Anda di halaman 1dari 22

REKAYASA JALAN RAYA I

Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk
mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan sesama. Dengan demikian perkembangan jalan
saling berkaitan dengan teknik jalan, seiring dengan perkembangan teknologi yang ditemukan
manusia.

Pada awalnya jalan raya hanya berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup. Setelah
manusia mulai hidup berkelompok jejak-jejak berubah menjadi jalan setapak yang masih belum
berbentuk Jalan yang rata. Dengan dipergunakan alat transportasi seperti hewan, kereta, atau yang
lainnya, mulai dibuat jalan yang rata.

Sejarah perkembangan jalan di Indonesia yang tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia adalah
pembangunan jalan Daendles pada zaman Belanda, yang dibangun dari anyer di Banten sampai
Panarukan di Banyuwangi Jawa Timur. Yang diperkirakan 1000 km. Pembangunan tersebut dilakukan
dengan kerja paksa pada akhir abad 18. Tujuan pembangunan pada saat itu terutama untuk
kepentingan strategi dan dimasa tanam paksa untuk memudahkan pengangkutan hasil bumi.

Jalan Daendles tersebut belum direncanakan secara teknis baik geometrik maupun perkerasannya.
Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada jaman keemasan Romawi. Pada saat itu telah
dimulai dibangun jalan-jalan yang terdiri dari beberapa lapis perkerasan. Perkembangan konstruksi
perkerasan jalan seakan terhenti dengan runtuhnya kekuasaan Romawi sampai abad 18.

Pada akhir abad 18, Thomas Telford  dari Skotlandia (1757-1834) ahli jembatan lengkung dari batu,
menciptakan konstruksi perkerasan jalan yang prinsipnya sama seperti jembatan lengkung seperti
berikut ini: “Prinsip desak-desakan dengan menggunakan batu-batu belah yang dipasang berdiri
dengan tangan“.

Konstruksi ini sangat berhasil  kemudian disebut “Sistem Telford”.

 
 
 
 
 
 
 
 

Pada waktu itu pula John Mc Adam (1756 – 1836), memperkenalkan kontruksi perkerasan dengan
prinsip “tumpang-tindih” dengan menggunakan batu-batu pecah dengan ukuran terbesar (Ф 3“).
Perkerasan sistem ini sangat berhasil pula dan merupakan prinsip pembuatan jalan secara
masinal/mekanis (dengan mesin). Selanjutnya sistem ini disebut “Sistem Mc. Adam”.

  

1
Sampai sekarang ini kedua sistem perkerasan tersebut masih sering dipergunakan di daerah–daerah
di Indonesia dengan menggabungkannya menjadi sistem Telford-Mc Adam ialah utk bagian bawah
sistem Telford dan bagian atasnya sistem Mc Adam.

Perkerasan jalan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat ditemukan pertama kali di
Babylon pada tahun 625 SM, tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang sampai ditemukan
kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan Karl Benz pada tahun 1880. Mulai tahun 1920 sampai
sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat maju
pesat. Di Indonesia perkembangan perkerasan aspal dimulai pada tahap awal berupa konstruksi
Telford dan Macadam yang kemudian diberi lapisan aus yang menggunakan aspal sebagai bahan
pengikat dan ditaburi pasir kasar yang kemudian berkembang menjadi lapisan penetrasi (Lapisan
Burtu, Burda Buras). Tahun 1980 diperkenalkan perkerasan jalan dengan aspal: emulsi dan Butas,
tetapi dalam pelaksanaan atau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam hal variasi
kadar aspalnya yang kemudian disempurnakan pada tahun 1990 dengan teknologi beton mastic,
perkembangan konstruksi perkerasan jalan. menggunakan aspal panas (hot mix) mulai berkembang
di Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul dengan jenis yang lain seperti: aspal beton (AC) dan
lain-lain.

Konstruksi perkerasan menggunakan semen sebagai bahan pengikat telah ditemukan pada tahun
1928 di London tetap; konstruksi perkerasan ini mulai berkembang pesat sejak tahun 1970 dimana
mulai diperkenalkannya pembangunan perkerasan jalan sesuai dengan fungsinya. Sedangkan
perencanaan geometrik jalan seperti sekarang ini baru dikenal sekitar pertengahan tahun 1960
kemudian mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak tahun 1980.

Perencanaan Geometrik Jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada
perencanaan bentuk fisik jalan sehingga dapat memenuhi, fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan
pelayanan optimum (keamanan dan kenyamanan) pada arus lalu-lintas dan sebagai akses kerumah-
rumah. Dalam lingkup perencanaan geometrik jalan tidak termasuk perencanaan tebal perkerasan
jalan walaupun dimensi dari perkerasan merupakan bagian dari perencanaan jalan seutuhnya,
demikian pula dengan drainase jalan.

Tujuan dari perencanaan Geometrik jalan adalah “menghasilkan infrastruktur yang aman, effisiensi
pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan biaya pelaksanaan”. Ruang,
bentuk, dan ukuran jalan dikatakan baik, jika dapat memberi rasa aman dan nyaman kepada pemakai
jalan.

Dasar dari perencanaan geometrik adalah


 Sifat gerakan, dan

2
 Ukuran kendaraan,
 Sifat pengemudi Dalam Mengendalikan Gerak Kendaraannya,
 Karakteristik arus lalu-lintas.
Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan
ukuran jalan, serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang
diharapkan.

TANAH DASAR ( SUB GRADE ) 

Tanah dasar adalah permukaan tanah asli , permukaan galian , atau permukaan timbunan yang
merupakan dasar untuk peletakan bagian bagian perkerasan yang lainnya.Kekuatan dan keawetan
dari konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat dan daya dukung tanah dasar. Sehingga
tanah dasar ini menentukan tebal tipisnya lapisan tanah di atasnya. Untuk menentukan kekuatan
tanah dasar biasanya dipakai cara CBR ( CALIFORNIA BEARING RATIO ). Sistem klasifikasi yang
umum dipakai pada jalan raya adalah UNIFIED dan AASHO system , sedang untuk lapangan terbang
digunakan FAA system.

P0NDASI BAWAH ( SUB BASE COURSE )

Sub base course atau pondasi/perkerasan bawah. Adalah bagian perkerasan yang terletak antara
lapisan tanah dasar dan perkerasan atas. Dengan demikian sub base course merupakan pondasi
yang mendukung perkerasan atas dan lapisan permukaan.

Fungsi sub base adalah :

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan yang menyebarkan beban beban roda.
b. Effisiensi penggunaan material dengan mengurangi lapisan lapisan diatasnya ( yang relatif lebih
mahal. 
c. Sebagai drainase blanket sheet agar air tanah tidak mengumpul pada pondasi maupun tanah
dasar. Untuk maksud ini biasa digunakan material non plastis (pasir kelempungan ). 
d. Untuk memudahkan pekerjaan awal ( dengan maksud membuat jalan sementara ).

Sub base course yang lazim digunakan di Indonesia adalah : 


a. Batu belah dengan ballast pasir ( konstruksi System Telford ). 
b. Dengan sirtu ( pasir grosok ) atau tanah sirtu ( konstruksi Pit=Run Gravel System ).

PONDASI ATAS ( BASE COURSE ). 

Base course adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis sub base.  
Fungsi lapisan perkerasan atas ini adalah : 

a. Sebagai bagian pondasi/perkerasan yang menahan beban roda. 


b. Sebagai pondasi bagi surface course. Sehingga pengaruh muatan lalu lintas masih cukup besar. 

Base course disyaratkan : 

1. Mampu menahan beban tanpa terjadi deformasi.

3
 
2. Tahan terhadap abrasi . 

3. Tahan terhadap air.


 
4. Tidak terjadi kapilarisasi. 

Untuk memenuhi persyaratan diatas maka :


1. Kwalitas bahan harus baik. Bahan yang baik adalah batu pecah. 
2. Gradasi / susunan butiran harus rapat. Hal tersebut dapat dicapai dengan ukuran butiran yang
bermacam macam sehingga rongga dapat terisi. 
3. Kandungan filler harus cukup, tetapi tidak boleh melampaui batas max dan min. Bila melampaui
max ,jalan mudah bergelombang. Bila kurang dari min jalan mudah rusak. 
4. Homogenitas harus sempurna. Maksudnya butir butir yang besar , sdang dan halus harus
tercampur menjadi satu dan merata. 

Macam macam base course : 


1. Granular base course. 
Granular base course diberi campuran lapisan tipis clay pada permukaannya dengan tujuan
agar base course cukup stabil. Marerial base course merupakan campuran material kasar dan
halus. 
2. Macadam base course.
Marerial base yang terdiri dari crushed stone. Macadam base dipakai apabila direncanakan
diatas base masih akan ditempatkan lapisan penutup. 

Cara penghamparannya: 
1. Dry bound macadam.( pada saat penggilasan tidak memakai air ) 
2. Wet bound macadam. ( pada saat penggilasan memakai air ). 
3. Treatad base course. 

Material base yang terdiri dari campuran antara bahan bahan mineral dan additive dengan maksud
untuk memperkuat material atau geseran antar partikel.

LAPIS PERMUKAAN ( SURFACE COURSE ).

Fungsi lapisan permukaan antara lain: 


1. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda 
2. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca. 
3. Sebagai lapisan aus ( wearing course ). 

Bahan untuk lapisan permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi, dengan
persyaratan yang lebih tinggi. 
Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal
sendiri memberikan batuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap
beban roda lulu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan , umur rencana, serta
pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

4
MATERIAL DAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN RAYA

PENDAHULUAN
Salah satu sarana bagi manusia untuk berinteraksi adalah jalan raya yang telah dikenal sejak zaman
dahulu. Mereka menyadari dengan adanya sarana jalan raya akan memudahkan untuk melakukan
berbagai macam kegiatan. Di era globalisasi sekarang ini sedikitnya telah dikenal model transportasi
darat, laut dan udara. Jalan raya merupakan salah satu sarana untuk moda transportasi darat. Seiring
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka jalan raya pun tidak luput dari sentuhan
teknologi tersebut dengan ditemukan beberapa jenis bahan yang bias dipakai untuk pekerjaan
pelapisan diantaranya Laston, Asbuton, Burtu, dan lain- lain.
Jalan- jalan modern yang dilengkapi dengan lapis perkerasan banyak dijumpai dikota-kota ataupun
dengan adanya jalan- jalan akses ke perkampungan dan pemukiman penduduk. Seiring dengan
pengoperasian jalan tersebut selama periode umur rencana jalan, maka jalan tersebut mengalami
penurunan kualitas. Untuk itu, pada saat pelaksanaan perkerasan jalan raya itu harus teliti dan sesuai
dengan data- data yang diperoleh dilapangan. Misalkan; barapa kenderaan yang melintasi, umur
rencana, serta persentase peningkatan kenderaan hariannya, dan banyak lagi yang lainnya yang
harus kita lihat.

1. MATERIAL- MATERIAL PADA PELAKSANAAN JALAN RAYA

Gambar 1. Tebal Perkerasan (Sub Grade, Sub Base, Base Course, dan Surfacing)

5
Gambar 2. Berbagai Jenis Perkerasan

6
A. Tanah Dasar (Sub Grade)
Tanah dasar ialah jalur tanah bagian dari jalan tanah yang terletak dibawah pengerasan jalan.
Kekuatan dan keawetan pengerasan jalan itu sangat tergantung pada sifat- sifat dan daya
dukung tanah dasar. Oleh karena itu, maka pada perencanaan pembuatan jalan baru harus
diadakan pemeriksaan tanah yang teliti ditempat- tempat yang akan dijadikan tanah dasar yang
berfungsi untuk mendukung pengerasan jalan. Lebih utama kalau diambil beberapa contoh
tanah dari tanah dasar itu dan dikirimkan ke laboratorium penyelidikan tanah untuk diselidiki.

Jenis- jenis tanah:

1. Tanah Liat Koloidal (Colloid)


Bentuk butir- butir tanah liat koloidal itu bulat dan mempunyai permukaan yang licin. Besar
butir- butirnya kurang dari 1µ (µ dibaca mikron ;1 µ =1/1000 mm). Butir- butirnya diselimuti
oleh suatu selaput air. Gaya adhesi tanah liat koloidal terhadap air itu besar sekali.

2. Tanah liat biasa (clay)


Bentuk butir- butir tanah liat biasa itu bulat dan mempunyai permukaan yang licin. Besar
butir- butirnya antara 1 µ dan 5 µ. Gaya Adhesi tanah liat biasa terhadap air itu tidak
seberapa besar.

3. Tanah lumpur (silt)


Bentuk butir- butir tanah lumpur itu bulat dan mempunyai permukaan yang agak kasar. Besar
butir- butirnya antara 5 µ dan 50 µ gaya adhesi tanah lumpur terhadap air itu kecil sekali.
4. Pasir halus (fine sand)
Bentuk butir- butir pasir halus itu tidak bulat benar tetapi bersudut- sudut kasar. Besar butir-
butirnya antara 50 µ dan 200 µ. Tidak ada gaya adhesi antara butir- butir pasir halus dan air.

5. Pasir Kasar (Coarse sand)


Bentuk butir- butir pasir halus itu tidak bulat benar tetapi bersudut- sudut kasar dan tajam.
Besar butir- butirnya antara 200 µ dan 2 mm. tidak ada gaya adhesi antar butir- butir pasir
kasar dan air.

6. Kerikil (gravel)
Bentuk butir- butir kerikil itu bermacam- macam ada yang bulat, bulat telur dan ada yang
pipih. Besar butir- butirnya lebih dari 2 mm.

B. Agregat (Sub Base Course dan Base Course)


Ditinjau dari asal kejadiannya agregat/ batuan dapat dibedakan :
1. Batuan beku

7
Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Dibedakan atas, batuan
beku luar (extrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock).

2. Batuan sedimen
Sedimen berasal dari campuran partikel mineral, sisa- sisa hewan dan tanaman.
Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat ddibedakan atas:
 Batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik seperti breksi, konglomerat, batu pasir
dan batu lempung. Batuan ini banyak mengandung silica.
 Batuan sedimen yang di bentuk secara organis seperti batu gamping, batu-bara, opal.
 Batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi seperti batu gamping, garam, gips dan
flint.

3. Batuan metamorf
Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan
bentuk akibat adanya perubahan tekanan temperature dari kulit bumi.

Berdasarkan proses pengolahannya.


 Agregat alam
Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam atau dengan sedikit
proses pengolahan, dinamakan agregat alam.
Dua bentuk agregat alam yang sering dipergunakan yaitu: kerikil dan pasir.

Kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel >¼ inch (6,35 mm), Pasir adalah agregat
dengan ukuran partikel < ¼ inch tetapi lebih besar dari 0,075 mm (saringan no.200).

 Agregat yang melalui proses pengolahan


Digunung- gunung atau di bukit- bukit sering ditemui agregat masih berbentuk batu
gunung sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat
digunakan sebagai agregat konstruksi perkerasan jalan.

Agregat ini harus melalui proses pemecahan terlebih dahulu supaya diperoleh:
 Bentuk partikel bersudut diusahakan berbentuk kubus.
 Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik.
 Gradasi sesuai yang diinginkan.

Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu (Crusher stone)
sehingga ukuran partikel yang dihasilkan dapat terkontrol sesuai dengan spesifikasi yang
ditetapkan.

 Agregat buatan
Agregat yang merupakan mineral filler/ pengisi (partikel dengan ukuran <0,075>

8
C. Aspal (Surface Course)
Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua,pad temperature ruang
berbentuk padat sampai agak padat.jika dipanaskan sampai suatu temperature tertentu aspal
dapat menjadi lunak atau cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu
pembuatan aspal beton atau dapat masuk kedalam pori-pori yang ada pada penyemprotan atau
penyiraman pada kekerasan macadam ataupun peleburan.Jika temperature mulai turun,aspal
akan mengeras dan mengikat agregat pada rempatnya (sifat termoplastis).

1. Jenis Aspal:
Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan atas :
1). Aspal alam,dapat dibedakan atas
 Aspal gunung (rock asphalt),contoh aspal dari pulau beton
 Aspal danau (lake asphalt) contoh aspal dari Bermudez,Trinidad.
2) Aspal buatan
 Aspal minyak merupakan hasil penyulingan minyak bumi
 Tar,merupakan hasil penyulingan batubara tidak umum digunakan untuk perkerasan
jalan kara lebih cepat mengeras,peka terhadap perubahan temperature dan beracun.

SIFAT ASPAL
Aspal yang digunakan pada konsturksi perkersan jalan berfungsi sebagai :
1) Bahan pengikat,member ikatanyang kuat antara aspal dan agregat dan antara aspal itu
sendiri
2) Bahan pengisi mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari
agregat itu sendiri.

2. PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN RAYA


1). Uraian Teknis
Terutama tentu kita akan mendapatkan gambar-gambar serta syarat-syarat dari
pekerjaan itu (spesifikasi) dan daerah yang akan diperkerjakan.
Langkah utama untuk memulai pekerjaan ialah :
Survey kembali,dalam hal ini untuk menentukan titik dasar/pedoman ketinggian dari
pekerjaan selanjutnya, setelah ditetapkan dassar ini,maka selanjutnya dapat diteruskan
membikin B.M (Benk Mark) dan titik lainya C (center line),dan lain-lain.apabila telah
selesai/deketahui hal-hal yang diperlukan yang dilaksanakan surveyor/pengukuran baru
dapat dimulai pekerjaan selanjutnya.

2). Pekerjaan Tanah (Earth work)


Dalam pekerjaan tanah pada umumnya kita menemui 2 macam:
 Galian- cut
 Timbunan- fill

Ad.1 Galian- cut

9
Kalau tanah dari galian akan dipergunakan untuk timbunan pertama- tama kita harus
bersihkan dari tumbuh- tumbuhan dan lapisan humusnya harus dibuang, tebal lapisan ini
umumnya setebal 10- 30 cm pekerjaan ini disebut juga Top Soil Stripping. Dapat tidaknya
tanah/ material galian ini dipakai untuk timbunan akan dilakukan pengetesan oleh
laboratorium. Jadi, dalam hal ini material itu boleh dapat dipakai untuk timbunan setelah
ada hasil atau ketetapan tertulis Dario laboratorium.

Teknik penggalian:
Setiap akan berhenti pekerjaan sedapat mungkin diusahakan kalau hujan datang air
tidak tergenang. Sebab, kalau sampai air tergenang mengakibatkan menyulitkan kerja
dan selanjutnya akan mempengaruhi mutu/klasifikasi dari material.

Ad.2 Timbunan :fill- embankment.


Materialnya: Dapat dipakai dari hasil galian atau cut. Yang termasuk dalam rencana
yang juga disebut Common excavation atau material atau bahan galian yang
didatangkan dari luuar daerah pekerjaan disebut Borrow Excavation.

Jenis tanah:
o Tanah- clay
o Tanah bercampur batu- rock clay
o Pasir + Batu (sirtu)- Granular material
o Batu – hasil dari pemecahan (memakai dynamit)-rock.
o Pasir – sand.
Pasir dapat dipakai minimal 0,60 dibawah permukaan badan jalan.

Cara pelaksanaan :
Setelah diketahui dengan pasti daerah yang dilaksanakan serta siap segala persiapan
patok- patok dan lain- lain (pengukuran/ surveyor) maka dapat dikerjakan pekerjaan
sebagai berikut:
 Clearing & grubbing pekerjaan pemotongan pohon- pohon besar/ kecil.
 Top Soil & Stripping- pembuangan humus- humus/ lapisan atas, akar- akar kayu
dan umumnya setebal 10-30 cm.
 Compaction of foundation of Embankment.
 Pemadatan tanah dasar sebelum dilaksanakan penimbunan.
 Lapisan ini perlu di test (density- test of proof rolling test) baru diteruskan
pekerjaan selanjutnya- penimbunan.
 Penimbunan dilaksanakan lapis demi lapis/ layer by layer setebal ± 20 cm dan
didapatkan dibawah 1.00 dari sub-grade pengetesan(density test dapat
dilaksanakan setiap 3 lapis, jadi setiap lapisnya cukup dengan test proof rolling).

2. Sub-Base Course (Pondasi Bawah)


Sesudah lapisan sub-grade ini betul- betul telah memenuhi syarat- syarat evalasi dan
kepadatan kita akan mulai pekerjaan sub-base course.

10
Terlebih dahulu kita tentukan lagi patok- patoknya. Untuk mencapai ketebalan yang
dikehendaki. Titik yang diperlukan minimum : 5 titik menurut potongan melintang (X – section)
dan dengan jarak maksimum 25 meter menurut potongan memanjang atau profil.

Cara pengamparan :
Setelah selesai pemasangan patok- patok untuk menentukan ketinggian/ ketebalannya maka
kita dapat mendatangkan material seb-base ini kelapangan. Patok- patok itu dipasang harus
cukup kuat, dan kita lindungi sekelilingnya dengan material sub-base tersebut ± ø 30 cm.

Cara pemadatan:
Prinsip pemadatan harus dimulai dari pinggir/ dari rendah ke tengah /tinggi.
Setelah kita ratakan permukaan dengan motor grader. Pemadatan pertama kita laksanakan
dengan road roller (MacAdam Roller atau Tandem Roller).
Selanjutnya dengan Tire Roller dimana sambil ikut memadatkan pada waktu/ keadaan
memerlukan sambil menyiram.
Untuk menyelesaikan pemadatan kita pakai sebaiknya Mac Adam Roller. Sudah cukup
padat, melihat dengan pandangan mata pertama kali (pengalaman). Sebelumnya
meneruskan pekerjaan selanjutnya mencetak elevasi (oleh surveyor) dan kepadatan. Density
Test oleh Soil Material Enginer/ Laboratorium.
Apabila sudah memenuhi syarat untuk hal kedua ini (elevasi dan kepadatannya) secara
tertulis baru dapat dilaksanakan pekerjaan berikutnya/ base course.

3. Base Course (Pondasi Atas)


Seperti yang diuraikan pada pekerjaan sub-base course pekerjaan base course prinsipnya
sama saja. Yaitu:
 Permukaan sub- base course harus sudah rata dan padat.
 Dipasang patok- patok untuk pedoman ketinggiannya (dalam arah melintang 5 titik dan
arah memanjang dengan jarak maksimal setiap 25 m) sesuai dengan station X-section.
 Dengan mengetahui volume dari truck, maka didapatkan setiap jarak tertentu volumenya
yang diperlukan.
 Toleransi ketinggian diambil ± 1 cm, dimana menurut pengalaman waktu
pengamparannya dilebihkan dari tinggi yang diperlukan Ump. : tebal 15 cm padat,
sebelum dipadatkan kita ampar tebalnya 16.5- 17.50. Ini jangan lupa bahwa lebih kering
akan banyak susut/ turunnya daripada materialnya basah. Menurut pengalaman dengan
cara itu kita telah mendapatkan ketinggian dalam ketentuan (toleransi) dan mengurangi
segregation.
 Sesudah tersedia dilapangan kerja dengan volume yang diperlukan barulah kita
apreading/ampar dan grading/ratakan, sesudah rata kelihatannya baru kita padatkan
(pertama dengan Mac Adam Roller atau Tandem Roller, dimana biasanya dapat dilihat
mana yang rendah dan tinggi perlu kita tambah/kurangi. Setelah kira-kira rata lagi baru
selanjutnya kita padatkan pakai Tire Roller sambil disiram.

Untuk finishing, lebih baik dipadatkan pakai Mac Adam Roller lagi.

11
 Setelah rata dan padat tentu dengan pengecekan oleh surveyor (Check level/permukaan)
dan kepadatannya oleh Soil Material Enginer (Density test) dengan data tertulis, baru
pekerjaan selanjutnya dilanjutkan ke pekerjaan Prime-Coat.

4. Prime Coat (Lapisan Penutup)


Sebagai mana disebut diatas, apabila pekerjaan prime coat ini akan dilaksanakan, base
coursenya betul- betul sudah memenuhi syarat yang dikehendaki, baik ketinggiannya dan
kepadatannya.
Sesudah itu kita harus menjaga hal seperti berikut ini :
Permukaan harus bersih dari kotoran dan debu, serta kering. Alat untuk membersihkan
adalah kompresor, sapu lidi, dan karung goni, power brom, atau power blower.
Pemakaian alat-alat ini melihat pada keadaan dari kotoran/ debu yang melekat pada
permukaan base-course tersebut. Mungkin pada sapu lidi dan karung goni saja sudah cukup,
dan adakalanya harus dipakai kompresor dahulu baru dengan sapu dan karung goni, prinsip
harus bersih dari debu dan kotoran dan material yang terlepas harus dibuang.
Setelah ini selesai baru kita mempersiapkan untuk prime-coating yang dipersiapkan ialah
alat- alatnya (distributor kecil), dan alat penarik (Tire Roller) atau distributor (besar), juga
disebut distributor- car distributor. Tentu semua alat ini telah diperiksa baik dan berjalan
lancar.
Untuk memenuhi banyaknya yang dikehendaki tentu sebelumnya melalui beberapa kali
percobaan dengan dasar pedoman dari yang sudah diketahui sebelumnya.
Panas/temperature, kecapatan, menentukan volume yang keluar, jarak nozel dengan
permukaan base-course menentukan ratanya disamping juga ikut menentukan volume
tersebut.
Untuk pengontrolan mendapatkan volume yang dikehendaki itu, walaupun sudah ada
patokan/pedoman dasar selalu setiap pelaksanaan tenaga bahagian laboratorium (Soil
Material Engineer) harus hadir untuk mengecek dilapangan (cara timbangan). Sesudah
selesai dengan sempurna, dengan menunggu kering lebih dahulu baru pekerjaan
selanjutnya/ asphalt concrete dilaksanakan.
Umumnya sesudah ± 48 jam sudah cukup kering, dan asphalt concrete dilaksanakan.
Cepat dan lambatnya kering itu dipengaruhi oleh cuaca/panas matahari dan tebalnya lapisan
dari prime coat tersebut.

5. Asphalt Concrete
Sebagaimana yang telah diuraikan tadi, Asphalt- concrete baru dapat dilaksanakan apabila
prime- coat telah memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Harus sudah kering.
b. Permukaan prime-coat itu bersih dari kotoran/ debu.

Apa yang kita perlukan/ perhatikan?


a. Sesudah kita mengetahui beberapa lebar jalan yang akan dilaksanakan kita pakai form
(bentuk atau mal)

12
Gunanya adalah :
a. Mendapatkan bentuk yang dikehendaki.
b. Yang lebih penting sewaktu kita memadatkan asphalt concrete tidak lari/bergeser keluar
daerah yang kita perlukan.

Apabila area/daerah yang kita akan laksanakan tersebut sudah selesai/ memenuhi syarat kita
akan beralih pada alat- alatnya.

Tebal asphalt concrete


Ini tergantung perencanaan.
Pengamparan tebalnya sebelum dipadatkan biasanya diampar ± 25% dari tebal yang
diperlukan.
Sebelum memulai pengamparan, finisher disetel/ diatur sedemikian rupa, supaya dapat
asphalt concrete yang kita perlukan.
Finisher itu dapat diatur untuk tebal dan kemiringan/slope yang kita perlukan.
Asphalt concrete dapat dipakai/diampar setelah sampai dilapangan harus utuh/ tidak basah
(yang mungkin dalam perjalanan ditimpa air hujan) dan panasnya memenuhi syarat
(spesifikasi)Ump. , dengan adanya jarak lapangan kerja A.M.P (Produksi Asphalt Concrete)
tentu aka nada penurunan/ perubahan panas. Dalam pengalaman setiap jarak ditempuh ± 1
jam perjalanan penurunan panas adalah .

Pemadatan :
Sewaktu penghamparan mungkin saja terjadi pada tempat- tempat tertentu kurang rata,
maka perlu ditambah pengamparan cukup dengan tenaga manusia.
Memulai pemadatan dilaksanakan telah cukup tersedia areanya dan panas- panas/
temperature dari asphalt concrete sesudah dihampar.
Sewaktu pemadatan roda roller harus disiram air secukupnya.

Cara pemadatan :

 Apabila pertama ½ dari lebar jalan belum ada asphalt concrete pemadatannya dilakukan
secara berturut- turut sebagai berikut:
1) Pada sambungan melintang/ Transverse joints.
2) Dari pinggir tepi sebelah luar (out side edge)
3) Dari bagian terendah kebagian tinggi sewaktu pemadatan pertama.
4) Pemadatan kedua urutannya sama dengan pemadatan pertama.
5) Pemadatan terakhir pun sama dengan pertama dan kedua urutannya.

Apabila dibagian lain (½ jalan) sudah ada asphalt concretenya pemadatan dilaksanakan
sebagai berikut:
Pada sambungan melintang (transverse joints)
1) Pada sambungan memanjang (4 center line)
2) Dari pinggir tepi sebelah luar (out side edge)

13
3) Dari bagian terendah kebahagiaan yang tinggi sewaktu pemadatan pertama.
4) Pemandangan ke dua sama urutannya dengan pemadatan pertama.
5) Pemadatan terakhir pun sama dengan pemadatan pertama dan kedua urutannya.
6) 6. T.B.S.T (Triple Bitominous Suface Treatment)
Sebagaimana diuraikan diatas, lapisan pengerasannya sama dengan pekerjaan kalau kita
pakai asphalt concrete, hanya lapisan aus (pavement) yang berlainan.

Untuk pelaksanaannya sebagai berikut:


a. Prime-coat :
Sesudah base-course memenuhi syarat- syarat baik kepadatan dan kerataannya baru
pekerjaan Prime Coat (M.C. -1) dilaksanakan, dengan volume yang diperlukan, dengan
volume yang diperlukan Ump.: 0.6 kg/m2, setelah kering, yang memerlukan waktu ± 24
jam, tetapi kalau udara baik/ panas dengan wakktu ± 5 jam sudah cukup kering.
b. Bituminous R.C-2:
Setelah prime-coat (M.C.-1) kering, lanjutkan dengan penyiraman asphalt (R.C.-2) lagi
dengan volume yang diperlukan Ump.:0,8 kg/m2.
c. Grading B.:
Selagi R.C.-2 ini masih dalam panas, segera diamparkan material batu pecah (grading B)
dengan volume yang diperlukan Ump. 27 kg/m2. Hasil amparan ini harus marata.
Sesudah merata dan cukup padat, lalu kita padatkan dengan tandem roller.
Pemadatan cukup satu kali jalan (mundur dan maju). Harus diingat bahwa pemadatan itu
jangan sampai material hancur.
d. Bituminous R.C-2
Selesai grading B dipadatkan dan sudah cukup rata, maka disiramkan lagi asphalt (R.C-
2) dengan volume yang diperlukan Ump. : 1,6 kg/m2.
e. Grading E.:
Selagi R.C-2 itu panas diampar lagi material batu pecah (grading E) dengan volume yang
diperlukan Ump.:9 kg/m2 dan dipadatkan.

Bituminous R.C-2 :
esudah grading E dipadatkan dan rata disiram lagi asphalt dengan volume yang diperlukan.
Pasir/Abu Batu:
Terakhir R.C-2 yang panas dihamparkan pasir dengan volume yang telah ditetapkan dan
dipadatkan, pemadatanya lebih baik pakai Tire-Roller

Daftar Pustaka.
1. https://id.search.yahoo.com/yhs/search?hspart=adk&hsimp=yhs-
adk_sbyhp&p=perkerasan+jalan+raya&param2=aa255742-b471-487f-a1a0-
05f77f402cbc&param3=converter_2.2~ID~appfocus1&param4=d-lp0-
bb8~Chrome~perkerasan+jalan+raya&param1=20180131&type=id
2. https://desaignercivil.blogspot.co.id/2009/08/material-dan-pelaksanaan-perkerasan.html

14
Alinyemen Horizontal
alinyemen horizontal

alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal dikenal juga dengan
sebutan "situasi jalan". Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan dengan
garis-garis lengkung. Garis-garis lengkung tersebut terdiri dari busur lingkaran ditambah busur
peralihan, busur peralihan saja, ataupun busur lingkaran saja.

Bentuk lengkung horizontal:

Full Circle

dapat dihitung dengan rumus berikut ini:

Spiral - Circle - Spiral

15
dapat dihitung dengan rumus dibawah ini:

Spiral - Spiral

dapat dihitung dengan rumus dibawah ini:

16
Diposting oleh pratomo sudiono di 20.19 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

17
ALINYEMEN HORIZONTAL
http://rumah12.blogspot.co.id/2012/12/alinyemen-horizontal_7075.html
Alinyemen horizontal yang disebut juga “situasi jalan” atau “trase jalan” merupakan proyeksi
sumbu jalan pada bidang horizontal. Agar lebih mudah diingat, alinyemen horizontal dapat dilihat
dari sudut pandang atas, seperti melihat suatu “peta”.  Alinyemen Horizontal terdiri dari garis –
garis lurus yang dihubungkan dengan garis – garis lengkung. Garis lengkung tersebut dapat
terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan saja ataupun busur
lingkaran saja.atas :
1)   Radius lengkung Horizontal ( R )
Besarnya radius lengkung horizontal dipengaruhi oleh nilai kecepatan rencana, elevasi dan
gaya gesek jalannya, hindarkan merencanakan alinyemen horizontal jalan dengan
mempergunakan radius minimum karena akan menghasilkan lengkung yang paling tajam
pada ruas jalan tersebut sehingga pengemudi merasa tidak nyaman dengan kondisi ini.
Besar kecilnya radius lengkung horizontal disesuaikan dengan kecepatan rencana pada ruas
jalan tersebut, tabel dibawah ini menunjukkan besarnya radius lengkung horizontal dengan
kecepatan rencananya.
R MIN D MAKS
KEC RENC. e MAKS F MAKS DESAIN DESAIN

40 0,10 0,166 47 30,48


0,08 51 28,09
50 0,10 0,160 76 18,85
0,08 82 17,47
60 0,10 0,153 112 12,79
0,08 122 11,74
70 0,10 0,147 157 9,12
0,08 170 8,43
80 0,10 0,14 210 6,82
0,08 229 6,25
90 0,10 0,128 280 5,12
0,08 307 4,67
100 0,10 0,115 366 3,91
0,08 404 3,55
110 0,10 0,103 470 3,05
0,08 522 2,74
120 0,10 0,090 597 2,4
0,08 667 2,15
Sumber : Dasar - dasar perencanaan geometrik jalan ; silvia Sukirman
R minimum dapat ditentukan dengan mempergunakan rumus tersebut dibawah ini :
 
                        V ²
 R min = ----------------------------
             127 ( e maks + f maks)
          
Dimana :
R   = radius /jari – jari tikungan

18
V   = kecepatan
e   = elevasi
f    = koefisien gesekan

2)     Derajat Lengkung Jalan ( D )


Besar kecilnya derajat lengkung jalan ditentukan oleh kecepatan rencana jalan dan radius
lengkung horizontalnya, semakin besar R semakin kecil D dan semakin tumpul lengkung
horizontal rencananya, sebaliknya semakin kecil R, semakin besar D dan semakin tajam
lengkung horizontal yang direncanakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel II. diatas.
Untuk menghitung D dapat digunakan rumus dibawah ini :
 
      
                   Ls                                                 
 D = ---------------------  X 360 ° Dimana :
                 2 π R D        = Derajat lengkung
Ls       = panjang lengkung
jalan
R        = Panjang radius

3).  Elevasi Jalan ( e )


Penentuan elevasi jalan digunakan untuk penampang melintang pada setiap titik di suatu
lengkung horizontal yang direncanakan, elevasi jalan ditentukan sesuai desain jalan tersebut
dibuat didalam kota atau untuk luar kota, elevasi untuk dalam kota adalah 8 % sedangkan elevasi
untuk luar kota adalaah 10 %. Radius minimum untuk jenis lengkung lingkaran sederhana
ditentukan oleh superelevasi yang dibutuhkan, dengan jenis lengkung lingkaran sederhana hanya
diperkenankan untuk superelevasi ≤ 3 %, jadi Rmin nya ditentukan oleh R yang menghasilkan
elevasi 3 %.
Dalam desain geometrik jalan digunakan beberapa rumus untuk mendapatkan hasil mengenai
geometriknya, adapun rumus yang digunakan adalah:
 

e = √d2 x h2
Dimana :
e = elevasi
d = panjang tegak lurus jalan
h = tinggi tegak lurus jalan
 

e + f  =   V2 / 127 x R
Dimana :
e = elevasi
f = koefesien gesekan
V = kecepatan
R = panjang radius / jari – jari 

19
Alinyemen Vertikal
http://rumah12.blogspot.co.id/2012/12/alinyemen-vertikal_5958.html
Alinyemen Vertikal adalah  perpotongan  bidang vertikal  dengan bidang permukaan perkerasan jalan
melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi  dalam masing-masing perkerasan
untuk jalan dengan median. Seringkali disebut  juga sebagai penampang memanjang jalan. 
Alinyement  vertikal disebut juga penampang  memanjang  jalan yang terdiri dari garis-garis lurus dan
garis-garis lengkung. Garis lurus tersebut bisa datar, mendaki atau menurun, biasa disebut berlandai.
Landai dinyatakan dengan persen.
Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan, maka landai jalan diberi tanda
positip untuk pendakian dari kiri ke kanan,  dan landai negatip untuk penurunan dari kiri.
Dalam alinyement vertikal  hal-hal yang dibahas mengenai audit jalan adalah :
a)            Kelandaian
1).        Landai Minimum
Berdasarkan kepentingan arus lalu lintas, landai ideal adalah  landai datar (0%). Sebaiknya ditinjau
dari kepentingan  drainase jalan, jalan berlandai > 0%.
2).          Landai Maksimum
Untuk landai maksimum nilai 3% mulai memberikan pengaruh kepada gerak kendaraan mobil
penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan  kendaraan truk  yang terbeban
penuh. Untuk membatasi  pengaruh perlambatan  kendaraan truk  terhadap arus lalu lintas, maka
ditetapkan landai maksimum  untuk kecepatan rencana tertentu, seperti pada tabel  berikut ini:

Kecepatan
Rencana Landai Maksimum
(km/jam) (%)
100 3
80 4
60 5
50 6
40 7
30 8
20 9
                               Sumber: Ditjen. Bina Marga, 1992
3).          Panjang  Landai Kritis
Selain landai maksimum terdapat panjang kritis untuk kelandaian sebagai faktor yang dapat
mempengaruhi  dalam perencanaan alinyemen vertikal. Ditjen Bina Marga memberikan panjang kritis
yang merupakan kira-kira panjang 1(satu) menit perjalanan.    Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
               
Kecepatan Rencana Kelandaian Panjang Kritis dari Kelandaian
(km/jam) (%) (m)
4 700
100 5 500
6 400
5 600
80 6 500
7 400

20
6 500
60 7 400
8 300
7 500
50 8 400
9 300
8 400
40 9 300
10 200
                  Sumber: Ditjen. Bina Marga, 1992

4).  Lengkung Vertikal
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan mempergunakan lengkung
vertikal. Lengkung vertikal di rencanakan sedemikian rupa sehingga  memenuhi keamanan,
kenyamanan dan drainase. Persamaan umum lengkung vertikal adalah sebagai berikut:

         
Keterangan :
L  : Panjang lengkung vertikal sama dengan panjang    proyeksi  lengkung  pada bidang horizontal
A     :  Besarnya  titik peralihan dari bagian tangen ke bagian    lengkung  vertikal (g1-g2)
Jika A dinyatakan dalam %(persen) untuk x = ½ L dan y = Ev maka diperoleh :
                                                      

Ev = A L/800

            Sumber : Ditjen. Bina Marga,1992           


Keterangan :
Ev        :  Pergeseran pada bagian titik perpotongan kedua  bagian   tangen atau pusat perpotongan vertikal
(PPV)
Persamaan diatas berlaku baik untuk lengkung vertikal cembung maupun vertikal cekung. Hanya
bedanya jika Ev yang diperoleh positif, berarti lengkung vertikal cembung, jika negatif berarti
lengkung vertikal cekung.
Setelah itu hasil perhitungan disesuaikan dalam Standar Perencanaan Geometrik Jalan yang
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga seperti pada tabel berikut:

Standar panjang
Kecepatan Rencana
minimum lengkung
(km/jam)
vertikal (m)
100 85
80 70
60 50
50 40

21
40 35
30 25
20 20
                  Sumber : Ditjen. Bina Marga1992

22

Anda mungkin juga menyukai