Anda di halaman 1dari 6

B.

Pengolahan Hasil Pertanian Level 1


1. Landasan Teori
Pengolahan hasil pertanian level 1 (satu) merupakan perlakuan preparasi
awal bahan untuk diolah lebih lanjut atau untuk dikonsumsi segar. Pada level
ini hanya terjadi perubahan visual saja, meliputi pembersihan/cleaning,
sortasi /grading dan pengeringan berdasarkan mutu, pengemasan/packaging,
dan penyimpanan/storage. Melalui level ini, hasil pertanian akan lebih
terseleksi berdasarkan mutu dan kualitas. Tetapi jika hanya sampai dengan level
ini, produk tidak akan bertahan lama mungkin, hanya beberapa hari saja, bahan
utamanya seperti sayuran dan buah-buahan.
Pembersihan dalam penanganan hasil pertanian adalah mengeluarkan atau
memindahkan benda asing (kotoran) dan bahan-bahan yang tidak diinginkan
dari bahan utama (produk yang diinginkan). Pembersihan bertujuan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada hasil pertanian.
Kebersihan sangat mempengaruhi kenampakan. Secara umum,
pembersihan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dry method dan wet
method. Pembersihan dengan dry method, diantaranya meliputi penyaringan
dan pemungutan dengan tangan. Sementara dengan wet method, diantaranya
meliputi perendaman, water sprays, rotary drum, brush washer, shuffle or
shaker washer. (Rusendi, 2014)
Bahan hasil pertanian yang telah dipanen tidak dapat diolah langsung
menjadi suatu bahan jadi. Terdapat beberapa tahap hingga bahan tersebut siap
dilakukan pengolahan tahap berikutnya. Tahap yang perlu dilakukan untuk
bahan hasil pertanian ini adalah pembersihan, sortasi, dan grading. Istilah
sortasi dalam kamus bahasa indonesia dikenal dengan istilah menyotir yang
berarti memilah (yang diperlukan dan mengeluarkan yang tidak diperlukan
dan sebagainya). Sortasi adalah pemisahan komoditi selama dalam aliran
komoditas, misalnya sortasi di lokasi pemanenan yang didasarkan pada jenis,
ukuran yang diminta pasar. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan
bahwa pengertian sortasi adalah serangkaian kegiatan memisahkan bahan
dengan berbagai cara untuk mendapatkan bahan sesuai dengan kriteria tertentu.
Pembersihan dilakukan setelah proses sortasi dan grading. (Afrianto, dkk.
2008)
Penyimpanan ialah kegiatan untuk menjaga kondisi fisik produk dengan
cara menempatkan/ menyimpan produk hasil pertanian di tempat tertentu
dengan kondisi yang sesuai untuk diproses ke tahap selanjutnya. (Sudaryanto,
dkk. 2015). Pada penyimpanan/storage pada pengolahan hasil pertanian level 1
juga merupakan aktivitas yang penting. Sifat hasil pertanian yang mudah rusak
mengharuskan untuk dilakukannya penyimpanan. Tindakan penyimpanan
bahan pangan dimaksudkan untuk memanjangkan daya simpan bahan agar
dapat dikonsumsi pada waktu yang akan datang dengan mutu yang tetap baik.
Setiap bahan hasil pertanian memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Ada
bahan dan produk tertentu yang harus disimpan di tempat yang bersuhu normal,
ada pula yang harus disimpan pada suhu rendah, tinggi dan sebagainya. Untuk
itu dalam penyimpanan perlu diperhatikan kondisi penyimpanan yang
dibutuhkan oleh hasil pertanian tersebut agar tetap berada dalam kondisi baik.
Tujuan dari penyimpanan bahan hasil pertanian yaitu untuk menghambat atau
mencegah terjadinya kerusakan. mempenahankan mutu. dan menghindari
terjadinya keracunan melalui metode yang mengontrol pertumbuban mikroba,
mengurangi perubahan kimia. fisik dan fisiologis yang tidak diinginkan, serta
menghindari kontaminasi schingga dapat mempennudah penanganan dan
penyimpanan lebih lanjut (Sucitawati, 2015).
Apel (Malus domestica) merupakan tanaman buah tahunan berasal dari
Asia Barat yang beriklim sub tropis. Apel dapat tumbuh di Indonesia setelah
tanaman apel ini beradaptasi dengan iklim Indonesia, yaitu iklim tropis
(Baskara, 2010). Penanaman apel di Indonesia dimulai sejak tahun 1934 dan
berkembang pesat pada tahun 1960 hingga sekarang. Apel di Indonesia dapat
tumbuh dan berbuah baik di dataran tinggi, khususnya di Malang (Batu dan
Poncokusumo) dan Pasuruan (Nongkojajar), Jawa Timur (Fajri, 2011).
Kandungan apel berupa zat berguna bagi tubuh manusia diantaranya pektin
(sejenis serat), quersetin (bahan anti kanker dan anti radang) serta vitamin C
yang tinggi merupakan sebagian alasan mengapa ahli gizi sangat menganjurkan
masyarakat untuk mengkonsumsi buah Apel secara teratur. Beberapa persoalan
kesehatan seperti susah buang air besar, obesitas, kolesterol tinggi, arthritis dan
lainnya dapat diatasi dengan terapi buah Apel. Kandungan anti oksidan yang
sangat tinggi juga menjadi alasan tingginya konsumsi buah Apel oleh
masyarakat sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit dan disfungsi
kesehatan tubuh lainnya (Baskara, 2010).. Menurut Arai et al. (2000) dalam
Cempaka et al. (2014), angka kematian penduduk Jepang yang disebabkan oleh
cardiovascular disease jumlahnya relatif rendah karena orang Jepang sering
mengkonsumsi makanan yang mengandung flavonoid dan isoflavon.
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Wadah (toples)
b. Bahan
1) 2 buah apel hijau
3. Proses Produksi
a. Mencuci buah yang telah disiapkan di dalam wadah dengan air yang
mengalir.
b. Menyortir buah yang sudah dibersihkan.
c. Mengamati perubahan tampilan, tekstur, aroma di suhu ruangan dan suhu
dingin selama 5 hari.
4. Pembahasan Hasil
Tabel 2.1 Pengamatan pembersihan dan sortasi buah apel hijau dengan
perlakuan suhu ruang
Pengamatan Tampilan Tekstur Aroma Keterangan
Pengamatan ke-1 Hijau Keras Khas apel Segar
(Sabtu, 11 April) +++ +++ +++
Pengamatan ke-2 Hijau Keras Khas apel Segar
(Senin, 13 April) +++ +++ +++
Sedikit
Pengamatan ke-3 Hijau Keras Khas apel
kuning, agak
(Rabu, 15 April) ++ ++ ++
lembek

Tabel 2.2 Pengamatan pembersihan dan sortasi buah apel hijau dengan
perlakuan suhu dingin
Pengamatan Tampilan Tekstur Aroma Keterangan
Pengamatan ke-1 Hijau Keras Khas apel Segar
(Sabtu, 11 April) +++ +++ +++
Pengamatan ke-2 Hijau Keras Khas apel Segar
(Senin, 13 April) +++ +++ +++
Pengamatan ke-3 Hijau Keras Khas apel Segar
(Rabu, 15 April) +++ +++ +++

Keterangan :
+++ = Sangat baik
++ = Baik
+ = Kurang baik

Pengamatan pada 2 buah apel hijau yang sudah diuci sebelumnya


dilakukan sebanyak 3 kali selama 5 hari. Pengamatan pertama pada hari Sabtu
tanggal 11 April 2020, pengamatan kedua pada hari Senin tanggal 13 April
2020, dan pengamatan ketiga pada hari Rabu tanggal 15 April 2020. Pada
pengamatan tersebut diberikan 2 perlakuan berbeda berupa penempatan bauh
apel hijau pada suhu ruang dan penempatan buah apel pada suhu dingin.
Pengamatan pertama pada hari Sabtu tanggal 11 April 2020. Hasil
pengamatan menunujukan buah apel hijau yang pertama dimasukan kedalam
toples tertutup rapat dan ditempatkan pada suhu ruang memiliki tampilan visual
berwarna hijau segar tanpa ada bagian yang busuk dengan tektur buah yang
keras dan buah beraroma harum khas buah apel hijau yang cukup menyengat.
Untuk buah apel hijau yang kedua mendapatkan perlakuan dimasukan ke dalam
toples tertutup rapat dan ditempatkan pada suhu dingin yaitu di dalam kulkas
memiliki tampilan visual hijau segar tanpa ada bagian yang busuk dengan
tektur buah keras dan beraroma haru khas buah apel hijau yang cukup
menyengat.
Pengamatan kedua dilaksanakan pada hari Senin tanggal 13 April 2020.
Hasil pengamatan menunjukan buah apel hijau pertama yang dimasukan ke
dalam toples tertutup rapat dan ditempatkan pada suh ruang memiliki
penampilan visual berwarna hijua segar tanpa ada bagian yang busuk, memiliki
tekstur buah yang masih keras dan beraroma harum khas apel hijau yang cukup
menyengat. Sedangkan untuk buah apel kedua yang dimasukan ke dalam toples
tertutup rapat dan ditempatkan pada suhu dingin yaitu pada dalam kulkas
memiliki tampilan visual hijau segar tanpa ada bagian yang busuk dengan
tekstur buah yang masih keras dan memiliki aroma khas apel hijau yang cukup
menyengat.
Untuk pengamatan ketiga dilakukan pada hari Rabu pada tanggal 15
April 2020. Pada pengamatan terakhir ini memberikan hasil pengamatan berupa
buah apel hijau yang dimasukan kedalam toples tertutup rapat dan ditempatkan
pada suhu ruang memiliki tampilan visual berwarna hijau sedikit kekuningan,
memiliki tekstur buah keras sedikit mulai melunak, dan memiliki aroma khas
buah apel hijau yang tidak terlalu menyengat. Sedangkan untuk buah apel hijau
yang dimasukan ke toples tertutup rapat dan ditempatkan di suhu dingin yaitu
di dalam kulkas memiliki penampilan visual berwarna hijau segar, dengan
tektur buah yang masih keras, dan memiliki aroma khas buah apel hijau yang
masih cukup menyengat.
Pada pengamatan buah apel hijau yang diberikan perlakuan berbeda
yaitu penempatan pada suhu ruang dan pempatan pada suhu dingin memberikan
hasil pengamatan yang berbeda pula. Pada buah apel hijau yang mendapatkan
perlakuan penempatan pada suhu ruang, pada pengamatan ke-3 keadaan
buahnya sudah mulai tidak segar sehinga warna mulai menguning, tekstur buah
mulai melunak, dan aroma buah sudah mulai berkurang. Sedangkan pada buah
apel hijau yang mendapatkan perlakuan penempatan pada suhu dingin yaitu
dimasukan ke dalam kulkas, pada pengamatan ke-3 keadaan buahnya memiliki
kondisi yang masih segar, tekstur buah yang masih keras, dan aroma buah juga
masih cukup menyengat.
Berdasarkan pengamatan tersebut, dapat diketahui bahwa buah yang
disimpan pada suhu dingin lebih segar dibandingkan buah yang disimpan pada
suhu ruang, hal ini sesuai dengan teori Hardenburg, 1986 yaitu pendinginan
mempunyai pengaruh besar terhadap atmosfer dalam kemasan. Pada umumnya,
pendinginan pada suhu optimum untuk komoditi yang disertai dengan
kelembaban tinggi adalah cara paling baik untuk memperpanjang umur simpan
atau umur ketahanan komoditi. Pendinginan mengendalikan pertumbuhan
bakteri dan jamur yang menyebabkan pelapukan dan memperlambat
metabolisme komoditi itu sendiri. Selain itu, pendinginan dapat memperlambat
respirasi sehingga dapat memperlambat proses pematangan, penuaan dan
pengeluaran panas dan secara umum dapat diketahui bahwa suhu tinggi akan
mempercepat reaksi biokimia sehingga pematangan dan pembusukan akan
berlangsung lebih cepat. Sehingga terbukti bahwa pada pengamatan suhu
dingin dapat menjaga kesegaran buah apel hijau lebih tahan lama dibandingkan
buah apel yang disimpan pada suhu ruang.

Gambar 2.1 Pengamatan ke-1 suhu Gambar 2.2 Pengamatan ke-1 suhu
ruang dingin
Gambar 2.3 Pengamatan ke-2 suhu Gambar 2.4 Pengamatan ke-2 suhu
dingin ruang

Gambar 2.5 Pengamatan ke-3 suhu Gambar 2.6 Pengamatan ke-3 suhu
dingin ruang
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Penanganan Pasca Panen: Pengumpulan


Hasil Panen, Pembersihan, Pemilihan, Pengemasan, dan Transportasi Cabai.
http://www.fao.org/3/b-be844o.pdf. (diakses pada 17 April 2020 pukul 15.23
WIB)

Nurfi, Rizka. 2018. Apel. http://eprints.umm.ac.id/35355/3/jiptummpp-gdl-


rizkanurfi-49079-3-babii.pdf. (diakses pada 17 April pukul 23.50 WIB)

Puspitaningrum, Dwi Aulia. Transformasi Level 1 dan 2.

Rachmawan, Obin. 2001. Membersihkan Komoditas Pertanian.


https://mirror.unpad.ac.id/orari/pendidikan/materi-
kejuruan/pertanian/pengendalian-
mutu/membersihkan_komoditas_pertanian.pdff. (diakses pada 17 April 2020
pukul 19.33 WIB).

Sucitawati, Putu Ayu. 2015. Makalah. Penyimpanan Hasil Pertanian. Universitas


Udayana: Fakultas Teknologi Pertanian.
https://www.academia.edu/19690377/Penyimpanan_hasil_pertanian. (diakses
pada 17 April 2020 pukul 20.00 WIB).

Taufiqullah. 2019. Sortasi dan Grading. https://www.tneutron.net/pangan/sortasi-


dan-grading/. (diakses pada 17 April 2020 pukul 18.35 WIB)

Tri, Susanto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya : Penerbit Bina
Ilmu

Anda mungkin juga menyukai