Anda di halaman 1dari 7

PROBLEMATIKA KETIDAKSEIMBANGAN ILMU DAN MORAL DI INDONESIA1

I Made Surya Hermawan1, Abdul Gofur2 dan Sueb2


1
Magister Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasajarna, Universitas Negeri Malang
2
Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasajarna, Universitas Negeri Malang
email: surya.hermawan17@gmail.com1, abdul.gofur.fmipa@um.ac.id2, dan sueb.fmipa@um.ac.id2

Abstrak: Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, fenomena degradasi moral sering terjadi. Fenomena
tersebut diindikasikan karena terjadi ketidakseimbangan perkembangan ilmu dan moral di Indonesia.
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan kaitan etika dan moral serta untuk mengungkap
ketidakseimbangan ilmu dan moral di Indonesia pada era globalisasi. Metode yang digunakan dalam
penyusunan makalah ini adalah metode studi pustaka. Penyusunan makalah dilakukan dengan cara
menginterpretasi dan mensintesis berbagai artikel dari jurnal internasional, jurnal nasional, dan buku yang
relevan dengan fenomena yang diungkap. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa etika dan moral adalah
tidak berdiri pada tingkat yang sama. Moral merupakan sebuah nilai praktis yang dilakukan oleh manusia.
Sedangkan etika merupakan nilai teoritis yang melihat bagaimana manusia bertanggung jawab tentang
sebuah nilai moral yang bersifat kritis dan rasional. Kerusakan lingkungan, kenakalan remaja, terorisme,
dan korupsi merupakan contoh permasalahan yang muncul di Indonesia sebagai akibat ketidakseimbangan
ilmu dan moral. Kemajuan ilmu harus diimbangi dengan kedewasaan moral yang tinggi. Moral akan
menjadi batas bahwa ilmu yang dimiliki oleh manusia tidak ke luar dari koridor kebaikan.

Kata Kunci: ilmu, moral, ketidakseimbangan

Abstract: As science and technology develop, phenomena of moral degradation becomes common. That
phenomena indicates that occurs unbalancing between development of science and morality. This paper
aims to explain the relationship between ethics and morality also to uncover the unbalancing between
science and morality in Indonesia in globalization. The method used in this paper was literature study. This
paper was done with interpreting and combining vary articles from international and national journals also
books that were relevant with the phenomena which want to uncover. The result of this study was the
relationship between ethics and morality do not stand on the same level. Morality is practical value which
is done and accepted by human. On the other hand, ethics is theoretical value which concern to see how
human takes responsibility about a moral value that is critical and rational. Environmental demage,
adolescent mischievousness, terrorism, and corruption are some examples problem caused by unbalancing
between science and morality in Indonesia. The development of science must be followed by increasing
moral value. Morality will make a limit science in order not to overlap the value of goodness.

Keywords: science, moral, unbalancing

PENDAHULUAN
Modernisasi ditandai dengan perkembangan ilmu dan teknologi di berbagai sektor dengan sangat
cepat. Perkembangan ilmu dan teknologi tersebut tidak dapat dipisahkan dari perkembangan akal dan
pikiran manusia. Perkembangan tersebut berlangsung secara masif dan berkelanjutan. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa ilmu akan terus berkembang selama manusia masih hidup dan masih
memiliki akan pikiran. Beberapa contoh perkembangan ilmu dan teknologi yang secara nyata dapat
dirasakan oleh masyarakat adalah akses informasi melalui internet, berdirinya berbagai macam
perusahaan baik nasional ataupun internasional yang memproduksi segala bentuk kebutuhan
manusia, dan perkembangan teknologi di berbagai sektor seperti kesehatan, pertanian, dan keamanan.
Berkembangnya ilmu dan teknologi sebagai hasil dari perkembangan pola pikir manusia
memberikan dampak domino bagi masyarakat. Dampak positifnya adalah segala bentuk kebutuhan
manusia dapat disediakan dengan sangat mudah, baik yang berupa kebutuhan materi ataupun
kebutuhan terhadap akses informasi. Hal tersebut menyebabkan kehidupan manusia sangat terbantu
dan sangat memudahkan manusia dalam menjalani aktivitas kesehariannya. Di sisi lain, kemajuan
1
Disajikan dalam Seminar MK Filsafat Sains dan Bioetik Prodi S2 Pendidikan Biologi Universitas Negeri
Malang pada tanggal 31 Oktober 2016
ilmu dan teknologi juga dapat memberikan dampak negatif. Beberapa contohnya adalah teknologi
industri yang berkembang jika tidak diimbangi dengan kesadaran pengelolaan lingkungan yang baik
maka akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Hal ini sejalan dengan data yang disampaikan
oleh World Health Organization (WHO) yang menyatakan 6.5 juta orang meninggal dunia
diakibatkan oleh polusi udara pada tahun 2012. Selain itu, Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BkkbN) menyatakan bahwa angka kenakalan remaja di Indonesia masih tergolong tinggi.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa akses informasi yang mudah dan terkesan tanpa batas jika tidak
diimbangi dengan kesadaran menyaring informasi tersebut dapat menimbulkan hal negatif pada
masyarakat khususnya pada remaja. Remaja menjadi sangat rentan terhadap pengaruh negatif akses
informasi tersebut karena remaja masih memiliki kondisi emosi yang belum stabil. Di sisi lain,
terorisme dan korupsi juga merupakan contoh dampak negatif dari kemajuan ilmu dan teknologi. Hal
tersebut didasarkan pada data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa 82% tersangka kasus
korupsi memiliki pendidikan perguruan tinggi dan data dari Markas Besar Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Mabes Polri) yang menyatakan bahwa pada tahun 2011 terdapat 19 orang
terduga terlibat ke dalam jaringan teroris adalah pemuda yang terampil dan berpendidikan sarjana.
Berbagai contoh dampak negatif perkembangan ilmu dan teknologi tersebut diindikasikan
terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara perkembangan ilmu dan kedewasaan moral yang
dimiliki oleh manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ketidakseimbangan
yang dipadankan dengan kata kesenjangan diartikan sebagai terdapat jurang pemisah. Definisi
tersebut mengindikasikan bahwa terdapat kesenjangan antara segala sesuatu yang ideal dan segala
sesuatu yang secara nyata terjadi. Dalam hal ini, diindikasikan bahwa perkembangan ilmu yang
terjadi secara sangat cepat tidak diimbangi dengan pendewasaan moral yang cukup. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya penyalahgunaan ilmu dan mengarah ke perilaku negatif.
Mengutip kalimat yang terdapat pada batu nisan Immanuel Kant (1724-1802) yang berbunyi
“setinggi-tinggi bintang di langit masih tinggi moral di dada manusia”. Kalimat tersebut menyiratkan
bahwa setinggi apapun manusia mampu untuk berpikir dan melakukan inovasi dalam bidang
keahliannya, tetap akan lebih tinggi nilai personal yang dimilikinya. Hal tersebut juga
mengindikasikan bahwa kepemilikan moral juga yang membedakan manusia dengan makhluk hidup
lainnya. Seperti yang disampaikan oleh Kant (2005), justru pada kepemilikan etika dan morallah
manusia menemukan hakekat kemanusiaannya.
Indonesia merupakan Negara yang menjunjung tinggi nilai moral yang didasarkan pada nilai
agama serta nilai Pancasila. Dalam sebuah bangsa, manusia adalah sumber kemajuan utamanya.
Bangsa dapat berkembang ketika memiliki sumber daya manusia yang ideal. Ideal dalam konteks ini
adalah manusia yang berilmu dan bermoral. Ilmu yang dimiliki oleh manusia dapat berperan sebagai
instrumen membentuk sumber daya manusia yang berdaya saing global. Di pihak lain, kedewasaan
moral akan menjadi pembatas sejauh mana ilmu yang dimiliki diterapkan dalam konteks kebaikan.
Berdasarkan pemaparan ketidakseimbangan ilmu dan moral serta istilah “etika” yang
disampaikan oleh Kant, sehingga dirasa perlu untuk dilakukan pembahasan secara lebih rinci terkait
1) kaitan antara etika dan moral serta 2) analisis ketidakseimbangan antara ilmu dan moral di
Indonesia.

KAITAN ETIKA DAN MORAL


Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti karakter. Etika merupakan cabang dari
filsafat yang membicarakan tentang nilai baik-buruk yang disebut juga filsafat moral (Encyclopedia
Britannica: 752). Dalam implementasinya, etika membicarakan pertimbangan tentang baik dan buruk
sebuah perkataan dan tindakan dalam hubungan atar manusia. Aristoteles dalam bukunya yang
berjudul Etika Nikomacheia menjelaskan tentang pembahasan etika ke dalam dua hal penting yaitu
terminus techius serta manner dan custom. Terminus techius adalah ilmu yang mempelajari masalah
perbuatan atau tindakan manusia. Manner dan custom merupakan sesuatu yang berkaitan dengan tata
cara dan kebiasaan yang melekat dalam kodrat manusia (inherent in human nature) yang terikat
dengan pengertian baik dan buruk sebuah perbuatan manusia.

1
Disajikan dalam Seminar MK Filsafat Sains dan Bioetik Prodi S2 Pendidikan Biologi Universitas Negeri
Malang pada tanggal 31 Oktober 2016
Moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti cara hidup atau adat. Moral lebih tertuju
pada suatu tindakan atau perbuatan yang sedang dinilai, bisa juga berarti sistem ajaran tentang nilai
baik buruk. Oleh karena moral merupakan sistem ajaran tentang baik dan buruk, moral dapat berasal
dari ajaran agama, nasihat orang bijaksana, dan hasil introspeksi diri.
Sya’Roni (2014) mengemukakan bahwa etika dan ajaran moral tidak berada di tingkat yang
sama. Ajaran moral mengajarkan bagaimana kita hidup, sedangkan etika ingin mengetahui mengapa
kita mengikuti ajaran moral tertentu atau bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggung jawab
ketika berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Pendapat tersebut dapat diinterpretasikan dengan
lebih sederhana bahwa moral merupakan sebuah nilai praktis yang dilakukan oleh manusia serta
diterima dengan apa adanya. Sedangkan etika merupakan nilai teoritis yang melihat bagaimana
manusia bertanggung jawab tentang sebuah nilai moral yang bersifat kritis dan rasional. Menurut
Sya’Roni (2014) kata etika dapat digunakan dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang
menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

KETIDAKSEIMBANGAN ILMU DAN MORAL

Ketidakseimbangan yang dipadankan dengan kata kesenjangan menurut KBBI memiliki


makna terdapat jurang pemisah. Definisi tersebut mengindikasikan bahwa terdapat kesenjangan
antara segala sesuatu yang ideal dan segala sesuatu yang secara nyata terjadi. Dapat pula diartikan
sebagai sebuah jarak antara teori dan praktik. Dalam hal ini, diindikasikan bahwa perkembangan
ilmu yang terjadi secara sangat cepat tidak diimbangi dengan pendewasaan moral yang cukup. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya penyalahgunaan ilmu dan mengarah ke perilaku negatif.
Seiring perkembangan zaman, masalah kemajuan ilmu yang diiringi dengan degradasi moral terjadi
di berbagai Negara, tidak terkecuali Indonesia. Copeland (2014) berpendapat bahwa degradasi moral
dan etika telah banyak terjadi pada pemimpin yang menonjol di sektor pemerintahan ataupun swasta.
Pendapat tersebut menjadi indikasi bahwa permasalahan degradasi moral saat ini bukan hanya terjadi
pada masyarakat grass root, namun juga telah terjadi pada pemimpin daerah ataupun negara.
Pernyataan tersebut terbukti dalam realita kehidupan sehari-hari karena sering kali pemimpin dan
atau pejabat Negara terjerat kasus korupsi. Balliu (2015) mengungkapkan bahwa masalah moral
datang dari masalah yang spesifik, namun cakupan pemecahannya harus dilakukan secara holistik.
Sudut pandang kedewasaan personal merupakan salah satu bukti bahwa permasalahan moral berakar
pada sebuah masalah yang spesifik. Ketidakmampuan manusia untuk mengelola pribadi masing-
masing dalam berinteraksi di masyarakat menjadi penyebab utamanya.

PROBLEMATIKA KERUSAKAN LINGKUNGAN


Khan & Ghouri (2011) menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan disebabkan oleh
pencemaran yang digolongkan menjadi pencemaran udara, air, dan tanah. Mishra (2003) dalam Khan
& Ghouri (2011) menyatakan bahwa peningkatan industri, emisi kendadaraan bermotor, dan
teknologi yang tidak efisien merupakan penyebab pencemaran udara. Kondisi tersebut terjadi di
Indonesia. Masyarakat dapat secara nyata merasakan bahwa kemajuan ilmu yang ditandai dengan
jumlah kendaraan dan pabrik industri yang meningkat menyebabkan pencemaran udara. Ditambah
lagi pembukaan lahan kelapa sawit yang dilakukan dengan cara membakar lahan gambut yang
beberapa waktu yang lalu menyebabkan bencana kabut asap di Indonesia khususnya Sumatera dan
Kalimantan yang bahkan sampai ke Malaysia dan Singapura. Keadaan ini hingga menjadikan indeks
kualitas udara di Kota Pekanbaru dan Palangkaraya berada pada level tidak sehat menurut data dari
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Faktanya, lahan tersebut dibuka karena
tuntutan era modern dan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi manusia dengan orientasi profit yang
tinggi. Hal ini menandai bahwa tuntutan era modern dengan persaingan global menjadikan berbagai
perusahaan berlomba untuk meningkatkan produktivitasnya. Aktivitas tersebut justru akan
berdampak buruk ketika peningkatan produktivitas tidak diimbangi dengan kesadaran moral untuk
menjaga kelestarian lingkungan.

1
Disajikan dalam Seminar MK Filsafat Sains dan Bioetik Prodi S2 Pendidikan Biologi Universitas Negeri
Malang pada tanggal 31 Oktober 2016
Kemajuan teknologi di bidang pertanian juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Tuntutan produksi yang tinggi dengan kualitas yang baik menyebabkan sektor ini menggunakan
pestisida sebagai upaya pengendalian hama tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan.
Pestisida yang jatuh ke tanah dapat merusak ekosistem tanah. Di samping itu, hal tersebut
diindikasikan memiliki dampak yang lebih kompleks ketika air hujan menghanyutkan tanah yang
mengandung pestisida tersebut menuju aliran sungai hingga ke laut. Hal tersebut juga akan bedampak
bagi kelestarian ekosistem dan sungai. Sungai yang merupakan sumber air bersih bagi sebagian
masyarakat akan menjadi tercemar sehingga hal tersebut juga memberikan risiko terjangkitnya
penyakit bagi masyarakat.
Keadaan tersebut jelas dapat memberikan dampak negatif pada lingkungan yang merupakan
habitat semua makhluk hidup. Secara langsung pula akan memberikan dampak negatif bagi manusia
seperti gangguan kesehatan berupa infeksi saluran pernafasan. Selain itu, juga dapat memberikan
dampak negatif bagi hewan dan tumbuhan. Penjelasan tersebut sesuai dengan pendapat Khan &
Ghouri (2011) yang menyatakan bahwa kerusakan lingkungan merupakan permasalahan global yang
membahayakan manusia, hewan dan tumbuhan.

PROBLEMATIKA KENAKALAN REMAJA


Remaja (2012) berpendapat bahwa kenakalan remaja diartikan sebagai perilaku remaja yang
menyimpang dari norma-norma hukum pidana. Ditambahkannya pula bahwa perkembangan
teknologi yang semakin pesat bukan hanya memberikan dampak positif namun juga memberikan
efek negatif khususnya bagi remaja. Hal serupa disampaikan oleh Sriyanto, et. al. (2014) yang
menyatakan bahwa kehidupan masyarakat modern sebagai hasil perkembangan teknologi modern,
industrialisasi, dan juga mekanisasi dapat berdampak terhadap kehidupan sosial. Selain itu, Sriyanto,
et. al. (2014) juga menyampaikan bahwa kenakalan remaja merupakan bukti lemahnya nilai moral
dan kepribadian remaja. Beberapa permasalahan kenakalan remaja sebagai akibat kemajuan
teknologi di Indonesia disampaikan oleh Puspawati (2010) dalam Sriyanto, et. al. (2014) adalah
perbuatan kriminal, asusila, dan pergaulan bebas.
Beberapa pendapat tersebut menjelaskan bahwa remaja yang masih berada dalam keadaan
emosi yang labil dapat dengan mudah terjerumus ke dalam dampak negatif yang diakibatkan oleh
kemajuan teknologi. Penggunaan teknologi tanpa batas dapat dan tanpa proses filterisasi dapat
dengan mudahmemberikan dampak negatif bagi remaja. Salah satu contoh nyata fenomena tersebut
adalah akses internet yang mudah. Dalam penggunaan internet, remaja seakan-akan tanpa batas dapat
mendapatkan konten informasi yang mereka inginkan, yang tidak terbatas pada konten positif atau
konten negatif. Konten pornografi merupakan salah satu konten negatif yang dapat dengan mudah
ditemukan di internet. Faktanya, beberapa kasus asusila dilakukan oleh remaja diindikasikan
disebabkan karena terpengaruh konten pornografi yang ditontonnya. Hal tersebut bukan hanya
disebabkan oleh faktor remaja itu sendiri. Kebiasaan orang tua di kehidupan modern yang mayoritas
mengejar materi dengan cara bekerja hampir sehari penuh juga memiliki peran. Aktivitas tersebut
dapat menyebabkan berkurangnya komunikasi dan kedekatan antara orang tua dan anak sehingga
pengawasan orang tua kepada anak dapat menurun. Fenomena tersebut tentu saja bertentangan
dengan nilai moral Pancasila dan nilai moral agama yang berlaku di Indonesia.

PROBLEMATIKA KORUPSI
Permasalahan korupsi di Indonesia berakar pada masalah spesifik dalam diri manusia yaitu
keserakahan. Ketidakpuasan terhadap segala sesuatu yang telah dimilikinya saat ini. Ada pula
keinginan untuk memiliki sesuatu yang lebih, bahkan yang bukan merupakan haknya. Obasola (2015)
berpendapat bahwa korupsi merupakan kejahatan yang berbahaya bagi sebuah pelayanan publik
dimana nilai moral yang sangat rendah dan kondisi kerja yang tidak kondusif. Dorongan kehidupan
modern dan kehidupan sosial yang cenderung mewah mengakibatkan manusia Indonesia yang tidak
memiliki kedewasaan moral tinggi akan tergiur untuk melakukan korupsi. Hal tersebut
memungkinkan untuk dilakukan karena cara tersebut dinilai paling mudah untuk mendapatkan hasil
1
Disajikan dalam Seminar MK Filsafat Sains dan Bioetik Prodi S2 Pendidikan Biologi Universitas Negeri
Malang pada tanggal 31 Oktober 2016
yang besar dengan usaha yang kecil. Sebagaimana yang disampaikan oleh Debbarma (2014) bahwa
krisis moral manusia adalah sebuah fakta dalam kehidupan modern, kehidupan sosial manusia tidak
akan dapat bertahan tanpa nilai moral yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Ballu (2015)
menambahkan bahwa pembenaran yang mengatasnamakan kehidupan yang lebih baik menyababkan
manusia kehilangan nilai-nilai moral, karena hal tersebut menyebabkan manusia bersedia melakukan
apapun dengan cara apapun. Dalam konteks kasus ini, penanaman nilai moral tentang mensyukuri
anugerah Tuhan yang telah diterima dan memiliki segala sesuatu yang hanya haknya wajib
ditanamkan.

PROBLEMATIKA TERORISME
Terorisme merupakan permasalahan yang terjadi karena masalah yang spesifik. Para pelaku
terorisme mungkin beranggapan bahwa serangan mereka akan menarik perhatian publik,
memperlihatkan ambisi personal mereka, membentuk respon provokatif yang akan memperluas
konflik, meningkatkan nilai kebanggaan mereka terhadap pandangannya, untuk menghancurkan
lawan politiknya, atau membantu mereka untuk mencapai kemerdekaan psikologi (Scheffler, 2006).
Pendapat tersebut mengindikasikan bahwa anggapan paham terorisme bertentangan dengan nilai
moral bangsa Indonesia dan ajaran agama yang ada di Indonesia. Terorisme telah mengingkari nilai
moral Pancasila dan ajaran agama. Hal tersebut didasarkan pada sebuah keyakinan bahwa tidak ada
agama yang mengajarkan penganutnya untuk menyakiti sesama makhluk ciptaan Tuhan. Agama
mengajarkan nilai moral yang menganut ajaran mencintai sesama makhluk Tuhan. Sedangkan nilai
Pancasila mengajarkan untuk mengedepankan sikap toleransi dan menjunjung tinggi nilai kesetaraan
sebagai sesama manusia.
McCuddy (2008) berpendapat bahwa masyarakat boleh saja memiliki anggapan bahwa teroris
tidak memiliki moral, namun manusia tidak dapat menghindar dari eksistensi mereka yang
mengancurkan moral dalam konteks kemanusiaan yang umum. Paham terorisme saat ini telah
berkembang dengan cukup cepat dan mengancam kehidupan manusia Indonesia. Bukan hanya
keamanan, namun juga mengancam nilai-nilai moral yang telah tertanam di dalam diri manusia
Indonesia. Terorisme menyebarkan ajaran yang mengancam nilai-nilai Pancasila dan agama dengan
menyebarluaskan paham mereka. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan doktrinasi kepada
manusia yang memiliki kekuatan moral lemah. Dalam hal ini tentunya nilai moral yang kuat dalam
diri setiap manusia Indonesia diperlukan untuk mencegah masuk dan berkembangnya paham
terorisme baik dalam diri sendiri atau di lingkungan sosial masyarakat.

UPAYA PENANGGULANGAN KETIDAKSEIMBANGAN ILMU DAN MORAL


Permasalahan kemajuan ilmu yang tidak diimbangi dengan kedewasaan moral dapat secara
bertahap ditanggulangi jika seluruh elemen pemerintah dan masyarakat bersinergi. Pemerintah harus
menularkan semangat kepemimpinan dengan berbasis kedewasaan moral yang tinggi. Kouzea &
Posner (2008) berpendapat bahwa kepemimpinan yang ideal tidak datang dari luar ke dalam, namun
sebaliknya. Hal tersebut didukung oleh pendapat Mihelic, et. al. (2010) yang menyatakan bahwa
pemimpin seharusnya membentuk nilai etika yang mendasar melalui etika kepemimpinan dan
aktivitas personalnya. Pendapat tersebut mengindikasikan bahwa nilai moral yang tinggi wajib
dimiliki oleh seorang pemimpin sehingga dapat dibawa keluar untuk ditularkan kepada masyarakat.
Di pihak lain, masyarakat juga seharusnya menyadari bahwa nilai moral tidak hanya berasal
dari pemimpin. Nilai moral harus muncul dalam setiap individu dengan penuh kesadaran dan
penerimaaan secara ikhlas. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Albion (2008) bahwa
kepemimpinan dimulai dari dirimu, siapa dirimu, apa yang kamu pedulikan, dan apa yang kamu
inginkan untuk terjadi. Sinergi kedua aspek tersebut diharapkan mampu menjadi sebuah tawaran
solusi untuk meningkatkan kedewasaan moral ditengah kemajuan ilmu. Tawaran solusi ini memiliki
sinergi prinsip antara bottom-up dan top-down. Masyarakat belajar dari pemimpin, begitu juga
sebaliknya pemimpin belajar dari masyarakat.

1
Disajikan dalam Seminar MK Filsafat Sains dan Bioetik Prodi S2 Pendidikan Biologi Universitas Negeri
Malang pada tanggal 31 Oktober 2016
Dalam kondisi kekinian, keseimbangan antara ilmu dan kedewasaan moral untuk mencegah
terjadinya kejahatan seperti terorisme dan korupsi cocok untuk ditanamkan pada generasi muda.
Pemuda adalah calon penerus peradaban bangsa. Pemuda yang ideal akan melahirkan bangsa yang
ideal. George & Uyanga (2014) berpendapat bahwa pemuda memerlukan moral yang kuat untuk
mengembangkan pertama diri mereka dan kemudian mengembangkan lingkungannya. Tanpa hal
tersebut, kepemimpinan akan menjadi sia-sia yang dihubungkan dengan tujuan yang hendak dicapai
oleh masyarakat. Adapun beberapa cara untuk meningkatkan kedewasaan moral adalah sebagai
berikut.
a. Pendidikan moral dan cinta lingkungan hendaknya dimulai dari lingkungan keluarga. Hal tersebut
karena pendidikan pada dasarnya adalah proses pewarisan kebudayaan dalam pembentukan
karakter bangsa (Sriyanto, et. al., 2014)
b. Pemerintah memberikan tauladan perilaku yang bermoral kepada masyarakat. Dalam hal ini yang
dimaksudkan tauladan adalah perilaku nyata yang bukan hanya sekadar retorika.
c. Pemerintah melakukan pendekatan yang berbeda terhadap implementasi pelajaran yang
mengajarkan nilai moral seperti agama dan budi pekerti di sekolah. Pendekatan yang digunakan
adalah bukan sekadar pendekatan teori, melainkan juga menggunakan pendekatan praktis.
d. Dalam keadaan masyarakat menerima informasi tentang perilaku pemerintah yang menyimpang
dari nilai moral, hendaknya masyarakat tidak menggunakannya sebagai contoh. Masyarakat harus
mampu memberikan contoh kepada pemerintah sesuai dengan prinsip penularan nilai moral
bottom-up.
e. Melakukan introspeksi diri agar kesadaran bahwa manusia Indonesia hidup di sebuah Negara
yang menjunjung tinggi nilai ketuhanan yang merupakan asal dari nilai moral.
f. Memproteksi diri dari segala bentuk perilaku yang mengandung unsur penyimpangan terhadap
nilai moral.
Penanaman dan internalisasi nilai Pancasila dan ajaran agama dalam kondisi saat ini perlu
ditingkatkan. Hal tersebut didasarkan untuk memperkuat jati diri manusia Indonesia sebagai manusia
yang bermoral. Nilai moral akan menjadi batas aktivitas ilmu manusia agar tetap berada dalam
koridor kebaikan. Seperti yang diungkapkan oleh Balliu (2015) bahwa jika manusia menginginkan
sesuatu, sebuah alasan moral dapat menghentikan keinginan tersebut, memberitahu manusia tentang
adanya sebuah konsekuensi.
Menjadi sebuah keharusan dalam kehidupan sosial dan politik untuk menjunjung tinggi nilai-
nilai moral yang dianut (Obasola, 2015). Indonesia ideal di masa depan ditentukan oleh manusia
Indonesia yang ideal. Konteks ideal dalam hal ini adalah maju secara ilmu dan dewasa secara moral.
Hal tersebut menjadi sesuatu yang sangat penting agar manusia Indonesia dapat memanfaatkan ilmu
yang dimiliki untuk kemajuan bangsa. Ilmu bukan hanya terpaku pada artinya secara harfiah, namun
juga berupa pengendalian dan pengolaan diri dalam rangka menggunakan ilmu tersebut.

SIMPULAN
Adapun simpulan tulisan ini adalah sebagai berikut. 1) Kaitan etika dan moral tidak berdiri
pada tingkat yang sama. Moral merupakan sebuah nilai praktis yang dilakukan oleh manusia serta
diterima dengan apa adanya. Sedangkan etika merupakan nilai teoritis yang melihat bagaimana
manusia bertanggung jawab tentang sebuah nilai moral yang bersifat kritis dan rasional. 2) Kerusakan
lingkungan, kenakalan remaja, korupsi, dan terorisme merupakan contoh permasalahan yang muncul
akibat katidakseimbangan antara ilmu dan moral di Indonesia. Kemajuan ilmu harus diimbangi
dengan kedewasaan moral yang tinggi. Hal tersebut didasarkan agar tingginya ilmu dimanfaatkan
untuk berkarya untuk kemajuan bangsa. Keseimbangan antara ilmu dan moral dapat diwujudkan
dengan cara penekanan nilai Pancasila dan ajaran agama melalui pendekatan praktis. Nilai Pancasila
dan ajaran agama akan menjadi batas bahwa ilmu yang dimiliki oleh manusia tidak ke luar dari
koridor kebaikan. Penularan kedewasaan moral dapat terjadi dengan integrasi prinsip bottom-up dan
top-down. Dalam hal tersebut, masyarakat belajar untuk meningkatkan kedewasaan moral dari
pemerintah dan sebaliknya pemerintah dapat memetik pelajaran moral dari aktivitas masyarakat grass
root.
1
Disajikan dalam Seminar MK Filsafat Sains dan Bioetik Prodi S2 Pendidikan Biologi Universitas Negeri
Malang pada tanggal 31 Oktober 2016
DAFTAR RUJUKAN

Albion, M. S., 2008. Turn Your Value into Value. The Journal of Value Based Leadership
1(1), 49-58.

Balliu, M. 2015. The Importance of Moral Values in Human Life (A Look at the Philosophy
of Hannah Arendt) International Journal of Humanities and Social Science, 5(3), 138–142.

Copeland, M. K. 2014. The Emerging Significance of Values Based Leadership: A Literature


Review. International Journal of Leadership Studies, 8(2), 105–135.

Debbarma, M. 2014. Importance of Human Values in the Society. International Journal of


English Language, Literature and Humanities, 2(1), 181–195.

George, I. N., & Uyanga, U. D. 2014. Youth and Moral Values in a Changing Society. IOSR
Journal of Humanities and Social Sciences, 19(6), 40–44.

Kahn, M. A., Ghouri, A. M. 2011. Environmental Pollution: Its Effects on Life and its
Remedies. Journal of Art, Science & Commerce, 11(2), 276-285

Kant, I., 2005. Kritik Atas Akal Budi Praktis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kouzes, J. M., & Posner, B. Z., 2008 We Lead from the Inside Out. The Journal of Value
Based Leadership 1(1), 34-38.

Mihelic, K., K., Lipicnik, B., & Tekavcic, M. 2010. Ethical Leadership. International Journal
of Management & Information System 14(5), 31-42

McCuddy, M. K., 2008 Fundamental Moral Orientations. The Journal of Value Based
Leadership 1(1), 9-21.

Obasola, K. E.. 2015. A Critical Analysis of the Role of Moral Values as a Catalyst for Social
and Political Development among People in Nigeria, 3(1), 1–8.

Remaja, I N. G., 2012. Faktor Kriminogen Kenakalan Remaja dan Akibat Hukumnya. Jurnal
Sains dan Teknologi, 11(3), 1-10

Scheffler, S. 2006. Is Terrorism Morally Distinctive? The Journal of Political Philosophy,


14(1), 1-17.

Sriyanto, Abdulkarim, A., Zainul, A., & Maryani, E. 2014. Perilaku Asertif dan
Kecenderungan Kenakalan Remaja Berdasarkan Pola Asuh dan Peran Media Masa. Jurnal Psikologi
41(1), 74-88

Sya'Roni, M., 2014. Sebuah Kajian Filsafat Ilmu. Teologia 25(1).

Wilujeng, S. R. 2013. Upaya Memahami Hakikat Ilmu dalam Konteks Keindonesiaan.


Makalah. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

1
Disajikan dalam Seminar MK Filsafat Sains dan Bioetik Prodi S2 Pendidikan Biologi Universitas Negeri
Malang pada tanggal 31 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai