mewujudkan
keadilan, menumbuhkan kehidupan yang
UU No 32 Tahun 2004 mereposisi kewenan- lebih demokratis, dan melakukan
gan gubernur agar fungsi ganda gubernur pemerataan kegiatan dan hasil
sebagai kepala daerah otonom dan wakil pembangunan. Selain itu otonomi daerah
pemerintah pusat berjalan optimal. Provinsi juga dapat dijadikan wahana untuk
sebagai intermediate government meru- mengembangkan pluralisme dan semangat
pakan penyambung dan penghubung ke- inklusivisme. Di sinilah Gubernur memiliki
pentingan serta kewenangan yang bersifat peran kunci.
nasional dengan yang bersifat local harus
diberdayakan. Ini penting karena Gubernur Dengan memerhatikan prinsip uniformitas
mempunyai peran yang signifikan sebagai dan subsidiaritas, kewenangan yang
perekat hubungan pusat dan daerah dalam seharusnya dilakukan gubernur sebagai
bingkai NKRI. wakil pemerintah pusat adalah kewenangan
yang bersifat dekonsentrasi dan
Di Indonesia, intermediate government di- kewenangan yang bersifat pengawasan dan
wujudkan dengan terintegrasinya wilayah koordinasi, termasuk kewenangan untuk
administrasi dan daerah otonom. Jika pe- membatalkan peraturan daerah kabupaten/
merintah pusat memiliki kewenangan yang kota. Kewenangan pengawasan dan
bersifat standar, norma, dan pedoman na- koordinasi ini dapat dilakukan provinsi
sional, provinsi memiliki kewenangan yang karena kedudukannya sebagai wakil
bersifat lintas kabupaten dan koordinasi pemerintah pusat di daerah. Selain itu, atas
penyelenggaraan kewenangan di wilayah alasan efisiensi dan efektivitas, di mana
provinsi itu. Sementara kabupaten/kota sampai saat ini lebih kurang 1.000 perda
memiliki kewenangan mengatur dan mengu- bermasalah belum dapat diputuskan
rus dalam bidang kewenangan yang dimiliki Depdagri, maka pemberian kewenangan
berdasarkan standar dan norma dari pusat kepada gubernur untuk melakukan review
juga dari provinsi. atas perda-perda bermasalah akan amat
membantu fungsi pengawasan terhadap
Reposisi kewenangan gubernur idealnya perda. Untuk mereposisi peran dan fungsi
dilakukan dengan tujuan penguatan lokal, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di
bukan sebaliknya bertujuan resentralisasi daerah adalah dengan menyambungkan
kekuasaan. Karena hakikat otonomi daerah kembali hierarki antara provinsi dan
adalah mendekatkan pelayanan dan kabupaten/kota. Oleh karen itu, perlu
pemerintahan kepada masyarakat. Harus segera dibuat peraturan perundangan
dibuka keseimbangan antara kepentingan sebagai implementasi Otonomi Daerah yang
yang bersifat nasional serta regional dan mengatur tentang kewenangan Gubernur
kepentingan yang bersifat lokal. Di sini sebagai wakil pemerintah pusat di daerah
dianut gabungan antara prinsip uniformitas yang menangani urusan-urusan yang
dan subsidiaritas, di mana kewenangan berhubungan dengan pelaksanaan
pelayanan dan pemerintahan seharusnya dekonsentrasi dan tugas perbantuan.
memerhatikan kepentingan nasional dan Sekarang timbul kecenderungan
lokal. departemen memperpanjang tangannya ke
daerah melalui pembentukan balai dan UPT
Harus disadari bahwa Otonomi Daerah yang sering tidak sinkron dengan kebijakan
adalah aspek yang paling strategis untuk daerah.
merajut integrasi nasional, di sini otonomi c. Pengangkatan Sekretaris Kabupaten/

H a l a m a n 22
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1

Kota Oleh karenanya perlu memasukan variabel


baru yang dijadikan pertimbangan untuk
Pengangkatan Sekretaris Daerah menetapkan besarnya dana perimbangan
Kabupaten/Kota telah memusingkan dan DAU dengan memperhatikan
Gubernur. Sekretaris Daerah Kabupaten/ karakteristik daerah, termasuk apakah
Kota adalah jabatan karir puncak bagi daerah dengan bentang daratan atau
birokrat daerah. Sekretaris Daerah bentang kepulauan. Ke depan perlu ditata
Kabupaten/Kota yang mampu bekerjasama kembali distribusi dana perimbangan untuk
dengan pemerintah provinsi adalah modal daerah dengan memperhatikan
bagi terbentuknya kerjasama antara karakteristik daerah yang bersangkutan
pemerintah kabupaten/kota dengan agar memberikan rasa keadilan.
pemeritnah Provinsi.
e. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Permendagri No 5 bertentangan dengan UU Daerah
32 ps 132 (3), pengangkatan Sekretaris
Dareah yang mengharuskan persetujuan Sampai sekarang ini hampir di seluruh
Menteri Dalam Negeri selain daerah kecuali DKI Jakarta, pemerintah
memperpanjang rentang birokrasi juga daerah adalah pembelanja terbesar dan
rawan dipolitisasi. Senyatanya yang menjadi penggerak ekonomi yang dominan
mengetahui dengan tepat tentang di daerah. Belakangan ini proses
spesifikasi dan kualifikasi personnel yang penyusunan APBD di level daerah
pantas untuk menduduki jabatan sekretaris memerlukan waktu yang cukup lama karena
daerah adalah Baperjakat Daerah. harus disusun besama DPRD. Setidaknya
Baperjakat Provinsi yang harus melakukan memakan waktu nyaris tiga bulan,
fit & proper test untuk mengetahui kemudian dibawa ke Departemen Dalam
kompetensi birokrat calon Sekretaris Negeri untuk diperiksa, dan ini juga
Daerah. Oleh karenanya pengangkatannya memakan waktu. Akibatnya APBD baru bisa
cukup oleh Gubernur tanpa harus dengan dibelanjakan sekitar bulan April dan Mei,
persetujuan Menteri Dalam Negeri. Ini sehingga terjadi keterlambatan
sejalan dengan peran gubernur sebagai pembelanjaan di daerah. Padahal APBD
wakil pemerintah pusat. merupakan penggerak ekonomi daerah,
dengan keterlambatan dan rendahnya
d. Perimbangan Keuangan penyerapan pembelanjaan APBD maka
akan memperlambat pertumbuhan ekonomi
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan daerah. Ini masalah yang dirasakan
Daerah yang mengikuti ketentuan UU No 33 bersama oleh hampir semua pemerintah
tahun 2004 tentang Perimbangan daerah. Perlu dicarikan jalan keluar dari
Keuangan telah memungkinkan munculnya Pemerintah untuk membuat mekanisme
ketimpangan fiskal antar daerah. Daerah penyusunan dan pengesahan APBD yang
kaya akan mendapatkan dana fiskal yang lebih cepat dan akurat.
semakin besar sedangkan daerah yang
miskin akan mendapatkan bagian yang f. Pertanahan
semakin kecil. Perlu ditinjau kembali dasar-
dasar penetapan perimbangan keuangan Masalah Pertanahan adalah masalah pelik
dan perolehan dana DAU. Kasus tentang yang kerap dihadapi oleh Pemerintah
Bali dan DIY yang miskin sumber daya alam Daerah, masalah tersebut kerap kali
otomatis akan mendapat DAU yang kecil, membawa ekses eskalasi konflik di daerah.
tetapi kedua provinsi tersebut mempunyai Sudah saatnya urusan pertanahan sebagian
sumber daya jasa yang memadai tetapi di devolusi ke pemerintah daerah. Hingga
tidak pernah diperhitungkan dalam DAU. saat ini kewenangan pertanahan masih

H a l a ma n 23
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.

menjadi kewenangan pemerintah pusat. Hal pemerintah pusat. Masalah batas daerah
ini telah menyulitkan pemerintah provinsi, merupakan masalah krusial sering
kabupaten dan kota. Kasus yang terjadi menimbulkan konflik di daerah.
terutama yang berkaitan dengan HGU dan Kewenangan Gubernur dalam menangani
HPH yang telah habis masa berlakunya sengketa perbatasan antara kabupaten
kerap memunculkan konflik karena tiba-tiba yang satu dengan yang lainnya dinilai masih
tanah tersebut beralih milik sementara lemah. Ini sangat berbahaya karena memicu
masyarakat sekitar tidak dapat mengakses konflik dan menghambat kerjasama antar
redistribusi tanah eks HGU. daerah. Oleh karena itu Gubernur diberi
a kewenangan yang jelas dan besar dalam hal
bSampai saat ini BPN masih melakukan menangani sengketa perbatsan.
intervensi berdasarkan ketentuan bahwa
harus ada izin pelepasan dari menteri Untuk Provinsi yang berbatasan dengan
berkaitan. Ketentuan tentang pelepasan Negara tetangga dan laut internasional
hak yang mengharuskan ada izin dari perlu diperluas kewenangannya.
menteri berkaitan seharusnya dihapuskan Pemerintah Pusat yang bertanggungjawab
dan dialihkan kepada Gubernur yang dengan urusan perbatasan dan pulau
notabene wakil pemerintah pusat di daerah terluar sering tidak memfasilitasi apakah itu
yang tahu persis tentang kondisi dalam bentuk infrastruktur atau yang
pertanahan di daerahnya. Jika devolusi lainnya agar daerah yang bersangkutan bisa
diberikan kepada gubernur ini akan menjaga keutuhan territorial. Sementara
mempermudah gubernur sebagai wakil daerah yang bersangkutan terbebani
pemerintah untuk membagikan HGU yg dampak yang timbul dari kebijakan
sudah habis masa berlakunya. Ini sejalan tersebut. Kasus tertangkapnya kapal asing
dengan program pemerintah untuk yang melakukan illegal fishing seperti yang
membagikan 9.000.000 ha lahan. HGU dan terjadi di Kalimantan Barat, Maluku, Maluku
HPH yang dikeluarkan oleh pemerintah Utara, dan Gorontalo telah menyusahkan
pusat kerapkali mengabaikan hak-hak daerah. Daerah harus memberi makan
masyarakat lokal dan yang notabene secara kepada awak kapal asing yang ditahan, ini
tradisional dan turun temurun membebani anggaran daerah, maka jalan
menggunakan tanah tersebut. Kewenangan keluarnya hanya beberapa awak kapal dan
pertanahan yang masih berada di tangan kapalnya ditahan. Ini adalah sebuah
pemerintah pusat sering memunculkan kerugian. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat
kasus perselisiahan antara Pusat dengan mestinya menempatkan alat-alat
masyarakat di daerah. Daerah tidak bisa kelengkapan yang memadai untuk
menyelesaikan. Ini berpotensi menciptakan menjalankan urusan wajib pemerintah
kerawanan keamanan di daerah. Oleh pusat yang ada di daerah terutama daerah
karena itu, daerah harus diberi kewenangan perbatasan dengan negara tetangga.
menangani pertanahan yang ada di
daerahnya. Pertanahan merupakan urusan h. Pemekaran Daerah
khusus, mestinya didiskusikan bagaimana
cara penanganan bersama antara pusat Pemekaran Daerah telah menguras energi
dan daerah. Pemerintah Provinsi, dan prosesnya sering
menimbulkan ketidakstabilan daerah.
g. Sengketa Perbatasan dan Penanganan Pemekaran sering kurang memperhatikan
Daerah Perbatasan aspek kemampuan daerah yang akan
dimekarkan. Sebaiknya ketentuan tentang
Sengketa Perbatasan dan Daerah pemekaran harus lebih mengedepankan
Perbatasan adalah isu yang belum faktor-faktor yang dimiliki daerah yang
mendapatkan perhatian yang memadai dari berkaitan langsung dengan kemampuan

H a l a m a n 24
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1

menyelenggarakan pelayanan publik yang tang Perimbangan Keuangan Pusat dan


lebih baik dibandingkan dengan daerah Daerah diterapkan, masih muncul berbagai
induknya. Pemekaran saat ini lebih tinggi permasalahan, terutama soal desentralisasi
bobot politiknya dari pada aspek kondisi fiskal dan kewenangan pengelolaan sumber
obyektif daerah. Harus ada audit daya alam (SDA). Penerapan UU No 33 Ta-
independen yang komprehensif yang hun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
mengevaluasi kelayakan pemekaran dan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
ada masa transisi untuk pemekaran yang Daerah tak serta merta memuaskan semua
diawasi oleh daerah induk. Setelah pihak. Banyak yang justru gundah atas
menunjukkan kinerja yang baik, baru adanya implementasi UU tersebut
dimekarkan. Pemerintah Pusat seharusnya (Masyarakat Transparansi Indonesia, 2007).
mengeluarkan insentif dan disinsentif bagi Dalam hal desentralisasi fiskal maupun
daerah pemekaran. Jika daerah pemekaran kewenangan pengelolaan SDA, eksploitasi
tidak mampu menunjukkan kinerjanya pusat atas daerah menjadi wacana yang
dalam perbaikan HDI, maka sebaiknya tampak pada implementasi otonomi daerah
digabung lagi dengan daerah induk, karena (otda) selama ini. Tetapi, good governance
rakyatlah yang dirugikan. juga menjadi problem besar dalam pemerin-
tahan daerah.
Hal-hal yang Harus Segera Dilakukan untuk
Mengatasi Isu-isu Kritis Dalam Di satu sisi, ada problem dana pemerintah
Penyelenggaraan Otonomi Daerah pusat ke daerah belum sebanding dengan
yang diserap pusat dari daerah. Tapi, pada
Isu dan permasalahan dalam sisi lain, dana yang ditransfer pusat tidak
penyelenggaraan otonomi daerah yang telah dikelola maksimal oleh pemerintah daerah
dipaparkan di atas intinya bersumber pada untuk kesejahteraan rakyatnya. Idealnya,
beberapa hal berikut ini: pertama, belum otda menciptakan sistem pembiayaan yang
memadai dan belum lengkapnya peraturan adil dan imbang (vertikal dan horizontal)
pelaksanaan untuk menjalankan UU No 32 serta memunculkan good governance den-
tahun 2004. Kedua, Pemerintah harus gan pembiayaan yang akuntabel, trans-
melakukan audit yang komprehensif paran, pasti, serta partisipatif. Pemanfaatan
terhadap praktek penyelenggaraan otonomi dana perimbangan oleh pemerintah daerah
daerah. Ketiga, untuk ke depan perlu memang belum dimaksimalkan untuk kese-
dibentuk lembaga independen yang tidak jahteraan rakyat. Tapi, dana perimba-ngan
dapat diintervensi oleh pemerintah daerah pusat untuk daerah tetap harus sebanding
maupun pemerintah pusat untuk dengan yang diserap pusat dari daerah
melakukan audit praktek penyelenggaraan tersebut. Bila tidak, ancaman disintegrasi
otonomi daerah. Terakhir, dalam hal bangsa akan terus membayangi negeri ini.
pembagian urusan pemerintahan yang
selama ini lebih dominan berada dalam Persoalan desentralisasi fiskal bukan
domain politik, perlu digeser ke domain terletak pada formula perimbangannya.
manajerial, agar pembagian urusan Persoalannya terletak pada good
pemerintahan tersebut memperhatikan governance dalam menjalankan sistem
kaidah-kaidah administrasi publik yang pemerintahan (Sidik, 2007). Berapa pun
menjamin keadilan, pemerataan, dan dana perimbangan yang diberikan kepada
efektivitas dan efisiensi. pemerintah daerah, tanpa ada good
governance, dana tersebut akan menguap
Implikasi Penerapan UU No 33 Tahun 2004 dan tidak bisa menyejahterakan rakyat
Terhadap Hubungan Pusat dan Daerah daerah. Asumsi ini berangkat dari
pertanyaan apakah ada jaminan reformulasi
Setelah setahun UU No 33 Tahun 2004 ten- DAU tidak akan menimbulkan persoalan

H a l a ma n 25
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.

baru? Seberapa signifikan terhadap Demikian pula dengan bagi hasil dari sektor
tambahan pendapatan daerah? Apakah pajak. Daerah sering dipersalahkan karena
tambahan pendapatan daerah akan memunculkan pajak dan retribusi daerah
menjamin peningkatan kesejahteraan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
masyarakat? Good governance-lah Bagi daerah, ini semacam mengais remah-
jawabannya. remah PAD karena sumber pajak yang
gemuk sudah diserobot pusat. Dalam hal
Dana APBN 2006, secara keseluruhan ini, daerah menuntut keadilan dengan
belanja daerah naik 44 persen sistem bagi hasil yang lebih besar, kalau
dibandingkan APBN 2005. Kenaikan tidak sumber pajak-pajak gemuk diserahkan
terbesar terjadi pada DAK yang meningkat ke daerah. Perlu, oleh karena
141 persen, sedangkan DAU naik 64 itu,mempertimbangkan kebutuhan daerah
persen. Pagu DAU ditetapkan minimal dan potensi daerah dalam penentuan DAU.
25,5% penerimaan dalam negeri (PDN) neto Kebutuhan daerah sedikitnya menyangkut
(sampai 2007). Kenaikan anggaran tersebut jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan
menunjukkan komitmen pemerintah pusat geografis, tingkat pendapatan masyarakat,
terhadap desentralisasi. Termasuk isu dana dan masyarakat miskin. Lebih khusus
lobi untuk memperbesar DAU daerah adalah menyangkut indeks tingkat kesulitan
bohong. Sebab, formula besaran DAU yang pembangunan dengan memperhatikan
diterima setiap daerah sudah jelas. Jadi, daerah pesisir-kepulauan-pedalaman,
sulit dilakukan perubahan karena faktor indeks tingkat pendidikan dan kesehatan
lobi. Namun, permasalahan desentralisasi (melek huruf dan harapan hidup), indeks
fiskal tidak sesederhana itu. Selain KFM, serta indeks ICOR. Sementara itu,
pembagian wewenang (expenditure potensi daerah setidaknya menyangkut
assignment), pembagian sumber potensi industri, potensi SDA, potensi SDM,
pendapatan (revenue assignment) dan PDRB, dan indeks PAD.
pinjaman daerah, pilar utama desentralisasi
fiskal adalah transfer dana dari pusat ke Pengelolaan sumber daya alam (SDA) dalam
daerah (intergovernmental fiscal transfer). desentralisasi fiskal menimbulkan banyak
masalah. Hal itu ditandai turunnya investasi
Persoalan polemik DAU terletak pada dan rendahnya pertumbuhan ekonomi di
perbedaan cara pandang antara pusat dan daerah kaya SDA. Pemerintah pusat
daerah tentang DAU. Bagi pusat, DAU dianggap menjadi predatory state yang
dijadikan instrumen horizontal imbalance mengeksploitasi daerah secara besar-
untuk pemerataan atau mengisi fiscal gap. besaran, terutama daerah kaya migas
Bagi daerah, itu dimaksudkan untuk seperti (NAD, Papua, Riau, dan Kaltim).
mendukung kecukupan (sufficiency). Sebagai bukti, meski dikatakan sebagai
Persoalan timbul ketika daerah meminta daerah kaya, pembangunan prasarana
DAU sesuai kebutuhannya. Di sisi lain, ekonomi di daerah itu tertinggal dibanding
alokasi DAU berdasar kebutuhan daerah daerah lain. Ekspresi ketidakpuasan daerah
belum bisa dilakukan karena dasar selama ini menjadi fenomena wajar.
perhitungan fiscal needs tidak memadai Misalnya, tentang bagi hasil migas. Kasus
(terbatasnya data, belum ada standar 48 daerah penghasil migas yang
pelayanan minimum masing-masing daerah, mengancam memblokade produksi migas di
dan sistem penganggaran yang belum daerahnya pada pertengahan 2002. Saat
berdasar standar analisis belanja). itu, penetapan SK Menkeu No 24/
Ditambah total pengeluaran anggaran, KM.66/2002 tentang bagi hasil migas
khususnya APBD belum mencerminkan dianggap tidak transparan. Sebab, hanya
kebutuhan sesungguhnya dan cenderung memberikan 1-2 persen dari angka
tidak efisien. sesungguhnya pengambilan migas di

H a l a m a n 26
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1

masing-masing daerah. investasi (baik sosial maupun lingkungan)


akan menjadi beban daerah. Tidak adil ka-
Sangat mungkin daerah penghasil lau kewenangan ada di pusat, sedangkan
dirugikan. Karena informasi tentang volume dampak kerusakannya ditanggung daerah.
dan harga migas yang dihasilkan daerah
tersebut hanya diketahui departemen teknis Demikian pula dengan hak pengelolaan ta-
(ESDM). Daerah hanya menerima angka jadi nah yang menjadi SDA di seluruh daerah
perhitungan bagi hasil yang diberikan terus menjadi problem otonomi. Sampai
Depkeu. Terkait dengan hal tersebut, saat ini, kewenangannya masih di tangan
kurangnya transparansi penghitungan bagi pemerintah pusat. Sementara itu, konflik-
hasil SDA membingungkan pemerintah konflik pertanahan dan akibatnya menjadi
daerah. problem daerah. Belum lagi konflik di kalan-
gan masyarakat yang melibatkan pemerin-
Dalam hal ini memang harus ada tah daerah maupun kepentingan kapital.
transparansi lifting dan bagi hasil migas. Pengelolaan SDA juga sering berbenturan
Bila perlu, daerah boleh menggunakan dengan tradisi adat dan nilai budaya lokal,
auditor eksternal untuk menghitung hak seperti tanah ulayat. Manajemen eksploitasi
sesungguhnya. Skema bagi hasil minyak SDA yang kurang tepat seperti timah di
antara pemerintah pusat dan daerah hanya Bangka telah menimbulkan ekses kerusa-
semu karena bukan bagi hasil yang riil. kan lingkungan dan konflik antar stakehol-
Profit split 85%-15% antara pusat-daerah ders yang berkepentingan. Problem penge-
dilakukan setelah beberapa kali mengalami lolaan SDA tidak sekadar terkait dengan
potongan pajak dan retensi. Contohnya, kewenangan investasi yang memunculkan
Riau. Dengan perhitungan yang ada, dari konflik vertikal pemerintah pusat, provinsi,
hasil kotor Rp 50,79 triliun 2000, Riau dan kabupaten/kota. Tetapi, sering memun-
hanya mendapatkan Rp 3,39 triliun yang culkan problem horizontal antardaerah mau-
berarti hanya 6,67 persen (Harian Kompas, pun masyarakat. Sebab, batas ekosistem
Edisi 21 Agustus 2004). tidak sama dengan batas geografis wilayah
administrasi suatu daerah. Kawasan hutan
Problematika pengelolaan SDA dikaitkan sebagai satu kesatuan ekosistem lingkun-
dengan kewenangan investasi adalah hal gan bisa jadi melintasi batas-batas wilayah
lain. Bermula dari terbitnya Keppres No 28 administratif beberapa daerah. Demikian
dan 29 Tahun 2004 yang menarik kembali pula, ekosistem sungai bisa jadi melintasi
kewenangan investasi ke pemerintah pusat. beberapa kabupaten/kota bahkan provinsi.
Meski UU 32/2004 menyatakan pelayanan
administrasi penanaman modal menjadi Lintas batas tersebut tidak hanya terjadi
urusan wajib pemerintah provinsi dan pada ekosistem lingkungan, tetapi bisa
kabupaten/kota. Tetapi, RPP sebagai pera- terjadi pula pada ekosistem budaya. Pada
turan pelaksana UU 32/2004 dan RUU pe- saat dan tempat tertentu bisa jadi
nanaman modal belum tentu selaras den- merupakan kesatuan ekosistem lingkungan
gan UU 32/2004. Itulah yang dipandang dan budaya sekaligus. Contohnya, sistem
sebagai penyebab menurunnya investasi di mata pencaharian seperti nelayan yang
daerah. pada praktiknya tidak bisa dibatasi. Kasus
pengavlingan wilayah laut pernah menjadi
Investor bingung karena ketidakjelasan dan ironi implementasi otda. Seakan-akan, ikan
ketidakpastian peraturan. Akibatnya, juga harus memiliki KTP laut daerah
banyak investor menunggu kepastian UU tertentu. Akibat kesalahan manajemen
Investasi di Indonesia, khususnya di daerah. eksploitasi SDA, teridentifikasi berbagai
Sudah seharusnya kewenangan investasi konflik sebagai berikut: (a) konflik
berada di daerah. Sebab, semua dampak pengelolaan antarkomoditas. Contohnya,

H a l a ma n 27
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.

limbah penambangan menimbulkan konflik pelaksanaan otonomi daerah.


dengan budidaya lada, ikan air tawar, dan
komoditas lain yang ekosistemnya terusak. Dalam pokok-pokok penyeleng-garaan
(b) Konflik pengelolaan antarsektor, yakni otonomi daerah, diatur mengenai
sektor pertambangan berbenturan dengan pemberian otonomi daerah kepada daerah
sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata. kabupaten dan kota yang diselenggarakan
(c) Konflik antardaerah, yakni dampak atas dasar Otonomi luas. Penyelenggaraan
eksploitasi SDA satu daerah memasuki pemerintahan daerah menurut UU
daerah lain. (d) Konflik sosial ketika dampak Pemerintahan Daerah ini berdasarkan pada
eksploitasi memasuki wilayah berpenghuni. ada azas desentralisasi, azas dekonsentrasi
dan tugas pembantuan. Pokok-pokok
Kerja sama antar daerah menjadi solusi perimbangan keuangan antara Pemerintah
untuk mengatasi konflik kewenangan Pusat dan Daerah mengacu pada UU nomor
pengelolaan SDA dan kewenangan lain. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Dalam pembahasan kerja sama Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
antardaerah itu muncul konsep "bio-region" Daerah yang kemudian direvisi melalui UU
yang banyak diwacanakan para aktivis No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
lingkungan di tanah air. Konsep "bio-region" Keuangan Pusat dan Daerah yang meliputi
tersebut mengedepankan pengelolaan SDA ruang lingkup pengaturan tentang: prinsip-
yang didasarkan pada kesatuan sistem prinsip pembiayaan fungsi pemerintahan di
ekologis dan komunitas, tidak semata-mata daerah, sumber-sumber pembiayaan fungsi
wilayah administratif. dan tugas tanggung jawab daerah,
pengelolaan dan pertanggungjawaban
Kerja sama pengelolaan SDA dalam konsep keuangan daerah, dan sistem informasi
bio-region harus memperhatikan elemen bio keuangan daerah.
-region yang sedikitnya mencakup kawasan
lindung, DAS (daerah aliran sungai), Beberapa isu kritis berkenaan dengan
kawasan pesisir, teluk dan laut, ekosistem penyelenggaraan otonomi daerah yang
pulau kecil, ekosistem kota, kawasan harus segera diatasi diantaranya adalah
industri, manusia dan kebudayaan, sejarah mengenai: pembagian urusan pemerintahan
komunitas lokal, sistem penguasaan SDA, antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
serta mobilitas dan interaksi sosial. Dengan dan Pemerintah Kabupaten/Kota,
demikian, pengelolaan SDA tidak sekadar kewenangan gubernur sebagai wakil
bertujuan untuk kesejahteraan dan pemerintah pusat, pengangkatan sekretaris
kemakmuran rakyat. Tetapi, itu juga kabupaten/kota, perimbangan keuangan,
memper-timbangkan kelangsungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
pembangunan serta kehidupan generasi masalah pertanahan, masalah sengketa
masa mendatang. perbatasan dan penanganan daerah
perbatasan, dan masalah pemekaran
daerah.
Kesimpulan
Isu dan permasalahan dalam
Keberadaan peraturan perundang- penyelenggaraan otonomi daerah harus
undangan yang mengatur tentang hubungan diatasi dengan alternatif langkah sebagai
keuangan pusat dan daerah mutlak berikut: melengkapi peraturan pelaksanaan
diperlukan untuk dijadikan sebagai dasar untuk menjalankan UU No 32 tahun 2004,
pijakan bagi pelaksanaan otonomi daerah pemerintah harus melakukan audit yang
sekaligus dapat digunakan sebagai media komprehensif terhadap praktek
rujukan untuk mengatasi permasalahan- penyelenggaraan otonomi daerah, perlu
permasalahan yang sering timbul selama dibentuk lembaga independen yang tidak

H a l a m a n 28
Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak. Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1

dapat diintervensi oleh pemerintah daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan


maupun pemerintah pusat untuk Pusat dan Daerah Departemen
melakukan audit praktek penyelenggaraan Keuagan Republik Indonesia. Sis-
otonomi daerah, dan dalam hal pembagian tem informasi keuangan daerah,
urusan pemerintahan perlu ditekankan http://www.sikd.djapk.-go.id/. Diak-
pada domain manajerial. ses 20 November 2007.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Dengan diterapkannya UU No 33 Tahun http://id.wikipedia.org/wiki/-
2004 tentang Perimbangan Keuangan Direktorat_-Jen-de-ral
Pusat dan Daerah ternyata masih muncul _Perimbangan_Keuangan. Diakses
berbagai permasalahan, terutama soal 20 November 2007.
desentralisasi fiskal dan kewenangan Harian Kompas Edisi 21 Agustus 2004.
pengelolaan sumber daya alam (SDA). Pembahasan Revisi UU Perimban-
Problem dana pemerintah pusat ke daerah gan Keuangan Pusat dan Daerah
belum sebanding dengan yang diserap Masih Alot. http://-www.--kompas.-
pusat dari daerah. Disamping itu, masih ada com/kompas-cetak/0408/21/-
dana yang ditransfer oleh pusat belum ekonomi/1220759.htm. Diakses
dapat dikelola secara maksimal oleh tanggal 25 November 2007.
pemerintah daerah Persoalan-nya terletak Harian Pikiran Rakyat Bandung Edisi Sabtu
pada good governance dalam menjalankan 24 November 2007. Daerah
sistem pemerintahan. Terhambat Pencairan Anggaran
http://www.pikiran-rakyat.com/
DAFTAR PUSTAKA cetak/2007/-
112007/24/0102.htm. Diakses 24
Dewan Perwakilan Rakyat Republik November 2007.
Indonesia, Undang-Undang Nomor Joko Supriyanto (2007), STANDAR
22 Tahun 1999 Tentang AKUNTANSI PEMERINTAHAN,
Pemerintahan Daerah, http:// http://abus-yadza.-
permesta.8m.net/relates/ wordpress.com/2007/09/18/
artikel_uu_22-1999- Pemerintahan standar-akuntansi-pemerintahan/,
Dae-rah.-html, diakses tanggal 20 diakses: 19 November 2007.
November 2007. Kamaluddin, Rustian. Perimbangan
-----------------------------------, Undang-Undang Keuangan Pusat dan Daerah dalam
Nomor 25 Tahun 1999 Tentang rangka otonomi daerah, http://
Perimba-ngan Keuangan Antara www.bappenas.go.id/index.php?
Pemerintahan Pusat dan module=ContentExpress&func=-
Pemerintahan Daerah, http://per- display&-ceid=1034, diakses 20
mesta.8m.net/relates/ November 2007.
artikel_uu_33-2004- Keua-ngan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. UU
Dae-rah.-html, diakses tanggal 20 Perimbangan Keuangan Pusat dan
November 2007. Daerah Perlu Direvisi, http://
-----------------------------------, Undang-Undang www.antara.co.id/-arc/2007/11/5/
Nomor 33 Tahun 2004 Tentang uu-perimbangan-keuangan-pusat-
Perimba-ngan Keuangan Antara dan-daerah-perlu-direvisi/, diakses
Pemerintahan Pusat dan 25 November 2007.
Pemerintahan Daerah, http://per- Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
mesta.8m.net/relates/ Indonesia. Ketetapan Majelis Per-
artikel_uu_33-2004- Keua-ngan musya-wara-tan Rakyat Republik
Dae-rah.-html, diakses tanggal 20 Indonesia Nomor: XV/MPR/1998
November 2007. Tentang Penyeleng-garaan Otonomi

H a l a ma n 29
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.11 No. 1 Dr. Surtikanti, SE., MSi., Ak.

Daerah; Pengaturan; Pembagian, tanggal 20 November 2007.


dan Pemanfaatan Sumber Daya Presiden Republik Indonesia, Keputusan
Nasional, yang Berkeadilan; serta Presiden Republik Indonesia Nomor
Perimbangan Keuangan Pusat dan 84 Tahun 2000 Tentang Perubahan
Daerah Dalam Kerangka Negara Atas Keputusan Presiden Nomor 49
Kesatuan Republik Indonesia, Tahun 2000 Tentang Dewan Per-
http://unisosdem.-org/otonomi/oto timbangan Otonomi Daerah. http://
-tapmprXV.htm. diakses 20 Novem- tumoutou.net/-OTDA/-keppres84_-
ber 2007. 00.htm. Diakses 17 November
Masyarakat Transparansi Indonesia. Perim- 2007.
bangan Keuangan Pusat Daerah: -----------------------------------, Keputusan Presiden
Semangat yang Berbeda, http:// Republik Indonesia Nomor 49
www.-transparansi.-or.-id/-majalah/ Tahun 2000 Tentang Dewan
edisi6/6berita_10.html, diakses: Pertimbangan Otonomi Daerah
19 November 2007. Presiden Republik Indonesia.
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Ke- http://www.bigs.-or.id/--dokpub/
putusan Menteri Keuangan RI No: KepPres49_2000.pdf. Diakses 17
346/KMK/.07/2001 tentang Pem- No-vem-ber 2007.
bentukan Tim Penyusun RUU No. Rachmat, Aulia. 2007. Perimbangan
25 Tahun 1999 Tentang Perimban- Keuangan Pemerintah Pusat dan
gan Keuangan Pusat dan Daerah, Pemerintah Daerah. Makalah yang
http://72.14.235.-104/search?q- disampaikan pada Kuliah Umum
=cache:4MbhPG_rPMoJ:­ pada Fakultas Ekonomi Universitas
www.gtzsfdm.-or.-id/documents/ Mercu Buana Jakarta pada Bulan
laws-_n_-regs--/others-/KMK Oktober 2007.
07_346_2001.pdf+perimbangan+k Sidik, Machfud. Sosialisasi Kebijakan dan
euangan+pusat-+dan+daerah-&hl=- Perhitungan Dana Perimbangan
id&ct=clnk&cd=15&gl=id, diakses Tahun 2007. http://www.per-ben-
20 November 2007. daharaan.-go.id/perben/modul/
Notulen Rapat. 2007. Hasil rapat teknis pra kegiatan/index.php?id=1860.
raker yang membahas tentang “Isu- ------------------------------------, Format Hubungan
Isu Kritis Penyelenggaraan Otonomi Keuangan Pemerintah Pusat dan
Daerah” yang diikuti oleh para Asis- Daerah yang Mengacu pada
ten 1 dan Biro terkait pemerintah Pencapaian Tujuan Nasional.
provinsi seluruh Indonesia yang Makalah yang disampaikan pada
diselenggarakan di Anyer, Provinsi Seminar Nasional ”Public Sector
Banten pada 25 Mei 2007. Scorecard”, disampaikan di Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan 17-18 April 2002.
Pemerintah Republik Indonesia Situs Resmi Dewan Perwakilan Rakyat Re-
Nomor 56 Tahun 2005 Tentang publik Indonesia. DPR Desak
Sistem Informasi Keuangan Dae- Segera Revisi UU Perimbangan
rah. http://tumoutou.net/-OTDA/ Keuangan Pusat dan Daerah.
pp56_-00.htm. Diakses 17 Novem- http://www.dpr.go.id/artikel/-
ber 2007. terkini/artikel.php?aid=3570. Diak-
Pradityo, Sapto. DPR Usul Perubahan UU ses 25 November 2007.
Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, http://www.tempo-
interaktif-.com/hg/
nasional/2003/12/11/
brk,2003121111,id.-html, diakses

H a l a m a n 30

Anda mungkin juga menyukai