Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) pada suatu jalan terdiri


dari lapisan-lapisan diatas tanah dasar, yaitu: Lapisan tanah dasar yang sudah
stabil (Subgrade), lapisan pondasi bawah (Subbase Course), lapisan pondasi
atas (Base Course) dan lapisan permukaan (Surface Course).

Buku pedoman praktikum ini memberikan penjelasan secara rinci semua


tahapan kegiatan pemeriksaan pada pengujian ini terhadap bahan maupun
campuran pembentuk lapisan-lapisan tersebut diatas, kecuali lapisan tanah
dasar dan pengujian dilakukan terhadap berbagai jenis tanah dasar
pemeriksaan jalan yaitu bahan aspal, bahan agregat, dan campuran aspal-
agregat.

Secara khusus, buku pedoman ini disusun untuk dapat digunakan oleh
mahasiswa atau praktikum tingkat sarjana jenjang strata I yang melakukan
praktikum maupun penelitian di laboratorium Jalan Raya FT USU karena
disesuaikan dengan ketersediaan peralatan dan penunjangan.

1.2. Sejarah Perkerasan

1.2.1. Sejarah perkerasan jalan di dunia

Sejarah perkerasan jalan dimulai bersamaan dengan sejarah umat manusia


itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan
berkomunikasi dengan sesama. Pada awalnya jalan hanyalah berupa jejak
manusia yang mencari kebutuhan hidup atau sumber air. Setelah manusia
mulai hidup berkelompok jejak – jejak ituberubah menjadi jalan setapak.
Dengan mulai dipergunakannya hewan sebagai alat transportasi, jalan mulai
dibuat rata. Jalan yang diperkeras pertama kali ditemukan di Mesopotamia
berkaitan dengan ditemukannya roda sekitar Masehi.

Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman keemasan


Romawi. Pada saat itu telah mulai dibangun jalan – jalan yang terdiri dari
beberapa lapis perkerasan. Perkembangan konstruksi jalan seakan terhenti
dengan mundurnya kekuasaan Romawi sampai awal abad ke-18. Pada saat itu
beberapa ahli dari Perancis dan Skotlandia menemukan system – system
konstruksi perkerasan jalan yang sebagian sampai saat ini masih umum
digunakan di berbagai negara di dunia.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
John Louden Mac Adam (1756-1836), orang Skotlandia memperkenalkan
konstruksi perkerasan yang terdiri dari batu pecah atau batu kali, pori – pori
diatasnya ditutup dengan batu yang lebih kecil/halus. Perkerasan ini dikenal
dengan Lapis Makadam.Untuk memberkan lapisan yang kedap air, maka di
atas lapisan makadamdiberilapisan aus yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar.

Pierre Marie Jerome Tresaguet (1716-1796) dari Perancis


mengembangkan system lapisan batu pecah yang dilengkapi dengan drainase,
kemiringan melintang serta mulai menggunakan pondasi dari batu.

Thomas Telford (1757-1834) dari Skotlandia membangun jalan mirip


dengan apa yang dilaksanakan Tresaguet. Konstruksi perkerasannya terdiri
dari batu pecah berukuran 15 / 20 sampai 25 / 30 yang disusun tegak. Batu –
batu kecil diletakkan di atasnya untuk menutup pori – pori yang ada dan
memberikan permukaan yang rata. Sistem ini terkenal dengan nama Sistem
Telford. Jalan – jalan di Indonesia yang dibuat pada jaman dahulu sebagian
besar merupakan system jalan Telford, walaupun di atasnya telah diberikan
lapisan aus dengan pengikat aspal.

Perkerasan jalan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat telah


ditemukan pertama kali di Babylon pada 625 tahun sebelum Masehi, tetapi
perkerasan jenis ini tidak berkembang sampai ditemukannya kendaraan
bermotor bensin oleh Gottlieb Daimler dan Karl Benz pada tahun 1880.
Mulaitahun 1920 sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat maju pesat.

Konstruksi perkerasan menggunakan semen sebagai bahanpengikat telah


ditemukan pada tahun 1828 di London, tetapi sama halnya dengan
perkerasan menggunakan aspal, perkerasan ini mulai berkembang pesa tsejak
awal tahun 1900 an.

1.2.2. Sejarah perkerasan jalan di Indonesia

Catatan tentang jalan di Indonesia tak dapat banyak ditemukan.


Pembangunan jalan yang tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia adalah
pembangunan jalan pos pada jaman pemerintahan Daendels, yang dibangun
dari Anyer di Banten sampai Banyuwangi di JawaTimur, membentang
sepanjang pulau Jawa. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa
pada akhir abad ke-18. Tujuan pembangunan pada saat itu terutama
untukkepentingan strategi. Pada masa “tanam paksa” untuk memudahkan
pengangkutan hasil tanaman, dibangun juga jalan – jalan yang merupakan
cabang dari jalan pos terdahulu. Di luar pulau Jawa pembangunan jalan

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
hampir tidak berarti , kecuali di sekitar daerah tanaman paksa di Sumatra
Tengah dan Utara.

Awal tahun 1970 Indonesia mulai membangun jalan – jalan dengan


klasifikasi yang lebih baik, hal ini ditandai dengan diresmikannya jalan tol
pertama pada tanggal 9 Maret 1978 sepanjang 53 km, yang menghubungkan
kota Jakrta – Bogor – Ciawi dan terkenal dengan nama Jalan Tol Jagorawi.

1.3. Lapis Perkerasan Jalan

Bangunan jalan atau lebih dikenal dengan konstruksi perkerasan jalan


biasanya terbuat dari material dasar agregat dan aspal yang berwarna hitam
dan berbentuk padat pada suhu rendah. Aspal yang sering digunakan untuk
aspal panas. Sedangakan, agregat adalah bahan yang terdiri dari batu kasar
hingga kecil. Dapat digunakan sesuai kebutuhan konstruksi.

Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis bertujuan untuk menerima


beban kendaraan yang melaluinya dan meneruskan ke lapisan di bawahnya.
Biasanya material yang digunakan pada lapisan-lapisan perkerasan jalan
semakin kebawah akan semakin berkurang kualitasnya karena lapisan yang
berada di bawah lebih sedikit menahan beban atau menahan beban lebih
ringan. Berikut adalah lapisan-lapisan perkerasan jaln:

a. Lapisan permukaan (Surface Course)


Lapisan Permukaan adalah lapisan yang terletak paling atas yang
berfungsi sebagai : lapis aus (wearing course), lapis perkerasan penahan
beban roda, lapisan kedap air, dan lapisan yang menyebarkan beban ke
lapisan bawah.

b. Lapisan pondasi atas (Base Course)


Lapis Pondasi Atas adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara
lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan, yang berfungsi sebagai :
bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban kelapisan bawahnya, lapisan peresapan untuk lapisan
pondasi bawah, dan bantalan terhadap lapisan permukaan.

c. Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course)


Lapis Pondasi Bawah adalah lapisan yang terletak diantara lapisan
pondasi atas dan tanah dasar, yang berfungsi sebagai : bagian dari kontruksi
perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke dasar tanah, efisiensi
penggunaan material karena meterial pondasi bawah lebih murah,
mengurangi tebal lapisan di atasnya, dan lapisan peresapan agar air tanah
tidak berkumpul di pondasi.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
d. Lapisan tanah dasar (Subgrade)
Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang terletak di bawah
lapisan pondasi bawah, yang kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan
jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu
akibat beban lalu lintas, Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu
akibat perubahan kadar air, Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar
ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat
berbeda sifat dan kedudukannya, Lendutan dan lendutan balik selama dan
sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu, Tambahan
pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

1.4. Satuan dan Unit

Pada umumnya, satuan yang digunakan untuk bahan adalah satuan


metrik, misalnya dalam gram atau kilogram untuk satuan berat. Bila
digunakan Tabel unit SI (Standart Internasional). Maka tabel berikut dapat
digunakan

Kuantitas SI Unit Non-SI Unit


Panjang millimeter, meter centimeter (cm)
Volume meter kubik (m3) centimeter kubik (cm3)
milliliter (ml)
Massa kilogram (kg) gram (gr)
Gaya Newton (N) kilogram force (kgf)
Berat kN/m gr/cm
Ton/m
Tekanan Pascal (Pa) kgP/cm3
kiloPascal (kPa)

Nilai viskositas, tergantung kepada alat yang digunakan, dapat dibaca


dalam satuan Poises, Second, Derajat atau Centistokes.

Hubungan antara satuan tersebut dapat dilihat pada gambar 1.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
Gambar 1

1.5. Defenisi dasar

1.5.1. Agregrat

Agregat pada awalnya (ASTM, C58-28 T) diartikan sebagai bahan


untuk konstruksi yang keras bila dicampurkan dengan massa konglomer
membentuk beton, mastic atau bahan adukan lain.

Namun definisi ini dirasa kurang tepat karena banyak agregat yang
tidak cukup keras, khususnya pada saat dicampur dengan semen (P.C).

WOODS (1948) membuat definisi, agregat dari pasir, gravel, batu


pecah, slag atau material lain dari komposisi mineral, digunakan campuran
dengan bahan pengikat untuk membentuk beton aspal dan beton semen atau
digunakan secara khusus seperti bahan balas (ballast) jalan rel.

Agregat dapat diperoleh secara alamiah ataupun secara masinal


(menggunakan mesin) seperti batu pecah dengan berbagai ukuran.

Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan kondisi lapangan, cara


pengambilan contoh dan jumlah pengujian perlu diperhatikan karena tingkat
ketelitian sangat tergantung kepada kualitas dan kuantitas pekerjaan.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
Pada umumnya yang perlu diperhatikan adalah komposisi atau gradasi
butiran. Hal ini sangat berkaitan dengan pemanfaatan agregat tersebut.

Agregrat dapat dikelompokkan menjadi agregat kasar, halus dan bahan


pengisi.

Agregat Kasar

Agregat kasar harus terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang bersih,
kering, kuat, awet dan bebas dari bahan lain yang mengganggu serta
memenuhi persyaratan:

a. keausan pada 500 putaran maksimum 40%


b. kelekatan dengan aspal minimum 95%
c. jumlah berat butiran tertahan saringan no.4 yang mempunyai paling
sedikit dua bidang pecah (visual) minimum 50% (untuk kerikil pecah)
d. indeks kepipihan/kelonjongan butiran tertahan 9,5mm atau 3/8”
maksimum 25%
e. penyerapan air maksimum 3%
f. berat jenis curah (Bulk) minimum 2,5
g. bagian lunak maksimum 5%

Agregat Halus

Agregat halus harus terdiri dari bahan-bahan yang berbidang kasar,


bersudut tajam, dan bersih dari kotoran atau bahan lain yang mengganggu.

Agregat halus harus terdiri dari pasir alam atau pasir buatan atau
gabungan dari bahan-bahan tersebut dan dalam keadaan kering

Agregat halus harus memenuhi persyaratan:

a. nilai Sand Equivalent Minimum 50


b. berat jenis curah (bulk) minimum 2,5
c. peresapan agragat terhadap air maksimum 3%
d. pemeriksaan Atterberg limit harus menunjukkan bahan adalah non
plastis.

Bahan Pengisi

Bahan pengisi terdiri dari abu batu, abu kapur, semen (PC) atau bahan
non plastis lainnya.

Bahan pengisi harus kering dan bebas dari bahan lain yang
mengganggu dan apabila dilakukan pemeriksaan analisa saringan secara
basah, harus memenuhi gradasi sebagai berikut.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
Ukuran saringan Persen lolos
No. 30 100
No. 50 95-100
No. 100 90-100
No. 200 65-100

Pada campuran beraspal, agregat memberi kontribusi sampai 90-95%


terhadap berat campuran. Sehingga sifat-sifat agregatnya merupakan salah
satu penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan itu, agregat harus
diperiksa, antara lain:

a. Ukuran butiran
Ukuran butiran agregat dalam satu campuran bersifat terdistribusi yang
ukurannya dalam campuran tersebut. Ada dua istilah yang biasanya
digunakan berkenaan dengan ukuran butiran agregat, yaitu:

- ukuran nominal maksimum yang didefenisikan sebagai ukuran saringan


terbesar yang masih meloloskan 100% agregat
- ukuran nominal maksimum yang didefenisikan sebagai ukuran saringan
terbesar yang masih menahan maksimum 100% agregat
- agregat kasar: agregat yang tertahan saringan no.8 (7,36mm)
- agregat halus: agregat yang lolos saringan no.8
- mineral pengisi: fraksi agregat halus yang lolos dari saringan no. 200
(0,075mm) minimal 75% dari berat total agregat
- mineral abu: fraksi dari agregat halus yang lolos 100% saringan no.200

b. Gradasi
Seluruh spesifikasi perkerasan menyarankan bahwa partisi agregat
halus berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing
ukuran partikel harus berada dalam rentag proporsi tertentu.
Distribusi dari variasi butiran agregat itu disebut “gradasi” agregrat
mempengaruhi besrnya rongga dalam campuran dan menentukan
workability dan stabilitas campuran. Untuk menentukan workability
gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak diperlukan suatu penahan
bagaimana ukuran partikel dan gradasi-gradasi agregat dapat diukur.
Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan dimana contoh-contoh
agregat harus melalui suatu sel ukuran saringan. Ukuran saringan
menyatakan ukuran bukaan saringan kawat dan nomor saringan

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
menyatakan banyaknya bukaan saringan kawat perinchi persegi dari
saringan tersebut.

Gradasi dari agregat dinyatakan dalam presentase berat masing-masing


contoh yang lolos pada saringan tertentu. Presentase ini dilakukan dengan
mengurung agregat lolos pada saringan tertentu atau tertahan pada masing-
masing saringan.

Jenis-jenis gradasi agregat antara lain:


- gradasi seragam (Uniform Graded)
gradasi terbuka (Open Graded) adalah gradasi dengan ukuran hampir
sama. Gradasi seragam juga disebut gradasi terbuka karena hanya
mengandung sedikit agregat halus sehingga tercapai banyak agregat.
Campuran beraspal yang dibuat dengan gradasi ini cepat panas atau
memiliki permeability tinggi, stabilitas rendah dan berat lebih kecil.
- gradasi rapat (Dense Graded)
gradasi rapat adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari
agregat kasar sampai halus sehingga sering disebut gradasi menerus
atau gradasi baik (well graded). Suatu campuran dikatakan bergradasi
sangat padat apabila presentase lolos dari masing-masing saringan
memenuhi persyaratan.
- gradasi senjang (Gap Graded)
adalah gradasi agregat dimana ukuran agregat yang tidak lengkap atau
ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit sekali. Oleh
sebab itu campuran agregat dengan gradasi ini memenuhi gradasi yang
disebut diatas.

c. Kebersihan
Agregat yang akan memberikan pengaruh yang jelek pada kinerja
perkerasan seperti berkurangnya ikatan aspal dengan agregat yang disebutkan
karena banyaknya kandungan lempung yang terdapat pada agregat tersebut.
d. Kekerasan
Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi
selama proses produksi dan dioperasikan di lapangan agregat yang akan
digunakan untuk lapis bawahnya.
e. Bentuk butiran agregat
Agregat memiliki bentuk butiran bulat, bentuk tidak beraturan,
bersudut, pipih, memanjang. Bentuk butiran agregat menempati kedudukan
yang sangat penting dalam perencanaan suatu campuran beton. Hampir
semua sifat-sifat teknis dari beton ditentukan oleh sifat fisik dan kimia
agregat. Sedangkan sifat ekonomi ditentukan oleh butiran dan gradasi dari
agregat.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
Dalam suatu seri percobaan dengan menggunakan butiran agregat kasar
bulat dan bersudut dengan keduanya bergradasi seragam, yang kemudian
dipadatkan dengan cara yang sama, terbukti bahwa:

- dalam seri percobaan dengan menggunakan agregat kasar berbentuk


bulat, jumlah rongga udara adalah 34%
- dalam seri percobaan dengan menggunakan agregat kasar yang
bersudut, jumlah rongga udara adalah 41%

Bentuk butiran dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Klasifikasi Uraian Contoh


Bentuk bulat akibat gesekan
Bulat Kerikil
atau pengausan air
Disebabkan oleh alam,
Bentuk tidak Kebanyakan kerikil
sebagian terbentuk karena
beraturan dapat dijumpai
gesekan, bentuk sisanya bulat
Sisinya jelas terbentuk pada
Agregat sebagai
Bersudut perpotongan bidang datar yang
pemecah
permukaanya kasar
Tebal bahan kecil dibadingkan
Pipih
dengan kedua dimensi lainnya
Biasanya bersudut panjang
bahan jauh lebih besar
memanjang
dibandingkan dengan kedua
dimensi lainnya
Panjang bahan jauh lebih besar
Pipih dan dari lebarnya dan lebar jauh
memanjang lebih besar disbanding
tebalnya

f. Tekstur permukaan
Bentuk permukaan yang kasar dari jenis-jenis agregat tertentu dapat
menghasilkan beton dengan “slip resistence” yang besar. Pemakaian
agregat yang diperoleh dari hasil pengolahan batuan banyak dipakai karena
agregat tersebut mempunyai permukaan yang kasar dan tidak teratur
sehingga daya lekatnya tinggi bila dipakai untuk campuran beton

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
g. Penyerapan agregat
Permukaan agregat untuk menyerap air dan aspal adalah sesuatu yang
penting yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal jika daya
serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan menyebabkan aspal yang baik
pada saat proses pencampuran agregat dengan aspal (AMP). Hal ini akan
menyebabkan aspal yang berada pada permukaan agregat yang berguna untuk
meningkatkan daya ikat.
h. Kemulusan agregat
Suatu jenis agregat dianggap mulus secara fisik apabila agragat itu
tidak mengalami perubahan volume besar atau tetap akibat pemanasan atau
pendinginan. Partikel-partikel dari batuan yang secara fisik bersifat lunak,
daya absorbsinya besar mudah dibelah atau menyusut akibat pengaruh air
tidak dapat digunakan sebagai bahan agregat.

1.5.2. Aspal

1.5.2.1. Defenisi
Aspal adalah bahan perekat yang berwarna coklat tua sampai hitam
dengan kandungan utama hidro karbon; aspal dapat terjadi secara alamiah
atau hasil dari penyulingan minyak bumi. Aspal semen adalah aspal yang
khusus dipersiapkan dengan konsistensi dan kualitas tertentu.
Bitumen merupakan system kolodial yang rumit dari material hidro
karbon. Pada umumnya molekul bitumen terdiri dari:
a. Asphaltenes
b. Resins
c. Oils

Asphaltenes mengandung ratio hidro karbon lebih besar dari 0,8.


Antara Resins dan Oils sulit dibedakan, namun secara definif Resins dapat
dikatakan mengandung molekul hidrokarbon dengan rasio karbon hydrogen
antara 0,6 sampai 0,8. Sedangkan Oils adalah hidrokarbon dengan rasio
karbon hydrogen lebih kecil dari 0,4

Definisi lain dari aspal atau bitumen adalah suspense koloidal dari
asphaltenes dalam media berminyak dengan resin berfungsi sebagai cairan
untuk mencegah koagulasi dari asphaltenes. Asphaltenes mengandung bahan
aspal, resin mempengaruhi sifat adhesive dan ketahanan bahan sedang oil
mempengaruhi viskositas dan flow.

Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna


hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen, oleh karena itu bitumen
seringkali disebut pula sebagai aspal. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun
merupakan residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal adalah material yang

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
pada suhu ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat
termoplastis. Yaitu aspal akan mencair jika dipanaskan, dan kembali
membeku jika suhu turun.

Pada pencampuran dan proses pemadatan sifat aspal dapat ditunjukkan


dari dari nilai viskositasnya, sedangkan pada sebagian besar kondisi saat-saat
masa pelayanan, aspal mempunyai sifat viskositas yang diwujudkan dalam
suatu nilai modulus kekakuan (Shell Bitumen, 1990).

1.5.2.2. Sifat-aspal Aspal

Sifat-sifat aspal yang sangat mempengaruhi perencanaan, produksi dan


kinerja campuran beraspal antara lain adalah:

a. Durabilitas
Kinerja aspal sangat dipengaruhi oleh sifat aspal tersebut setelah
digunakan sebagai bahan pengikat dalamcampuran beraspal dan dihampar
dilapangan. Hal ini disebabakan karena sifat-saifat aspal akan berubah secara
signifikan akibat oksidasi dan pengelupasan yang terjadi pada saat
pencampuran, pengankutan dan penghamparan campuran beraspal dilapangan.
Perubahan sifat ini akan menyebabkan aspal menjadi berdakhtilitas rendah
atau dengan kata lain aspal telah mengalami penuaan. Kemampuan aspal
untuk menghambat laju penuaan ini disebut durabilitas aspal.
Pengujian bertujuan untuk mengetahui seberapa baik aspal untuk
mempertahankan sifat–sifat awalnya akibat proses penuaan. Walaupun banyak
factor lain yang menentukan, aspal dengn adurabilitas yang baik akan
menghasilkan campuran dengna kinerja baik pula.
Pengujian kuantitatif yang biasanya dilakukan untuk mengetahui
durabilitas aspal adalah pengujian penetrasi, titik lembek, kehilangan berat dan
daktilitas. Pengujian ini dlakukan pada benda uji yang telah mengalami
Presure Aging Vassel (PAV), Thin Film Oven Test(TFOT) dan Rolling Thin
Film Oven Test (RTFOT). Dua proses penuaan terakhir merupakan proses
penuaan yang paling banyak digunakan untuk mengetahui durabilitas aspal.
Sifat aspal terutama Viskositas dan penetrasi akan berubah bila aspal tesebut
mengalami pemanasan atau penuaan. Aspal dengan durabilitas yang baik
hanya mengalami perubahan.

b. Adhesi dan Kohesi


Adesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu
samalainnya, dan kohesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan
mengikat agregat. Sifat adesi dan kohesi aspal sangat penting diketahui dalam
pembuatan campuran beraspal. Karena sifat ini mempengaruhi kinerja dan
durabilitas campuran.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
Uji daktilitas aspal adalah suatu ujian kualitatif yang secara tidak
langsung dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat adesi fnes atau daktalitas
aspal keras. Aspal keras dengna nilai daktilitas yang rendah adalah aspal yang
memiliki daya adesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang
memiliki nilai daktalitas yang tinggi.
Uji penyelimutan aspal terhadap batuan merupakan uji kuantitatif
lainnya yang digunakan untuk mengetahui daya lekat (kohesi) aspal terhadap
batuan. Pada pengujian ini, agregat yang telah diselimuti oleh film aspal
direndam dalam air dan dibiarkan selama 24 jam dengan atau tanpa
pengadukan. Akibat air atau kombinasi air dengan gaya mekanik yang
diberikan, aspal yang menyilimuti pemukaan agregat akan terkelupas kembali.
Aspal dengan gaya kohesi yang kuat akan melekat erat pada permukaan
agregat, oleh sebab itu pengelupasan yang tejadi sebagai akibat dari pengaruh
air atau kombinasi air dengan gaya mekanik sangat kecil atau bahkan tidak
terjadi sama sekali.

c. Kepekaan aspal terhadap temperature


Seluruh aspal bersifat termoplastik yaitu menjadi lebih keras bila
temperature menurun dan melunak bila temperature meningkat. Kepekaan
aspal untuk berubah sifat akibat perubahan tempertur ini dikenal sebagai
kepekaan aspal terhadap temperatur.

d. Pengerasan dan penuaan aspal


Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui
durabilitas campuran beraspal. Penuaan ini disebabkan oleh dua factor utama,
yaitu: penguapan fraksi minyak yang terkandung dalam aspal dan oksidasi
penuaan jangka pendek dan oksidasi yang progresif atau penuaan jangka
panjang. Oksidasi merupakan factor yang paling penting yang menentukan
kecepatan penuaan.

Sedangkan sifat aspal yang lainnya adalah:

a. Aspal mempunyai sifat mekanis (Rheologic), yaitu hubungan antara


tegangan (stress) dan regangan (strain) dipengaruhi oleh waktu. Apabila
mengalami pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang sangat
cepat, maka aspal akan bersifat elastis, tetapi jika pembebanannya terjadi
dalam jangka waktu yang lambat maka sifat aspal menjadi plastis (viscous).

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
b. Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensinya atau
viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang
terjadi. Semakin tinggi temperatur aspal, maka viskositasnya akan semakin
rendah atau semakin encer demikian pula sebaliknya. Dari segi pelaksanaan
lapis keras, aspal dengan viskositas yang rendah akan menguntungkan
karena aspal akan menyelimuti batuan dengan lebih baik dan merata. Akan
tetapi dengan pemanasan yang berlebihan maka akan merusak molekul-
molekul dari aspal, aspal menjadi getas dan rapuh.

c. Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami


teganganregangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan
jalannya waktu.

Fungsi aspal dalam campuran agregat aspal adalah sebagai bahan


pengikat yang bersifat visco-elastis dengan tingkat viscositas yang tinggi
selama masa layan dan berfungsi sebagai pelumas pada saat penghamparan di
lapangan sehingga mudah untuk dipadatkan.

Aspal merupakan senyawa yang kompleks, terdiri dari Karbon (82-


88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-
1%). Sifat-sifat material penyusun aspal adalah sebagai berikut:

a. Asphaltenes.

Asphaltenes merupakan senyawa komplek aromatis yang berwarna


hitam atau coklat amorf, bersifat termopslatis dan sangat polar, dengan
perbandingan komposisi untuk H/C yaitu 1:1, memiliki berat molekul besar
antara 1000 sd 100.000, dan tidak larut dalam n-heptan. Asphaltene juga
sangat berpengaruh dalam menentukan sifat reologi bitumen, dimana semakin
tinggi asphaltene, maka bitumen akan semakin keras dan semakin kental,
sehingga titik lembeknya akan semakin tinggi, dan menyebabkan harga
penetrasinya semakin rendah.

b. Resin.
Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan berbentuk
solid atau semi solid dan sangat polar, dimana tersusun oleh atom C dan H,
dan sedikit atom O, S, dan N, untuk perbandingan H/C yaitu 1.3 - 1.4,
memiliki berat molekul antara 500 - 50.000, serta larut dalam n-heptan.

c. Aromatis.
Senyawa ini berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non
polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, dengan berat molekul antara
300 - 2.000, terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65% dari
total bitumen.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
d. Saturate.
Senyawa ini berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan memiliki
berat molekul hampir sama dengan aromatis, serta tersusun dari campuran
hidrokarbon lurus, bercabang, alkil naften, dan aromatis, komposisinya 5-
20% dari total bitumen.

1.5.2.3. Fungsi Aspal

Aspal memiliki banyak fungsi khususnya sebagai bahan konstruksi jalan,


antara lain yaitu:

1. Untuk mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu
lintas (water proofing, protect terhadap erosi). 
2. Sebagai bahan pelapis dan perekat agregat.
3. Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat halus,
dan filler.
4. Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat halus,
dan filler.
5. Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat halus,
dan filler.

1.5.2.4. Pengujian Sifat Aspal

Pengujian sifat aspal perlu dilakukan untuk mengetahui dan menentukan


sifat fisik dan kimiawi aspal sesuai dari tujuannya.

a. Pengujian penetrasi
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kekerasan aspal. Nilai
penetrasi di dapat dari uji penetrasi dari alat penetrometer pada suhu 25º C
dengan baban 100 gr selama 5 detik, dimana dilakukan sebanyak 5 kali.
b. Pengujian titik lembek
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengukur kepekaan aspal
terhadap temperatur, dimana bola – bola baja mendesak turun lapisan aspal
yang ada pada cincin, hingga aspal tersebut menyentuh dasar pelat yang
terletak dibawah cincin pada jarak 1 (inchi), sebagai akibat dari percepatan
pemanasan tertentu. Berat bola baja 3,45 - 3,55 gr dengan diameter 9,53
mm. Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui batas kekerasan aspal.
Pengamatan titik lembek dimulai dari suhu 5º C sebagai batas paling tinggi
sifat kekakuan dari aspal yang disebabkan oleh sifat termoplastik. Untuk
aspal keras jenis penetrasi 60/70, syarat titik lembek berkisar antara 48º C –
58º C.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
c. Pengujian titik nyala dan titik bakar
Pemeriksaan ini untuk menentukan suhu dimana diperoleh nyala
pertama diatas permukaan aspal dan menentukan suhu dimana terjadi
terbakarnya pertama kali diataspermukaan aspal. Dengan mengetahui nilai
titik nyala dan titik bakar aspal, maka dapat diketahui suhu maksimum
dalam memanaskan aspal sebelum terbakar. Pengujian ini menggunakan
cawan cleveland diletakan di atas pelat pemanas dan letakan termometer
pengukur suhu.
d. Pengujian kehilangan berat
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui pengurangan berat akibat
penguapan unsur-unsur aspal yang mudah menguap dalam aspal. Apabila
aspal dipanaskan didalam oven pada suhu 163 °C dalam waktu 4,5 – 5 jam,
maka akan terjadi reaksi terhadap unsur-unsur pada aspal, sehingga
dimungkinkan sifat aspal akan berubah, ini tidak diharapkan pada lapis
perkerasan lentur dengan menggunakan aspal, untuk itu dipersyaratkan
kehilangan berat aspal maksimum adalah 0,8 % dari berat semula.
e. Pengujian daktilitas aspal
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dan
plastisitas aspal, pengujian dilakukan dengan menarik pada cetakan yang
berisi aspal sebelum putus pada suhu 25º C dengan kecepatan tarik
5cm/menit. Besarnya daktilitas aspal penetrasi 60/70 disyaratkan minimal
100 cm.
f. Pemerikasaann kelarutan dalam karbon tetra clorida (CCL4)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan jumlah unsur aspal
dalam CCl4, dengan adanya bahan – bahan tidak terlarut dalam CCl4
menunjukkan adanya bahan lain yang terlarut dalam residu aspal.
Persyaratan dalam pemakaian aspal yang diinginkan adalah aspal dalam
kondisi tidak tercampur dengan bahan – bahan lain yang tidak terlarut
dalam CCl4, untuk aspal penetrasi 60/70 disebutkan minimal sebesar 99 %.
g. Pemerikasaan berat jenis aspal
Berat jenis aspal merupakan perbandingan antara berat aspal dengan
berat air suling dengan volume yang sama. Persyaratan yang ditentukan
untuk berat jenis aspal adalah 1 gr/cc.
h. Pemeriksaan viskositas
Viskositas atau kekentalan. Tingkatan material aspal yang digunakan
tergantung pada kekentalannya. Kekentalan aspal sangat bervariasi terhadap
suhu, dari tingkatan padat, encer sampai tingkat cair. Kekentalan dinyatakan
dalam satuan Pa detik atau poises (1 poise = 0,1 Pa detik). Viskositas
kinematik dinyatakan dalam satuan cm2/detik dan stokes atau centistokes (1
stokes = 100 centistokes = 1cm2/detik).

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
1.5.2.5. Jenis-Jenis Aspal

Terdapat tiga jenis aspal yang biasa digunakan sebagai bahan


konstruksi perkerasan jalan, yaitu:

1. Aspal alam. Aspal alam ditemukan di pulau Buton (Sulawesi Tenggara


Indonesia), Perancis, Swiss, dan Amerika Serikat.

2. Aspal buatan. Aspal buatan merupakan residu penyulingan minyak bumi,


dengan karakteristiknya sangat bergantung dari jenis minyak bumi yang
disuling (dikilang), apakah minyak bumi berbasis aspal (asphaltic base),
parafin (parafine base) atau berbasis campuran (mixes base).

3. Aspal polimer. Aspal polimer adalah suatu material yang dihasilkan dari
modifikasi antara polimer alam atau polimer sintetis dengan aspal.
Modifikasi aspal polimer (atau biasa disingkat dengan PMA) telah
dikembangkan selama beberapa dekade terakhir

Berdasarkan penggunaannya, aspal dibagi dalam beberapa jenis,


antara lain:

I. Aspal keras (asphalt cement / AC)


Aspal keras adalah suatu jenis aspal minyak yang merupakan residu
hasil destilasi minyak bumi pada keadaan hampa udara, yang pada suhu
normal dan tekanan atmosfir berbentuk padat, aspal keras biasa
dikelompokkan berdasarkan kekerasan yang disebut penetrasi.

Terdapat beberapa persyaratan aspal keras, antara lain:

A. Persyaratan Umum
1. Berasal dari hasil minyak bumi
2. Mempunyai sifat sejenis
3. Kadar paraffin tidak melebihi 7%
4. Tidak mengandung air dan tidak berbusa jika dipanasakan sampai175 ⁰C
B. Berdasarkan pemeriksaan sesuai dengan syarat seperti pada Tabel 1

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
II. Aspal Cair

Aspal cair adalah aspal minyak yang pada suhu normal dan tekanan
atmosfir berbentuk cair, terdiri dari aspal yang diencerkan dengan bahan
pelarut.

Terdapat beberapa persyaratan aspal cair, antara lain:


1. Kadar paraffin tidak lebih dari 2%
2. Tidak mengandung air dan jika dipakai tidak menunjukkan pemisahan atau
penggumpalan
Aspal cair dikelompokkan berdasarkan pengencerannya, yaitu:
1. Bila ditambahkan benzene dinamakan Rapid Curing (RC) berdasarkan
pemeriksaan sesuai dengan syarat seperti pada Tabel 2.
2. Bila ditambahkan kerosene dinamakan Medium Curing (MC) berdasarkan
pemeriksaan sesuai dengan syarat seperti pada Tabel 3.
3. Bila ditambahkan minyak berat dinamakan Slow Curing (SC) berdasarkan
pemeriksaan sesuai dengan syarat seperti pada Tabel 4.

III. Aspal Emulsi

Aspal emulsi adalah suatu jenis aspal yang terdiri dari aspal keras, air
dan bahan pengemulsi dimana pada suhu normal dan tekanan atmosfir
berbentuk cair. Aspal emulsi dikelompokkan sebagai berikut:

1. Emulsi Cathionic, terdiri dari aspal keras, air dan larutan basa sehingga
akan bermuatan positif (+)
2. Emulsi Anionic, terdiri dari aspal keras, air, dan larutan asam, sehingga
bermuatan negative (-)

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
Tabel 1

Pen 40/50 Pen 60/70 Pen 80/100 Satuan


Jenis Pemeriksaan
Min Max Min Max Min Max
Penetrasi 25⁰C, 100gr, 5 0,1 mm
40 59 60 79 80 99
detik
Titik lembek 5⁰C (ring Derajat celcius
51 63 48 58 46 54
and ball)
Titik nyala (Cleveland Derajat celcius
232 - 232 - 232 -
Open Test)
Kehilangan berat (Thick % berat
- 0,4 - 0,4 - 0,4
Film Oven Test)
Kelarutan dalam CCl4 99 - 99 - 99 - % berat
Daktilitas 100 - 100 - 100 - cm
Penetrasi setelah % semula
75 - 75 - 75 -
kehilangan berat
Berat jenis 25⁰C 1 - 1 - 1 - gr/cc

Tabel 2

RC-70 RC-250 RC-800 Satuan


Pemeriksaan
Min Max Min Max Min Max
Viskositas kinematic pada
70 140 250 500 800 1600 Centi stokes
60⁰C
Titik nyala (tag open cup) 100 - 100 - 100 - ⁰C
Distilasi (terhadap isi
distilat pada 360⁰C)
 Sampai 190⁰C - - - - - -
 Sampai 225⁰C - 20 - 10 - -
% isi
 Sampai 260⁰C 20 60 15 55 35 -
 Sampai 315⁰C 65 90 60 87 45 80
 Sisa distilasi 350⁰C 55 - 67 - 75 - % isi semula
Penetrasi residu 25⁰C, 100
120 250 120 250 120 250 0,1 mm
gram, 5 det
Daktilitas residu 100 - 100 - 100 - cm
Kelarutan dalam CCl4 99 - 99 - 99 - % berat
Kelekatan dalam air 80 - 80 - 80 - %
Kadar air - 0,2 - 0,2 - 0,2 %

Tabel 3

RC-70 RC-250 RC-800 Satuan


Pemeriksaan
Min Max Min Max Min Max
Viskositas kinematic pada 70 140 250 500 800 1600 Centi stokes

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
60⁰C
Titik nyala (tag open cup) 100 - 100 - 100 - ⁰C
Distilasi (terhadap isi
distilat pada 360⁰C)
 Sampai 190⁰C - - - - - -
 Sampai 225⁰C - 20 - 10 - -
% isi
 Sampai 260⁰C 20 60 15 55 35 -
 Sampai 315⁰C 65 90 60 87 45 80
 Sisa distilasi 350⁰C 55 - 67 - 75 - % isi semula
Penetrasi residu 25⁰C, 100
120 250 120 250 120 250 0,1 mm
gram, 5 det
Daktilitas residu 100 - 100 - 100 - cm
Kelarutan dalam CCl4 99 - 99 - 99 - % berat
Kelekatan dalam air 80 - 80 - 80 - %
Kadar air - 0,2 - 0,2 - 0,2 %

Tabel 4

RC-70 RC-250 RC-800 Satuan


Pemeriksaan
Min Max Min Max Min Max
Viskositas kinematic pada
70 140 250 500 800 1600 Centi stokes
60⁰C
Titik nyala (tag open cup) 100 - 100 - 100 - ⁰C
Distilasi (terhadap isi
10 30 4 20 2 12 % isi
distilat pada 360⁰C)
Viskositas kinematic residu
4 70 8 100 20 160 Centi stokes
60⁰C
Daktilitas residu 100 - 100 - 100 - cm
Kelarutan dalam CCl4 99 - 99 - 99 - % berat
Kelekatan dalam air 70 - 70 - 70 - %
Kadar air - 0,2 - 0,2 - 0,2 %

1.6. Hubungan antara Sifat-sifat Kimia dengan Sifat-sifat Fisik Aspal

Aspal memiliki struktur yang sangat kompleks, dan memiliki ukuran yang
bervariasi serta jenis macam kimia yang berbeda-beda. Cara berinteraksi
antara satu molekul ini mempengaruhi tidak saja sifat kimia aspal, tetapi juga
sifat titik dari aspal tertentu.

Selain itu, bila kadar aspal di dalam suatu aspal diperlihatkan tetap, maka:

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
a. Peningkatan kadar aromatic dengan rasio saturated resin yang konstan akan
menurunkan kepekaan modulus geser aspal.
b. Peningkatan kadar saturated dengan rasio resin terhadap aromatic dan
saturated memiliki ikatan dan berikatan secara kimia satu dengan yang
lainnya. Ikatan ini sangat lemah dan sangat dipengaruhi oleh panas dan
tegangan geser. Ikatan ini akan lurus pada saat aspal dipanaskan.
c. Peningkatan kadar resin dalam aspal akan menurunkan nilai penetrasi aspal,
menurunkan indeks penetrasi aspal dan menurunkan kepekaan terhadap geser
tetapi menaikkan viskositas aspal.

1.7. Jenis Kerusakan pada Perkerasan Lentur, antara lain:

1.7.1. Retak (Cracking)

a. Retak halus (hair cracking)


Memiliki ciri-ciri celah lebih kecil dari 3 mm. penyebabnya adalah bahan
perkerasan yang kurang baik, tanah dasar/bagian perkembangan perkerasan di
bawah lapis permukaan yang kurang stabil akibat retak halus ini air dapat
digunakan pada lapis latasir dalam tahap perbaikan. Sebaiknya dilengkapi
dengan aqua proof dimana jika dibiarkan berlarut-larut retak halus dapat
berkembang jadi retak buaya.

b. Retak buaya (alligator cracking)


Dengan ciri-ciri utama adalah celah dengan lebar ≥ 3mm saling
berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit
buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan di bawah lapis permukaan
kurang stabil atau bahan lapis pondasi dalam kedaan jenuh air.
Daerah retak kulit buaya yang luas biasanya disebabkan oleh repensi
bahan lalu lintas yang dapat dipukul oleh lapis permukaan tersebut. Untuk
sementara pemeliharaan dapat digunakan lapis burda, bersih atau lataston.

c. Retak pinggir (edge cracking)


Retak pinggir, retak memanjang jalan atau tanpa cabang yang mengarah
ke bahu disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari tanah samping drainase
kurang baik terjadi penyusutan tanah, atau terjadinya settlement dibawah
daerah tersebut.

d. Retak sambungan bahu (edge joint crack)

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
Retak memanjang yang umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan
perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan lebih buruk dari pada dibawah
perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu
atau perkerasan jalan, atau akibat lintasan truck/ kendaraan berat di bahu
jalan. Perbaikan dapat dilakukan seperti perbaikan retak refleksi.

e. Retak sambungan jalan (lane joint cracks)


Retak memanjang yang terjadi pada sambungan 2 lajur lalu lintas. Hal ini
disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan kedua lajur. Perbaikan dapat
dilakukan dengan memasukkan capuran aspal cair dan pasir kedalam celah-
celah yang terjadi. Jika tidak diperbaiki retak dapat berkembang menjadi
lebar karena terlepasnya butir-butir pada tepi retak dan meresapnya air
kedalam lapisan.

f. Retak sambungan pelebaran jalan (curdening cracks)


Retak memanjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama
dengan perkerasan pelebaran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya
dukung dibawah bagian pelebaran dan bagian jalam lama, dapat juga
disebabkan oleh ikatan antara sambungan yang tidak baik.

g. Retak reflex (reflection cracks)


Retak memanjang, melintang, diagonal atau membentuk kotak. Terjadi
pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan pada retakan
dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak
diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan. Retak refleksi
dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik
sebelum perkerjaan overlay dilakukan. Retak refleksi dapat pula terjadi jika
gerakan vertical / horizontal dibawah lapisan tambahan sebagai akibat
perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif.

h. Retak susut (shringke cracks)


Retak yang saling bersambungan membentuk kotak-kotak besar
dengan sudut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan
permukaan yang memakai aspal dengan penetrasi rendah. atau perubahan
volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar. Perbaikan dapat dilakukan
dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir dan melapisi
dengan burtu.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
1.7.2. Distorsi (Distortion)
Distorsi / perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar,
pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan
pemadatan akibat beban lalu lintas. Sebelum perbaikan dilakukan
sewajarnyalah ditentukan terlebih dahulu jenis dan penyebab distorsi yang
terjadi. Dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang cepat.

Distorsi (Distortion) dapat dibedakan atas:

a. Alur (ruts)
Alur yang terjadi pada uniform lintasan roda sejajar dengan as jalan.
Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh diatas
permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan dan akhirnya dapat timbul
retak-retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapisan perkerasan yang kurang
padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repersi beban lalu
lintas pada lintasan roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula
menimbulkan deformasi plastis. Perbaikan dapat dilakukan dengan memberi
lapisan tambahan dari lapis permukaan yang sesuai.

b. Keriting (corrugation)
Alur yang terjadi melintang jalan dengan timbulnya lapisan permukaan
yang keriting ini pengemudi akan merasakan ketidak nyamanan mengemudi.
Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran yang berasal
dari terlalu tingginya kadar aspal. Terlalu banyak mempergunakan agregat
halus, agregat berbentuk bulat dan berpermukaan penetrasi yang tinggi.
Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap
(untuk perkerasan yang mempergunakan aspal cair).

Kerusakan dapat terjadi, diperbaiki dengan:


- Jika lapisan permukaan yang berkeriting itu mempunyai lapis pondasi
agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan menggaruk kembali di
campur dengan lapis pondasi, di padatkan kembali dan diberi lapis
permukaan baru.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
- Jika lapis permukaan bahan pengikat mempunyai ketebalan > 5 cm,
maka lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat dan diberi
permukaan yang baru.

c. Sungkur (Shoving)
Deformasi plastis yang terjadi setempat, di tempat kendaraan sering
berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan didapat terjadi
dengan / tanpa rusak. Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan keriting.
Perbaikan dapat dilakukan dengan cara dibongkar dan dilapis kembali.
(seperti retak kulit buaya).
d. Amblas (grade depressions)
Terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Amblas dapat terdeteksi
dengan adanya air yang tergenang. Air tergenang ini dapat meresap ke dalam
lapisan perkerasan yang akhirnya menimbulkan lubang. Penyebab amblas
adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan
yang kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar
mengalami settlement.

Perbaikan dapat dilakukan:


- Untuk amblas yang < 5cm, bagian yang rendah diisi dengan bahan sesuai
seperti lapen, lataston, laston
- Untuk amblas yang > 5cm, bagian yang amblas dibongkar dan dilapis
kembali dengan lapis yang sesuai.

e. Jembul (upheaval)
Terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat adanya
pengembangan tanah dasar pada tanah dasar ekspansi. Perbaikan dilakukan
dengan membongkar bagian yang rusak dan melapisinya kembali.

1.7.3. Cacat Permukaan (disintegration)

Yang mengarah kepada kerusakan secara kimiawi dan mekanis dari


lapisan perkerasan

Yang termasuk dalam cacat permukaan ini adalah:

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
a. Lubang (potholes)
Berupa mangkuk ukuran bervariasi, dari kecil sampai besar. Lubang-
lubang ini menampung dan meresapkan air kedalam lapis permukaan yang
menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan. Lubang dapat terjadi
akibat:

- Campuran material lapis permukaan jelek


- Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas
akibat pengaruh cuaca.
- System drainase jelek, sehingga air benyak yang meresap
- Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap dan
mengakibatkan lubang-lubang.

Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan dibongkar da dilapis kembali.


Perbaikan yang bersifat permanen disebut juga deep patch (tambahan
dalam) yang dapat dilakukan sebagai berikut:

- Bersihkan lubang dari air dan material yang lepas


- Bongkar bagian lapis permukaan dan pondasi sedalam-dalamnya
sehingga mencapai lapisan yang kokoh.
- Beri lapis tack coat sebagai lapis pengikat
- Isikan campuran aspal dengan hati-hati sehingga tidak terjadi segregase
- Padatkan lapis campuran dan bentuk permukaan sesuai dengan
lingkungannya.

b. Pelepasan Butir (Revelling)


Dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh
hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan
tambahan diatas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan
tersebut dibersihkan dan dikeringkan.

c. Penglupasan Lapisan Permukaan (Skripping)


Dapat disebabkan oleh kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan
lapis dibawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan. Dapat diperbaiki
dengan cara digaruk, diratakan, dan dipadatkan. Setelah itu dilapisi dengan
buras.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085
Permukaan jalan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan.
Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus
terhadap roda kendaraan atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat
cubical. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir, buras atau
lataston.
Permukaan jalan menjadi licin, pada temperature tinggi, aspal menjadi
lunak dan akan terjadi jejak roda. Berbahaya bagi kendaraan kegemukan
(bleeding). Dapat disebabkan pemakaian kadar aspal yang tinggi pada
campuran aspal. Pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime dan
kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan kemudian diberi lapisan
penutup.
Terjadi di sepanjang bekas penamaan akilitas. Hal ini terjadi karena
pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan dibongkar
kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.

TAWA’QAL R. SIMAMORA
PENDAHULUAN

190404085

Anda mungkin juga menyukai