Makalah Agama Peran Dan Fungsi Agama Dalam Kehidupan Manusia
Makalah Agama Peran Dan Fungsi Agama Dalam Kehidupan Manusia
MANUSIA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PERAN DAN FUNGSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Manusia merupakan makhluk yang paling mulia di sisi Allah SWT. Manusia memiliki keunikan yang
beragam dalam hal :ras,suku,maupun agama.Agama dalam kehidupan manusia sangat berperan penting
dalam menjalani kehidupannya.
1.1 Pengertian Agama Secara Umum
Merumuskan pengertian agama bukan suatu perkara mudah, dan ketidak sanggupan manusia
untuk mendefinisikan agama karena disebabkan oleh persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
kepentingan mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena itu tidak mengherankan jika secara
internal muncul pendapat-pendapat yang secara apriori menyatakan bahwa agama tertentu saja sebagai
satu-satunya agama samawi, meskipun dalam waktu yang bersamaan menyatakan bahwa agama samawi
itu meliputi Islam, Kristen dan Yahudi.
Sumber terjadinya agama terdapat dua katagori, pada umumnya agama Samawi dari langit,
agama yang diperoleh melalui Wahyu Illahi antara lain Islam, Kristen dan Yahudi.—-dan agama Wad’i
atau agama bumi yang juga sering disebut sebagai agama budaya yang diperoleh berdasarkan kekuatan
pikiran atau akal budi manusia antara lain Hindu, Buddha, Tao, Khonghucu dan berbagai aliran
keagamaan lain atau kepercayaan.
Dalam prakteknya, sulit memisahkan antara wahyu Illahi dengan budaya, karena pandangan-
pandangan, ajaran-ajaran, seruan-seruan pemuka agama meskipun diluar Kitab Sucinya, tetapi oleh
pengikut-pengikutnya dianggap sebagai Perintah Illahi, sedangkan pemuka-pemuka agama itu sendiri
merupakan bagian dari budaya dan tidak dapat melepaskan diri dari budaya dalam masa kehidupannya,
manusia selalu dalam jalinan lingkup budaya karena manusia berpikir dan berperilaku.
Beberapa acuan yang berkaitan dengan kata “Agama” pada umumnya; berdasarkan Sansekerta
yang menunjukkan adanya keyakinan manusia berdasarkan Wahyu Illahi dari kata A-GAM-A, awalan A
berarti “tidak” dan GAM berarti “pergi atau berjalan, sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang
kekal, dengan demikian “agama: berarti pedoman hidup yang kekal”
Berdasarkan kitab, SUNARIGAMA yang memunculkan dua istilah; AGAMA dan UGAMA,
agama berasal dari kata A-GA-MA, huruf A berarti “awang-awang, kosong atau hampa”, GA berarti
“genah atau tempat” dan MA berarti “matahari, terang atau bersinar”, sehingga agama dimaknai sebagai
ajaran untuk menguak rahasia misteri Tuhan, sedangkan istilah UGAMA mengandung makna, U atau
UDDAHA yang berarti “tirta atau air suci” dan kata GA atau Gni berarti “api”, sedangkan MA atau
Maruta berarti “angin atau udara” sehingga dalam hal ini agama berarti sebagai upacara yang harus
dilaksanakan dengan sarana air, api, kidung kemenyan atau mantra.
Berdasarkan kitab SADARIGAMA dari bahasa sansekerta IGAMA yang mengandung arti I
atau Iswara, GA berarti Jasmani atau tubuh dan MA berarti Amartha berarti “hidup”, sehingga agama
berarti Ilmu guna memahami tentang hakikat hidup dan keberadaan Tuhan.
Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain
adalah :
Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui
apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu
pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan
rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi
menjadi dua bagian, yaitu
Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang
menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak Al-
hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah
ataukebaikan.
Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang baik
dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.
Fungsi Agama Kepada Manusia
Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh
fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari
segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang dihuraikan di bawah:
- Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatankan memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi penerangan
mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan bagi
pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit penerangan daripada
falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah
SWTdan setiap manusia harus menaati Allah SWT
-Menjawab pelbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sesetangah soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab oleh akal
manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat menarik dan untuk menjawabnya
adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab soalan-soalan ini.
- Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana sistem agama
menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku, pandangan dunia
dan nilai yang sama.
– Memainkan fungsi kawanan sosial.
Kebanyakan agama di dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya
telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama
memainkan fungsi kawanan sosial
Fungsi Sosial Agama
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif
atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh
yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif
dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.
Fungsi Integratif Agama
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam
menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang
mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan
sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama.
Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan
memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan
sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu
masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok
pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama
lain
Tujuan Agama
Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang
sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna
dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta dibenarkan. keburukan cara
ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya.
memburukan serta membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk
agama
Beberapa tujuan agama yaitu :
Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga
dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
Menyempurnakan akhlak manusia.
Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L Berger, agama
merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi umumnya agamawan, agama
merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya –bahkan sampai pada aspek yang terdalam (seperti
kalbu, ruang batin)– dalam kehidupan kemanusiaan.Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini,
mengintai kepentingan para politisi. Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak
akan menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai
komoditas yang sangat potensial untuk merebut kekuasaan.Yang lebih sial lagi, di antara elite agama
(terutama Islam dan Kristen yang ekspansionis), banyak di antaranya yang berambisi ingin
mendakwahkan atau menebarkan misi (baca, mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang
dipeluknya. Dan, para elite agama ini pun tentunya sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran
signifikan dari negara sebagaimana yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi agama
menjadi proyek kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang juga
mabuk ekspansi keyakinan.Namun, perlu dicatat, dalam proyek “kerja sama” ini tentunya para politisi
jauh lebih lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan, mereka tampil (seolah-
olah) menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah (misi agama) melalui
jalur politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah politisasi agama.Di tangan penguasa
atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk membimbing ke jalan yang benar disalahfungsikan
menjadi alat legitimasi kekuasaan; agama yang mestinya bisa mempersatukan umat malah dijadikan alat
untuk mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan dijadikan dalil untuk memvonis pihak-pihak yang tidak
sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan jahat lainnya,disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah
yang seyogianya diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam semacam
MUI. Ulama harus mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama bukan benda yang harus
dimiliki, melainkan nilai yang melekat dalam hati.Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena
agama kita miliki, bukan kita internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang
batinnya yang hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah menegaskan
bahwa segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah rusak, rusak pula
kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas dari agama. Dengan kata lain, hanya agama yang
diletakkan di relung hati yang bisa diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-
hari.Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di kibaran
bendera, bukan di relung hati
Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta bagaimanakah
saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia
merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan
persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar
tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.
Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama. Pluralisma agama
yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK bermaksud menyamaratakan semua agama
dalam konteks ini. Mana mungkin penyama rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas
agama malah sejarahnya begitu berbeza. Tidak mungkin semua agama itu sama!
Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks interpersonal iaitu
bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca Muslim, kategori ini saya rujukkan ia
sebagai hablun minannaas.
Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling kenal mengenal
(Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara manusia bukan sahaja meliputi perbezaan kaum,
malah agama dan kepercayaan. Fenomena berbilang agama adalah seiring dengan perkembangan manusia
yang berbilang bangsa itu semenjak sekian lama.
Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan kenal mengenal, dan
bukannya gelanggang krisis dan perbalahan.
Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama lain, mereka
memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk menghasilkan persefahaman. Maka di
sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara agama bertujuan
untuk menerokai beberapa persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui di
peringkat etika dan nilai.
Hidup beragama tampak pada sika dan cara perwujudan sikap hidup beragama seorang
yang menerima sesama yang beragama apapun sebagai sesama hamba Allah. Karena keyakinan
seorang bahwa Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang mengasihi setiap manusia dan
seluruh umat manusia tanpa diskriminasi berdasarkan kemaha-adilan Tuhan, maka dia pun wajib
dan tak punya pilihan lain, selain mengasihi sesamanya tanpa diskriminasi berdasarkan agama,
budaya, etnik, profesi, atau kepentingan tertentu yang berbeda.
Perbedaan ciptaan Allah ditengah alam semesta adalah suatu keniscayaan yang patut
diterima sebagai anugerah yang harus disyukuri. Hal demikian harus menjadi lebih nyata pada
hidup beragama di tengah pluralitas agama sebagai keniscayaan yang diterima dan disyukuri
sebagai anugerah Allah.
Seorang yang tulus dalam beragama akan menghormati, menghargai dan bahkan
mengasihi atau merahmati sesamanya karena sesamanya adalah manusia yang dikasihi Allah.
Seorang yang tulus beragama mengasihi sesamanya hanya dengan berpamrih pada Tuhan
sebagai sumber segala kasih dan rahmat. Kasih atau cinta kepada sesama manusia harus dapat
menembus atribut-atribut yang mengemasnya. Atribut-atribut perbedaan yang melekat pada diri
seorang tak harus menjadi perisai yang menangkis atau menangkal kasih atau rahmat yang
diberikan oleh orang lain kepadanya. Secara hakiki, manusia adalah manusia ciptaan Allah
sehingga saling berbeda tidak mengharuskan seorang untuk berlaku tak adil dengan membeda-
bedakan seorang dengan dirinya sendiri atau dengan orang lain atau dengan memperlakukan
sesama secara diskriminasi karena berbeda agama, suku, atau status dan lain sebagainya.
Membedakan diri sendiri dengan orang lain adalah perbuatan akal sehat, tetapi
membeda-bedakan atau melakukan diskriminasi terhadap orang lain justru bertentangan dengan
akal sehat dan nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh umat beragama dari setiap agama
yang saling berbeda. Karena itu, membeda-bedakan manusia berdasarkan perbedaan agama
sesungguhnya bertentangan dengan ajaran agama. Sebagai bangsa yang beragama, sepatutnya
kita menjadi contoh terbaik bagi umat manusia sedunia dengan cara hidup yang saling mengasihi
dan saling merahmati dengan menerima perbedaan agama sebagai rahmat Allah.
TOLERANSI BERAGAMA
Dalam beragama atau Pengakuan adanya kekuatan Yang Maha Tinggi, yaitu Tuhan, Allah,
God, Yahweh, Elohim, yang disertai ketundukan itu, merupakan fitrah (naluri) yang dimiliki oleh setiap
manusia. Kendati demikian, manusia tetap memerlukan adanya pemberi peringatan agar tidak
menyeleweng dari fitrahnya, mereka adalah para nabi dan rasul.
Perasaan tunduk kepada Yang Maha Tinggi, yang disebut iman, atau itikad, yang kemudian
berdampak pada adanya rasa suka (rughbah), takut (ruhbah), hormat (ta’dzim) dan lain-lain, itulah unsur
dasar al-din (agama). Al-din (agama) adalah aturan-aturan atau tata-cara hidup manusia yang
dipercayainya bersumber dari Yang Maha Kuasa untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Berbagai agama telah lahir di dunia ini dan membentuk suatu syariat (aturan) yang mengatur kehidupan
manusia, yang termaktub di dalam kitab-kitab suci, baik agama samawi (yang bersumber dari wahyu
Ilahi) maupun yang terdapat dalam agama ardli (budaya) yang bersumber dari pemikiran manusia. Semua
agama-agama, baik samawi maupun ardli, memiliki fungsi dalam kehidupan manusia. Berbagai fungsi
tersebut adalah: (i) menunjukkan manusia kepada kebenaran sejati; (ii) menunjukkan manusia kepada
kebahagiaan hakiki; dan (iii) mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bersama.Dari hakikat dan
fungsi agama seperti yang disebutkan itu, maka pemeluk agama-agama yang ada di dunia ini, telah
memiliki strategi, metoda dan teknik pelaksanaannya masing-masing, yang sudah barang tentu dan sangat
boleh jadi terdapat berbagai perbedaan antara satu dengan lainnya. Karenanya, umat manusia dalam
menjalankan agamanya, sang Pencipta agama telah berpesan dengan sangat, “Kiranya umat manusia tidak
terjebak dalam perpecahan tatkala menjalankan agama masing-masing, apalagi perpecahan itu justru
bermotivasikan keagamaan”.
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini.
Penyusun banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penyusun
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://dyanperawat.blogspot.com/2012/01/hikmah-agama-dan-sikap-hidup-beragama.html
http://ruangpelangi.wordpress.com/toleransi-beragama/
http://abdain.wordpress.com/2010/04/11/fungsi-agama-bagi-kehidupan/