Anda di halaman 1dari 8

TEORI ASAL MULA NEGARA

Perihal asal mula negara secara substansial sesungguhnya membahas teori-teori mengenai
bagaimana timbulnya negara atau bagaimana terjadinya negara. Dalam memetakan teori-teori
terbentuknya negara, maka sistematika periodesasi kesejarahan dari masa ke masa menjadi
pilihan yang bijak untuk mendeskripsikan pemikiran-pemikiran mengenai terbentuknya negara.

1. Zaman Yunani Kuno


Tokohnya antara lain adalah Socrates, Plato, Aristoteles, Epicurus, dan Zeno. Menurut
Socrates negara bukanlah semata-mata sebuah keharusan yang bersifat objektif, yang asal
mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Pekerti dalam hal ini antara lain adalah keberadaan
manusia itu sendiri, kemanusiaan manusia yang beradab dalam mengorganisasikan dirinya agar
dapat terlindung dari kepunahan oleh segala ancaman di luar diri manusia itu sendiri.
Plato mengatakan bahwa negara itu timbul dan ada karena adanya kebutuhan dan keinginan
manusia yang beraneka macam, yang menyebabkan mereka harus bekerjasama untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Kesatuan mereka inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara.
Sementara itu Aristoteles berpendapat negara terjadi karena penggabungan keluarga-keluarga
menjadi kelompok yang lebih besar, yaitu Desa. Desa itu bergabung lagi dengan Desa lainnya dan
seterusnya hingga timbul negara yang sifatnya masih merupakan suatu Kota atau Polis.
Epicurus berpendapat bahwa negara merupakan hasil perbuatan manusia yang diciptakan
untuk menyelenggarakan kepentingan individu-individu dalam masyarakat. Negara dan
masyarakat adalah buatan dari individu-individu. Ajaran Zeno pada hakikatnya bersifat
universalisme, yakni keinginan umat manusia secara kejiwaan yang tidak membeda-bedakan
manusia sehingga terbentuklah kerajaan dunia yang di dalamnya setiap orang mempunyai
kedudukan yang sama sebagai warga dunia.

2. Zaman Romawi Kuno


Tokohnya antara lain Polybius, Cicero, dan Seneca. Mengenai asal mula negara Polybius
mempunyai pendapat bahwa terjadinya negara secara sekunder melalui pemberontakan, revolusi
maupun penaklukan. Cicero berpendapat bahwa adanya negara merupakan suatu keharusan atau
kemestian yang harus didasarkan atas rasio murni manusia yang didasarkan pada hukum kodrat,
yaitu manusia cenderung untuk berkelompok yang selanjutnya membentuk negara secara rasionil.

3. Zaman Abad Pertengahan


Seperti telah dijelaskan bahwa abad pertengahan terbagi menjadi 2 masa, yaitu sebelum
perang salib dan sesudah perang salib. Tokohnya antara lain Augustinus, Thomas Aquinas, Dente
Alighieri, dan Marsilius.
Dalam pandangan Augustinus, asal mula negara adalah bahwa yang menciptakan negara itu
adalah Tuhan sehingga yang harus dibentuk adalah negara Tuhan (Civitas Dei). Lain halnya
dengan Thomas Aquinas, yang berpendapat bahwa cikal bakal negara berasal dari manusia yang
berhasrat untuk hidup bermasyarakat, kemudian terbentuklah masyarakat, dan masyarakat itu
menunjuk penguasa untuk memerintah masyarakat sehingga terbentuklah negara.
Dente memimpikan terbentuknya kerajaan dunia sebagai lawan dari kerajaan Paus, kerajaan
dunia ini dibentuk guna menyelenggarakan perdamaian dunia. Sementara itu, dalam ajaran
Marsilius terbentuknya negara itu tidak semata-mata karena kehendak atau kodrat Tuhan,
melainkan negara terjadi karena perjanjian (perjanjian masyarakat) dari orang-orang yang hidup
bersama untuk menyelenggarakan perdamaian dan yang menggerakkan masyarakat untuk
melakukan perjanjian adalah ilham dari Tuhan.

4. Zaman Renaissance
Zaman kelahiran kembali, tokohnya antara lain Niccolo Machiavelli, Thomas Morus, Jean
Bodin, dan beberapa orang dari aliran Monarchomachen. Berdasar pada situasi Italia saat itu, yang
terpecah belah, Machiavelli menyatakan bahwa diperlukan sebuah negara dengan sistem
pemerintahan yang terpusat agar suatu negara terhindar dari kehancuran. Ajaran Machiavelli ini
merupakan awal mula logika bernegara berdasarkan kepentingankepentingannya.
Thomas Morus, seorang Inggris, menulis sebuah roman kenegaraan yang berjudul De optimo
rei publicae statu deque nova insula utopia (tentang susunan pemerintahan yang paling baik dan
tentang pulau yang tidak dikenal yang dinamakan negara antah berantah, atau dengan singkat
disebut Utopia). Karangan ini sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan masalah pemikiran
tentang negara dan hukum, karena buku tersebut bersifat roman kenegaraan. Meskipun begitu, isi
buku ini menggambarkan keadaan yang kemudian mengilhami Thomas Morus menciptakan model
negara ideal menurut khayalannya. Akhirnya diketahui bahwa negara model dalam Utopianya
Thomas Morus merupakan kritikan tajam terhadap ketidakadilan di Inggris pada waktu itu,
terhadap kaum feodal, kaum bangsawan dan terutama secara diam-diam merupakan gugatan
kepada hasrat keluarga raja Tudor yang pada waktu itu memerintah di Inggris untuk mencapai
kekuasaan absolut dalam lapangan ketatanegaraan.
Pemikir hebat lainnya pada massa ini adalah Jean Bodin, menurut Bodin mengatakan bahwa
negara dibentuk haruslah absolute secara hukum (kekuasaan absolute yang berdasarkan hukum),
karena negara adalah pemegang kekuasaan tertinggi terhadap para warga negara. Dengan
kekuasaan negara yang kuat warga negara akan merasa aman dan tertib.
Ada lagi yang disebut aliran Monarchomachen, yang secara harfiah berarti “pembantah raja”
atau “anti raja”. Aliran ini menentang absolutism raja-raja yang juga berakibat pada lapangan
keagaaman atau kepercayaan. Raja-raja dapat menentukan agama apa yang harus dianut rakyatnya.
Hal ini menimbulkan penolakan terhadap teori kenegaraan yang berdasarkan atas dalil-dalil
agama. Pandangan tentang negara dan hukum yang bersifat teologis tidak memuaskan lagi.

5. Zaman Berkembangnya Hukum Alam


Tokohnya antara lain Grotius, Thomas Hobbes, Benedictus De Spinoza, John Locke,
Montesqiueu, JJ Rousseau, dan Immanuel Kant. Menurut Grotius, terjadinya negara disebabkan
oleh perjanjian karena manusia memiliki rasio dan sekaligus sebagai makhluk sosial, sehingga
selalu ada keinginan untuk hidup bermasyarakat. Manusia tersebut tunduk pada perjanjian karena
rasio. Thomas Hobbes memiliki pandangan yang sama dengan Grotius, bahwa negara terbentuk
karena perjanjian (perjanjian masyarakat), namun alas an membentuk perjanjian yang sedikit
berbeda dengan alas an dari Grotius, menurut Hobbes, keadaan manusia sebelum terbentuk negara
akan selalu saling bermusuhan dan saling menganggap lawan sehingga timbul peperangan. Untuk
itulah diadakan perjanjian dengan tujuan agar setiap manusia dalam negara yang diperjanjikan
dapat bekerja untuk memiliki sesuatu dan tidak selalu terancam jiwanya.
Dalam pandangan Spinoza, manusia itu baik pada saat keadaan alamiah ataupun dalam
keadaan bernegara, setiap perbuatannya tidak semata-mata didasarkan pada rasio saja, akan tetapi
sebagian besar dipengaruhi oleh hawa nafsu. Oleh sebab itu manusia membutuhkan perdamaian,
keamanan, ketentraman dan tanpa rasa ketakutan. Untuk mencapai hal-hal ini, maka manusia
membentuk negara.
John Locke, pemikir asal Inggris, Locke berpandangan bahwa ada hak-hak alamiah manusia
yang tidak dapat diserahkan dengan melalui atau jalan sautu perjanjian. Diperlukan pembatasan
kekuasaan negara, demi perlindungan kepentingan individu.
Montesqiueu, mengajarkan soal pemisahan kekuasaan (separation of power) antara
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ajaran ini olej Immanuel Kant dinamai Trias Politica. Dengan
pemisahan kekuasaan, maka secara otomatis akan menghilangkan kemungkinan timbilnya
tindakan yang sewenang-wenang dari penguasa.
JJ Rousseau, terkait asal mula negara, Rousseau berpandangan bahwa dalam keadaan alam
bebas ada kekacauan, maka orang memerlukan jaminan atas keselamatan jiwa miliknya, maka
mereka lalu menyelenggarakan perjanjian masyarakat (contract social). Hal pokok dari perjanjian
masyarakat ini adalah menemukan suatu bentuk kesatuan, yang membela dan melindungi
kekuasaan bersama, di samping kekuasaan pribadi dan milik setiap orang, sehingga karena itu
semuanya dapat bersatu. Meskipun demikian masing-masing orang tetap mematuhi dirinya
sendiri, sehingga orang tetap merdeka dan bebas seperti sedia kala.
Immanuel Kant, menurutnya negara adalah suatu keharusan adanya, karena negara harus
menjamin terlaksananya kepentingan umum di dalam keadaan hukum. Pada prinsipnya Kant
menerima pendapat bahwa negara terjadi karena perjanjian masyarakat. Kedaulatan ada di tangan
rakyat (sama seperti Rousseau). Namun menurut Kant, perjanjian masyarakat bukanlah sesuatu
yang nyata terjadi sebagai sesuatu peristiwa dalam sejarah. Perjanjian masyarakat hanyalah
konstruksi yuridis yang dapat menolong orang dalam menerangkan bagaimana negara terjadi,
bagaimana negara ada, bagaimana adanya kekuasaan dalam negara, dan lain-lain.

6. Zaman Berkembangnya Teori Kekuatan


Tokoh-tokohnya antara lain F.Oppenheimer, Karl Marx, Harold J.Laski, dan Leon Duguit.
F.Oppenheimer berpendapat bahwa negara itu merupkan suatu alat dari golongan yang kuat untuk
melaksanakan suatu tertib masyarakat kepada golongan yang lemah dengan tujuan penghisapan
ekonomis terhadap golongan yang lemah tersebut. Menurut Karl Marx negara itu adalah
penjelmaan dari pertentangan kekuatan ekonomi. Negara hanya dipergunakan sebagai alat dari
mereka yang kuat untuk menindas golongan-golongan yang lemah ekonominya. Golongan yang
kuat adalah mereka yang memiliki alat-alat produksi negara.
Sementara itu Harold J.Laski menyatakan bahwa negara itu merupakan alat pemaksa untuk
melaksanakan dan melangsungkan suatu jenis sistem produksi yang stabil untuk menguntungkan
golongan yang kuat dan berkuasa. Lain lagi dengan Leon Duguit yang menolak ajaran perjanjian
masyarakat, menurutnya kebenaran bersifat mutlak dan orang-orang yang paling kuat selalu
memaksakan kemauannya kepada orang yang lemah. Orang-orang yang paling kuat itu
mendapatkan kekuasaan dan memerintah disebabkan oleh beberapa faktor, yakni memiliki
keunggulan fisik, keunggulan ekonomi, keunggulan kecerdasan, keunggulan agama dan lain
sebagainya. Keunggulankeunggulan inilah yang menjadi kekuatan, sehingga disebut “teori
kekuatan”.

7. Teori Positivisme Kelsen


Teori positivisme menyatakan bahwa tidak usah mempersoalkan asal mula negara, sifat serta
hakekat negara dan sebagainya, karena kita tidak mengalami sendiri. Kalau kita akan
membicarakan negara katakanlah saja negara itu sebagaimana apa adanya. Tokoh dari aliran ini
antara lain adalah Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen bahwa ilmu negara itu harus menarik diri
atau melepaskan pemikirannya secara prinsipil dari percobaan-percobaan untuk menerangkan
negara serta bentuk-bentuknya secara kausal atau sebab-musababnya yang bersifat abstrak. Untuk
kemudian mengalihkan pemikirannya secara yuridis murni. Negara sebenaranya adalah
merupakan suatu tertib hukum. Tertib hukum mana timbul karena diciptakannya peraturan-
peraturan hukum yang menentukan bagaimana orang-orang di dalam masyarakat atau negara itu
harus bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatannya. Peraturan-peraturan hukum tadi
sifatnya mengikat.

8. Teori Modern
Tokohnya antara lain R.Kranenburg dan Logemann. R.Kranenburg menyebutkan bahwa
negara itu pada hakikatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok
manusia yang juga disebut bangsa dengan tujuan memelihara kepentingan dari kelompok tersebut.
Logemann mengatakan bahwa negara pada hakikatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang
meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang disebut bangsa.
Pengelompokan Teori Asal mula Negara
Secara garis besar teori tentang asal mula negara dapat dikelompokkan dalam dua kelompok :
1) Teori yang bersifat spekulasi, yang terdiri dari teori Ketuhanan, Teori Kekuatan, dan Teori
Juridis
2) Teori yang bersifat Historis sosiologis, disebut juga sebagai teori evolusi.

--- *** ---

Teori Ketuhanan
Yaitu suatu teori yang menganggap bahwa asal mula negara dan kekuasaan seorang penguasa
adalah semata-mata berasal dari Tuhan. Pelopor teori ini antara lain Agustinus, Thomas Aquino,
dan Frederick Julius Sthal Teori Ketuhanan (teokrasi) pada prinsipnya mengandung 3 pokok
masalah : Negara itu dibentuk dibawah kuasa Tuhan; Kekuasaan seorang Raja adalah atas
pemberian Tuhan; Mereka menganggap bahwa tidak ada kedaulatan selain kedaulatan Tuhan

Teori Kekuatan
Maksudnya, kekuatan menjadi sumber dan pencipta negara, negara dilahirkan karena
pertarungan kekuatan dimana yang paling kuat yang akan merupakan pemenang dan sekaligus
pembentuk negara. Faktor kekuatan itu juga dapat berupa kekuatan ekonomi dan kekuatan otak.
Tokoh dari teori kekuatan antara lain : Ludwig gunplowitz, Karl Marx, H.j.Laski, dan
Machiavelli. Beberapa pandangan dari teori kekuatan diantaranya: Negara adalah suatu
organisasi dari kekuasaan yang kuat untuk menindak organisasi yang lemah Negara adalah alat
kaum kapitalis yang menguasai alat-alat produksi Negara adalah organisasi pemaksa

Teori Juridis
Teori juridis di bagi dalam beberapa teori, yakni teori patrialchal, teori matrialchal, teori
patrimonial, dan teori perjanjian masyarakat. Teori patrialchal maksudnya, bahwa pemimpin
pertama dari manusia itu adalah semula dari seorang bapak yang merupakan kepala keluarga
kecil, yang kemudian akan menjadi keluarga yang lebih besar yang akhirnya membentuk suatu
masyarakat, dan masyarakat membentuk suatu negara dengan garis bapak sebagai pimpinan
Sedangkan teori matrialchal hampir sama dengan teori patrialchal, hanya garis ibu yang
menentukan Sedangkan teori patrimonial juga hampir sama dengan teori diatas, namun yang
menentukan adalah garis ibu dan bapak.

Teori Perjanjian Masyarakat/ Kontrak Sosial


Teori perjanjian masyarakat/kontrak sosial/teori hukum alam pada pokoknya adalah negara
merupakan hasil daripada perjanjian individu-individu yang pada mulanya tidak mempunyai
suatu organisasi pemerintah. Dalam sejarahnya dunia dan manusia itu hidupnya dipisahkan
dalam 2 periode yaitu periode sebelum terbentuknya negara dan periode sesudahnya. dalam
periode sebelum ada negara (pra negara) manusia hidup di alam bebas dan oleh karena itu
disebut sebagai alamiah ( manusia in abstakto), hukum yang menguasai kehidupan manusia in
abstakto ialah hukum alam. Pada suatu saat manusia in abstarkto ini sepakat untuk mengadakan
suatu perjanjian membuat suatu organisasi yang akhirnya disebut negara. Terbentuknya negara
merupakan perubahan dari manusia in abstrakto tadi, yaitu melalui suatu proses ciptaan manusia
yang bersifat rasionil lewat suatu perjanjian masyarakat. Karenanya teori ini disebut teori
perjanjian masyarakat, dan karena dasarnya adalah hukum alam, maka disebut juga sebagai teori
hukum alam.

Perbedaan pandangan para sarjana tentang teori perjanjian


Thomas Hobbes (sarjana Inggris) beliau menganggap manusia in abstrakto itu mempunyai sifat
individualis dan egoistis. Tindakannya tidak ditentukan oleh akal, tapi hawa nafsunya, sehingga
keadaannya penuh dengan kekacauan, dimana manusia yang satu merupakan lawan dari manusia
lainnya (Homo Homini Lupus dan Bellum Omnium Contra Omnus). Walau manusia in abstrakto
memiliki sifat yang buruk, tapi hakekatnya mereka mempunyai rasio dan kesadaran
untukmempertahankan kelangsungan hidupnya, karenanya menginginkan kehidupan yang
damai, satu-satunya jalan dengan mengadakan perjanjian, dengan setiap individu menyerahkan
seluruh hak-hak dasarnya kepada seseorang yang dianggap paling kuat secara mutlak.
Bahwa pihak–pihak yang ikut dalam perjanian itu adalah manusia-manusia pribadi yang
karenanya bentuk perjanjian tersebut disebut Pactum subyektionis (perjanjian Pribadi).
Selanjutnya hasilnya ialah negara yang berbentuk Monarchi Absolut, yang mana ciri-cirinya
adalah:
- Raja / Pemerintah berdaulat mutlak
- Hukum adalah tergantung kepada yang berkuasa

John Locke (sarjana Inggris).


Manusia in abstrakto adalah manusia yang berakal, yang hidup bebas dan damai. Tetapi ada
potensi latent dari manusia berupa kecenderungan untuk menyerang. Untuk menghindari
kemungkinan kekacauan mereka merasa perlu adanya suatu organisasi politik yang melindungi
jiwa dan harta mereka, karenanya mereka membentuk perjanjian.
Konstruksi perjanjiannya ialah pertama-tama diadakan perjanjian untuk membentuk badan
kolektif (badan politik) yang akhirnya bernama negara, perjanjian ini disebut Pactum union.
Setelah itu badan politik mengadakan perjanjian dengan seorang raja/penguasa dengan syarat
penguasa tersebut harus menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia dan memerintah
berdasarkan suatu undang-undang dasar.  Karenanya hasil perjanjian ini melahirkan suatu
kerajaan/negara yang bersifat Monarchi Konstitusionil dengan ciri-ciri pemerintah berdasarkan
hukum dan dilindunginya hak asasi manusia. Oleh karena itu John Locke di juluki Bapak Hak-
hak asasi Manusia

JJ Rousseau (sarjana Perancis).


Pandangan tentang manusia in abstrakto hampir sama dengan pendapat john locke, tetapi selain
punya ratio, manusia in abstrakto juga memiliki kemauan pribadi dan kemauan untuk
kepentingan umum.
Alasan membentuk negara ialah karena masyarakat alamiah memiliki potensi untuk berbahaya,
maka dengan rasio dan kemauan untuk kepentingan umumnya (general whill) sepakat
mengadakan perjanjian masyarakat membentuk body politik yang bernama negara.
Konstruksinya ialah individu bebas tersebut mengadakan perjanjian yang disebut pactum union,
tetapi yang berdaulat tetap rakyat yang mengadakan perjanjian. Oleh karena itu maka hasilnya
adalah suatu negara yang berkedaulatan rakyat.
Ciri-ciri negara yang berkedaulatan rakyat diantaranya :
- Bahwa pemerintah hanyalah wakil dari rakyat
- Kedaulatan adalah tetap ditangan rakyat

Terjadinya Negara
Terjadinya negara di bagi dalam 2 tahap, tahap 1 terjadinya negara secara primer dan tahap 2
secara sekunder.
Perkembangan negara secara Primer melalui 4 tahap, yakni :
1. GEMEINSCAFT atau GENOSSENSCAFT adalah suatu bentuk negara yang terdiri dari
perkelompokan orang-orang yang menggabungkan diri untuk memenuhi kepentingan
bersama dan didasarkan pada persamaan. Bentuknya masih sederhana, belum terorganisir,
organ-organ seperti parlemen, kepala negara belum ada. Disini yang nampak ialah unsur
masyarakat paguyuban. Kedudukan antara individu sama dan segala sesuatu diusahakan
bersama secara gotong royong. Yang memimpin dalam masyarakat yang homogen ini ialah
siapa yang dianggap paling kuat (Primus Interpares). Disinilah pertama kali bentuk dari
negara yang paling sederhana sekali, titik tolaknya ialah “unsur rakyat”
2. REICH atau RIJK, bentuk yang kedua ini lebih baik dari bentuk yang pertama. Bentuk
negara yang sederhana sudah mulai berkembang dengan mulai terlihat adanya pusat-pusat
kekuasaan, dimana diantara pemegang kekuasaan yang satu dengan yang lain mulai
bertentangan, disini siapa yang memegang kekuasaan berdaulat. Dalam tahap ini masih
belum ada pemerintahan yang tetap. Titik berlakunya adalah unsur “Pemerintahan yang
berdaulat”.
3. STAAT, yakni pengertian negara sekarang ini dimana unsur konstitutif (unsur pembentuk)
dari suatu negara sudah terpenuhi, serta pusat kekuasaan hanya ada satu. Dalam bentuk
“staat” ini unsur rakyat dan unsur pemerintah sudah pasti, dan unsur pemerintahan yang ada
tidak bersaing lagi. Disini batas-batas dari daerah sudah ditentukan. Dalam staat ini masih
banyak sekali adanya negara bukan atas kehendak rakyat, tetapi dipaksakan oleh penguasa
dengan adanya paksaan tersebut maka timbul gerakan-gerakan rakyat, gerakan tersebut
merupakan “Natie” untuk melepaskan tekanan-tekanan dari orang-orang yang berkuasa.
4. DEMOKRATIE NATIE, atau negara-negara nasional adalah hasil dari bentuk staat. Disini
perkembangan negara bukan secara historis, akan tetapi secara kewajaran dan
berkembangnya tersebut adalah karena tingkat peradaban/kecerdasan yang sudah meningkat
dan maju. Perkembangan negara semacam ini disebut perkembangan secara Prima, dan
perkembangan bentuk negara ini hanya sampai pada bentuk Demokratie natie, sedangkan
adanya Diktatur hanya merupakan variasi dari Demokratie natie dan timbulnya diktatur
tersebut adalah antara lain karena adanya keputusan-keputusan negara yang diambil secara
cepat tanpa menghiraukan kepentingan masyarakat yang lain.

Terjadinya negara secara sekunder.


Terjadinya negara secara sekunder terjadi dilingkungan masyarakat yang sudah bernegara, yang
diperlukan hanya pengakuan. Pengakuan terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Pengakuan secara de facto, pengakuan berdasarkan kenyataan yang ada, bersifat sementara,
disini tidak dirasakan adanya keperluan yang mendesak untuk mengadakan hubungan dengan
bangsa atau negara lain. Biasanya mengenai hubungan dagang saja.
2. Pengakuan secara de jure, bersifat tetap serta mempunyai arti yang lebih luas kerena
pengakuan oleh negara lain cakupannya lebih luas antara lain diadakan hubungan
kebudayaan, politik, ekonomi, dan sebagainya. Pengakuan de jure biasanya di tandai juga
dengan adanya hubungan diplomatik.

Anda mungkin juga menyukai