Anda di halaman 1dari 45

HALAMAN JUDUL

LITERATUR REVIEW

HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDAKI TENTANG ACUTE


MOUNTAIN SISKNESS DAN SIKAP PENDAKI DALAM PENCEGAHAN
ACUTE MOUNTAIN SISKNESS

OLEH :

WIGGHY SUGESTHI

NIM 16631566

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2020

i
SURAT PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa Literature Review ini adalah hasil karya saya sendiri dan

belum pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai

jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi manapun.

Ponorogo, Agustus 2020

Yang Menyatakan

Wigghy Sugesthi
NIM. 16631566

ii
LEMBAR PENGESAHAN

“LITERATUR REVIEW : HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDAKI

TENTANG ACUTE MOUNTAIN SICKNESS DAN SIKAP PENDAKI DALAM

PENCEGAHAN ACUTE MOUNTAIN SICKNESS”

Wigghy Sugesthi

Literatur Review Ini Telah Disetujui Pada Tanggal Agustus 2020

Oleh :

Pembimbing I

Saiful Nurhidayat, S.Kep.Ns.,M.Kep

NIDN. 0714127901

Pembimbing II

Filia Icha S,S.Kep.Ns.,M.Kep

NIDN. 0731058601

Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Sulistyo Andarmoyo,S.Kep., Ns., M.Kes


NIK 19791215 20030212

iii
MOTTO

1. Selagi mata masih bisa melihat dan segala fungsi masih bisa berguna. Why

not? Untuk melakukan hal positif.

2. Rencanakan dan lakukan yang terbaik saat ini juga. Karena belum tentu

esok kamu dapat melakukan dan merencanakan apa yang ingin kamu

lakukan.

3. Apa yang kita dapatkan adalah apa yang kita cari. Kalau tidak ada yang

kita cari, lalu apa yang kita dapatkan?.

4. Secapek – capeknya saya, setidaknya saya capek di dunia yang saya sukai.

iv
KATA PENGANTAR

Bissmillahirrohmanirrohim…

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Robbul

Izzati, yang berkat rahmat dan karunianya peneliti dapat menyelesaikan skripsi

berupa literatur review ini. Tujuan penyusunan skripsi literatur review ini adalah

untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjanan Keperawatan

Program S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan.

Dalam penulisan Literatur Review ini peneliti mengambil judul “Hubungan

Pengetahuan Pendaki tentang Acute Mountain Sickness dan Sikap Pendaki dalam

pencegahan Acute Mountain Sickness”. Mengingat keterbatasan pengetahuan,

pengalaman dan kemampuan penulisan, Literatur Review ini tidak luput dari

kekurangan dan belum sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi

literatur review ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi semua

pihak yang berkenan memanfaatkannya.

Pada proses penyususnan Skripsi Literatur Review ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak, penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih

kepada Bapak Saiful Nurhidayat S.Kep.,Ns.,M.Kep dan Ibu Filia Icha S,

S.Kep.Ns.,M.Kep selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan

waktu memberikan bimbingan dan pengarahan sampai terselesaikanya skripsi

literatur review ini. Selain itu juga penulis mengucapkan terimakasih sebesar –

besarnya kepada :

v
1. Bapak Mugiana, Ibu Sumilah dan Mogga Sugesthi selaku Support System

pertama yang memberikan semangat paling luar biasa dalam proses

menuju kelulusan ini.

2. Bapak Drs. H. Sulton M.Si Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Ponorogo yang telah memberikan kebijakan dengan sebaik – baiknya.

3. Bapak Sulistyo Andarmoyo S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Dekan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

4. Ibu Lina Ema Wati selaku Wali Kelas dan Motivator selama belajar di

Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

5. Keluarga besar S1 Keperawatan angkatan 2016 selaku sahabat berproses

selama 4 tahun yang banyak memberikan hikmah – hikmah keilmuan.

6. Keluarga besar Konco Mesra (Anggie Wibisono, Sofyan Arik, Septian

Rizal Andreas, Ayu Endah Dwi Kartika, Henni Purnama, Nauva Erza, Eko

Galoh Ayuwandari, Astutik Dwi Rahayu, dan Ihda Nur Ihsani).

7. Keluarga besar Insan GenRe Kab.Ponorogo selaku rumah kedua.

8. Dan Sahabat – sahabat sefrekuensiku, Asmaul Nurul Hidayah, Erisya Dwi

Pramadita, Alif Ratih Purwasih, Dian Maya Erianti, Siska Fitri Rahmadani

dan Yayuk Dwi Mulyani.

9. Mbak Lilik, Mbak Mimin, dan Mas Dendi selaku pemilik Wiffi tetangga

yang telah membantu dalam kelancaran komunikasi, pembelajaran dan

penggarapan tugas akhir ini.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,

terimakasih atas bantuan, nasehat dan dorongan dalam penyusunan skripsi

literatur review ini. Semoga amal ibadah, dan dorongan serta do’a yang

vi
senantiasan diberikan kepada penulis dengan tulus mendapatkan Rahmat dan

Karunia dari Allah SWT, Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Ponorogo, Juli 2020

Penulis,

vii
ABSTRAK

Introduction : Acute Mountain Sickness (AMS) merupakan salah satu penyakit di

ketinggian di atas 2.400 Mdpl (altitude illness) yang dikarenakan ketidak

mampuan tubuh dalam beradaptasi. Tujuan : Untuk mengetahui pengetahuan

pendaki tentang Acute Mountain Sickness yang berhubungan dengan Sikap

Pendaki dalam Pencegahan Acute Mountain Siskness. Metode : Studi Literature

tahun 2015 sampai tahun 2020 dan berbahasa Indonesia dan Inggris. Data didapat

dari database yang meliputi PubMeds, Proquest, Wiley, Science Direct, Scopus,

Elsefier dan Google Schoolar. Hasil : Pendaki yang memiliki pengetahuan yang

baik maka angka insiden kejadian AMSnya rendah serta dapat diperoleh dari jenis

informasi yang digunakan. Didapatkan sikap negatif para pendaki yang ditandai

oleh penyalahgunaan obat dexametason dikalangan pendaki, rasa kehawatir pada

AMS rendah, serta timbulnya sikap meremehkan medan atau lingkungan yang

ada. Kesimpulan : Pengetahuan pendaki tentang Acute Mountain Sickness

berhubungan dengan Sikap pendaki dalam pencegahan Acute Mountain Sickness

yang ditandai oleh Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan pendaki

tentang Acute Mountain Sickness dan sikap pendaki dalam pencegahan Acute

Mountain Sickness.

Saran : Dengan melakukan peningkatan pengetahuan melalui edukasi kepada

pendaki gunung, porter, pemandu gunung, militer, petugas kesehatan dan

mahasiswa yang melakukan penelitian di gunung.

Kata Kunci : Acute Mountain Sickness, Knowladge AMS, Prevention AMS

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i


SURAT PERNYATAAN ................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... iii
MOTTO ..............................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ v
ABSTRAK........................................................................................................................viii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ix
DAFTAR TABEL............................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................xi
BAB 1 ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 3
BAB 2 ................................................................................................................................. 4
METODE............................................................................................................................ 4
2.1 Pencarian Literatur.................................................................................................... 4
2.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi..................................................................................... 5
2.3 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas......................................................................... 6
BAB 3 ................................................................................................................................. 7
HASIL................................................................................................................................. 7
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 22
4.1 Pengetahuan Pendaki tentang Acute Mountain Sickness (AMS) ............................ 22
4.2 Sikap Pendaki dalam pencegahan Acute Mountain Sickness (AMS)...................... 25
BAB 5 ............................................................................................................................... 28
PENUTUP ........................................................................................................................ 28
5.1 KESIMPULAN....................................................................................................... 28
5.2 SARAN ................................................................................................................... 29
LAMPIRAN...................................................................................................................... 33

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria Inklusi dan Ekslusi .............…………………………….. 5

Tabel 3.1 Hasil pencarian artikel jurnal .……………….…………………… 7

Tabel 3.2 Karakteristik umum dalam penyeleksi studi………………………. 15

Tabel 3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan dan Sikap pendaki ….. 20

x
DAFTAR GAMBAR

Tabel 2.1 Seleksi Studi ...............……………….…………………………... 6

xi
DAFTAR LAMIRAN

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acute Mountain Sickness (AMS) merupakan salah satu penyakit di

ketinggian di atas 2.400 Mdpl (altitude illness) yang dikarenakan ketidak

mampuan tubuh dalam beradaptasi dengan ditandai adanya sakit kepala atau

yang terjadi pada individu yang tidak terjadi aklimatisasi saat pendakian dan

disertai satu atau lebih gejala – gejala sebagai berikut : masalah Gastro-

intestinal (anoreksia, mual, atau muntah), Insomnia, dizziness atau

keliyengan, Kelelahan (Sakina, Andriani 2015).

Sepanjang tahun 2019, 11 orang dinyatakan meninggal di Everest

yang sebagian dikarenakan AMS (Kristo 2019). Penelitian yang dilakukan

Andriani Sakina (2015) mengenai gambaran pengetahuan pendaki gunung

tentang AMS menunjukkan hasil kejadian AMS sebesar 34,4 % , responden

dengan berpengetahuan baik sebanyak 54,2 % dengan kejadian AMS

sebesar 32,7 % dan responden yang berpengetahuan kurang sebesar 8,3%

dengan mengalami kejadian AMS sebesar 50%, yang dimana pada

penelitian ini menggambarkan bahwa responden dengan pengetahuan yang

kurang angka kejadian AMSnya semakin tinggi.

Lebih dari 300.000 pengunjung setiap tahun mendaki di Gunung Fuji,

dan telah dilaporkan beberapa juta orang mengalami AMS di setiap tahunya.

Hal ini dikarenakan sedikitnya informasi yang tersedia mengenai AMS

terkait pendakian di Gunung Fuji (Horiuchi et al. 2016). Sedangkan di

1
Indonesia meningkatnya minat para pendaki untuk mendaki gunung tidak

sebanding dengan informasi mengenai AMS atau masih sedikit studi yang

membahas AMS di kalangan pendaki yang menyebabkan 8,3 % responden

yang berpengetahuan kurang memiliki angka kejadian AMS sebesar 50%

(Sakina, Andriani 2015).

Menurut Dr. Lia Marliana SpOT.,M.Kes. AMS dapat menyerang

siapa saja, dari berbagai tingkatan usia, karena secara alamiah proses

adaptasi penyesuaian diri (aklimatisasi) harus dilakukan. AMS muncul

ketika tubuh mengalami kegagalan dalam melakukan kompensasi di

ketinggian lebih dari 2.400 Mdpl dengan melakukan pendakian terlalu cepat

(Pratikto 2011) . Sehingga dalam hal ini, jika meningkatnya para pendaki

tidak diimbangi dengan peningkatan pengetahuan pendaki tentang Acute

Mountain Sickness sendiri maka akan berimbas terhadap sikap pendaki

dalam penanganan Acute Mountain Sickness sendiri, secara teori hubungan

pengetahuan dan sikap pendaki. Dan bahkan jika pendaki tersebut

mengalami Acute Mountain Sickness dan tidak tahu cara pencegahanya

maka akan berdampak kepada gejala parah yang lain seperti terjadinya

penurunan gangguan mental dan koordinasi pergerakan yang disebabkan

edema serebral diikuti oleh peningkatan tekanan intra kranial sehingga dapat

menyebabkan ataxia, stupor dan kelemahan saraf kranial III dan IV.

Sehingga apabila dibiarkan atau tidak dapat dicegah ataupun tidak tahu cara

penanganannya maka akan mengalami kematian. (Sakina, Andriani 2015).

Berdasarkan pemaparan diatas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan literatur review terkait seberapa jauh atau bagaimana

2
gambaran hubungan pengetahuan pendaki tentang Acute Mountain Sickness

dan sikap pendaki dalam pencegahan Acute Mountain Sickness. Maka dari

itu memiliki pengetahuan yang baik penting bagi pendaki dalam mencegah

kejadian Acute Mountain Sickness. Dengan terus mengupayakan

peningkatan pengetahuan para pendaki tentang Acute Mountain Sickness

tentunya akan berimbas baik terhadap bagaimana sikap para pendaki dalam

pencegahan Acute Mountain Sickness yang pada akhirnya akan menurunkan

angka kejadian Acute Mountain Sickness sendiri.

Pada dasarnya penelitian ini bermaksud untuk mengingatkan kembali

pepatah lama bahwasanya ”Berilmu tanpa beriman itu rapuh, dan beriman

tanpa berilmu itu buta” maka dari itu dalam penelitian ini, peneliti dan

pendaki akan diingatkan kembali bahwa ilmu itu penting dimiliki sebelum

kita melakukan sesuatu atau dalam penelitian ini melakukan pendakian. Dan

pada dasarnya ilmu adalah kekuatan. Jadi memiliki pengetahuan merupakan

perilaku yang bijak dalam mengantisipasi kejadian yang tidak diingingkan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pengetahuan pendaki tentang Acute

Mountain Sickness yang berhubungan dengan sikap pendaki dalam

pencegahan Acute Mountain Sickness ?.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan pendaki tentang

Acute Mountain Sickness yang berhubungan dengan sikap pendaki dalam

pencegahan Acute Mountain Sickness.

3
BAB 2

METODE

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi literatur review.

Sumber pustaka yang digunakan dalam penyusunan skripsi dengan literatur

review ini melalui Website Jurnal Nasional dan Internasional seperti PubMeds,

Proquest, Wiley, Science Direct, Scopus, Elsefier dan Google Schoolar.

2.1 Pencarian Literatur

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data penelitian sekunder yang

diperoleh dari sumber data jurnal atau artikel terkait yang dilakukan peneliti

terdahulu. Berikut cara pencarian artikel dalam penulisan literatur review ini:

1. Google Sholar , menggunakan kata kunci sebagai berikut :

a. Acute Mountain Sickness

b. Gambaran Pengetahuan Pendaki tentang AMS

c. Sikap pendaki dalam pencegahan AMS

d. Acute Mountain Sickness Prevention

e. The attitude of climber in the prevention of acute mountain sickness

2. Science Direct

a. Menggunakan kata kunci : Acute Mountain Sickness => journal

internasional => article type : reshearc article => acces tipe :open

3. Elsefier, menggunakan kata kunci : Acute Mountain Sickness

4. Medline, menggunakan kata kunci : Acute Mountain Sickness dan

menggunakan boleen operator (AND) pada Website Jurnal Internasional

Proquest dan PubMeds sebagai berikut :

4
5. PubMeds,

a. Menggunakan kata kunci sebagai berikut :

1) Attitude Acute Mountain Sickness

2) Acute Mountain Sickness

3) Knowledge Acute Mountain Sickness

b. Menggunakan boleen operator, sebagai berikut :

1) ((prevention) AND (attitude)) AND (acute mountain sickness)

2) (((knowledge) AND (attitude)) AND (prevention)) AND (acute


mountain sickness)

6. Proquest, menggunakan kata kunci “Acute Mountain Sickness”

dengan pencarian sebagai berikut :

a. NOT (Laporan AND Majalah AND Umpanan Elektronik AND

Kertas AND Kertas Kerja AND Blog, Podcast, & Situs Web) => 5

Tahun Terakhir

b. Jurnal Akademik => 5 Tahun Terakhir

2.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Tabel 2.1 Kriteria Inklusi dan Ekslusi


Criteria Inclussion Exclusion
Population Orang yang pernah Orang yang belum
mendaki gunung pernah mendaki
(Porter, tour guid, gunung
medis, tentara
Study Design and Semua tipe studi -
Publication Type penelitian

Publication Years Jurnal 5 tahun terakhir Jurnal > 5 tahun


dari tahun 2020 atau terakhir atu dibawah
dari rentan tahun 2015 tahun 2015
– 2020

5
Language Bahasan Indonesia Diluar bahasa
Bahasa Inggris indonesia dan Inggris
Jenis Literatur Jurnal Ilmiah, Review Artikel non penelitian,
Jurnal yang membahas dan jenis literatur yang
mengenai AMS, tidak membahas
Pengetahuan, Sikap, mengenai topik.
Pencegahan AMS

2.3 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas

Pencarian menggunakan Keyword dan


boleen melalui database PubMed,
Proquest, Google Scholar, Science
Direct, Elsefier, dan Medline.

N = 321

Seleksi Jurnal 5 tahun terakhir dan


menggunakan bahasa Indonesia atau
Bahasa Inggris

N = 117 Excluded (n= 108 )


1. Tidak sesuai dengan topik
a. Membahas hubungan usia
dengan resiko AMS
b. Bukan jurnal tetapi artikel
pencegahan AMS
Jurnal Akhir yang dapat dianalisia 2. Identifikasi abstrak
sesuaia rumusan masalah dan tujuan 3. Artikel atau jurnal ganda

N=9

Gambar 2.1 Seleksi Studi Literatur

6
BAB 3

HASIL

Tabel 3.1 di bawah ini merupakan hasil penemuan 9 artikel jurnal yang masuk dalam kriteria inklusi dan metode penelitian dari

masing – masing artikel jurnal beragam. Metode penelitian tersebut diantara lain Cross Sectional, Literature Review, Studi Kasus,

Penelitian, Langsung, Survey Anonim dan Pemberian quesioner selama 12 hari berturut – turut, tetapi mayoritas menggunakan metode

Cross Sectional. Terdapat macam – macam sampel pada penelitian diantaranya Pendaki gunung yang telah mendaki diatas ketinggian 2400

Mdpl, Atlet Pelari Maraton di Everest, Pengangkut Barang atau Porter, Pendaki Everest, Pendaki yang berusia diatas 18 tahun dan pernah

mendaki di ketinggian 8000 Kaki, Pemandu Gunung, dan Pihak Militer baik Tentaranya ataupun petugas kesehatanya. Penelitian –

penelitian tersebut dilakukan di Indonesia, Nepal, Colorado / Amerika Serikat, dan Swiss.

Tabel 3.1 Hasil pencarian artikel jurnal


Metode
Penulis/
Tujuan (Desain, Sampel,
No Tempat Tahun Judul Hasil Database
Penelitian Variabel, Instrumen,
Penelitian
Analisis)
1 Andriani 2015 Gambaran Untuk D : Cross sectional Kejadian AMS sebesar Google
Sakina / Pengetahuan mengetahui S : Mahasiswa 34,4%. Untuk Scholar
Universtitas Pendaki tentang bagaimana Universitas Sumatera gambaran pengetahuan,
Sumatra Acute Mountain gambaran Utara (USU) yang sudah responden umumnya

7
Utara Sickness (AMS) pengetahuan pernah mendaki gunung sudah mengetahui AMS
Indonesia Pada Mahasiswa pendaki gunung diatas ketinggian 2400 dengan baik (54,2%)
Sumatera Utara yang merupakan Mdpl, sejumlah 96 Selain itu, kelompok
(USU) Mahasiswa USU Orang dengan metode berpengetahuan kurang
tentang AMS Consequtive Sampling hanya sedikit (8,3%).
V : Pengetahuan Kejadian AMS
Pendaki tentang Acute berdasarkan gambaran
Mountain Sickness pengetahuan tersebut
I : Kuesioner menunjukkan bahwa
A : Program aplikasi hanya sebesar 32,7%.
analisis statistik Namun, pada kelompok
berpengetahuan kurang
kejadian AMS sebesar
50%.

2 Abigail 2016 Acute Mountain untuk D: Pemberian kuesioner Mayoritas (86%; 43dari PubMed
Letchford, Sickness (AMS) mengetahui penilaian diri sebelum 50) peserta memperoleh
MBChB; Knowledge pengetahuan lomba di mulai dan informasi tentang AMS
Rudra Among High pelari maraton pengisian kuesioner LSS sebelum maraton,
Paudel, Altitude tentang AMS setiap hari selama 12 sedangkan (50%; 25
MD; Owen Marathon Hari perjalanan. dari 50)memperolehnya
D. Thomas, Runners S: 50 peserta pelari dari Internet secara
MBChB Competing in the lomba Maraton Di umum.
(Hons); Everest Everest
Adam S. Marathon V: Pengetahuan Pelari 92% (46 dari 50)
Booth, Maraton tentang AMS peserta pelari maraton
MRGP; I: Kuesioner memiliki pengetahuan
Christopher A: SPSS yang Baik.

8
H.E. Imray,
FRCS / Namun, 48% (24 dari
Nepal 50) peserta tidak tahu
bahwa jika naik dengan
memiliki gejala AMS
ringan maka hal
tersebut tidak aman,
dan 66% (33 dari 50)
berpikir bahwa hal
tersebut dinilai aman
untuk naik lebih tinggi
apabila terdapat gejala
akan hilang dengan
meminum obat.

Hanya 50% (25 dari 50)


yang tahu AMS dapat
terjadi dari 2500 m.

38% (19 dari 50)


peserta mengalami
AMS selama
melakukan aklimatisasi,
dan 6% (3 dari 50)
mengalaminya saat
balapan.
3 Pranawa 2018 High Altitude Untuk D: Cross sectional Banyak porter memulai PubMed
Koirala, Illness: menambah basis S: 146 Porter atau pekerjaanya pada usia

9
MD,DiMM, Knowledge, pengetahuan dan pengangkut barang muda, membawa
DMEM; Practice, and menilai V: Pengetahuan, Praktek, banyak barang, dan
Seth E. Attitudes of pengetahuan, dan Sikap tentang kesulitan untuk
Wolpin, Porters in Nepal praktik, dan penyakit ketinggian mengidentifikasi
PhD, MPH, sikap tentang I: Wawancara dengan gejala penyakit
RN,WEMT; penyakit Teknik Delphi ketinggian tinggi, dan
Janet T. ketinggian di A : Penghitungan kurang dari 20% porter
Peterson, antara kuli di frekuensi dan ukuran mampu
DrPH, lembah Khumbu kecenderungan sentral mengidentifikasi
NDTR, Nepal. dengan benar tindakan
WEMT, pencegahan untuk
FACSM / penyakit ketinggian
Nepal tinggi.

4 Andrew M. 2019 Medication Use Mengumpulkan D: Survei anonim Kurang dari setengah PubMed
Luks, Among Mount informasi terhadap individu Pendaki Gunung
Colin Everest tentang S: 187 Pendaki Gunung Everest menggunakan
Grissom, Climbers: penggunaan obat Everest obat-obatan selama
Luanne Practice and dan sikap V: Praktek dan Sikap ekspedisi mereka,
Freer, Attitudes terhadap pendaki dalam dengan obat utama yang
and Peter pengobatan dan penggunaan obat digunakan adalah
Hackett / penggunaan I: Kuesioner Survey acetazolamide, untuk
Everest oksigen Anonim pencegahan penyakit
tambahan A: Standart Deviasi ketinggian.
saat mendaki
gunung.
5 Tatiana 2015 Understanding of Untuk D: Penelitian Langsung Porter dan pemandu PubMed
Havryliuk, Altitude Illness mengetahui S: 970 Para porter dan Gunung di Nepal

10
MD, and Use presentasi pemandu pendaki memiliki insiden gejala
Bhuwan of pengetahuan gunung di Nepal Acute Mountain
Acharya, Pharmacotherapy Porter tentang V: Pengetahuan tentang Sickness (AMS) yang
Emily Among Trekkers presentasi AMS dan Penggunaan lebih rendah daripada
Caruso, and Porters penyakit Farmako Terapi para trekker. Kedua
MSPH, in the Annapurna ketinggian, trakker dan porter kelompok memiliki
and Tracy Region of Nepal pencegahan, dan I : Kuesioner pengetahuan yang
Cushing, perawatan, serta A: Analisis statistik Baik tentang AMS,
MD, MPH / praktik dilakukan dengan tetapi kurangnya
Nepal farmakoterapi menggunakan SAS pengetahuan tentang
mereka. Enterprise Guide 4.3 kondisi yang lebih
(SAS Institute, Inc., berbahaya yaitu High-
Cary, NC) Altitude Cerebral
Edema (HACE) dan
High - Altitude
Pulmonary Edema
(HAPE), sedangkan
orang Nepal
menunjukkan
kecenderungan ke arah
pengetahuan yang
kurang.

Subjek kami
melaporkan bahwa
penggunaan signifikan
obat herbal seperti
bawang putih dan

11
homeopati coca untuk
mencegah penyakit
ketinggian.

Secara keseluruhan,
trekker dan portir
terlalu khawatir dalam
kemampuan mereka
untuk mengenali dan
mengobati penyakit
ketinggian dan
diperlukan pendidikan
yang lebih ketat untuk
menjaga para pendaki
tetap aman di Himalaya
Nepal.
6 Layne Dylla 2017 Assessing the Untuk D: Cross-sectional 56,9% Pendaki pernah PubMed
/ Colorado average hikers’ mengetahui S : 51 Pendaki yang mengalami Altitude
knowledge of pengetahuan berusia > 18 Tahun, Sickness (AS), hanya
altitude sickness pendaki tentang Pernah mendaki gunung saja 35,3% Pendaki
penyakit di ketinggian > 8000 yang khawatir tentang
ketinggian. Kaki. Altitude Sickness (AS)
V : Pengetahuan Pendaki
tentang AMS
I : Wawancara dengan
direkam audio
A : Peninjauan Manual

12
7 Pierre Me´ 2019 Swiss Mountain Untuk D : cross-sectional Pemandu gunung lebih PubMed
trailler / Guides: mengevaluasi S : 467 Pemandu terpapar pada patologi
Swiss Medical pengetahuan Gunung spesifik ketinggian,
Education, pemandu V : Pendidikan, seperti Acute Mountain
Knowledge, and gunung secara Pengetahuan dan Praktik Sickness (AMS), High-
Practice subyektif dan panduan mendaki Altitude Pulmonary
obyektif tentang gunung Edema (HAPE), and
pencegahan dan I : Kuesioner High-Altitude Cerebral
pengobatan A : Chi-square atau Edema (HACE) dari -
penyakit terkait Fisher exact test pada kondisi medis
ketinggian. umum, karena mereka
menghabiskan ±10
malam di atas 4000
meter setiap tahun.

Mayoritas peserta
(khususnya pemandu
HA) menganggap
pengetahuan medis
terkait ketinggian
penting tetapi menilai
pendidikan mereka
sendiri tidak memadai.

Mayoritas pemandu
gunung sadar akan
tindakan pencegahan
nonfarmakologis dan

13
mampu mengenali
penyakit terkait
ketinggian.

Pemandu gunung
menyatakan diri mereka
sangat yakin dalam
mengobati penyakit
terkait ketinggian.

Penilaian obyektif dari


pengetahuan mereka
menunjukkan beberapa
kesenjangan, khususnya
terkait dengan
penggunaan obat-
obatan tertentu seperti
nifedipine dan
deksametason.
8 Raimund 2018 Challenges of Mengidentifikasi D: Literatur Review Banyak militer yang PubMed
Lechner, Military Health bahaya lingku- S: Petugas Militer dalam meremehkan keadaan
MD; Service Support ngan utama dan perang gunung (Militer lingkungan perang di
Thomas in Mountain merangkum dan petugas kesehatan Gunung wilayah
Küpper, Warfare langkah-langkah militer) Indonesia, sehingga hal
MD, PhD; penanggulangan V:Tantangan dan tersebut telah
Markus untuk mengura- Dukungan Layanan mengurangi kekuatan
Tannheimer, ngi dampak Kesehatan Militer dalam tempur dan
MD lingkungan yang Perang menyebabkan ribuan

14
unik pada saat I: PubMed dan sumber korban selama masa
perang gunung artikel yang berkaitan perang.
A: Merangkum dan
menganalisa secara
manual
9 Nicholas R. 2017 Inappropriate Meningkatkan D: Laporan Kasus Saat ini, prevalensi PubMed
Haslam, / Dexamethasone kesadaran di S: Studi tunggal Trekker penggunaan
Nepal Use by a Trekker kalangan atau pendaki gunung deksametason dan
in Nepal: profesional V: Pengetahuan tentang penyalahgunaan di
A Case Report kesehatan penyakit ketinggian, antara Pendaki gunung
tentang pencegahan penyakit di Nepal tidak
kemungkinan ketinggian dan diketahui. Kami
penggunaan obat Penggunaan menyarankan bidang ini
dexametason Dexametason memerlukan penelitian
oleh pendaki dan I: kasus nyata lebih lanjut untuk
mempromosikan A: menganalisis kasus menilai apakah kasus
pengetahuan secara manual ini unik atau mewakili
tentang potensi fenomena yang sedang
komplikasi. berkembang.

15
Dari tabel hasil jurnal diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:

Gambaran Pengetahuan Pendaki tentang Acute Mountain Sickness (AMS)

Pada Mahasiswa Sumatera Utara (USU) (Sakina, Andriani 2015)

Hasil dari penelitian ini menunjukkan kejadian AMS sebesar 34,4%. Untuk

gambaran pengetahuan, responden umumnya sudah mengetahui AMS dengan

baik (54,2%) Selain itu, kelompok berpengetahuan kurang hanya sedikit (8,3%).

Kejadian AMS berdasarkan gambaran pengetahuan tersebut menunjukkan bahwa

hanya sebesar 32,7%. Namun, pada kelompok berpengetahuan kurang kejadian

AMS sebesar 50%.

Acute Mountain Sickness (AMS) Knowledge Among High Altitude Marathon

Runners Competing in the Everest Marathon (Letchford et al. 2016)

Dan hasil dalam penelitian ini menyebutkan bahwa mayoritas (86%; 43dari 50)

peserta memperoleh informasi tentang AMS sebelum maraton, sedangkan (50%;

25 dari 50) memperolehnya dari Internet secara umum. 92% (46 dari 50) peserta

pelari maraton memiliki pengetahuan yang Baik. Namun, 48% (24 dari 50)

peserta tidak tahu bahwa jika naik dengan memiliki gejala AMS ringan maka hal

tersebut tidak aman, dan 66% (33 dari 50) berpikir bahwa hal tersebut dinilai

aman untuk naik lebih tinggi apabila terdapat gejala akan hilang dengan

meminum obat. Hanya 50% (25 dari 50) yang tahu AMS dapat terjadi dari 2500

m. 38% (19 dari 50) peserta mengalami AMS selama melakukan aklimatisasi, dan

6% (3 dari 50) mengalaminya saat balapan.

High Altitude Illness: Knowledge, Practice, and Attitudes of Porters in Nepal

(Koirala dan Wolpin 2018)

16
Didapatkan hasil penelitian bahwa, banyak porter memulai pekerjaanya pada usia

muda, membawa banyak barang, dan kesulitan untuk mengidentifikasi gejala

penyakit ketinggian tinggi, dan kurang dari 20% porter mampu mengidentifikasi

dengan benar tindakan pencegahan untuk penyakit ketinggian tinggi.

Medication Use Among Mount Everest Climbers: Practice and Attitudes (Luks

et al. 2019)

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa kurang dari setengah Pendaki Gunung

Everest menggunakan obat-obatan selama ekspedisi mereka, dengan obat utama

yang digunakan adalah acetazolamide, untuk pencegahan penyakit ketinggian.

Understanding of Altitude Illness and Use of Pharmacotherapy Among

Trekkers and Porters in the Annapurna Region of Nepal (Havryliuk et al.

2015)

Hasilnya, Porter dan pemandu Gunung di Nepal memiliki insiden gejala Acute

Mountain Sickness (AMS) yang lebih rendah daripada trekker. Kedua kelompok

memiliki pengetahuan yang Baik tentang AMS, tetapi kurangnya pengetahuan

tentang kondisi yang lebih berbahaya yaitu High-Altitude Cerebral Edema

(HACE) dan High - Altitude Pulmonary Edema (HAPE), sedangkan orang Nepal

menunjukkan kecenderungan ke arah pengetahuan yang kurang. Subjek kami

melaporkan bahwa penggunaan signifikan obat herbal seperti bawang putih dan

homeopati coca untuk mencegah penyakit ketinggian. Secara keseluruhan, trekker

dan portir terlalu khawatir dalam kemampuan mereka untuk mengenali dan

17
mengobati penyakit ketinggian dan diperlukan pendidikan yang lebih ketat untuk

menjaga para pendaki tetap aman di Himalaya Nepal.

Assessing the average hikers’ knowledge of altitude sickness (Dylla et al. 2017)

Pada penelitian ini didapatkan 56,9% Pendaki pernah mengalami Altitude

Sickness (AS), hanya saja 35,3% Pendaki yang khawatir tentang Altitude Sickness

(AS).

Swiss Mountain Guides: Medical Education, Knowledge, and Practice

(Education et al. 2019)

Artikel jurnal ini menghasilkan penemuan bahwa pemandu gunung lebih terpapar

pada patologi spesifik ketinggian, seperti Acute Mountain Sickness (AMS), High-

Altitude Pulmonary Edema (HAPE), and High-Altitude Cerebral Edema (HACE)

dari -pada kondisi medis umum, karena mereka menghabiskan ‡ 10 malam di atas

4000 meter setiap tahun. Mayoritas peserta (khususnya pemandu HA)

menganggap pengetahuan medis terkait ketinggian penting tetapi menilai

pendidikan mereka sendiri tidak memadai. Mayoritas pemandu gunung sadar akan

tindakan pencegahan nonfarmakologis dan mampu mengenali penyakit terkait

ketinggian. Pemandu gunung menyatakan diri mereka sangat yakin dalam

mengobati penyakit terkait ketinggian. Penilaian obyektif dari pengetahuan

mereka menunjukkan beberapa kesenjangan, khususnya terkait dengan

penggunaan obat-obatan tertentu seperti nifedipine dan deksametason.

Challenges of Military Health Service Support in Mountain Warfare (Lechner,

Küpper, dan Tannheimer 2018)

18
Pada penelitian ini dijelaskan bahwa faktor lingkungan adalah hal terpenting dari

lingkungan gunung. Dari penelitian ini membuahkan hasil bahwa dengan

meremehkan lingkungan dapat mengurangi kekuatan tempur dan menyebabkan

ribuan korban selama masa perang gunung berlangsung.

Inappropriate Dexamethasone Use by a Trekker in Nepal: A Case Report

(Haslam, Garth, dan Kelly 2017)

Hasil penelitian terhadap laporan kasus ini menjelaskan bahwa saat ini, prevalensi

penggunaan deksametason dan penyalahgunaan di antara Pendaki gunung di

Nepal tidak diketahui. Kami menyarankan bidang ini memerlukan penelitian lebih

lanjut untuk menilai apakah kasus ini unik atau mewakili fenomena yang sedang

berkembang.

Tabel 3.2 Karakteristik umum dalam penyeleksi studi (n=9)


Kategori N %
Tahun publikasi
2015 2 22,22
2016 1 11,12
2017 2 22,22
2018 2 22,22
2019 2 22,22

Total 9 100
Sampel Penelitian
Pendaki Gunung 4 44,44
Pelari Maraton 1 11,11
Porter/Kuli Angut Barang 1 11,12
Pemandu Gunung 2 22,22
Petugas Militer (Tenaga 1 11,11
Kesehatannya &
Tentaranya)
Total 9 100
Instrumen Penelitian
Kuesioner 5 55,55
Wawancara 2 22,23
Literature Review 1 11,11
Studi Kasus 1 11,11

19
Total 9 100
Desain Penelitian
Cross Sectional 4 44,44
Literature Review 1 11,11
Studi Kasus 1 11,11
Penelitian Langsung 1 11,11
Survey Anonim 1 11,11
Pemberian quesioner 1 11,12
selama 12 hari berturut –
turut
Total 9 100
Kategori Jurnal
Pengetahuan Pendaki 3 33,33
Tentang AMS

Pengetahuan dan Sikap 3 33,34


pendaki dalam
pencegahan AMS

Sikap Pendaki dalam 3 33,33


pencegahan AMS
Total 9 100

Berdasarkan tabel diatas, karakteristik umum pada artikel jurnal yang

didapatkan adalah penemuan jurnal dari tahun 2015 – 2019, sampel terbanyak

dalam temuan jurnal adalah pendaki gunung, instrumen penelitian terbanyak

menggunakan kuesioner dengan desain penelitian Cross Sectional dan temuan

kategori jurnal pada artikel jurnal ini seimbang bobotnya yakni 3 jurnal

membahas mengenai pengetahuan pendaki gunung, 3 jurnal membahas mengenai

pengetahuan dan sikap pendaki gunung serta 3 jurnal membahas mengenai sikap

pencegajah Acute Mountain Sickness (AMS).

Tabel 3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan dan Sikap pendaki


Faktor yang mempengaruhi Sumber
Faktor – faktor yang mempengaruhi
Pengetahuan pendaki :
Jenis Kelamin, Ketinggian Gunung Sakina, Andriani 2015
Yang Didaki, penyakit penyerta
Sumber Informasi yang diperoleh Letchford et al. 2016
Usia Koirala dan Wolpin 2018

20
Usia, Jenis Kelamin, Pengalaman Havryliuk et al. 2015
Mendaki, Sumber Informasi,
Pendidikan
Usia, Jenis Kelamin, Asal Daerah, Dylla et al. 2017
Pendidikan, Pengalaman Mendaki
Usia,Pengalaman Mendaki, Pekerjaan, Education et al. 2019
Pendidikan
Pendidikan Haslam, Garth, dan Kelly 2017
Lingkungan,Pengaruh Kebudayaan, Lechner, Küpper, dan Tannheimer 2018
pengalaman pribadi
Faktor – faktor yang mempengaruhi
Sikap Pendaki dalam pencegahan
AMS :
Pendidikan, Menunda pencegahan Koirala dan Wolpin 2018
AMS, Pengalaman
Usia, Jenis Kelamin, Pengalaman Luks et al. 2019
Pribadi Mendaki, Kebudayaan (Negara
Asal)
Usia, Jenis Kelamin, Pengalaman Havryliuk et al. 2015 ; Education et al.
Mendaki 2019
Pengaruh Kebudayaan, pengalaman Lechner, Küpper, dan Tannheimer 2018
pribadi
Ketidak patuhan (pengaruh orang lain) Haslam, Garth, dan Kelly 2017

Berdasarkan tabel diatas, dalam penemuan artikel jurnal ini menemukan

faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan pendaki tentang Acute Mountain

Sickness (AMS) diantaranya sebagai berikut : Usia, Jenis Kelamin, Sumber

Informasi yang diperoleh, Pendidikan, Pengalaman Mendaki,Pekerjaan dan

Lingkungan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi sikap dalam pencegahan

Acute Mountain Sickness (AMS) adalah Usia, Jenis Kelamin, Menunda

pencegahan AMS, Pengalaman Pribadi Mendaki, Kebudayaan (Negara Asal),

Ketidak patuhan (pengaruh orang lain).

21
BAB 4

PEMBAHASAN

Berdasarkan temuan hasil artikel jurnal pada studi literatur ini didapatkan

pengetahuan pendaki tentang Acute Mountain Sickness berhubungan dengan

Sikap pendaki dalam pencegahan Acute Mountain Sickness yang dimana jika

pendaki memiliki pengetahuan yang baik tentang Acute Mountain Sickness maka

sikap dalam pencegahan Acute Mountain Sicknessnya akan positif. Sehingga

insiden kejadian AMS dapat diminimalisir. (Sma, Manado, dan Kundre 2014)

mengatakan, Sikap sangat berkaitan erat dengan tingkat pengetahuan seseorang

yang dimana sikap terhadap suatu objek menunjukkan pengetahuan orang tersebut

terhadap objek yang bersangkutan.

4.1 Pengetahuan Pendaki tentang Acute Mountain Sickness (AMS)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sakina, Andriani 2015) ditemukan

pengetahuan para pendaki yang baik mengalami kejadian Acute Mountain

Sickness (AMS) yang lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh semakin baik

tingkat pengetahuan pendaki maka insiden AMS yang menimpa pendaki

semakin minim. Hal ini juga menunjukkan status hubungan antara

pengetahuan dan sikap. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kadek Putri

Juliani (2014), Sikap sangat berkaitan erat dengan tingkat pengetahuan

seseorang, yang dimana sikap terhadap suatu objek menunjukkan

pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan. Dalam

tinjauan jurnal penelitian ini hasil penelitian didapatkan sama dengan teori

pengetahuan oleh (Sma, Manado, dan Kundre 2014).

22
Maka dari itu dengan senantiasa meningkatkan pengetahuan pendaki

melalui berbagai sumber informasi juga termasuk kedalam upaya

meningkatkan pengetahuan pendaki. Sama halnya dengan penelitian yang

dilakukan oleh (Letchford et al. 2016) menunjukkan pengetahuan para pelari

maraton di Gunung Everest Baik, dikarenakan para pelari maraton

memperoleh informasi mengenai AMS sebelum maraton dengan mengikuti

pelatihan dan memperoleh informasi secara umum dari internet tentang AMS.

Hal ini juga berkaitan erat dengan faktor – faktor yang memperngaruhi

pengetahuan seseorang yang terdapat pada faktor eksternal yakni Informasi

merupakan data yang diolah menjadi sebuah bentuk yang lebih bermanfaat

dan berarti bagi penerima (Jogiyanto, 2009).

Selain itu didapatkan pada artikel jurnal (Koirala dan Wolpin 2018) bahwa

kebanyakan dari 146 porter atau pengangkut barang memulai pekerjaanya

pada usia muda sehingga pada saat penelitian dilaksanakan mereka kesulitan

untuk mengidentifikasi gejala penyakit ketinggian sehingga didapatkan hasil

bahwa kurang dari 20% porter yang mampu dalam mengidentifikasi tindakan

yang benar saat melakukan pencegahan penyakit ketinggianpun. Pada

pembahasan artikel ini juga berkaitan dengan faktor – faktor yang

mempengaruhi pengetahuan yakni faktor usia, Semakin cukup umur,

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Nursalam,2011)

dalam hal ini pendaki gunung yang memiliki usia diatas 18 tahun dinilai

sudah cukup umur (Iswadi 2020). Maka dari itu dengan menaati peraturan

yang ada pada saat pendakian merupakan prosedur keselamatan yang utama.

23
Pada Artikel jurnal ke lima ini didapatkan bahwa porter memiliki

insiden kejadian AMS yang lebih rendah daripada pendaki gunung yang

dikarenakan pengalaman mengenali medan. Hal ini berkaitan dengan faktor –

faktor yang mempengaruhi pengetahuan oleh para porter di Nepal yakni

terdapat faktor lingkungan atau pengenalan medan yaitu kondisi yang

mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu itu sendiri (Wawan dan

Dewi, 2017). Faktor Pengalaman yaitu sesuatu yang pernah dialami,

dirasakan, ditanggung oleh seseorang tersebut (Notoatmojo, 2014). Dari hasil

temuan pada artikel jurnal ini berkaitan dengan teorinya (Nursalam 2014)

bahwasanya semakin pendaki gunung memiliki pengalaman mendaki gunung

yang berulang maka pendaki dapat melakukan pengulangan pengetahuan

dalam memecahkan persoalan. Keahlian seorang pendaki akan meningkat

seiring dengan meningkatnya pengalaman yang dimiliki seorang tersebut

(Anugerah, Rita & Silfi 2016). Dengan memiliki pengalaman mendaki lebih

dari tiga kali merupakan syarat untuk mendaki gunung agar dapat

meminimalisir terjadinya AMS. Namun pendaki gunung yang belum

memiliki pengalaman minimal tiga kali wajib menggunakan pemandu

profesional dari daerah setempat (Khoiri 2020).

Temuan pada artikel jurnal ke sembilan ini membahas mengenai

penyalahgunaan obat dexametason dikalangan pendaki di Nepal. Dikarenakan

kurangnya pengetahuan para pendaki mengenai penggunaan obat secara

aman. Hal ini berkaitan erat dengan faktor pendidikan, informasi dan

pengalaman pendaki. Disimpulkan lagi, bahwasanya pendaki yang memiliki

pengetahuan yang kurang terhadap penggunaan obat-obatan dalam

24
menangani penyakit ketinggian dapat memicu pula dengan sikap para pendaki

dalam melakukan penggunaan obat – obatan tersebut. Maka dari itu selain

meningkatak pengetahun para pendaki dari informasi yang diperoleh,

pengalaman yang pernah dialami tetap dengan memiliki pendidikan yang

sejalan dengan penggunaan obat – obatan akan menunjang dalam

meminimalisir kasus penyalah gunaan obat-obatan pada pendaki gunung.

4.2 Sikap Pendaki dalam pencegahan Acute Mountain Sickness (AMS)

Artikel jurnal ke empat membahas mengenai sikap terhadap penggunaan

pengobatan pada pendaki di Everest dan ditemukan bahwasanya kurang dari

setengah pendaki di Everest yang menggunakan obat Acetazolamide untuk

melakukan pencegahan penyakit ketinggian. Pada bahasan artikel jurnal ke

empat ini berkaitan erat dengan teori sikap menurut Notoatmojo (2014) yakni

sikap adalah reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial atau

merupakan kesiap sediaan untuk bertindak, yang menjadi predisposisi

tindakan suatu perilaku. Dan pada artikel ke empat ini penyebab kurang dari

setengah pendaki Everest menggunakan obat Acetazolamide untuk

melakukan pencegahan penyakit ketinggian adalah juga dipengaruhi oleh

faktor sifat itu sendiri yang diataranya Umur, Jenis Kelamin, Pengalaman

Pribadi, Pengaruh Orang Lain, Media Masa, Lembaga Pendidikan atau

pelatihan, dan Faktor Emosional itu sendiri (Wawan dan Dewi, 2017).

Artikel jurnal ke lima ini Pencegahan yang dilakukan para porter di Nepal

yakni menggunakan pengobatan herbal yang signifikan, namun hal ini tetap

memunculkan kekawatiran pada kemampuan setiap porter untuk mengenali

dan mengobati gejala AMS dan membutuhkan pendidikan lebih mengenai hal

25
tersebut. Faktor pendidikan oleh porter itu sendiri, yakni semakin tinggi

pendidikan seseorang, semakin tinggipula seseorang tersebut mudah dalam

menerima informasi sehingga pengetahuan yang dimiliki semakin banyak

(Nursalam, 2011). Dapat disimpulkan dari pembahasan atikel jurnal ke lima

ini bahwa pengetahuan pendaki yang baik akan mempengaruhi sikap yang

diambil dalam melakukan pencegahan dengan cara pengobatan.

Pada artikel jurnal ke enam ini ditemukan dari 56,9 % kasus AMS,

Pendaki yang memiliki sifat khawatir tentang AMS hanya 35,5% pendaki

saja. Hal ini berkaitan erat dengan komponen sikap tentang kehidupan

emosional atau evaluasi suatu objek dan kecenderungan bertindak

(Notoatmojo, 2014). Sehingga sikap adalah pengetahuan, pikiran, keyakinan,

dan emosi dalam bertindak, termasuk memiliki sifat khawatir akan hal

tertentu. Artikel jurnal ke delapan ini merupakan pembahasan yang sangat

unik yakni mencakup aparatur negara yakni pihak militer yang diperoleh dari

studi literatur yang memperoleh bahwasanya Sikap meremehkan para militer

pada perang gunung mengakibatkan lemahnya kekuatan tempur dan

mengakibatkan ribuan korban jiwa. Hal ini disebabkan pengetahuan yang

baik tentang medan dan memiliki sikap yang baik adalah termasuk dalam

faktor pengalaman, lingkungan dan faktor memperoleh informasi dari medan

perang itu sendiri. Kejadian pada artikel jurnal kedelapan ini menuju juga

pada sikap negatif para militer yakni meremehkan yang dimana sikap negatif

seperrti meremehkan merupakan kecenderungan untuk menjauh, mengindari,

membenci dan tidak menyukai objek tertentu yang imbasnya adalah

26
banyaknya korban jiwa. Hal ini sangat berkaitan erat tentang hubungan

pengetahuan dan sikap para militer tersebut.

Artikel jurnal ke sembilan ini menggunakan studi kasus pada pendaki

gunung yang membahas mengenai penyalahgunaan obat dexametason

dikalangan pendaki di Nepal. Dikarenakan kurangnya pengetahuan para

pendaki mengenai penggunaan obat secara aman. Pada temuan jurnal kali ini

juga berkaitan erat dengan faktor pendidikan, informasi dan pengalaman

pendaki. Disimpulkan lagi, bahwasanya pendaki yang memiliki pengetahuan

yang kurang terhadap penggunaan obat-obatan dalam menangani penyakit

ketinggian dapat memicu pula dengan sikap para pendaki dalam melakukan

penggunaan obat – obatan tersebut.

27
BAB 5

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil literature review pada 9 jurnal terkait “Hubungan

pengetahuan pendaki tentang Acute Mountain Sickness dan Sikap pendaki dalam

pencegahan Acute Mountain Sickness” dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pendaki yang memiliki pengetahuan yang baik maka angka insiden

kejadian AMSnya rendah, pengetahuan yang baik dapat diperoleh dari

jenis informasi yang digunakan.

2. Kebanyakan hasil dari 9 artikel jurnal tersebut didapatkan sikap negatif

para pendaki yang ditandai oleh penyalahgunaan obat dexametason

dikalangan pendaki, rasa kehawatir pada AMS rendah, serta timbulnya

sikap meremehkan medan atau lingkungan yang ada.

3. Hubungan pengetahuan pendaki tentang AMS dan sikap pendaki dalam

pencegahan AMS sebagai berikut :

3.1 Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan pendaki tentang

Acute Mountain Sickness diantaranya Usia, Jenis Kelamin, Sumber

Informasi yang diperoleh, Pendidikan, Pengalaman Mendaki,

Pekerjaan dan Lingkungan.

3.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi sikap diantaranya usia, Jenis

Kelamin, Pengalaman Pribadi, Pendidikan, Kebudayaan (Negara

Asal), Menunda pencegahan AMS, dan Ketidak patuhan (pengaruh

orang lain).

28
5.2 SARAN

Adapun saran dari penulis adalah sebagai berikut :

1. Bagi Pendaki Gunung

Hendaknya sebelum melakukan pendakian melakukan persiapan berupa

pengetahuan tentang gunung, kegawat daruratan pada gunung, pencegagan

resiko berbahaya di gunung dan tentunya telah memenuhi standart

keselamatan pada setiap pendakian.

2. Bagi para Porter atau pembawa barang di pegunungan

Hendaknya meningkatakan pengetahuan mengenai pencegahan penyakit

ketinggian melalui pelatihan – pelatihan kegawat daruratan pada gunung.

3. Bagi Pemandu Gunung

Menjalani pekerjaan sebagai pemandu gunung merupakan pekerjaan yang

tidak gampang dan mempunyai resiko yang tinggi apalagi sebagai pemandu

gunung tidak hanya dirinya sendiri yang harus diselamatkan tetapi para

pendaki gunung yang ikut di rombonganyapun juga menjadi tanggungjawab

pemandu gunung. Dengan memiliki pengetahuan yang baik didukung dengan

memiliki skill yang baik pula terhadap resiko atau bahaya penyakit ketinggian

perlu dimiliki oleh seorang pemandu gunung atau harus adanya sertifikasi

pemandu gunung profesional.

4. Bagi Atlet lari maraton

tentunya menjadi seorang atlet lari maraton harus memenuhi standar kesiapan

secara fisik dan psikis. Peningkatan pengetahuan pelari maraton ini sangat

perlu dilakukan ketika medan larinya adalaha daerah ketinggian, pentingnya

29
menjalani aklimatisasi dan memiliki strategi lagi di medan gunung seperti ini

menjadi standart keselamatan nomer satu.

5. Bagi Tentara

Menjadi Tentarapun memiliki pengetahuan yang baikpun dirasa tidak cukup

dalam melakukan pencegahan terhadap AMS namun dengan memiliki sikap

yang positif dalam segala situasi dan kondisi merupakan pencegahan yang

baik dalam perang gunung ataupun dalam pencegahan AMS itu sendiri.

6. Bagi Petugas kesehatan

Sebagai petugas kesehatan memiliki peranan yang penting dalam melakukan

edukasi tentang pertolongan pertama atau pencegahan terhadap AMS, dengan

melakukan kolaborasi antara pihak kesehatan dengan pengelola gunung

merupakan cara preventif dalam pencegahan kejadian AMS.

7. Bagi seorang perawat

Sangatlah penting dalam memiliki pengetahuan yang baik akan isu – isu

kegawatdaruratan seperti di luar klinik, karena belum banyaknya tenaga

medis yang prefent di lingkup tersebut.

8. Pentingnya menjalin kolaborasi antara peran tenaga medis dan para pendaki

ataupun porter.

30
DAFTAR PUSTAKA

Anugerah, Rita & Silfi, Alfiati. 2016. “Pengaruh pengalaman audit dan
pengetahuan audit terhadap keahlian dalam bidang auditing pada badan
pemeriksaan keuangan RI Provinsi Riau.”
Dylla, Layne et al. 2017. “PT US CR.”
http://dx.doi.org/10.1016/j.ajem.2017.10.011.
Education, Medical et al. 2019. “Swiss Mountain Guides :” 00(00): 1 –11.
Haslam, Nicholas R, Rachel Garth, dan Nicola Kelly. 2017. “Inappropriate
Dexamethasone Use by a Trekker in Nepal : A Case Report.” Wilderness and
Environmental Medicine 28(4): 318–21.
http://dx.doi.org/10.1016/j.wem.2017.06.007.
Havryliuk, Tatiana, Bhuwan Acharya, Emily Caruso, dan Tracy Cushing. 2015.
“Understanding of Altitude Illness and Use of Pharmacotherapy Among
Trekkers and Porters in the Annapurna Region of Nepal.” 16(3): 236–43.
Horiuchi, Masahiro et al. 2016. “Prevalence of acute mountain sickness on Mount
Fuji : A pilot study.” : 1–5.
Iswadi, Agus. 2020. “Pendaki usia di bawah 18 tahun dilarang naik gunung lawu,
ini alasannya.” Tribun Jateng.
https://jateng.tribunnews.com/2020/07/10/pendaki-usia-di-bawah-18-
dilarang-naik-gunung-lawu-ini-alasanya.
Khoiri, Ahmad Masaul. 2020. “Gunung Lawu larang pendaki berumur kurang
dari 18 tahun.” detiktravel. https://m.detik.com/travel/travel-news/d-
5088821/gunung-lawu-larang-pendaki-berumur-kurang-dari-18-tahun.
Koirala, Pranawa, dan Seth E Wolpin. 2018. “High Altitude Illness : Knowledge ,
Practice , and Attitudes of Porters in Nepal.” Wilderness & Environmental
Medicine 29(4): 431–36. https://doi.org/10.1016/j.wem.2018.06.002.
Kristo, Fino Yuriko. 2019. “Kenapa Banyak Orang Meninggal di Gunung
Everest?” detikinet. https:m.detik.com/inet/science/d-4567960/kenapa-
banyak-orang-meninggal-di-gunung-everest (Mei 28, 2019).
Lechner, Raimund, Thomas Küpper, dan Markus Tannheimer. 2018. “Challenges
of Military Health Service Support in Mountain Warfare.” Wilderness and

31
Environmental Medicine 29(2): 266–74.
http://dx.doi.org/10.1016/j.wem.2018.01.006.
Letchford, Abigail et al. 2016. “Acute Mountain Sickness ( AMS ) Knowledge
Among High Altitude Marathon Runners Competing in the Everest
Marathon.” Wilderness and Environmental Medicine 27(1): 111–16.
http://dx.doi.org/10.1016/j.wem.2015.09.021.
Luks, Andrew M et al. 2019. “Wilderness Medical Society Clinical Practice
Guidelines for the Prevention and Treatment of Acute Altitude Illness : 2019
Update.” Wilderness & Environmental Medicine 30(4): S3–18.
https://doi.org/10.1016/j.wem.2019.04.006.
Nursalam. 2014. “Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.”
Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pendekatan Praktis
Edisi 4. Jakarta.ed. Peni Puji Lestari. Salemba Medika.
Pratikto, Nungki Irma Nurmala. 2011. Perempuan Merah Putih. ed. Ryan.
Mulyono Pradana. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sakina, Andriani, Universitas Sumatera. 2015. “Gambaran pengetahuan pendaki
gunung tentang.”
Sma, D I, Negeri Manado, dan Rina Kundre. 2014. “Hubungan Pengetahuan
dengan Sikap Remaja Tentang Perilaku Seksual Pranikah Pada Siswi Kelas
X Di SMA Negeri 1 Manado.”
Wawan, A dan M, Dewi. 2017. Teori & Pengukuran pengetahuan, sikap, dan
perilaku manusia dilengkapi dengan contoh kuesioner.

32
LAMPIRAN

33

Anda mungkin juga menyukai