Anda di halaman 1dari 18

JENJANG KADERISASI

Himpunan Mahasiswa Sipil


Intitut Teknologi Bandung
PRAKATA

Saat ini banyak yang mempertanyakan peran Kaderisasi bagi kemahasiswaan


secara umum dan bagi HMS khususnya. Kaderisasi begitu digembar-
gemborkan sebagai ujung tombak dari pergerakan kemahasiswaan. Yang
menjadi permasalahan adalah sejauh apakah kaderisasi dapat menjawab itu
semua?

Kaderisasi merupakan suatu sistem yang memiliki pola yang jelas dengan
tujuan untuk mempertahankan proses regenerasi atas suatu organisasi.
Dalam hal ini, kaderisasi merupakan suatu proses yang tidak mungkin terhenti
dan akan berlangsung terus, bisa kita sebut sebagai konsekuensi logis dari
sebuah komunitas sosial atau sebuah organisasi.

Selama ini HMS mengenal Kaderisasi dalam 2 tahapan besar, yaitu Kaderisasi
Pasif dan Kaderisasi Aktif. Mengapa HMS sangat menjunjung tinggi kaderisasi
pasif yang selama ini dijalankan walaupun sudah menjadi tradisi bahwa setiap
panitia inti kaderisasi pasif HMS pasti memiliki kekecewaan atas apa yang
telah dibuatnya dari segi pencapaian hasil? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini
tidak bisa dipungkiri sudah menjadi pertanyaan berulang dari tiap-tiap
generasi di HMS. Yang menjadi masalah adalah mengapa pertanyaan seperti
ini dapat diwajarkan terjadi di HMS?

Kaderisasi yang merupakan sebuah sistem pengkaderan memiliki konsekuensi


logis, yaitu harus memiliki pola. Pola disini dimaksudkan bahwa kaderisasi
harus memiliki langkah-langkah yang jelas dan dipertanggungjawabkan atas
segala yang akan dan telah diperbuatnya. Kaderisasi Pasif tidak bisa dilihat
berdiri sendiri dan merupakan sistem yang terpisah dari sistem lainnya di
HMS. Kaderisasi harus memiliki hubungan antar tahapannya dan antar sistem
yang berlaku dalam organisasi tersebut. Jika HMS memiliki 2 tahapan
kaderisasi, yang selama ini kita kenal dengan Kaderisasi Pasif dan Kaderisasi
Aktif, maka kedua tahapan ini sudah seharusnya memiliki kesinambungan dan
kesinergisan.

Kedua faktor yang menjadi kekuatan kaderisasi tersebut ternyata bisa


dikatakan kurang jelas di HMS yang menyatakan diri memiliki pola Kaderisasi
yang terbaik di ITB. Kesinambungan dan kesinergisan ini sebenarnya sudah
ada namun ternyata masih tidak bisa menjamin regenerasi yang sesuai
dengan kebutuhan dari HMS itu sendiri. Kesinambungan dan kesinergisan
yang dimaksud tadi dapat kita artikan sebagai jenjang, maka HMS selayaknya

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 1


HMS memiliki jenjang kaderisasi yang jelas sesuai dengan targetannya. Setiap
langkah memiliki targetan yang diturunkan dari targetan besarnya.

Permasalahan seperti ini ternyata memberikan dampak yang cukup besar


terhadap keberadaan HMS sebagai organisasi mahasiswa. Untuk membahas
lebih lebih lanjut mengenai jenjang kaderisasi dalam sebuah organisasi atau
pada umumnya biasa disebut program pemberdayaan anggota, selayaknya
dimulai dengan peninjauan jauh lebih dalam mengenai sebuah organisasi,
HMS itu sendiri.

HMS SEBAGAI ORGANISASI MAHASISWA

A. TINJAUAN ORGANISASI SECARA UMUM

Organisasi seperti kita ketahui adalah hasil bentukan individu-individu


yang memiliki tujuan yang sama dan sistem yang dibuat bersama untuk
mencapai tujuan tersebut. Tujuan merupakan sesuatu yang akan dicapai
oleh organisasi tersebut. Misal ada organisasi yang bertujuan untuk
menjadi penghasil software terbaik sedunia dan sebagainya.

Untuk mencapai tujuan tersebut setiap organisasi membutuhkan arah


gerak dari organisasi tersebut sebagai koridor gerakan dari organisasi
yang dimaksud. Misal arah gerak dari sebuah organisasi software sipil dan
sebagainya.

Otomatis setiap organisasi juga harus punya yang namanya praksis


organisasi. Praksis organisasi ini merupakan terapan dari tujuan dan arah
gerak dari organisasi tersebut. Sistem yang terorganisir dengan baik harus
dimiliki oleh setiap organisasi untuk menjaga keberlangsungan
organisasinya dalam upaya pencapaian tujuan dari organisasi tersebut.

Sistem kontrol, pembuat sistem, pelaksana sistem, penerus sistem, dan


hubungan antar komponen-komponen organisasi tersebut harus tercakup
dalam sistem organisasi yang dimaksud tadi. Misal sebuah organisasi
menetapkan ketua, sekretaris umum, dan bendahara sebagai perangkat
dasar dari organisasi tersebut dan hierarki antar anggotanya adalah bos
dengan pegawai. Ketua memiliki posisi di atas dan memiliki hak veto atas
keputusan-keputusan yang diambil. Contoh di atas bukan merupakan
keharusan dari tiap-tiap organisasi yang dibentuk. Sistem organisasi
dibentuk sesuai dengan karakteristik organisasinya.

Sebuah organisasi yang baik, sesuai dengan definisinya, dalam


pengambilan kebijakan selayaknya berpatokan pada anggotanya karena
organisasi dibentuk untuk memenuhi kebutuhan anggotanya apa pun itu
organisasinya. Maka, dalam pengambilan keputusan pun sudah selayaknya
setiap anggota ikut dilibatkan sesuai dengan peran dan posisinya dengan

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 2


maksud mendapat pengakuan dari anggota. Hal ini yang kita sebut sistem
akuntabilitas publik.

Secara sederhana dapat kita lihat dalam diagram di bawah ini :

Tujuan Arah Gerak

ORGANISASI

Praksis Organisasi Sistem Akuntabilitas publik

Dalam keberlangsungannya, sebuah organisasi pun membutuhkan yang


namanya regenerasi, yaitu sistem yang menjamin keberlanjutan organisasi
tersebut dalam jangka waktu yang panjang. Sehingga setiap organisasi
memiliki sebuah sistem regenerasi yang biasa disebut program
pemberdayaan anggota atau kaderisasi.

Jadi, mudahnya, organisasi memiliki landasan dasar atau platform


organisasi, praksis organisasi, dan kontinuitas organisasi. Dapat kita
diagramkan sebagai berikut :

Platform Organisasi

ORGANISASI Praksis Organisasi

Kontinuitas Organisasi

HMS sebagai sebuah organisasi seharusnya menerapkan ketiga hal di atas


dalam keberlangsungan organisasinya. HMS memiliki AD/ART sebagai
platform organisasinya, aktivitas HMS sebagai praksis organisasinya, dan
sistem kaderisasi sebagai kontinuitas organisasi.

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 3


HMS dalam terapannya sebagai sebuah organisasi

Platform Organisasi AD/ART

HMS Praksis Organisasi Strukturasi HMS

Kontinuitas Sistem
Organisasi Kaderisasi

B. TINJAUAN PENDIDIKAN

Tinjauan mengenai HMS melalui sudut pandang organisasi secara umum


tampaknya sudah lebih dari cukup. Untuk lebih mengenal HMS, maka kita
harus melihat HMS dari sudut pandang yang lain. Seperti kita ketahui,
HMS merupakan sebuah sistem dan setiap sistem memiliki konsekuensi
akan memberikan dampak terhadap sistem yang lainnya. Oleh karena itu,
kita harus meninjau HMS sebagai sistem dalam sistem sosial.

Dari posisinya, kita akan menemukan bahwa ternyata HMS berada dalam
ranah pendidikan dan ketika suatu organisasi berada dalam ranah
pendidikan otomatis organisasi tersebut harus beraliansi kepada
pendidikan.

Analisa pendidikan

Pembenahan realitas masyarakat

PENDIDIKAN

Peningkatan kualitas pendidikan

Diagram di atas menjabarkan fungsi dari pendidikan. Pada dasarnya,


pendidikan dibentuk dengan maksud untuk mencerdaskan masyarakat.
Yang menjadi permasalahan adalah ketika masyarakat telah memiliki
pengetahuan yang tinggi dan skill yang tinggi mengenai segala sesuatu

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 4


yang telah diturunkan oleh pendidikan di tataran materi pendidikan, sudah
dapat dikatakan pencerdasan yang dimaksud?

Dari permasalahan tersebut, ternyata kita harus dapat mendefinisikan


pendidikan dengan sejelas-jelasnya. Dalam pendefinisian pendidikan ini
terkadang kita terjebak dengan pengertian pengarahan. Pendidikan juga
mencakup pengarahan karena pendidikan memiliki tujuan. Yang menjadi
permasalahan adalah perbedaan antara pendidikan dengan pengarahan
agar kita tidak terjebak lagi. Dalam pengarahan kita berbicara mengenai
interaksi antara subjek dengan objek. Si pelaku yang diarahkan benar-
benar mengikuti arahannya hingga ke tataran teknisnya. Sedangkan, jika
kita berbicara mengenai pendidikan maka kita berbicara mengenai
interaksi antara subjek dengan subjek. Pendidikan sebenarnya memiliki
arti penyadaran, yaitu kondisi dimana si pelaku mandiri dalam
menentukan sesuatu. Kita tidak bisa mengukur pendidikan dari sejauh
mana si pelaku menjalankan apa yang telah diberikan padanya melainkan
sejauh mana si pelaku menentukan sendiri segala sesuatunya.

Pendidikan atau bisa kita bilang penyadaran tidak bisa kita lihat secara
instant. Pendidikan membutuhkan proses. Dari dasar proses inilah muncul
Sistem Pendidikan.

Dari pembahasan sebelumnya, dapat kita simpulkan bahwa sistem


pendidikan tidak dapat berdiri sendiri. Sistem pendidikan pasti
memberikan dampak dan terkena dampak dari sistem yang lainnya.
Otomatis jika sistem pendidikan mengusung yang namanya pembenahan
sistem sosial maka sudah selayaknya dalam setiap pergerakannya sistem
pendidikan harus bisa menjamah keseluruhan sistem sosial.

Birokrat
Pemerintahan

Intervensi
SISTEM
Asing
PENDIDIKAN

Masyarakat

Sistem Pendidikan tidak akan memberikan dampak apapun ketika tidak


diejawantahkan. Sistem Pendidikan diejawantahkan ke dalam gerakan
pendidikan. Gerakan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam,

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 5


yaitu Gerakan Struktural dan Gerakan Kultural. Gerakan Struktural
merupakan gerakan yang menyentuh birokrat-birokrat pendidikan sebagai
komponen yang memproduksi kebijakan pendidikan. Sebagai contoh
Gerakan Reformasi ’98. Gerakan Kultural merupakan gerakan yang
dibangun untuk menyentuh masyarakat secara langsung. Misal program
bakti sosial yang dibangun mahasiswa.

Gerakan-gerakan ini sebenarnya memiliki maksud baik, hanya saja


terkadang gerakan yang dibangun ini tidak sesuai dengan output yang
seharusnya dicapai. Yang menjadi permasalahan adalah gerakan yang
seperti apakah yang seharusnya dibangun?

Hasil kajian dari berbagai sumber mengatakan bahwa ketika gerakan ini
dibuat otomatis gerakan ini seharusnya memiliki sebuah landasan dimana
telah kita ketahui bahwa gerakan ini dibangun dalam ranah pendidikan
maka landasan dalam sistem pendidikanlah yang seharusnya menjadi
landasan gerakan tersebut. Jadi, sistem pendidikan memiliki konsekuensi
atas gerakan yang dibangunnya, yaitu netralitas (tidak berpihak pada
sistem manapun), konsistensi (gerakan yang dibangun harus sesuai
platformnya), dan kontinuitas (gerakan yang dibangun tidak sporadis)

SISTEM
PENDIDIKAN

Struktural

GERAKAN PENDIDIKAN

Kultural

Netralitas Konsistensi Kontinuitas

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 6


Sistem Pendidikan membutuhkan pola yang jelas dalam upaya pencapaian
tujuannya. Pendidikan membutuhkan sistem. Sebuah sistem yang baik
akan memililki pola yang jelas. Pola yang dimaksud disini adalah tahapan–
tahapan dan setiap tahapannya memiliki targetan yang mengacu pada
targetan besarnya. Misal A masuk TK, selayaknya A sudah mengetahui
setelah TK dia akan lanjut kemana.

Sistem Pendidikan juga membutuhkan metodologi pembelajaran.


Metodologi pembelajaran ini merupakan koridor dalam pelaksanaan teknis
dari metode-metode pembelajaran. Metodologi akan mengatur hubungan
antara aksi dan respon aksi dari masing-masing pelaku. Metodologi dibuat
untuk menjaga efektifitas dan efisiensi penyampaian materi pendidikan.
Tidak adanya metodologi pembelajaran biasanya akan menimbulkan
kerancuan dalam proses penyampaian materi dan akan menyebabkan si
pelaku tidak menangkap inti dari pendidikan yang diberikan.

Pola
SISTEM
PENDIDIKAN
Metodologi Pembelajaran

Untuk melaksanakan penjabaran diatas sebuah sistem pendidikan


membutuhkan wadah. Tinjauan kali ini lebih menitikberatkan kepada
institusi pendidikan tinggi atau perguruan tinggi.

Perguruan Tinggi memiliki agenda Transformasi Masyarakat menuju


masyarakat yang madani, tak bisa dipisahkan dari realitas kondisi sosial
yang terjadi. Paradigma Perguruan Tinggi yang disusun dalam Tri Dharma
Perguruan Tinggi haruslah menjabarkan paradigma tersebut dalam
aplikasi yang menjadi tuntutan di masyarakat.

Tri Dharma Perguruan Tinggi yang kita kenal bergerak dalam 3 hal, yaitu
pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Ketiga hal ini tidak
dapat kita pandang secara parsial. Pendidikan tidak dapat berdiri sendiri,
penelitian tidak dapat berdiri sendiri, begitu juga dengan pengabdian pada
masyarakat. Ketiga hal ini merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dan sinergis. Kita dapat memandang Tri Dharma
Perguruan Tinggi sebagai sebuah siklus. Penjelasan sederhana,
masyarakat akan selalu mendapatkan kondisi yang baru yang
membutuhkan jawaban. Jawaban itu diperoleh melalui pendidikan dengan
cara mempelajari apa yang harus dibangun kemudian diteliti sebagaimana
akurat pendidikan yang dibangun dan lalu diplikasikan kembali ke realitas
masyarakat.

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 7


C. KONKLUSI ATAS HMS

Hasil penjabaran di atas coba kita terapkan di HMS. HMS dalam hal ini
merupakan sebuah organisasi mahasiswa yang menunjukkan
eksistensinya di dalam ranah pendidikan. Dalam hal ini, HMS sebagai
organisasi mahasiswa sudah selayaknya memberikan kontribusi kepada
masyarakat atau sistem sosial. Yang menjadi permasalahan adalah bentuk
kontribusi seperti apa yang sebaiknya dibangun oleh HMS?

Konsekuensi dari HMS yang merupakan organisasi yang berada dalam


ranah pendidikan adalah HMS memiliki karakteristik yang hampir sama
dengan sistem pendidikan itu sendiri. Hanya masalah peran saja yang
membedakan. HMS tidak memiliki kekuatan untuk memberikan
kemampuan dari segi akademik secara kurikulum tetapi HMS memiliki
kekuatan dalam ranah sosial dari akademik.

Dalam pergerakannya HMS yang berada dalam ranah pendidikan, dapat


kita lihat juga sebagai sistem kompleks yang terkecil dalam sistem sosial.
HMS akan saling mempengaruhi dengan pihak Departemen Teknik sipil
ITB, akan saling mempengaruhi juga dengan Rektorat ITB, dan otomatis
juga akan memberikan dampak yang tidak bisa disepelekan terhadap
masyarakat sosial. Sudah selayaknya dalam setiap pergerakan yang
dibangunnya menjamah keseluruhan sistem sosial tersebut. Diagram di
bawah ini menggambarkan posisi HMS dalam sistem sosial :

Intervensi
Asing

HMS

PRODI
FAKULTAS DAN REKTORAT

MASYARAKAT

Dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya HMS memiliki tujuan untuk


membangun gerakan dalam rangka pembenahan sistem sosial menuju
kondisi yang ideal. Dalam upaya tersebut otomatis HMS pun sudah
selayaknya selalu melakukan pembenahan terhadap segala sesuatu yang
terjadi di internal HMS sendiri.

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 8


Pembenahan Internal HMS mencakup Aktivitas HMS dan Kaderisasi HMS.
Kaderisasi dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu Kaderisasi Pasif HMS dan
Kaderisasi Aktif HMS, atau biasa kita kenal dengan Pola Kaderisasi di HMS.
Aktivitas HMS yang dimaksud disini adalah kegiatan terstruktur HMS.
Umumnya Aktivitas HMS ini direncanakan oleh BP HMS.

Pembenahan luar HMS dapat kita klasifikasikan sebagai pembenahan


sistem pendidikan dan pembenahan realitas masyarakat. Untuk dapat
menjadi agen dalam masyarakat, kita harus mempersiapkan dengan
sematang-matangnya calon agen ini. Kita ambil analogi militer, prajurit
yang akan diturunkan ke medan perang harus melalui serangkaian latihan
dan persiapan yang lebih berat dibandingkan dengan saat lapangan nanti.
Hal ini sama saja dengan ketika sistem pendidikan mempersiapkan agen-
agennya untuk terjun ke masyarakat nanti.

Dengan lebih sederhana dapat kita diagramkan seperti dibawah ini :

HMS Pembenahan sistem sosial

Pembenahan sistem internal Pembenahan sistem luar HMS

Aktivitas HMS Sistem pendidikan

Kaderisasi HMS Realitas masyarakat

Seperti kita ketahui, sebuah organisasi membutuhkan sebuah koridor


dalam pergerakannya untuk mewujudkan tujuan dari organisasi tersebut.
Koridor inilah yang dimaksud dengan arah gerak dari sebuah organisasi.
Pembenahan sistem sosial seperti yang digambarkan dalam diagram di
atas merupakan tujuan dari HMS. Berarti sekarang kita bisa beranjak
untuk mendefinisikan arah gerak dari HMS.

Untuk mendefinisikan arah gerak dari HMS, kita perlu meninjau mengenai
pendidikan di Indonesia karena HMS harus menyesuaikan dengan
karakteristik dari posisi dimana dia berada. Pendidikan yang kita tinjau
disini adalah pendidikan tinggi atau universitas. Jika kita berani
mengadopsi tujuan dari pendidikan maka konsekuensinya kita juga harus
mengadopsi arah gerak dari pendidikan yang kita adopsi agar sinergis.

Dengan mengadopsi Tri Dharma Perguruan Tinggi tersebut maka dapat


kita simpulkan bahwa arah gerak HMS adalah pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat yang diadopsi menjadi akademik, keprofesian,

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 9


dan pengabdian masyarakat seperti yang tercantum dalam AD/ART HMS
ITB.

Berdasarkan tujuan dan arah gerak pembenahannya, HMS menggunakan


azas kekeluargaan dalam keberlangsungan organisasinya. Azas
kekeluargaan ini diterjemahkan menjadi besarnya toleransi yang diberikan
kepada anggotanya. Namun, toleransi ini memiliki koridor. Toleransi yang
ditolerir adalah ketika toleransi yang diberikan berupa penyadaran
terhadap anggotanya. Ketika berbentuk penyadaran, maka metode apa
pun berhak digunakan selama masih dalam koridor penyadaran tadi.
Sebagai contoh jika masalah deadline dari suatu program HMS dilewati
bukan menjadi tidak masalah dan bentuk toleransi yang diberikan bukan
jadi membiarkan tetapi ”mengingatkan”. ”Mengingatkan” disini maksudnya
bisa dilakukan dengan cara yang keras maupun yang lembut.

Dalam praksis organisasinya, HMS menurunkan ke dalam Aktivitas HMS


dan Kaderisasi HMS. Pembahasan mengenai Aktivitas HMS akan bermula
pada peran dalam organisasi tersebut, dalam hal ini kita kenal dengan
Jenjang Organisasi HMS. Jenjang Organisasi HMS yang hingga saat ini
digunakan digambarkan dalam diagram di bawah ini.

Jenjang organisasi HMS

Anggota Magang Decision kontrol


Muda Maker

TK I TK II TK III TK IV

Jenjang organisasi HMS berbicara mengenai peran dari masing-masing


anggota HMS dan peran dari komponen struktural HMS. Anggota Muda
berperan sebagai peserta pengkaderan awal untuk menjadi anggota HMS.
Anggota Muda biasa kita sebut dengan kuya. Magang berperan sebagai
pembelajar untuk lebih memperdalam pengetahuan dan skill sebagai
modal untuk menjadi decision maker HMS. Magang disini tidak kita artikan
sebagai anggota HMS yang termasuk dalam kepengurusan BP HMS pada
periode tersebut melainkan seluruh anggota HMS pada jenjang tersebut.
Decision Maker HMS berperan sebagai penentu kebijakan di HMS. Decision
Maker di HMS terdiri dari 3 komponen, yaitu BP sebagai lembaga
eksekutif, BPA sebagai lembaga legislatif, dan Senator juga sebagai
lembaga legislatif untuk kepentingan eksternal. Untuk lembaga yudikatif,
HMS tidak membuat sebuah lembaga khusus melainkan diserahkan

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 10


langsung kepada massa HMS terutama yang menempuh jenjang kontrol
karena organisasi HMS bisa kita bilang sebagai organisasi yang kecil dari
sudut pandang kuantitas massanya sehingga dapat langsung diserahkan
kepada massanya.

Jenjang Organisasi HMS dibuat untuk menjaga agar organisasi HMS dapat
berlangsung dengan efektif dan efisien. Konsekuensinya, setiap kegiatan
yang dibuat HMS selayaknya menjamah keseluruhan komponen yang ada
di HMS. Kegiatan yang dimaksud disini adalah kegiatan yang terstruktur
oleh BP HMS. Interaksi antara BP, BPA, dan massa harus selalu terjaga
dengan baik.

Jenjang Organisasi membutuhkan yang namanya Jenjang Kaderisasi.


Jenjang Kaderisasi HMS berbicara mengenai skill. Skill yang dimaksud
adalah skill yang dibutuhkan untuk menjalankan peran yang ada. Jenjang
Kaderisasi HMS yang hingga saat ini digunakan digambarkan dalam
diagram di bawah ini.

Jenjang Kaderisasi HMS

Anggota Muda Kaderisasi Pasif

LKO
Magang
TFT

Decision Maker

Kontrol

Sebagai sebuah sistem dalam sistem sosial HMS memiliki konsekuensi


dalam setiap pergerakannya seharusnya menyentuh kesluruhan sistem
sosial tersebut seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Maka dalam
kaderisasinya HMS pun harus dapat menerapkan hal tersebut sehingga
dalam Kaderisasi HMS kita berani bilang pasti selalu di dalam lingkup 3
materi besar, yaitu intern organisasi, kemahasiswaan, dan masyarakat.
Ketiga hal ini harus termaktub dalam Jenjang Kaderisasi HMS.

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 11


Jenjang Kaderisasi ini akan mengatur bagaimana Kaderisasi HMS
dijalankan. Namun, yang menjadi permasalahan adalah ketika kaderisasi
kita artikan sebagai segala sesuatu yang menjadi perilaku kita selama
berinteraksi dengan sistem sosial, maka seluruh perilaku anggota HMS
harus memiliki pola seperti halnya kaderisasi sedangkan jika kita berbicara
organisasi berarti kita berbicara mengenai manusia yang tidak bisa kita
samakan dengan benda mati ataupun mesin.

HMS juga memiliki sistem akuntabilitas publiknya sendiri, dalam hal ini
HMS menurunkan ke dalam Rapat Anggota dengan kuorum ( n + 1).
Kuorum-kuorum yang ditetapkan dalam rapat harian pun merupakan salah
satu turunan dari sistem akuntabilitas publik yang diakui di HMS.
Presentasi ke BP, presentasi ke massa, audiensi BP ke BPA, sosialisasi ke
massa merupakan turunan lain dari sistem akuntabilitas publik yang diakui
di HMS. Sistem pemilihan Ketua HMS yang menggunakan PEMILU juga
merupakan sistem akuntabilitas publi yang diakui di HMS.

D. SEKELUMIT PERMASALAHAN HMS

HMS pada kondisi saat ini, ternyata masih jauh dari kondisi idealnya.
Masih banyak anggota HMS yang tidak memahami apa-apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukan sesuatu di HMS. Kondisi seperti ini
meamaksa kita untuk berpikir apakah HMS merupakan organisasi yang
bertujuan untuk mencari tahu apa-apa yang harus dilakukan dalam setiap
masa kepengurusannya. Kondisi seperti ini sudah sangat tidak sehat untuk
sebuah organisasi yang dapat dibilang kompleks seperti HMS ini.

Kekurangsinergisan dalam Aktivitas HMS banyak menimbulkan kerancuan


dan mengakibatkan perdebatan seputar esensi dari akttivitas tersebut.

Interaksi antar komponen di HMS ternyata kurang mendukung


terbentuknya HMS yang ideal. BPA tidak memiliki sistem pengontrolan
yang baku atas BP, dan BP juga BPA terkadang melupakan bahwa
keduanya merupakan sistem keterwakilan dari anggotanya. Sering sekali
muncul pembelaan yang mempersalahkan anggota tidak proaktif sehingga
menyulitkan BP untuk meningkatkan kinerja HMS.

Banyak anggota HMS yang mempermasalahkan sistem pengontrolan yang


dibuat swasta kepada yang lainnya. Swasta dinilai hanya bisa
mempersalahkan saja tanpa bisa memberikan solusi dan justru menuntut
swasta untuk membuat solusi atas permasalahan yang terjadi karena
dinilai lebih berpengalaman dan kompeten.

Masih banyak lagi permasalahan yang lebih praksis dari permasalahan


yang disebutkan di atas, seperti permasalahan pergaulan di HMS itu
sendiri yang mengakibatkan anggotanya merasa tidak nyaman untuk
beraktivitas di HMS bahkan untuk datang ke HMS sekalipun.

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 12


Dilihat dari permasalahan yang terjadi sebenarnya inti dari permasalahan
adalah hanyalah permasalahan sejauh mana generasi pada saat tersebut
mampu memahami HMS secara organisasi. Ketika seluruh anggota HMS
memahami HMS itu sendiri secara mendalam dan memiliki frame yang
sama antar sesamanya maka permasalahan-permasalahan di atas bisa
direduksi. Sebenarnya permasalahan-permasalahan tersebut sudah
terjawab dalam seluruh pembahasan yang telah dilakukan di atas.
Permasalahan BP dengan massa, BPA dengan BP, BP dan BPA dengan
massa, massa dengan massa, itu semua hanyalah permasalahan
pemahaman akan HMS yang jika seluruh anggota memahami HMS secara
organisasi mulai dari filosofinya hingga ke sistem yang ada di HMS
sekiranya tidak akan terjadi lagi permasalahan seperti ini.

E. SEDIKIT SOLUSI ATAS PERMASALAHAN HMS

Permasalahan mengenai tingkat pemahaman anggota terhadap


organisasinya merupakan permasalahan yang terjadi akibat kaderisasi
yang dijalankan oleh organisasi tersebut karena kaderisasi merupakan
sistem yang dibuat oleh sebuah organisasi untuk mempersiapkan
anggotanya dalam menjalankan organisasi tersebut.

Kaderisasi yang baik adalah kaderisasi yang terpola dengan jelas. Maka,
dapat kita ambil kesimpulan bahwa permasalahan yang terjadi adalah
akibat pola kaderisasi yang dikira telah terpola dengan jelas ternyata
masih memiliki kekurangan. Mari kita tinjau pola kaderisasi HMS atau
Jenjang Kaderisasi HMS.

Kaderisasi Pasif HMS merupakan bagian awal dari keseluruhan Kaderisasi


HMS. Kaderisasi Pasif HMS memiliki karakteristik output yang jelas, yaitu
menumbuhkan karakter untuk mau bergerak untuk HMS dengan rasional.

LKO dan TFT merupakan sistem yang dibuat untuk meningkatkan skill
organisasi dari anggotanya. LKO dan TFT merupakan follow up dari
Kaderisasi Pasif HMS. LKO untuk meningkatkan skill tentang manajemen
organisasi dan TFT untuk menciptakan trainer-trainer handal. Namun,
ternyata LKO dan TFT ini tidak memiliki dasar yang cukup jelas. Banyak
sekali anggota HMS yang setelah mengikuti LKO memahami bagaimana
menjalankan organisasi namun tetap tidak memahami bagaimana
menjalankan HMS dan banyak juga anggota HMS yang setelah mengikuti
TFT memahami bagaimana membuat kaderisasi untuk sebuah organisasi
namun tetap tidak memahami bagaimana membuat Kaderisasi HMS.

LKO dan TFT yang diadakan HMS bukan merupakan LKO dan TFT HMS
melainkan hanyalah LKO dan TFT organisasi biasa. Ternyata, dasar
mengenai organisasi HMS itu sendiri tidak terjamah oleh sistem
pengkaderan yang selama ini dijalankan. Mungkin masih ada segelintir

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 13


orang yang mencoba untuk memahami HMS secara organisasi tetapi hal
itu terjadi diakibatkan karena keinginan yang tinggi dari orang tersebut
untuk mencari tahu mengenai HMS bukan melalui sistem pengkaderan
HMS itu sendiri. Kaderisasi yang dapat kita artikan sebagai penyadaran
memang menuntut orang untuk mencari sendiri jawaban atas
permasalahan yang dialaminya, namun sebagai sebuah sistem yang
terpola dengan jelas seharusnya sistem Kaderisasi HMS mampu menjamin
anggotanya agar dapat menterjemahkan HMS sebagai sebuah organisasi.

Proses penyerapan materi oleh kader tidak bisa kita lihat dengan instant.
Sistem pengkaderan dikatakan baik ketika mencakup masa pengendapan
bagi kader untuk mengingat, manganalisa, dan mengaplikasikan materi
yang telah diberikan. Namun, sebagaimana permasalahan yang telah kita
jabarkan sebelumnya, proses mengingat, menganalisa, dan
mengaplikasikan tidak bisa kita serahkan begitu saja kepada si kader
tetapi harus dapat dijamin melalui sebuah sistem. Seharusnya Jenjang
Kaderisasi HMS mampu menjamin berlangsungnya ketiga proses tersebut.

Mengadopsi dari sistem pendidikan, sistem pengkaderan yang baik selain


memiliki pola yang jelas juga selayaknya memiliki metodologi pengkaderan
yang mampu menjamin si kader mencapai targetan yang telah ditentukan.
Otomatis metodologi pengkaderan juga harus disesuaikan dengan pola
yang dibuat. Metodologi disini berbicara mengenai kemampuan pelaku
pengkaderan untuk mencari jawaban atas pemasalahannya secara
mandiri.

Ketika kita berbicara metodologi maka kita harus memulai pembahasan


mengenai peran. Setiap komponen dalam HMS harus memiliki, memahami
dan menjalankan perannya masing-masing. Peran dalam HMS merupakan
sebuah kesatuan yang tidak dapat kita pisah-pisahkan, maka ketika ada
satu saja peran yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dapat
dipastikan akan terjadi kerancuan dalam keberlangsungan HMS sebagai
sebuah organisasi.

Usulan pembenahan HMS..

Jenjang organisasi HMS

Anggota Magang Decision Kontrol


Muda Maker

TK I TK II TK III TK IV

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 14


Yang menjadi permasalahan untuk Jenjang Organisasi HMS adalah
kejelasan mengenai peran yang telah ditetapkan dan kejelasan mengenai
standar untuk menempuh jenjang berikutnya. Standar yang dimaksud
disini berbicara di tataran output. Untuk tataran materi dan turunan-
turunannya diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing generasi.

Untuk anggota muda, peran yang berlaku baginya adalah mengikuti


proses Kaderisasi Pasif HMS untuk menjadi anggota HMS. Untuk magang,
peran yang berlaku baginya adalah mengikuti proses Kaderisasi Aktif HMS
untuk menjadi decision maker HMS. Untuk decision maker, peran yang
berlaku baginya adalah menjadi penentu kebijakan HMS. Dalam
pengambilan kebijakannya diwajibkan untuk selalu melibatkan massa dan
memiliki sistem akuntabilitas publik yang jelas. BP juga harus menarik
aspirasi dan memberikan feedback secara berkala terhadap massa HMS.
BP yang bertanggung jawab juga terhadap BPA wajib memberikan report
kepada BPA sehubungan dengan arahan yang diberikan BPA. BPA harus
menarik aspirasi dan memberikan feedback secara berkala kepada massa
atas pengontrolan yang dilakukan terhadap BP. Senator harus menarik
aspirasi dan memberikan feedback secara berkala kepada massa atas
kebijakan yang diambil lembaga legislatif di tingkat Kemahasiswaan Pusat
dan pengontrolannya terhadap lembaga eksekutif di tingkat
Kemahasiswaan Pusat.

Alur pengambilan kebijakan

Aspirasi Pembahasan

Masa Kebijakan
pengendapan Publik

Untuk kontrol, peran yang berlaku baginya adalah mengawasi dan


memberikan pembenturan terhadap segala sesuatu yang berlaku di HMS.
Jika mengeluarkan solusi maka solusi tersebut tidak bersifat mengarahkan
melainkan bersifat memberikan alternatif karena kontrol tidak berperan
untuk mengambil kebijakan.

Mengenai standar di tiap-tiap jenjangnya, untuk Kaderisasi Pasif terjadi


permasalahan tidak adanya standar output yang sama dari masing-masing
Kaderisasi Pasif HMS sehingga terdapat perbedaan standar antar generasi
di HMS. Untuk menjadi BP harus melalui Jenjang Kaderisasi yang telah
ditetapkan dan mendapatkan pendampingan dari BP dan BPA sebelumnya.

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 15


Untuk menjadi BPA di jenjang decision maker harus melalui Jenjang
Kaderisasi yang telah ditetapkan dan mendapatkan pendampingan dari
BPA sebelumnya. Untuk menjadi senator harus melalui jenjang kaderisasi
yang telah ditentukan dan mengikuti jenjang kaderisasi tambahan yaitu
Konsepsi Kemahasiswaan Pusat. Untuk menjadi swasta tidak ada jenjang
yang baku karena keterbatasan dari HMS itu sendiri terutama dalam hal
akademik. Sistem seperti ini akan berhasil jika jenjang kaderisasi ini
dijalankan dengan sempurna sehingga dapat diasumsikan ketika anggota
telah mencapai jenjang kontrol, anggota tersebut sudah memiliki
kesadaran mutlak untuk menjalankan perannya.

Jenjang Kaderisasi HMS

Anggota Muda Kaderisasi Pasif

Konsepsi HMS

Follow up
LKO

Follow up
Magang Sosial

Follow up
Sistem Kaderisasi

Follow up
TFT

Decision Maker

Kontrol

Jenjang Konsepsi HMS ditambahkan dengan maksud untuk memberikan


platform organisasi agar tidak lagi terjadi permasalahan kebingungan
dalam menjalankan organisasi HMS dan Kaderisasi HMS. Jenjang Sosial
ditambahkan dengan tujuan untuk lebih menjelaskan platform HMS ke
tataran praksis pergerakannya. Jenjang Sistem Kaderisasi ditambahkan

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 16


agar anggota lebih memahami sinergisasi antar tahapan dalam Kaderisasi
HMS. Dalam selang waktu antar jenjang tersebut harus ada follow up
yang bentuknya diserahkan kepada tiap-tiap kepengurusan karena harus
disesuaikan dengan kondisi aktual HMS pada masa tersebut. Follow up ini
harus mempu membedakan antara Aktivitas HMS dengan Kaderisasi HMS
agar tidak terjadi tumpang tindih dan missunderstanding karena kita
sering terjebak antara 2 hal tersebut. Ketika ada kegiatan yang tidak
bekerjasama dengan bidang Kaderisasi maka tidak bisa dikatakan follow
up dari tiap-tiap jenjang kaderisasi yang dimaksud tadi.

Metodologi pengkaderan dalam Jenjang Kaderisasi HMS adalah sebagai


berikut

Untuk tahap anggota muda, digunakan metodologi pengkaderan


pembenturan pemikiran melalui dialektika dengan pembenturan mayoritas
dari pengkader. Untuk tahap magang, digunakan metodologi pengkaderan
pembenturan pemikiran melalui dialektika dengan keseimbangan
pembenturan antara pengkader dengan kader dan kader akan lebih
banyak mendapat penugasan dari pengkader. Untuk tahap decision
maker, digunakan metodologi pengkaderan pembenturan pemikiran
melalui dialektika dengan pembenturan mayoritas dari kader dan kader
akan memberikan penugasan pada kader selanjutnya. Untuk tahap
kontrol, digunakan metodologi pengkaderan pembenturan pemikiran
melalui dialektika dengan memberikan pembenturan kepada kader
selanjutnya. Pembenturan bersifat sebagai bahan pertimbangan bukan
pengarahan. Kontrol harus menjamah tiap-tiap jenjang yang ada di
bawahnya.

Usulan pembenahan sistem ini sekiranya dapat mengantisipasi


permasalahan yang terjadi saat ini dan kedepannya. Sistem ini harus
dievaluasi setiap tahunnya dan dimulai setelah 4 tahun dari mulai
berlakunya sistem ini karena hasil awal dari sistem ini baru dapat dilihat
setelah satu generasi menempuh keseluruhan jenjang yang ada.

F. PENUTUP

Mungkin dari upaya pembenahan HMS ini akan timbul banyak sekali
pembenturan seperti organisasi itu dibentuk berdasarkan kebutuhan
anggotanya tapi mengapa HMS bisa memiliki fungsi yang sudah harus
dijalankan? Apakah ini berarti bahwa HMS dibangun untuk membuat
anggotanya memiliki kebutuhan seperti yang sudah digariskan? Dimana
letak kebutuhan anggota jika begini caranya? Pertanyaan-pertanyaan
seperti inilah yang akan timbul dalam benak banyak anggota HMS ketika
diadakan pembahasan mengenai HMS.

Sebuah organisasi layaknya HMS tidak akan pernah luput dari batasan-
batasan yang terbentuk baik dari luar maupun dari dalam HMS sendiri

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 17


dalam keberlangsungan organisasinya. Dalam hal ini, HMS memiliki
batasan yang kuat terutama bagi anggotanya. HMS tidak bisa ’memaksa’
anggotanya untuk selalu beraktivitas di HMS. HMS tidak bisa membayar
anggotanya untuk beraktivitas di HMS. Oleh karena itu, Jenjang Kaderisasi
HMS hanyalah sebuah konsep yang indah jika tidak dibarengi oleh
Aktivitas HMS yang melengkapinya untuk membuat anggota HMS
berktivitas di HMS. Bahasa timbal balik atau jaminan bagi anggota kurang
tepat dalam hal ini karena bisa mengakibatkan missunderstanding padahal
dasar beraktivitas di HMS adalah kesadaran. Perdebatan seputar kekuatan
HMS dalam mengusung pengkaderan bagi anggotanya juga salah satu
pembenturan yang mungkin terjadi. Namun, pembenturan-pembenturan
yang terjadi nantinya hanyalah akan mengakibatkan konflik destruktif
ketika tidak disikapi dengan bijak.

HMS sebagai organisasi mahasiswa merupakan organisasi yang selalu


berkembang dan perkembangannya ditentukan oleh seberapa jauh
kemampuan generasi pada saat itu menjawab kondisi yang ada pada
masanya. Sebuah komunitas tidak akan pernah terlepas dari konflik dan
setiap thesis pasti memiliki antithesisnya (G.W.F Hegel). Individu ataupun
komunitas sosial dapat kita ukur tingkat kemapanannya dari seberapa
jauh individu atau komunitas tersebut dapat mengatasi konflik yang ada.
Untuk itulah HMS terbentuk dan berkembang.

Tulisan ini hanyalah memuat sudut pandang dari penulis, maka akan
sangat sehat sekali jika sudut pandang ini mengalami pembenturan agar
bisa mencapai hasil yang lebih baik lagi.

Selamat mengkaji HMS...


Dengan semangat ayo maju terus, hidup HMS ITB..

Himpunan Mahasiswa Sipil ITB 18

Anda mungkin juga menyukai