Anda di halaman 1dari 7

judul hubungan keuangan pusat dan daerah

Nama jurnal JURNAL LEX SPECIALIS


Volume dan halaman Vol. 2, no. 2, halaman 293-299
tahun 2021
penulis Pulungan, D., lisnawati, S., choir, A., nova,
Y., ridayati, E.
reviewer Gugun Gunadi
Tanggal reviewer 28 desember 2023
Abstrak Penelitian ini berjudul Hubungan Keuangan
Pusat dan Daerah. Tujuan umum dari
kegiatan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pembagian
hubungan keuangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam asas otonomi
daerah. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan metode normatif, yaitu melalui
perpustakaan yang bersumber dari literatur
buku dan peraturan perundangundangan
yang berkaitan dengan permasalahan yang
sedang diteliti. Kesimpulan dalam penelitian
ini adalah bahwa Pengaturan pperimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah diatur berdasarkan
sumber jenis penerimaan negara tersebut
perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah diatur
berdasarkan sumber jenis penerimaan
negara tersebut perimbangan keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah diatur berdasarkan sumber jenis
penerimaan negara tersebut Perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah diatur berdasarkan
sumber jenis penerimaan negara tersebut.
Pendahuluan Secara etimologi, istilah desentralisasi
berasal dari bahasa Latin, yaitu de, artinya
lepas dan centrum, artinya pusat, jadi
artinya melepaskan dari pusat. Menurut
Prof. Dr. Koesoemahatmadja, S.H. (1978),
bahwa di dalam arti ketatanegaraan yang
dimaksud dengan desentralisasi adalah
pelimpahan kekuasaan pemerintahan dari
pusat kepada daerah-daerah yang mengurus
urusan rumah tangganya sendirinya (daerah-
daerah otom), desentralisasi adalah juga
cara atau sistem untuk mewujudkan asas
demokrasi yang memberikan kesempatan
pada rakyat untuk ikut serta dalam
pemerintahan negara.1 Awal tahun 80-an,
pemikiran tentang perlunya undang-undang
yang mengatur tentang hubungan keuangan
Pusat dan daerah (HKPD) sudah ada.
Namun demikian, sebagaimana kita ketahui
bersama, UU 25/1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) baru
bisa lahir bersamaan dengan adanya
tuntutan reformasi di berbagai bidang, atau
setelah berakhirnya Orde Baru. Pemikiran
terhadap perlunya undang-undang yang
mengatur HKPD timbul atas pengalaman
selama ini khususnya berkaitan dengan
siklus pengelolaan dana yang berasal dari
Pusat kepada Daerah, terakhir berupa
Subsidi (untuk belanja rutin daerah) dan
Bantuan berupa Inpres (untuk belanja
pembangunan daerah) sering kurang jelas.
Departemen, Irjenbang, Inspektorat Daerah,
yang satu sama lain dapat saling tumpang
tindih. Beberapa kelemahan tersebut di atas
menjadi bahan untuk pokok-pokok
pemikiran tentang pembaharuan di bidang
HKPD. Oleh karena itu, lahirnya UU-PKPD
tidak bisa lepas kaitannya dengan upaya
untuk mendukung pelaksanaan otonomi
daerah, efisiensi penggunaan keuangan
negara, serta prinsip-prinsip good
governance seperti partisipasi, transparansi,
dan akuntabilitas.
Pembahasan 1. Prinsip-prinsip hubungan kauangan
pusat dan daerah

Pada hakikatnya, prinsip-prinsip


hubungan keuangan pusat-daerah itu
dapat dikategorikan menjadi tiga bagian,
yaitu prinsip money follows function,
function follows money, dan hybrid.
Ketiga prinsip itu diimplementasikan
sebagai konsekuensi dianutnya asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
2. Model hubungan keuangan pusat
dan daerah

a. By pecenttage
b. By origin
c. By formula
kesimpulan Pengaturan perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
diatur berdasarkan sumber jenis penerimaan
negara tersebut, misalnya penerimaan dari
pajak bumi dan bangunan dengan imbangan
10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk
pemerintah daerah. Dari jenis penerimaan
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
dibagi dengan imbangan 20% untuk
pemerintah pusat dan 80 untuk pemerintah
daerah. Sedangkan jenis penerimaan sumber
daya alam sektor kehutanan, sektor
pertambangan umum, dan sektor perikanan
dibagi dengan imbangan 20% untuk
pemerintah pusat dan 80% untuk
pemerintah daerah.

Judul Hubungan kewenangan pusat dan daerah


menurut undang-undang nomor 23 tahun
2014 tentang pemerintahan desa
Nama jurnal Padjadjaran jurnal ilmu hukum
Volume dan halaman Vol. 2, no. 2, halaman 483-504
Tahun 2015
Penulis Yusdianto
Reviewer Gugun Gunadi
Tanggal reviewer 28 desember 2023
Abstrak Hubungan antara kewenangan pusat dan
daerah di Indonesia mengalami pasang surut
sesuai rezim penyelenggaraan negara. Sejak
reformasi, terdapat beberapa perubahan
format otonomi daerah. Pasal 18 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 sebagai landasan konstitusi dan dasar
instrumen pemerintahan daerah dalam
pelaksanaannya selalu tidak konsisten
mengenai dekonsentrasi, desentralisasi,dan
medebewind. . Melalui penelaahan terhadap
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah diketahui
beberapa pokok diantaranya: pertama,
perumus dan pelaksana undang-undang
berusaha menyeimbangkan kontekstualitas
dan eksistensi pemerintah daerah agar lebih
prudent atau sebaliknya kembali pada
skema shadow sentralisasi. Hal ini didukung
oleh Pasal 9 yang menyebutkan urusan
pemerintahan dibagi menjadi 3 (tiga) yang
terdiri atas urusan pemerintahan absolut,
konkuren, dan umum.
Pendahuluan Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik. Konsekuensi logis dari
didirikannya suatu negara adalah
terbentuknya pemerintah negara yang
berlaku sebagai pemerintah pusat.
Kemudian, pemerintah pusat membentuk
daerahdaerah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Kedaulatan hanya
berada di pemerintah pusat (absolutisme).
Penyelenggaraan pemerintah daerah selalu
mengalami pasang surut ditandai dengan
berbagai prolema
Pembahasan Esensi dari penyelenggaraan pemda diatur
berdasarkan distribusi kewenangan tersebut
adalah untuk merealisasikan fungsi-fungsi
pemerintahan di bidang pelayanan publik,
pembangunan dan pemberdayaan, dan
keamanan. Pelaksanaan fungsi itu
membutuhkan kejelasan kewenangan yang
memadai dan dukungan anggaran yang
maksimal. Oleh karena itu, pada tataran
implementasinya distribusi kewenangan
membawa konsekuensi tidak hanya
menyangkut sumber pendanaannya tetapi
juga terkait dengan sumber pemasukan bagi
pendapatan daerah. Penyerahan kewenangan
yang tidak menghasilkan sumber PAD maka
harus dibebankan kepada pemerintah daerah
yang menjadi tanggung jawabnya melalui
pendanaan APBD. Sebaliknya, kewenangan
yang mempunyai dampak terhadap sumber
pendapatan PAD akan memberi kontribusi
bagi peningkatan APBD.
kesimpulan DPR sebagai pemegang fungsi legislasi dan
pemerintah pusat sebagai pelaksana undang-
undang berusaha menyeimbangkan
kontekstualitas dan eksistensi pemerintah
daerah yang lebih prudent antara pusat,
provinsi, kota atau kabupaten, atau
sebaliknya kembali dalam skema
sentralisasi bayangan. Bentuk negara
kesatuan (unitary state) oleh perencana,
pembuat dan pelaksana negara diartikan
sebagai penyeragaman daripada perbedaan.
Kehendak efektif dan efisien menurut UU
Pemda 2014, akan berubah menjadi
ketidakadilan terlebih menjadi "pembiaran"
karena ketidakmampuan pemerintah sendiri.
Untuk itu, perlu pemurnian hubungan
kewenangan antara pusat dengan daerah
yang sesuai dengan kehendak UUD 1945,
yaitu mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan, bukan sentralisasi yang
berbalut dekonsentrasi.

Judul Pengawasan atas penyelenggaraan


pemerintahan daerah yang mewujudkan
pemerintahan daerah yang efektif dan
efisien
Nama jurnal Jurnal masalah-masalah hukum
Volume dan halaman Jilid. 39, vol. 1, halaman 36-43
Tahun 2010
Penulis Diamantina, A
Reviewer Gugun Gunadi
Tanggal reviewer 28 desember 2023
Abstrak Sebagai konsekuensi dari diberlakukannya
prinsip desentralisasi sebagai kerangka
pengembangan hubungan antara pemerintah
pusat dan daerah, diperlukan pemahaman
yang komprehensif mengenai pola
hubungan antara pemerintah pusat dan
daerah. Kebebasan dan penilaian mandiri
urusan daerah dalam kerangka NKRI,
karena daerah diberikan kesewenang-
wenangan dalam menangani urusan daerah
yang diberikan oleh pemerintah
pusat. Sehubungan dengan hal tersebut di
atas, maka pengawasan dan pengendalian
penyelenggaraan pemerintahan daerah
hendaknya ditempatkan sebagai media
koordinasi antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah guna meningkatkan
efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan
pemerintahan.

Pndahuluan Otonomi daerah sebagaimana diatur dalam


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
memberikan kewenangan yang luas kepada
daerah Kabupaten/Kota untuk
menyelenggarakan Pemerintahan Daerah.
Dengan kewenangan yang luas terbuka
kesempatan bagi daerah otonom untuk
menggali dan memanfaatkan semua potensi
yang ada guna mewujudkan kesejahteraan
rakyat.

Penerapan asas desentralisasi sebagai


bentuk pembagian kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah,
memberikan. konsekuensi bagi tumbuh
kembangnya kreativitas daerah dalam
mengatur dan mengelola potensi daerah
bersama peran aktif masyarakat, sehingga
dapat meningkatkan taraf pembangunan
daerah untuk kesejahteraan masyarakatnya.

Prinsip-prinsip tersebut di atas, telah


membuka peluang dan kesempatan yang
sangat luas kepada daerah otonom untuk
melaksanakan kewenangannya secara
mandiri, luas, nyata, dan bertanggungjawab
dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan mutu
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat, serta daya saing daerah guna
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pembahasan Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan,
selanjutnya oleh Pejabat Pengawas
Pemerintah dituangkan dalam Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP). LHP berisi temuan,
saran dan rekomendasi yang wajib untuk
tindaklanjut oleh satuan kerja perangkat
daerah yang diperiksa guna menlperbaiki
kekeliruan maupun kesalahan dalam
pelaksanaan penyelenggaraan administrasi
umum pemerintahan, dan urusan
pemerintahan yang terjadi pada satuan kerja
yang diperiksa. Pemeriksaan terhadap
pelaksnaan tugas-tugas pemerintahan, tidak
dilakukan untuk mencari kesalahan,
meskipun ditemukan kesalahan, akan tetapi
ditujukan untuk mencegah agar tidak terjadi
kesalahan sehingga tidak

dilakukan secara berulang-ulang. LHP


Pejabat Pengawas Pemerintah disampaikan

kepada Bupati/Walikota dan satuan kerja


yang diperiksa dengan tembusan kepada
Gubenur dan BPK perwakilan Tembusan
LPH yang disampaikan kepada gubernur
dan BPK dimaksudkan agar gubernur dan
BPK mengetahui mengenai sejauhmana
pemeriksaan yang telah dilakukan oleh
Inspektorat Kabupaten. Selain itu
dimaksudkan untuk menghindari
pemeriksaan yang tumpang tindih.
Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan
pengawasan atas

penyelenggaraan pemerintahan daerah


diatur didalam Undang-undang No. 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
khususnya didalam penjelasan umum dan
dalam pasal-pasal 217 sampai dengan 223.
dari pasal-pasal tersebut kemudian diatur
lebih

lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 75


tahun 2005 tentang Pedoman Pembina dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, selanjutnya Pedoman Tata Cara
Pengawasan atas Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah diatur didalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23
Tahun 2007.

Anda mungkin juga menyukai