Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karena struktur tanah biasanya tidak mampu menahan beban kendaraan

yang diparkir di atasnya, maka diharapkan konstruksi alternatif yang mampu

menopang dan mendistribusikan beban kendaraan. Hal-hal seperti ini biasanya

digunakan sebagai perkerasan jalan (trotoar), yang dapat dipahami sebagai

overlay dan lapisan yang relatif stabil yang dibangun di atas tanah asli atau

subgrade untuk mendukung dan mendistribusikan beban kendaraan.

Jalan merupakan sarana transportasi darat yang sangat penting untuk

memaksimalkan potensi suatu wilayah dan menjamin pemerataan pembangunan

di seluruh wilayah. Kemajuan di bidang transportasi secara konsisten

berkembang dengan cepat, oleh karena itu untuk menunjang kelancaran

pembangunan jalan aspal harus bagus dan memiliki kekokohan sesuai rencana

umur tetapi juga praktis..

Air, perubahan suhu, cuaca, dan suhu udara, material konstruksi perkerasan,

kondisi tanah dasar yang tidak stabil, pemadatan yang buruk di atas tanah dasar,

dan beban kendaraan berat yang melebihi kapasitas semuanya berpotensi menjadi

penyebab kerusakan jalan. Salah satu penyebabnya adalah bahwa perancang

konstruksi jalan tidak memperhitungkan umur rencana jalan yang rusak, yang

mengukur waktu antara pembukaan jalan dan waktu yang membutuhkan

perbaikan serius atau lapisan permukaan baru yang telah rusak.

1
Salah satu cara untuk pengembangan lebih lanjut penopang parkway adalah

dengan membangun ketebalan aspal untuk menghindari kerusakan jalan yang

lebih serius. Akibatnya, ketebalan lapisan perkerasan (overlay) perlu ditingkatkan.

Penambahan ini dapat dilakukan pada jalan berlubang karena tidak mungkin lagi

ditambal. Sebaliknya, kebijakannya adalah mempertebal perkerasan jalan.

Perkerasan lentur, yang biasanya menggunakan campuran aspal sebagai

lapisan di bawahnya, merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan

hingga saat ini. Sub base course, base course, dan surface course biasanya

membentuk bagian perkerasan jalan. Lapisan atas lapisan konstruksi jalan,

perkerasan lentur, bertanggung jawab untuk menerima beban lalu lintas dan

memindahkannya ke lapisan bawah.

Judul makalah, “Studi Lapisan Tamba dengan Metode Lendutan Pada

Pekerjaan Ruas Jalan Toyado Majulea Bawah Kabupaten Poso”,

mencerminkan ketertarikan penulis untuk membahas ketebalan lapisan permukaan

yang dipengaruhi oleh variasi lendutan. serta usia desain.

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan atar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan

pokok masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tebal lapis tambah pada tiap-tiap segmen perkerasan lentur

dengan metode lendutan pada ruas jalan ruas Toyado Majulea Bawah?

2. Bagaimana pengaruh lapisan tebal tambah terhadap variasi lendutan balik (D)

dan Umur Rencana pada ruas jalan ruas Toyado Majulea Bawah?

2
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah maka penulisan merumuskan tujuan sebagai

berikut:

1. Merencanakan tebal lapis tambah konstruksi lapisan perkerasan lentur

dengan metode lendutan pada ruas jalan ruas Toyado Majulea Bawah.

2. Menganalisa pengaruh lapisan tebal tambah terhadap variasi lendutan balik

(D) dan Umur Rencana pada ruas jalan ruas Toyado Majulea Bawah.

D. Batasan Masalah

1. Pada penulisan tugas akhir ini akan dibahas tentang perhitungan overlay

terhadap perencanaan konstruksi perkerasan jalan, yaitu konstruksi

perkerasan metode lendutan

2. Nilai lendutan balik ditentukan dengan variasi, 1.75 cm, 2.0 cm, 2.3 cm,

2.6 cm, 9.5 cm

3. Nilai daya dukung lapisan perkerasan juga divariasikan

4. Kajian Pustaka merujuk pada aturan yang spesifikasi jalan

5. Data yang lain diambil langsung dilapangan dan dari kontraktor pelaksana

pekerjaan

3
E. Sistematika Penulisan

Untuk memperjelas dan mempermudah bagi pembaca dalam memahami

atau mengkaji isi penelitian ini, perlu disusun sistematika skripsi yang meliputi:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat teori-teori yang dipakai dalam penulisan skripsi antara

lain: perkerasan jalan, karakteristik lalu lintas, lapisan perkerasan lentur,

dan lapisan perkerasan kaku.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat metode dan tahapan penelitian meliputi lokasi studi, data

primer dan sekunder, dan kondisi lalu lintas.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang teori overly dengan metode Hrodi analisis

perencanaan perkerasan yang meliputi: analisis CBR, analisis perkerasan

lentur, dan perhitungan variasi umur rencana sedangkan data lain tetap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran dari

hasil analisis yang telah dilakukan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Perkeraan Jalan

1. Sebelum Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut.

Manusia mulai mempertimbangkan nama perjalanan yang mereka tempuh

untuk pergi dari satu lokasi ke lokasi lain ketika mereka tidak mengenal yang

namanya transportasi hewan. Mereka memuliakan diri dengan membangun jalan

pendek untuk mempercepat perjalanan mereka. Misalnya, ketika sebuah jalan

melintasi tanjakan yang curam, mereka membangun tangga, dan ketika jalan

melintasi daerah berlumpur, mereka meletakkan batu di bawah kaki.

2. Setelah Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut

Pembangunan konstruksi jalan dimulai ketika manusia menyadari bahwa

hewan dapat digunakan sebagai alat transportasi. Berawal dari tangga, jalan mulai

berbentuk lebih datar. Selain itu, mereka menempatkan batu bau di lokasi yang

tidak diinginkan seperti jalan berlumpur dan ditata dengan rapat. mereka.

Akibatnya, konstruksi perkerasan didirikan. Herodotus mengatakan bahwa pada

abad ke-5, orang Yunani membuka jalan dari balok batu melalui gurun di Mesir

untuk mendapatkan batu besar untuk piramida. Suku Inca yang tinggal di

sepanjang Pegunungan Andes di pantai barat Amerika Selatan (Peru, Chili, dan

Argentina) pada abad ke-12 M, juga membangun trotoar dari batu-batu

besar.Selain itu, di benua Amerika, suku maya telah membangun Kota mereka

dengan memakai material bebatuan bersusun dengan berbagai ukuran. Struktur

5
batu yang indah ini memiliki tampilan kasar. mengisyaratkan peradaban maju

dengan sistem tata kota yang tertata rapi dan mendalam. Suku ini juga telah

mengembangkan teknologi untuk parkir di jalan. Jalan raya yang lebar, lurus, dan

panjang terbuat dari struktur batu padat yang ditemukan di banyak situs Maya

adalah buktinya. Jalan raya yang menghubungkan Kuba dan Yanani sejauh

ratusan kilometer (62 mil) adalah satu-satunya warisan teknologi "modern"

mereka.

Batu yang telah dikeraskan secara kimiawi (mirip dengan aspal siram)

digunakan pada semuanya. Konstruksi dibuat dari goncangan besar dan keras dari

kiri dan kanan jalan dan di tengahnya diisi dengan batu-batu halus, lalu, di titik

itu, dibasahi dengan sintetis khusus sebagai penutup di atasnya. Semua struktur

jalan Maya memiliki dimensi standar yang sama dan perhatian terhadap detail

yang luar biasa.

3. Setelah Mengenal Kendaraan Beroda

Dari abad ke-4 SM hingga abad ke-4 M, orang Romawi membangun jalan

dengan trotoar yang dibuat berlapis-lapis dan berukuran lebar 35 kaki (kurang

lebih 12 meter) dan 3-5 kaki (1-1,7 meter).

4. Pada Abad Ke-18

Pakar jembatan pelengkung batu Thomas Telford (1757-1834).

membangun perkerasan jalan yang terutama menyerupai jembatan pelengkung.

Batu belah yang diletakkan dengan tangan menggunakan prinsip ini dengan

6
menerapkan tekanan. Sistem Telford adalah nama yang diberikan untuk bangunan

tinggi ini struktur yang dikembangkan.

B. Lapis Tambah Metode HRODI

Sebagian besar waktu (biasanya data fraktur, deformasi pada nilai defleksi

(mm), yang mewakili ruas jalan yang dianggap seragam dan sedang direncanakan,

kondisi perkerasan ruas jalan di rutting, dan ketebalan data struktur eksisting )

beban lalu lintas baik dari sebelum jalan dibangun maupun dari sesudah overlay.

2 .303 log D−0 . 408(1−log L )


t=
0 . 08−0. 013 log L
Pd . Cam
T =0 . 001(9−RCI )4 .5 + +T min
4
Tebal lapis Tamba = t +T

Keterangan :

D = Lendutan Balik segmen atau lendutan balik yang digunakan

untuk perencaanaan

L = Lintas ekivalen komulatif selama umur rencana (dalam 106)

Pd = Lebar perkerasan (m)

Cam = Perubahan kemiringan melintang yg dibutuhkan untuk

menghasilkan kemiringan melintang yang direncanakan.

Tmin = Tebal minimum berdasarkan ukuran agregat minimum yang

dipergunakan

7
t = Tebal lapis tambahan untuk mengurangai lendutan selama umur

rencanan

T = Tebal yang dibutuhkan untuk membentuk permukaan perkerasaan

ke bentuk yang dikehendaki

Tabel 1. Kondisi permukaan jalan secara visuil


RCI Kondisi permukaan jalan secara visuil
8 – 10 Sangat rata dan teratur
7–8 Sangat baik, umumnya rata
6–7 Baik
5–6 Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi
permukaan jalan tidak rata
4–5 Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan tidak
rata
3–4 Rusak, bergelombang, banyak lubang
Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah
2–3 perkerasan hancur
≤2 Tidak dapat dilalui, kecuali dengan 4 WD jeep

8
Gambar 1. Grafik Metoda HRODI
\

C. Jenis dan Fungsi Perkerasan Lentur

Mesin berat saat ini digunakan untuk membangun struktur perkerasan

lentur. Konstruksi jalan dulu dikerjakan dengan tangan dan dengan pemadat

sederhana. Konstruksi Macadam—berasal dari nama John Loudon McAdam—

dan konstruksi Telford—berasal dari nama Thomas Telford—adalah struktur yang

sesuai dengan keadaan pada saat itu. Konstruksi Macadam dan Telford masih

dapat dipertimbangkan untuk jalan dengan beban lalu lintas ringan, seperti jalan

lokal, pada saat ini, tetapi tidak layak lagi pada jalan penting dengan volume lalu

lintas tinggi dan beban berat. , seperti jalan arteri dan kolektor primer dan

sekunder.

9
Lapisan diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan dalam konstruksi

perkerasan lentur. Tujuan dari lapisan ini adalah untuk mendistribusikan beban

lalu lintas ke lapisan di bawahnya.

Konstruksi perkerasan terdiri dari:

1. Lapis Permukaan (Surface Course)

2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)

3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

4. Lapis Tanah Dasar (Subgrade)

Susunan lapis konstruksi perkerasan seperti gambar dibawah ini:

Lapis Permukaan

Lapis Pondasi Atas

Lapis Pondasi Bawah

Tanah Dasar

Gambar 2. Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan

Beban lalu lintas yang bekerja diatas konstruksi perkerasan dapat dibedakan

atas :

- Muatan kendaraan berupa gaya vertikal.

- Gaya rem kendaraan berupa gaya horizontal.

- Pukulan roda kendaraan berupa getaran-getaran.

10
Karena gagasan daya angkut, muatan yang didapat oleh setiap lapisan adalah

unik dan semakin kecil ia turun. Konsekuensinya, lapisan permukaan harus

mampu menahan berbagai gaya. Lapisan dasar terkena gaya dan getaran

vertikal .Subgrade, di sisi lain, dapat dianggap hanya menahan gaya vertikal.

Akibatnya, setiap lapisan memiliki persyaratan berbeda yang harus dipenuhi.

1. Lapisan permukaan.

Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan dan berfungsi

sebagai:

1. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas

tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

2. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap

ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

3. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan

akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat

dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih

jelek.

Selain untuk mengurangi tegangan tarik, bahan aspal itu sendiri harus

dimanfaatkan agar lapisan kedap air sehingga meningkatkan daya dukung

lapisan terhadap beban roda lalu lintas.

11
Kegunaan bahan yang dipilih untuk pelapisan permukaan harus

dipertimbangkan. usia rencana dan tahapan konstruksi untuk mendapatkan

hasil maksimal dari uang yang dikeluarkan.

 Lapisan bersifat nonstructural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air

antara lain:

 a. Burtu (pelapisan aspal satu lapis) adalah lapisan penutup dengan

ketebalan maksimal 2 cm dan terdiri dari satu lapis aspal yang

ditaburi satu lapis agregat bergradasi seragam.

 b. Burda (lapisan aspal dua lapis) adalah lapisan penutup dengan

ketebalan padat maksimum 3,5 cm dan terdiri dari lapisan aspal

yang ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali berturut-turut.

 c. Latasir, atau lapisan tipis pasir aspal, adalah lapisan penutup

dengan ketebalan padat 1-2 cm yang terbuat dari aspal dan pasir

alam yang dicampur, dihamparkan, dan dipadatkan pada suhu

tertentu.

 d. Buras, atau lapisan aspal, adalah lapisan penutup yang terdiri

dari lapisan-lapisan aspal yang telah dilapisi pasir dan memiliki

ukuran butiran maksimal 3/8 inci.

 e. Latasbum, atau "lapisan tipis asbuton murni", adalah lapisan

penutup yang memiliki ketebalan padat maksimum 1 cm dan

dibuat dengan mencampurkan buton dan pelembut dengan

perbandingan dingin tertentu.

12
 f. Lataston, juga dikenal sebagai Hot Rolled Sheet (HRS), adalah

lapisan penutup yang terbuat dari agregat bergradasi tidak merata,

mineral filler (juga dikenal sebagai filler), dan aspal keras yang

dicampur dan dipadatkan dalam kondisi panas.Ketebalan padat 2,5

hingga 3 sentimeter .Lapisan bersifat structural, berfungsi sebagai

lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, yaitu :

a. Lapisan penetrasi macadam adalah lapisan perkerasan yang terdiri dari agregat

pengunci dan agregat utama bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh

aspal dengan cara disemprotkan di atasnya lapis demi lapis. Biasanya lapisan

aspal dengan agregat penutup diaplikasikan di atasnya itu.Ketebalan lapisan dapat

berkisar dari 4 hingga 10 cm.

b. Labutag adalah lapisan dalam pembangunan jalan yang terdiri dari kombinasi

total, black-top dan kondisioner yang dicampur, disebarkan dan dipadatkan

dengan es (20). Setiap lapisan memiliki ketebalan padat 3 sampai 5 cm.

c. Lapisan beton aspal atau laston merupakan lapisan yang digunakan untuk

membangun jalan. Terbuat dari campuran aspal keras dan agregat yang memiliki

gradasi menerus dan dicampur, diratakan, dan dipadatkan pada temperatur

tertentu.

2. Lapis Pondasi Atas ( Base Course )

Lapisan perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis

pondasi bawah diNamakan lapos pondasi atas (base course).

13
Fungsi lapis pondasi antara lain :

a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda dan

menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya.

b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

c. Sebagai lapis peresapan untuk lapis pondasi bawah.

Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas harus kuat dan

cukup tahan lama untuk menahan berat roda. Material dengan CBR kurang

dari 50% dan Plasticity Index (PI) kurang dari 4% biasanya digunakan

untuk pelapis tanpa pengikat. Lapisan pondasi atas dapat dibuat dari bahan

alami seperti batu pecah, kerikil pecah, dan stabilitas tanah dengan semen

dan kapur. Jenis lapis pondasi atas yang umum dipergunakan di Indonesia

antara lain:

1. Agregat bergradasi baik kelas A, kelas B dan agregat kelas C.

2. Pondasi Macadam

3. Pondasi Telford

4. Penetrasi Macadam (Lapen)

5. Stabilitas yang terdiri dari :

- stabilitras agregat dengan semen

- stabilitas agregat dengan kapur

- stabilitas agregat dengan aspal

3. Lapis Pondasi Bawah ( Subbase Course )

Lapis pondasi bawah adalah lapisan permukaan yang terletak antara lapis

tanah dasar dan lapis pondasi atas (base course), berfungsi antara lain:

14
 Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke

tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan

plastisitas (PI) ≤ 10%.

 Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif murah

dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya.

 Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.

 Lapis peresapan, agar air tanah tidak terkumpul di pondasi.

 Lapis pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan

dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar

dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar dari

pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda-

roda alat besar.

 Lapisan untuk mencegah pertikel-partikel halus dari tanah dasar naik

kelapis pondasi atas.

4. Lapis Tanah Dasar ( Subgrade )

Tanah asli yang telah dipadatkan atau distabilkan dengan kapur atau bahan

lain dapat ditemukan di bawah pondasi pada lapisan tanah dasar, yang memiliki

ketebalan 50 sampai 100 cm. Apabila pemadatan dilakukan pada kadar air optimal

dan dipertahankan sepanjang umur rencana, menghasilkan pemadatan yang baik.

15
Dilihat dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar tersebut dibedakan

atas:

a. Lapisan tanah dasar, yang berasal dari tanah galian.

b. Lapisan tanah dasar, yang berasal dari tanah timbunan.

c. Lapisan tanah dasar, yang merupakan tanah asli.

D. Pengertian Aspal

Tar adalah nama umum lainnya untuk aspal. Meskipun istilah "tar" dan

"bitumen" sering digunakan secara bergantian, artinya berbeda. Kebingungan ini

diperparah oleh fakta bahwa makna yang melekat pada periode yang sama sangat

bervariasi dari satu negara ke negara lain. Misal, oil black-top di AS disebut

bitumen, sedangkan di Eropa black-top adalah kombinasi total batu dan bitumen

yang digunakan untuk pembangunan jalan. Bitumen adalah residu penyulingan

minyak bumi di Eropa.

Aspal adalah senyawa yang terbuat dari aspal dan batu (kerikil, pasir, dan

debu). Tar, yang berarti "tar" dalam bahasa Inggris, adalah zat yang mirip bitumen

tetapi berbeda asal dan komposisinya. Itu dibuat dengan menyuling litantrace,

yaitu batubara. Hidrokarbon aromatik polisiklik dan senyawa lain dengan banyak

oksigen, nitrogen, dan belerang lebih banyak terdapat dalam bahan ini daripada di

bitumen. Kilang bitumen (kilang minyak) adalah sumber aspal. Bitumen lurus,

bitumen residu, dan bitumen yang dimurnikan dengan uap adalah nama untuk

aspal yang berasal dari industri kilang minyak mentah.

16
Aspal dibuat dari minyak mentah minyak bumi, yang dibuat dengan cara

penyulingan. Untuk memisahkan fraksi minyak seperti gasoline (bensin), minyak

tanah (kerosene), dan minyak gas, proses penyulingan ini dilakukan dengan

pemanasan pada suhu 3500 C di bawah tekanan atmosfer.

E. Kandungan Aspal

Aspal terutama terdiri dari asphaltenes dan maltenes, dua kelas utama

senyawa. Asphaltene adalah campuran kompleks hidrokarbon dengan komposisi 5

sampai 25% berat. Mereka terdiri dari senyawa heteroaromatik yang mengandung

belerang dan cincin aromatik yang kental. Nikel dan vanadium, senyawa oksigen

(keton, fenol, atau asam karboksilat), dan amina dan amida melengkapi daftar.

Maltena mengandung tiga bagian, khususnya rendaman, aromatik dan

pitch. Dimana setiap komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang

berbeda yang memainkan peran penting dalam sifat reologi aspal. Aspal adalah

senyawa kompleks yang terdiri dari atom hidrokarbon, N, S, dan O dalam jumlah

kecil, dan beberapa logam seperti vanadium, nikel, besi, dan kalsium dalam

bentuk garam organik dan oksidanya. Karbon (82 hingga 88 persen), Hidrogen (8

hingga 11 persen), Belerang (0 hingga 6 persen), Oksigen (0 hingga 1,5 persen),

dan Nitrogen (0 hingga 1 persen) adalah elemen yang ditemukan dalam bitumen.

Akibatnya, aspal, juga dikenal sebagai bitumen, adalah campuran

senyawa organik hitam, lengket, dan kental yang larut dalam karbon disulfida.

Struktur utamanya adalah hidrokarbon aromatik polisiklik yang sangat kompak.

17
 Jenis – jenis Aspal

Secara umum jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses

pembentukannya adalah sebagai berikut:

1. Aspal Alamiah

Aspal alami berasal dari berbagai tempat, termasuk Bermuda dan Trinidad.

Aspal Trinidad mengandung sekitar 40% zat organik dan anorganik yang tidak

larut, sedangkan aspal Bermuda mengandung sekitar 6%. tidak relevan.

2. Aspal Batuan

Asphalt Rock adalah endapan alami dari batu kapur atau batu pasir

bituminous yang telah dipadatkan. Aspal ditemukan di seluruh Amerika Serikat.

Aspal hanya digunakan di beberapa daerah karena kebutuhan transportasi yang

tinggi, tetapi umumnya memberikan permukaan jalan yang sangat tahan lama dan

stabil.

3. Aspal Minyak Bumi

Pada tahun 1894, aspal minyak bumi digunakan untuk pertama kalinya di

jalan raya di Amerika Serikat. Saat ini, minyak mentah domestik dari ladang di

Kentucky, Ohio, Michigan, Illinois, Mid-Continent, Gulf-Coastal, Rocky

Mountain, California, dan Alaska adalah digunakan untuk menghasilkan bahan

paving aspal. Meksiko, Venezuela, Kolombia, dan Timur Tengah adalah contoh

sumber asing. Tahun 1980 melihat penggunaan 32 juta ton (Oglesby, C.H., 1996).

4. Aspal Beton atau Asphalt Concrete (AC)

18
Jenis aspal yang paling banyak digunakan dalam proyek konstruksi seperti

landasan pacu bandara, tempat parkir, dan permukaan jalan disebut aspal beton

(AC). Ada beberapa jenis aspal, antara lain:

1. Aspal Beton Campuran Panas

Salah satu jenis konstruksi perkerasan lentur adalah Hot Mix Asphalt

Concrete (HMAC). Pada suhu tertentu, perkerasan jenis ini berupa campuran

agregat dan aspal yang seragam sebagai bahan pengikat. Kedua komponen

tersebut harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum diaduk agar kering. agregat dan

dapatkan fluiditas yang cukup dari aspal untuk memudahkan pencampuran.Hal ini

sering disebut sebagai "Hot Mix" karena pencampuran panas. Pekerjaan

pencampuran dilakukan di pabrik pencampur, dibawa ke lokasi, dan disebarkan

dengan mesin paving untuk mendapatkan lapisan yang seragam dan longgar.

Lapisan tersebut kemudian dipadatkan dengan mesin pemadat untuk mendapatkan

lapisan beton aspal yang padat. Jenis aspal yang paling banyak digunakan untuk

jalan raya adalah HMAC.

2. Aspal Beton Campuran Hangat

Zeolit, lilin, atau aspal emulsi ditambahkan ke dalam campuran untuk

membuat beton aspal campuran hangat. Penggabungan aditif ke dalam campuran

untuk memudahkan pemadatan selama cuaca dingin.

3. Aspal Beton Campuran Dingin

19
Sebelum dicampur dengan agregat, beton aspal campuran dingin dibuat

dengan mengemulsi aspal dalam air sabun. Pada jalan yang lebih kecil, aspal

biasanya digunakan sebagai bahan penambal.

4. Aspal Beton Cut Back

Sebelum dicampur dengan agregat, CutBack Concrete Asphalt dibuat

dengan mengencerkan bahan pengikat dalam minyak tanah atau fraksi minyak

bumi yang lebih ringan.

5. Aspal Beton Mastis

Aspal Beton Mastis dibuat dengan cara memanaskan aspal keras dalam hot

mixer hingga mengental dan ditambahkan ke dalam campuran agregat.

F. Pengaruh Lalu Lintas atau Kendaraan pada Konstruksi Perkerasan Jalan

Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan oleh beban yang akan dipikul, berarti

dari lalu lintas yang memakai jalan tersebut.

a. Analisa lalu lintas, sehingga diperoleh data mengenai :

- Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan

- Konfigurasi sumbu dari setiap jenis kendaraan

- Beban masing-masing kendaraan

b. Analisis ekonomi dan sosial wilayah tersebut berfungsi sebagai dasar untuk

perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana.

Beban lewat dengan roda yang bersentuhan langsung dengan permukaan

perkerasan merupakan jenis beban yang digunakan dalam konstruksi

20
perkerasan jalan. Dengan asumsi roda membentuk sudut 450, maka beban yang

dihasilkannya menyebar ke bawah.

Akibat dari muatan-muatan tersebut maka timbulah gaya-gaya sebagai berikut:

- Gaya Vertikal (berat/muatan kendaraan)

- Gaya Horizontal (gaya geser/rem)

G. Pengaruh Daya Dukung Tanah pada Konstruksi Perkerasan Jalan

Sifat dan daya dukung tanah dasar sangat mempengaruhi kekuatan dan

daya tahan konstruksi perkerasan jalan. California Bearing Ratio (CBR) adalah

salah satu dari berbagai teknik pemeriksaan kekuatan tanah dasar yang sering

digunakan. Untuk situasi ini nomogram jaminan ketebalan aspal digunakan

dengan tujuan agar nilai CBR dapat dicetak pada daya dukung tanah dasar (DDT).

Umumnya persoalan yang menyangut tanah dasar adalah sebagai berikut:

a. Deformasi yang disebabkan oleh lalu lintas yang padat. Jalan akan rusak oleh

deformasi yang signifikan, seperti ketika plastisitasnya tinggi (lapisan tanah

lunak).

b. Sifat-sifat tanah tertentu yang berubah ketika kandungan airnya berubah.

c. Batas pengangkutan tanah miring dan sulit untuk ditentukan dengan pasti di

daerah dengan jenis tanah yang sama sekali berbeda dan situasinya karena

pelaksanaan pengaturan ketebalan aspal dapat dilakukan secara berbeda dengan

membagi jalan menjadi beberapa bagian berdasarkan sifat tanah yang berbeda. .

d. Lendutan pada tanah dasar selama dan setelah beban lalu lintas.

21
e. Beban lalu lintas menyebabkan pemadatan dan penurunan tambahan, terutama

pada tanah granular yang tidak dipadatkan dengan baik selama konstruksi.

Lebih baik untuk memperbaiki tanah dasar sebelum membangun jalan utama

untuk meminimalkan dan mencegah efek yang disebutkan di atas.

H. Pengaruh air atau Curah Hujan pada Konstruksi pekerjaan Jalan

Pekerjaan jalan terutama rusak oleh air, baik air di atas tanah maupun air di

bawah tanah. Pori-pori yang terisi air pada lapisan perkerasan akan

menyebabkan daya rekat antara agregat dan aspal melemah, terutama pada

lapisan permukaan aspal, sehingga memungkinkan material lebih mudah lepas.

melepaskan.

Pada saat aspal dihadapkan pada intensitas matahari, air di dalam pori-pori

akan menguap dan material lapisan aspal akan mengkerut. Konstruksi

perkerasan jalan niscaya akan semakin lemah dan mengalami kerusakan jika

proses pembangunan dan penyusutan dibiarkan. terus menerus seiring dengan

jumlah lalu lintas. Jaringan jalan harus memiliki drainase yang memadai untuk

mengalirkan air tanpa mengurangi stabilitas konstruksi perkerasan jalan untuk

mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh air.

I. Pengaruh Topografi terhadap Perencanaan Jalan

Keadaan muka air tanah seperti lembah, perbukitan, lereng terjal, sungai, dan

danau dapat dilihat pada topografi yaitu pandangan vertikal permukaan tanah dari

22
atas. tidak dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan dan biaya

perencanaan yang tinggi dalam perencanaan jalan, khususnya perencanaan

geometrik jalan, yang juga mempengaruhi perencanaan struktur perkerasan jalan.

Kondisi tanah dasar yang tidak menguntungkan, misalnya, dapat memaksa

perencana untuk memindahkan jejak jalan atau memerlukan stabilisasi untuk

meningkatkan daya dukung tanah—keduanya memerlukan biaya yang sangat

tinggi—dalam kaitannya dengan masalah topografi yang harus dihindari dalam

perencanaan.

J. CBR Segmen Jalan

Hal-hal Dibandingkan dengan arah melintang, jalan memanjang cukup

panjang. Jenis tanah dan medan yang berbeda dapat melintasi suatu ruas jalan.

Akibatnya, jalan harus disegmentasi sepanjang panjangnya, dengan masing-

masing ruas memiliki daya dukung yang kira-kira sama. Oleh karena itu, ruas

jalan merupakan bagian dari panjang jalan yang memiliki sifat tanah, kondisi

lingkungan, dan daya dukung yang hampir sama.

Dalam Tinjauan Perencanaan Tebal Perkerasan metode yang dipergunakan

dalam perhitungan adalah sebagai berikut:

1. Panjang jalan yang akan direncanakan, dibagi atas segmen - segmen jalan

dimana setiap segmen mempunyai daya dukung tanah yang hampir sama.

2. Setiap segmen mempunyai daya dukung tanah, sifat tanah dan keadaan

lingkungan yang relative sama.

23
3. Ambil satu nilai CBR dari setiap segmen untuk perencanaan tebal lapis

perkerasan dari segmen tersebut

CBR segmen = CBR rata - rata – ( CBR maks – CBR min ) / R

Dimana nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam segmen jalan.

Besarnya nilai R dilihat pada tabel 1

Tabel 2. Nilai R untuk perhitungan CBR segmen


Jumlah titik pengamatan Nilai R
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
5 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
>10 3,18

K. Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur dengan Metode

Analisa Komponen

Metode Komponen Analisis Perkerasan Lentur digunakan untuk

merencanakan ketebalan perkerasan jalan raya. Hasil pengujian dari luar negeri

24
ditafsirkan dan diubah agar sesuai dengan kondisi alam Indonesia dan pengalaman

pembangunan jalan raya di masa lalu.

1. Prinsip dan Batasan

Prinsip – prinsip dan batasan dari metode perkerasan lentur Analisa Komponen

adalah :

 Berdasarkan analisis lalu lintas selama sepuluh tahun (umur rencana =

sepuluh tahun) dan lalu lintas konstan (tingkat pertumbuhan lalu lintas i = 0

persen), dibuat nomogram yang tersedia. Nomogram ini dapat digunakan

untuk umur rencana yang tidak sama dengan sepuluh tahun karena telah

dilakukan adjustment (FP) yaitu:

UR
FP = 10 UR = Umur Rencana

 Lalu lintas dianalisa berdasarkan :

a. Hasil perhitungan lalu lintas dan komposisi beban sumbu berdasarkan data

terakhir.

b. Kemungkinan pengembangan lalu lintas sesuai dengan daerah – daerah yang

bersangkutan serta daerah yang berpengaruh terhadap jalan yang

direncanakan, agar pendugaan terhadap tingkat pertumbuhan lalu lintas dapat

dipertanggung jawabkan.

25
c. Perlu pertimbangan adanya perencanaan jangka panjang yang berpengaruh

terhadap pola lalu lintas dari jalan yang direncanakan.

 Klasifikasi fungsional jalan, pola lalu lintas, dan nilai ekonomi jalan

semuanya diperhitungkan saat menentukan umur desain perkerasan (UR).

Dalam hal ini, selain faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya,

konstruksi perkerasan, overlay, dan pembangunan bertahap memerlukan

pertimbangan dana yang tersedia.

 Penggunaan Metode Analisis Komponen untuk menentukan ketebalan

perkerasan memerlukan pemeliharaan jalan yang berkelanjutan untuk

menjamin umur rencana dan stabilitas jalan.

 Metode Komponen Perkerasan Lentur hanya dapat diterapkan pada

konstruksi perkerasan yang menggunakan material granular (Material

Granular, batu pecah), tidak berlaku pada konstruksi perkerasan yang

menggunakan batu besar (metode Telford). Metode Analisis Komponen

Perkerasan Lentur menyatakan bahwa material perkerasan harus elastis dan

isotropis untuk bekerja.

 Metode Perkerasan Lentur Analisa Komponen dapat digunakan pada

pekerjaan konstruksi pekerjaan jalan seperti :

a. Konstruksi pekerjaan jalan baru.

b. Konstruksi perkuatan perkerasan jalan lama dengan lapis tambahan

(Overlay).

c. Konstruksi perkerasan bertahap.

26
2. Besaran, Faktor, Indeks, Tabel, Nomogram / Grafik Pendukung

• Daya dukung tanah (DDT), ukuran kekuatan tanah dasar pada jalan yang

direncanakan yang digunakan dalam nomogram penentuan ketebalan

perkerasan Grafik korelasi antara nilai CBR dan DDT menunjukkan nilai daya

dukung.

 Planned life (UR) adalah perkiraan jumlah tahun dari pembukaan jalan

sampai diperlukan.

• Lajur terencana adalah salah satu jalur lalu lintas sistem jalan raya yang dapat

menangani sebagian besar lalu lintas. Jalur desain biasanya terdiri dari satu jalur

dari jalan raya dua jalur.

• Lalu lintas harian rata-rata (LHR) adalah rata-rata harian untuk lalu lintas

kendaraan bermotor roda empat atau lebih baik arah.

• Rasio tingkat kerusakan yang disebabkan oleh lintasan beban sumbu tunggal

standar seberat 8,16 ton (18.000 lb) dikenal sebagai angka ekuivalen (E) beban

gandar kendaraan.

• Rata-rata jumlah ekuivalen track poros tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada

garis desain di pertengahan umur desain disebut Initial Equivalent Track (LEP).

• Planned Final Equivalent Passage (LEA) adalah jumlah rata-rata lintasan

ekuivalen yang akan terjadi pada akhir masa pakai desain dari sumbu tunggal

sebesar 18 KN (18.000 lb).

• Faktor Penyesuaian (FP), yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan

bila menggunakan nomogram dengan umur rencana kurang dari sepuluh tahun

dan laju pertumbuhan lalu lintas kurang dari nol.

27
• Faktor Regional (FR) merupakan faktor lokal yang dapat berdampak pada

kondisi pembebanan dan daya dukung tanah. Hal ini terkait dengan iklim dan

kondisi lapangan. Dalam hal memperhatikan kondisi jalan yang berbeda dari satu

jalan ke jalan lainnya, faktor wilayah sangat berguna.

dimasukan dalam nilai FR adalah sebagai berikut :

 Kondisi persimpangan yang ramai

 Keadaan medan

 Kondisi drainese yang ada

 Pertimbangan teknis dari perencanan seperti ketinggian muka air tanah,

kecepatan akibat adanya hambatan – hambatan tertentu.

Tabel 3. Faktor Regional


Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III
Curah (<6%) ( 6 – 10 % ) ( > 10 % )
Hujan % Kend. Berat % Kend. Berat % Kend. Berat
< 30 % > 30 % < 30 % > 30 % < 30 % > 30 %
Iklim I
< 900 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 1,0 – 2,5
mm/th
Iklim
II
1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 1,0 – 3,5
> 900
mm/th

• Plann• Surface Index (IP), angka yang menunjukkan kerataan/kehalusan dan

kekokohan permukaan jalan dalam kaitannya dengan tingkat pelayanan yang

diberikan kepada lalu lintas yang melintas

• Penjelasan berikut mengilustrasikan pentingnya IP:

28
sebuah. Nilai IP 1,0 menunjukkan bahwa permukaan jalan rusak parah hingga

sangat menghambat lalu lintas yang melintasi jalan tersebut.

b. Tingkat layanan serendah mungkin adalah IP = 1,5.

c. Nilai IP 2.0 menunjukkan bahwa permukaan jalan cukup baik tetapi

membutuhkan pelapisan tambahan.

d. Nilai IP 2,5 menunjukkan bahwa permukaan jalan relatif stabil.

• Tabel berikut menampilkan koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan

ringan dan berat:

Tabel 4 : Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat
yang lewat pada lajur rencana
Jumlah Kendaraan Ringan Kendaraan Berat
Lajur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 lajur - 0,30 - 0,45
5 lajur - 0,25 - 0,425
6 lajur - 0,20 - 0,40

*)Berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil

hantaran.

**) Berat total > 5 ton, misalnya : bus, truck, traktor, semi trailer, trailer.

Angka Ekivalenn ( E ), untuk beban sumbu kendaraan dapat dilihat pada

tabel berikut ini :

Tabel 5. Angka Ekivalen ( E ) beban sumbu kendaraan

Beban Sumbu Angka Ekivalen


Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2250 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
29
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0.0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6670 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712

• Indeks permukaan pada akhir umum rencana Penting untuk mempertimbangkan

faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah jalur yang setara dengan rencana

saat menentukannya. Tabel 4. menunjukkan indeks permukaan pada akhir umur

rencana.

Tabel seperti ini:

Tabel 6. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana

Lintasan Klasifikasi Jalan


Ekivalen
Rencana Lokal Kolektor Arteri Tol
(LER)*)
< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5

• Jenis lapisan perkerasan atau permukaan jalan yang berlawanan—retak,

kehalusan, dan ketangguhan—pada awal umur rencana menjadi fokus saat

menentukan indeks permukaan awal umur rencana.

Tabel 7. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana

30
Jenis Lapisan Roughess *)
IP0
Permukaan ( mm / Km )
Laston ≥4 ≤ 1000
3,9 – 3,5 > 1000
Lasbutag 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
Burda 3,9 – 3,5 ≤ 2000
Burtu 3,4 – 3,0 > 2000
Lapen 3,4 – 3,0 ≤ 3000
2,9 – 2,5 > 3000
Lapisan Pelindung 2,9 – 2,5
Jalan Tanah ≤ 2,4
Jalan Kerikil ≤ 2,4

• Korelasi nilai Marshall Test dengan koefisien kekuatan beban relatif untuk

lapisan permukaan, lapisan dasar, dan lapisan subbase (untuk material pada

lapisan pondasi)

Tabel 8. Koefisien kekuatan relatif bahan ( a )

Koefisien Kekuatan – Kekuatan Bahan

Relatif Jenis Bahan


MS Kt CBR
a1 a2 a3
( Kg ) (Kg/cm) (%)

0,40 744
0,35 590
0,32 454 LASTON
0,30 340

0,35 744
0,31 590 ASBUTON
0,28 454
0,26 340

0,30 340 Hot Rolled Asphalt


0,26 340 Aspal Macadam
0.25 LAPEN (Mekanis)
0,20 LAPEN (Manual)

0,28 590

31
0,26 454 LASTON ATAS
0,24 340

0,23 LAPEN ( Mekanis )


0,19 LAPEN ( Manual )

0,15 22
0,13 18 Stab. Tanah dng semen

0,15 22 Stab.tanah dng kap


0,13 18

0,14 100 Pon.macadam(basah)


0,12 60 Pon.macadam(kering)
Batu pecah ( Kls A )
0,14 100 Batu pecah ( Kls B )
0,13 80 Batu pecah ( Kls C )
0,12 60
Sirtu/pit. ( Kls A )
0,13 70 Sirtu/pit. ( Kls B )
0,12 50 Sirtu/pit. ( Kls C )
0,11 30 Tanah/lem. Kepasiran
0,10 20

*sambungan dari tabel 8

 Batas – batas minimum tebal lapisan untuk tiap – tiap indeks tebal

perkerasan (ITP), dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 9. Batas – batasan Minimum Tebal Lapisan

I. Lapisan Permukaan

Tebal Minimum
ITP Bahan
( cm )
< 3,00 5 Lapis pelindung : (buras/burtu/burda)
3,00 – 6,70 5 Lapen/Asphal Macadam, HRA,
Lastbutag, Laston
6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Asphal Macadam, HRA,
Lasbutag, Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
≥ 10,00 10 Laston
II. Lapisan Pondasi
32
< 3,00 15 Batu pecah, stabilitasi tanah dengan
semen, stabilitasi tanah dengan kapur.
3,00 – 7,49 20*) Batu pecah, stabilitasi tanah dengan
10 semen, stailitasi tanah dengan kapur,
20 pondasi Macadam.
7,50 – 9,99 Laston Atas
Batu pecah, stabilitasi tanah dengan
15 semen, stabilitasi tanah dengan kapur,
20 pondasi Macadam
10 – 12,14 Laston Atas
Batu pecah, stabilitasi tanah dengan
25 semen, stabilitasi tanah dengan kapur,
pondasi Macadam, Lapen, Laston atas.
12,25 Batu pecah, stabilitasi tanah dengan
semen, stabilitasi tanah dengan kapur,
pondasi Macadam, Lapen, Laston atas.
*sambungan dari tabel 9

 Untuk setiap nilai ITP, bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum

adalah 10 cm.

 Nomogram dan grafik pendukung yang digunakan dalam Metode

Perkerasan Lentur Analisa Komponen adalah :

33
Gambar 3 Grafik Korelasi DDT dan CBR

3 Prosedur Analisis

Prosedur perhitungan Metode Analisis Komponen untuk perencanaan ketebalan

perkerasan jalan:

- Penentuan CBR untuk menentukan nilai daya dukung tanah (DDT) dari grafik

korelasi CBR dan DDT.

- Dari informasi yang ada seperti: volume lalu lintas, jumlah jalur, dan rute yang

direncanakan semuanya dapat dihitung secara berurutan:

1.rata-rata lintasan harian (LHR) selama n tahun (dari awal hingga akhir umur

rencana) LHR x (1 + i)n (awal umur rencana) LHRUR: Akhir umur rencana =

LHRn x (1 + i) URUntuk setiap kendaraan dan setiap kelas beban gandar,

angka yang setara adalah:

hanya satu sumbu:

Beban satu sumbu Tunggal dalam kg 4


E=
8160
Sumbu ganda :
Beban satu sumbu Ganda dalam kg 4
E=
8160

1. Lintasan ekivalen permulaan ( LEP ) :


n
LEP=∑ LHR j xC j xE j
j=1 ,

34
dimana C = koefisien distribusi kendaraan

2. Lintasan Ekivalen akhir ( LEA ) :


n
LEA= ∑ LHR j x ( 1+i )UR xC j xE j
j=1

3. Lintasan Ekivalen tengah ( LET ) :

LEP + LEA
LET =
2
4. Lintasan Ekivalen Rencana ( LER ) :

LER = LET x FP

- Dari curah hujan, prosentase kandaraan berat dan keadaan topologi

setempat, ditetapkan harga faktor regional (FR)

- Ditetapkan harga indeks permukaan (IP), dan indeks permukaan pada awal

dan akhir rencana tersebut ditentukan berdasarkan harga lintas Ekivalen

jalan dan jenis bahan konstruksi untuk tiap lapisan perkerasan.

- Menentukan tebal masing – masing lapisan perkerasan dipergunakan

rumus sebagai berikut :

ITP = a1 . D1 + a2 . D2 + a3 . D3

Dimana :

a1 a2 a3 = koefisien kekuatan relatif bahan untuk masing – masing lapisan

perkerasan

D1 D2 D3 = tebal masing – masing perkerasan

35
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran Umum

Jalan Toyado Majule Bawah adalah jalan yang menghubungkan Desa

Majulea Bawah dengan Desa Toyado di Distrik Lage. Adapun batas - batas

wilayah administrasi adalah :

 Sebelah Utara : Desa Labuan

 Sebelah Timur : Perkebunan Masyarakat

 Sebelah selatan : Perkebunan Masyarakat

 Sebelah barat : Laut Poso

Kabupaten Poso atau Jalan Toyado Majulea Bawah berada di Kecamatan

Lage, sekitar 12 kilometer dari Kota Poso. Alhasil, Jalan Toyado Majulea

Bawah merupakan jalan desa yang belum diperbaiki sejak tahun 2012 dan

kondisinya sangat memprihatinkan di momen.

B. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer

Data primer berasal dari observasi yang dilakukan di lapangan, data lain

dari kontraktor, konsultan, dan pemilik proyek, serta data volume lalu lintas jalan

di sekitar lokasi penelitian.

36
b. Data Sekunder

Gambar konstruksi berfungsi sebagai data sekunder dan menjadi dasar

pelaksanaan lapangan pekerjaan perkerasan lentur.

C. Situasi Jalan

Kondisi awal jalan existing jalan adalah sirtu dengan lebar antara 4,0 m

dan bahu jalan 1,5 m dan sebagian kecil dijumpai jalan tanah.

D. Teknik Analisis

 Menentukan Lintas Harian rata-rata awal umur rencana (LHR awal)

 Menentukan Lintas Harian rata-rata akhir umur rencana (LHR akhir)

 Mentukan Data-data lalu lintas

 Menetukan Perkembangan lalu lintas pertahun

 Mentukan Umur rencana (n)

 Menghitung overlay

 Menentukan lapis perkerasan lama

 Menganalisa tebal lapis yang dibutuhkan

37
E. Lokasi Daerah Penelitian

Gambar.3 Peta lokasi Penelitian

38
F. Bagan alir Penelitian

Mulai

Tinjauan Pustaka

Data Sekunder
Data Primer
 Volume lalu lintas  Lapis permukaan (lapen
 Data lendutan )
 Lapis pondasi atas
(batu pacah
 Laps Pondasi bawah
 Lebar Perkerasan
 RCI

Analisis Overlay
Variari lendutan
(D),1,75 cm, 2,0 cm,
2,3 cm. 2,6 cm dan 3
cm

Hasil yang
Diperoleh T=tebal
perkerasan yang
dikehendaki
t = tebal lapis
perkerasan (overlay)
t = Tebal

lapis
Kesimpulan dan saran
t = Tebal

Gambar 5. Bagan Alir Penelitian

39
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan Tebal Lapis Tambah

Proyek peningkatan jalan Bawah Toyado Majulea sepanjang 120 hari

sepanjang satu kilometer berfungsi sebagai tempat pengumpulan data

sekunder untuk input data perencanaan yang berlebihan.

Hal tersebut juga mempengaruhi penambahan lapisan permukaan jalan

dengan menentukan variasi lendutan setiap ruas jalan, sehingga ketebalan

lapisan pondasi dapat divariasikan dalam perhitungan penelitian ini.

Lintas Harian rata-rata awal umur rencana (LHR awal)

Adapun data lalu lintas yang digunakan diambil jalan poros terdekat yaitu

jalan poros Toyado – Madale

Data-data survai lalu lintas

 Kendaraan ringan < 2 ton = 60 buah/hari

 Truk ringan = 6 buah/hari

 Truck berat = 2 buah/hari

 Perkembangan lalu lintas pertahun (i) = 6% (data pertumbuhan

kendaraan statistik Kabupaten Poso

 Umur rencana (n) = 20 tahun

i=n
LHRawal=∑ LHRix( 1+a )n
i=1

(1 + i )n = (1 + 0,06) 1

40
= 1.060

 Kendaraan ringan < 2 ton = 60 x 1.060 = 64 buah

 Truk ringan =6 x 1.060 = 6 buah

 Truck berat =2 x 1.060 = 2 buah

LHR awal = 72 buah/hari/2 jurusan

2. Lintas Harian rata-rata akhir umur rencana (LHR akhir)


i=n
LHRakhir=∑ LHRawal (1+ r )n
i =1

(1 + i )n = (1 + 0,06) 20

= 3,207135

 Kendaraan ringan < 2 ton = 60 x 3,207135 = 205 buah

 Bus 8 ton =6 x 3,207135 = 19 buah

 Truck 2 as 10 ton =2 x 3,207135 = 6 buah

LHR akhir = 230 buah/hari/2 jurusan

3. Tebal Lapis Tambah (Overlay)

a. Segmen I (0+000 – 0+200)

Diketahui susunan dan tebal perkerasan jalan lama segmen I sebagai

berikut :

 Lapis permukaan (lapen ) = 5 cm

 Lapis pondasi atas (batu pacah A) = 18 cm

 Laps Pondasi bawah (sirtu A) = 20 cm

41
D = Lendutan balik segmen yang divariasikan pada setiap sekmen 3

cm, 2 cm, 1,75 cm, 2,6 cm

L = Lintas ekivalen komulatif selama umur rencana diambil kelipatan

106 atau LHRakhir di bagi 106

Pd = lebar perkerasan (3,75 m) sesuai dilapangan

Cam = perubahan kemiringan melintang yang dibutuhkan untuk

menghasilkan kemiringan melintang yang direncanakan diambil

0,02

Tmin = tebal minimum berdasarkan ukuran agregat minimum yang

dipergunakan

t = Tebal lapis tambahan untuk mengurangai lendutan selama umur

rencanan

T = Tebal yang dibutuhkan untuk membentuk permukaan

perkerasaan ke bentuk yang dikehendaki

RCI = Road Condition index (indeks konsi jalan diambil) = 4

2 .303 log D−0 . 408(1−log L )


t=
0 . 08−0. 013 log L

2,303 log 3−0,408(1−log 230 x 106 )


t= 6
0,08−0,013 log 230 x 10

2,303 log 3−0,408(1−0,000230)


t=
0,08−0,013 log 0,000230

0,69
t=
0,08

42
t = 8,64 cm

Pd . Cam
T =0 . 001(9−RCI )4 .5 + +T min
4

T = 0.001 (9 – 4)4.5 + (1 x 3,74 x 0.02/4 )+4

T= 4.018 cm

Jadi overlay yang dibutuhkan untuk segmen I

t + T = 8,64 + 4,018 = 12,66 cm = 13 cm

Overlay (Lapen) = 13 cm
Lapisan permukaan (Lapen) = 5 cm
Lapisan pondasi atas (Batu Pecah A) = 18 cm
Lapisan pondasi bawah (sirtu A) = 20 cm

Gambar 5. Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Segmen I

b. Segmen II (0+200 – 0 + 400)

Diketahui susunan dan tebal perkerasan jalan lama segmen II sebagai

berikut :

 Lapis permukaan (Lapen) = 5 cm

 Lapis pondasi atas (batu pacah A) = 18 cm

 Laps Pondasi bawah (sirtu A) = 20 cm

2,303 log 2−0,408(1−log 230 x 106 )


t= 6
0,08−0,013 log 230 x 10

2,303 log 2−0,408(1−0,000230)


t=
0,08−0,013 log0,000230

43
0,285
t=
0,08

t = 3,57 cm

T = 0.001 (9 – 4)4.5 + (1 x 3,75 x 0.02/4 )+4

T= 4.018 cm

Jadi overlay yang dibutuhkan untuk segmen II

t + T = 3,57 + 4,018 = 7,59 cm = 8 cm


Overlay (Lapen) = 8 cm
Lapisan permukaan (Lapen) = 5 cm
Lapisan pondasi atas (Batu Pecah A) = 18 cm
Lapisan pondasi bawah (sirtu A) = 20 cm

Gambar 6. Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Segmen II

c. Segmen III (0 +400 – 0+600)

Diketahui susunan dan tebal perkerasan jalan lama segmen III sebagai

berikut :

 Lapis permukaan (lapen) = 5 cm

 Lapis pondasi atas (batu pacah A) = 18 cm

 Laps Pondasi bawah (sirtu A) = 20 cm

2,303 log 1,75−0,408(1−log 230 x 106 )


t= 6
0,08−0,013 log 230 x 10

2,303 log 1,75−0,408(1−0,000230)


t=
0,08−0,013 log 0,000230

44
0,152
t=
0,08

t = 1,9 cm

T = 0.001 (9 – 4)4.5 + (1 x 3,75 x 0.02/4 )+4

T= 4.018 cm

Jadi overlay yang dibutuhkan untuk segmen III

t + T = 1,90 + 4.018= 5,92 cm = 6 cm

Overlay (Lapen) = 6 cm
Lapisan permukaan (Lapen) = 5 cm
Lapisan pondasi atas (Batu Pecah A) = 18 cm
Lapisan pondasi bawah (sirtu A) = 20 cm

Gambar 7 Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Segmen III

4. Segmen IV (0 + 600 – 0+ 800)

Diketahui susunan dan tebal perkerasan jalan lama segmen IV sebagai

berikut :

 Lapis permukaan (aspal Beton) = 5 cm

 Lapis pondasi atas (batu pacah A) = 18 cm

 Laps Pondasi bawah (sirtu A) = 20 cm

45
6
2,303 log 2,6−0,408 (1−log 230 x 10 )
t= 6
0,08−0,013 log 230 x 10

2,303 log 2,6−0,408 (1−0,000230)


t=
0,08−0,013 log 0,000230

0,684
t=
0,08

t = 6,85 cm

T = 0.001 (9 – 4)4.5 + (1 x 3,75 x 0.02/4 )+4

T= 4.018 cm

Jadi overlay yang dibutuhkan untuk segmen IV

t + T = 6,85 + 4,018 = 10,87 cm = 11 cm

Overlay (Lapen) = 11 cm
Lapisan permukaan (lapenn) = 5 cm

Lapisan pondasi atas (Batu Pecah A))= 18 cm

Lapisan pondasi bawah (sirtu A) = 20 cm


Gambar 9. Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Segmen IV

5. Segmen V (0+800 - 1+000)

Diketahui susunan dan tebal perkerasan jalan lama segmen V sebagai

berikut :

 Lapis permukaan (aspal Beton) = 5 cm

 Lapis pondasi atas (batu pacah A) = 18 cm

 Laps Pondasi bawah (sirtu A) = 20 cm

46
6
2,303 log 2,3−0,408(1−log 230 x 10 )
t= 6
0,08−0,013 log 230 x 10

2,303 log 2,3−0,408(1−0,000230)


t=
0,08−0,013 log 0,000230

0,425
t=
0,08

t = 5,32 cm

T = 0.001 (9 – 4)4.5 + (1 x 3,75 x 0.02/4 )+4

T= 4.018 cm

Jadi overlay yang dibutuhkan untuk segmen V

t + T = 5,32 + 4,018 = 9,33 cm = 9,5 cm

Overlay (Burda) = 9,5 cm


Lapisan permukaan (Asbuton) = 5 cm
Lapisan pondasi atas (Batu Pecah A))= 18 cm
Lapisan pondasi bawah (sirtu A) = 20 cm

Gambar 10. Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Segmen V

Ruas I dan IV memiliki ketebalan lapis tambah paling besar, yaitu 13 cm,

menurut perhitungan lima ruas di atas. Nilai defleksi (D) yang tinggi di belakang

ruas berpengaruh terhadap hal tersebut. Hal ini berdampak secara visual pada

permukaan jalan kondisi, dengan perlapisan (overlay) bertambah sebanding

47
dengan nilai lendutan (D) dan berkurang sebanding dengan nilai lendutan (D)

pada 6 cm ruas III.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan Analisa Tebal Lapis Tambah Ruas Jalan Toyado Majulea

Bawah dengan Metode Lendutan adalah :

1. Lapisan konstruksi tambahan memiliki ketebalan 13 cm untuk segmen I, 8

cm untuk segmen II, 6 cm untuk segmen III, 5 cm untuk segmen IV, dan 9,5

cm untuk segmen V.

2. Efek visual dari kondisi permukaan jalan adalah lapisan yang ditambahkan

(overlay) sebanding dengan nilai lendutan (D), sedangkan nilai lendutan (D)

sebanding dengan ukuran lapisan yang ditambahkan (segmen III, 6 cm).

B. Saran – Saran

1. Untuk memastikan bahwa data investigasi benar-benar akurat, disarankan

agar surveyor yang ditunjuk untuk survei pengumpulan data untuk perencanaan

berlapis adalah personel yang terampil atau berpengalaman.

2. Sebaiknya memperhatikan persiapan operasional seluruh komponen

pelaksana selama masa pelaksanaan proyek untuk menghindari keterlambatan

waktu pelaksanaan yang dapat mengakibatkan biaya yang lebih tinggi.

48
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Marga. 2017. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor
04/SE/Db/2017. Jakarta.
Fadhlan, K. 2013. Evaluasi Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina
Marga Pt T-01-2002-B dengan Menggunakan Program KENPAVE. Tugas Akhir.
(Diterbitkan). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Hendarsin, S. L. 2000. Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri
Bandung.
Kosasih, Djunaedi. 2005. Rekayasa Struktur dan Bahan Perkerasan, Modul II.
Diktat Kuliah Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan ITB. Bandung.
Nathasya, P. 2012. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dengan Program
Kenpave Dan Studi Parameter Pengaruh Tebal Lapis dan Modulus Elastisitas.
Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional D.I.Yogyakarta. 2017.
Putri, C. K. 2014. Prediksi Nilai Kerusakan Perkerasan Lentur Dengan Metode
Mekanistik-Empirik (Studi Simulasi: Rekonstruksi Jl. Ateri Selatan).
Siegfried. 2012. Perkiraan Tebal Lapis Perkerasan Jalan dengan Metoda Jaringan
Syaraf Tiruan Tipe Radial Basis. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan.
Widiastuti, A. 2017. Analisis Perbandingan Desain Struktur Perkerasan Lentur
Menggunakan Metode Empiris dan Metode Mekanistik-Empiris pada Ruas Jalan
Legundi-Kanigoro-Planjan.
Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung, 2001.

49
LAMPIRAN

50
51
1. perkerasan jalan lama berikut :

 Lapis permukaan (lapen ) = 5 cm

 Lapis pondasi atas (batu pacah A) = 18 cm

 Laps Pondasi bawah (sirtu A) = 20 cm

2. Data lendutan

D1 = 1,75 cm

D2 = 2,0 cm

D3 = 2,3 cm

D4 = 2,6 cm

D5 = 3,0 cm

CV.Rizky Warna Contruction

Direktur,

52
53

Anda mungkin juga menyukai