A DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENGLIHATAN: GLAUKOMA DI RUANG
BOUGENVILLE RSM CICENDO
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah II
Disusun Oleh :
Kelompok 3
2020
DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................
2 Definisi Penyakit........................................................................................................................1
3 Etiologi.......................................................................................................................................5
4 Patofisiologi...............................................................................................................................7
6 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................................12
7 Penatalaksanaan......................................................................................................................13
8 Komplikasi...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...…………………16
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik hilangnya serat
saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat kelemahan fungsi mata
dengan terjadinya cacat lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta
degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. Glaukoma dapat disebabkan
bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar atau karena berkurangnya pengeluaran
cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil (Ilyas dan Yulianti, 2014).
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar
aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka)
atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup) (Riordan-Eva
dan Witcher, 2008). Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di seluruh dunia, dengan
morbiditas yang tidak proporsional di antara wanita dan orang Asia (Stamper et al.,2009).
Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat permanen atau tidak
dapat diperbaiki (irreversible) (Kemenkes, 2015). Jumlah penyakit glaukoma di dunia oleh
World Health Organization (WHO) diperkirakan ± 60,7 juta orang di tahun 2010, akan menjadi
79,4 juta di tahun 2020 (Artini, 2011). Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika Serikat terkena
glaukoma, dan diantara kasus-kasus tersebut, sekitar 50% tidak terdiagnosis (Riordan-Eva dan
Witcher, 2008). Data yang tersedia menunjukkan bahwa 86.000 sampai 116.000 dari mereka
telah mengalami kebutaan bilateral (American Academy of Ophtalmology, 2011).
American Academy of Ophtalmology (2011) membagi glaukoma menjadi 3 tipe, yaitu
glukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup, dan glaukoma pada anak-anak (childhood
glaucoma). Glaukoma sudut terbuka dibagi lagi menjadi glaukoma sudut terbuka primer,
glaukoma sudut-normal (normal-tension glaucoma), juvenile open-angle glaucoma, suspek
glaukoma (glaucoma suspect), dan glaukoma sudut terbuka sekunder. Glaukoma sudut tertutup
juga dibagi lagi menjadi primary angle-closure glaucoma with relative pupillary block, glaukoma
2
sudut tertutup akut, glaukoma sudut tertutup subakut, glaukoma sudut tertutup kronik, glaukoma
sudut tertutup sekunder dengan dan tanpa blok pupil, dan sindrom iris plateau.
Glaukoma sudut terbuka primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih,
menyebabkan penyempitan lapangan pandang bilateral progresif asimptomatik yang timbul
perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi penyempitan lapangan pandang yang luas.
Ras kulit hitam memiliki risiko yang lebih besar mengalami onset dini, keterlambatan diagnosis,
dan penurunan penglihatan yang berat dibandingkan ras kulit putih (Riordan-Eva dan Whitcher,
2008).
Diperkirakan prevalensi glaukoma sudut terbuka primer di Amerika Serikat pada individu
yang berusia lebih dari 40 tahun adalah 1,86% berdasarkan studi meta-analisis populasi
(American Academy of Ophtalmology, 2011). Secara global, glaukoma sudut terbuka primer
lebih sering terjadi dibandingkan glaukoma sudut tertutup, dengan rasio perkiraan 3:1, dan
variasi yang luas di antara populasi (Stamper et al., 2009).
Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus ras kulit putih. Presentase ini jauh
lebih tinggi pada orang Asia dan suku Inuit. Glaukoma sudut tertutup primer berperan pada lebih
dari 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di Cina. Glaukoma tekanan normal merupakan tipe
yang paling sering di Jepang (Riordan-Eva dan Whitcher, 2008). Beberapa studi berpendapat
bahwa prevalensi glaukoma sudut tertutup primer pada ras kulit hitam sama dengan ras kulit
putih, dengan sebagian besar kasus berupa glaukoma kronik pada ras kulit hitam (American
Academy of Ophtalmology, 2011).
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf
optik, dan menciutnya lapangan pandang (Ilyas dan Yulianti, 2014). Kerusakan saraf pada
glaukoma umumnya terjadi karena peningkatan tekanan dalam bola mata. Bola mata normal
memiliki kisaran tekanan antara 10-20 mmHg sedangkan penderita glaukoma memiliki tekanan
mata yang lebih dari normal bahkan terkadang dapat mencapai 50-60 mmHg pada keadaan akut.
Tekanan mata yang tinggi akan menyebabkan kerusakan saraf, semakin tinggi tekanan mata akan
semakin berat kerusakan saraf yang terjadi (Kemenkes RI, 2015).
Survei Kesehatan Indera tahun 1993-1996 menyatakan sebesar 1,5% penduduk Indonesia
mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akibat glaukoma sebesar 0,20%. Prevalensi
glaukoma hasil Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 adalah glaukoma primer sudut
tertutup sebesar 1,89%, glaukoma primer sudut terbuka 0,48%, dan glaukoma sekunder 0,16%
3
atau keseluruhannya 2,53%. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, responden yang
pernah didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan sebesar 0,46%, tertinggi di Provinsi DKI
Jakarta (1,85%), berturut-turut diikuti Provinsi Aceh (1,28%), Kepulauan Riau (1,26%),
Sulawesi Tengah (1,21%), Sumatra Barat (1,14%) dan terendah di Provinsi Riau (0,04%)
(Kemenkes RI, 2015).
Penelitian Artini menyatakan bahwa terdapat 625 penderita baru glaukoma yang berobat di
divisi glaukoma poiklinik mata RSCM pada tahun 2005-2007 (3 tahun) dan yang mengalami
buta 2 mata sebanyak 105 orang dan buta 1 mata 220 orang. Kemudian, penelitian yang
dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2011, dari seluruh pasien yang memiliki
gangguan penglihatan yang berjumlah 1223 pasien, didapatkan 52 orang penderita glaukoma,
dengan jenis glaukoma terbanyak adalah glaukoma sudut terbuka sebanyak 20 orang (Febrina,
2013).
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diangkat penulis adalah “Bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan glaucoma?”
B. Bagi Pendidik
Dapat menambah pengetahuan dan sumbangan pemikiran tentang cara
mengembangkan kemampuan dalam melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada
pasien dengan Glaukoma.
1.5.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
adalah ras, jenis kelamin, usia, jenis/ tipe glaukoma, adanya riwayat glaukoma dalam
keluarga, adanya penyakit yang mempengaruhi vaskular dan penglihatan, dan riwayat
pengobatan yang didapatkan (Ismandari and Helda, 2011).
7
familial yang cukup kuat. Pada glaukoma sudut terbuka terjadi perubahan didalam
jaringan mata akibat tekanan yang tinggi merusak serabut penglihatan halus
dalam mata yang berguna untuk penglihatan, walaupun tekanan bola mata sudah
teratasi penglihatan yang telah hilang tidak dapat diperbaiki lagi (Ilyas et al.,
2015).
b. Glaukoma tekanan normal
Beberapa pasien dengan kelainan glaukomatosa pada diskus optikus atau
lapang pandang memiliki TIO yang tetap di bawah 21 mmHg, yang dikenal
sebagai glaukoma tekanan normal atau rendah. Patogenesis yang mungkin adalah
kepekaan yang abnormal terhadap TIO karena kelainan vaskular atau mekanis di
caput nervus opticus, atau bisa juga murni karena penyakit vaskular. Mungkin
terdapat suatu faktor predisposisi yang diwariskan, yaitu adanya kelainan pada
gen optineurin di kromosom 10, dimana dikatakan bahwa gen optineurin
memegang peranan neuroprotektif terhadap pengurangan stimulasi apoptosis dari
sel ganglion retina (Eva, 2009; Weinreb et al, 2014).
c. Glaukoma Primer Sudut Tertutup
Glaukoma primer sudut tertutup terjadi pada mata dengan predisposisi
anatomis tanpa ada kelainan lainnya (Eva, 2009). Glaukoma primer sudut tertutup
disebabkan oleh aposisi dari iris perifer ke jalinan trabekular dan menyebabkan
drainase aqueous humour melalui COA menurun sehingga terjadi peningkatan
TIO (AAO, 2011).
8
Glaukoma kongenital merupakan suatu keadaan tingginya TIO akibat terdapatnya
gangguan perkembangan embriologik segmen depan bola mata. Akibat
pembendungan aqueous humour, TIO meninggi pada saat bola mata sedang
dalam perkembangan sehingga terjadi pembesaran bola mata yang disebut sebagai
buftalmos (Ilyas, 2007). Glaukoma kongenital terdiri dari berbagai penyakit.
Dapat timbul saat lahir atau dalam tahun pertama. Gejala dan tanda termasuk:
- Mata berair berlebihan
- Peningkatan diameter kornea (buftalmos)
- Kornea berawan karena edema epitel
- Terpisahnya membrane descemen.
Glaukoma kongenital biasanya diterapi dengan pembedahan, dibuat insisi pada
jalinan trabekula (goniotomi) untuk meningkatkan drainase aquos atau dibuat
pasase langsung di antara kanalis Schlemm dan COA (trabekulotomi) (James,
2006).
9
Gambar 3. Mata Glaukoma Sudut Terbuka dan Tertutup
(Sumber : https://doktertama.blogspot.co.id/2016/06/glaukoma.html)
2.1.3. Etiologi
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut
humoraqueus. Bila dalam keadaaan normal, cairan ini dihasilkan didalam bilik
posterior, melewati pupil masuk kedalam bilik anterior lalu mengalir dari mata
melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan
yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi
peningkatan tekanan (Melissa, 2014).
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf
optikusdan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah kesaraf optikus
berkurangsehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Bagian
pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral.
Jika tidak diobati, glaukoma padaakhirnya bisa menyebabkan kebutaan (Melissa,
2014).
Glaukoma kronis (menahun), biasanya muncul di usia 40 tahun ke atas. Selain itu
juga bisa terjadi kerusakan saraf mata dan kematian yang spesifik, sehingga
10
mengakibatkan keluhan kehilangan lapang pandang dan penurunan penglihatan sesuai
dengan beratnya glaukoma (Ilyas dan Yulianty, 2012).
Menurut AHAF (2010) faktor risiko pada penyakit glaukoma adalah sebagai
berikut:
a. Usia
Prevalensi glaukoma terjadi empat sampai sepuluh kali lebih tinggi pada usia
lebih tua. Rata-rata tekanan bola mata akan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, kemungkinan karena adanya penurunan fasilitasi aliran
humor aquos. Biasanya kenaikan terlihat mulai usia 40 tahun (Newell, 1996).
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin perempuan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
POAG, dimana perempuan memiliki hormon estrogen yang mampu
melindungi saraf optik ketika dalam kadar normal. Namun apabila terjadi
perubahan hormonal estrogen, akan menyebabkan risiko lebih tinggi
berkembang menjadi POAG. Hal ini dikarenakan rendahnya jumlah estradiol
yang merupakan suatu bentuk hormon estrogen dari hasil reduksi aktifitas
Nitric Oxide Synthase enzim III dan nitrat oksida dalam sel endothelial,
menyebabkan terjadinya hambatan aliran keluar dari trabekular meshwork dan
peningkatan TIO (AAO, 2011).
c. Riwayat keluarga dengan glaukoma;
Riwayat keluarga yang menderita glaukoma merupakan salah satu faktor
resiko khususnya pada glaukoma sudut terbuka (Ilyas dan Yulianti, 2014).
Sehingga pada pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan glaukoma
disarankan untuk melakukan skrining teratur (Salmon, 2012).
d. Penyakit penyerta (diabetes mellitus dan hipertensi);
Diabetes dan hipertensi dikatakan meningkatkan resiko seseorang untuk
menderita glaukoma (Ilyas dan Yulianti, 2014). Katarak juga merupakan
faktor resiko seseorang untuk menderita glaukoma, karena katarak dapat
menyebabkan glaukoma sekunder yang dibangkitkan oleh lensa (Salmon,
2012)
e. Penggunaan kortikosteroid;
11
Penggunaan steroid, merokok dan mengkonsumsi kafein dikatakan dapat
meningkatkan tekanan intraokular (Khurana, 2007).
f. Riwayat operasi mata dan cedera pada mata.
2.1.4. Patofisiologi
Pada glaukoma akan terdapat karakteristik seperti melemahnya fungsi mata
dengan terjadinya cacat/pengecilan lapang pandang, peningkatan tekanan intraokular
(TIO) yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan kerusakan anatomi berupa
ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir
dengan kebutaan. Pada umumnya indikator yang digunakan untuk menilai
perkembangan glaukoma adalah pemeriksaan TIO, tajam penglihatan dan perimetri.
Kebutaan pada penderita glaukoma terjadi akibat kerusakan saraf optik yang terjadi
melalui mekanisme mekanis akibat tekanan intraokuler yang tinggi dan/atau adanya
iskemia sel akson saraf akibat TIO maupun insufisiensi vaskular yang selanjutnya
mempengaruhi progresifitas penyakit (Lalita et al., 2016).
Ada dua teori mekanisme kerusakan saraf optik yang diakibatkan tekanan
intraokuler meliputi kerusakan mekanik pada akson saraf optik dan penurunan aliran
darah pada papil saraf optik sehingga terjadi iskemia akson saraf. Pencegahan atau
pengendalian faktor risiko, terutama peningkatan tekanan intraokuler ialah tujuan
utama manajemen glaukoma (Lalita et al., 2016)
12
Gambar 4. Patofisiologi Glaukoma
(Sumber : http://xamthonegamat.weebly.com/glaucoma.html)
13
Pre OP Cemas Post OP
Persepsi Nyeri
Peningkatan tekanan Lapang Pandang
IntraOkuler Menurun
Nyeri Akut
Lapang Pandang
Menurun Resiko Tinggi Cidera
Merangsang Saraf Trigeminus
Peruban Persepsi
Sensori Visual Mual
Nyeri Menyebar Ke Pusing Muntah
Rahang Dan Pelipis
Efek Laser :
Rambut Rontok, Kulit Kering, Adanya Massa Di Kulit
14
Gambar 5 Pathway Glaukoma
(Sumber: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Glaukoma adalah
...perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id › assets › file › kti)
15
Menurut European Glaucoma Society (2014), pada stadium AAC akan timbul
tanda dan gejala berikut:
- TIO >21 mmHg, sering mencapai 50-80 mmHg
- Tajam penglihatan menurun
- Edema kornea disertai COA yang dangkal
- Kontak iridokorneal 360o
- Konesti vena dan injeksi siliaris
- Pupil setengah midriasis disertai reflek pupil menurun atau tidak ada
- Papiledema diskus N. II
- Bradikardi atau aritmia
- Penglihatan kabur, tekadang ada “halo” di sekitar cahaya yang dilihat
- Nyeri
- Sakit kepala bagian frontal pada sisi mata yang terkena serangan
- Terkadang disertai mual dan muntah
- Terkadang disertai palpitasi dan kram perut
Menurut European Glaucoma Society (2014), pada stadium IAC akan timbul
tanda dan gejala berikut:
- Tanda bervariasi tergantung banyaknya kontak iridotrabekular, bisa
menyerupai gejala
- AAC dengan gejala yang lebih ringan
- Bisa terdapat atrofi diskus N. II dengan defek pada reflek pupil
Menurut European Glaucoma Society (2014), pada stadium CACG akan timbul
tanda dan gejala berikut:
- Sinekia anterior perifer pada berbagai sudut saat pemeriksaan gonioskopi
- TIO >21 mmHg, meningkat tergantung banyaknya kontak iridotrabekular
- Tajam visus sesuai status fungsional (bisa normal)
- Terdapat kerusakan pada papil N. II
- Terdapat tunnel vision
- Gangguan penglihatan sesuai status fungsional
16
- Biasanya tidak nyeri, hanya terasa tidak nyaman
17
(Newell,1996). Apabila terlihat anyaman trabekular, taji sklera, dan prosesus
iris maka sudut dikatakan terbuka. Namun apabila hanya garis Schwalbe yang
terlihat dan anyaman trabekular terlihat sedikit maka sudut dikatakan sempit,
dan apabila garis Schwalbe tidak terlihat, maka sudut dikatakan tertutup
(Salmon, 2012).
c. Penilaian diskus optikus
Penilaian terhadap diskus optikus penting dalam menegakkan diagnosis dari
glaukoma. Alat yang digunakan dalam menilai diskus optikus adalah
oftalmoskopi. Normalnya terdapat cawan pada diskus optikus, akan tetapi
pada pasien glaukoma, terjadi pembesaran cawan diskus optikus disertai
dengan pemucatan diskus di daerah cawan. Pada pasien glaukoma biasa
digunakan rasio cawan-diskus untuk mencatat ukuran diskus optikus pasien.
Jika rasio cawan-diskus sudah melebihi 0,5 dengan adanya tandatanda
glaukoma lain seperti peningkatan tekanan intraokular dan kehilangan lapang
pandang maka diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa (Salmon, 2012).
d. Pemeriksaan Lapang Pandang
Alat untuk mengukur lapang pandang adalah perimeter. Kehilangan lapang
pandang yang khas pada glaucoma adalah pada lapang pandang nasal
(Newell, 1996). Adapun jenis-jenis perimeter yaitu: automated perimeter,
perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent (Salmon,
2012). Adapun perbedaan kehilangan lapang pandang pada glaukoma tekanan
normal dan glaukoma tekanan tinggi. Pada glaukoma tekanan normal, defek
yang lebih tinggi adalah pattern defect. Akan tetapi sebaliknya, pada
glaucoma yang bertekanan tinggi, defek yang terjadi adalah overall defect
(IJSR, 2014).
18
1. Terapi menggunakan obat
a. Obat untuk mengurangi masuknya humor aqueous ke dalam mata Beta
blockers (Betaxolol, Timolol, Levobunolol), Karbonik anhidrase inhibitor
sistemik (Acetazolamide, Dorzolamide)
b. Obat untuk meningkatkan pengeluaran Humor aqueous melalui anyaman
trabecular Miotika (Pilocarpine, Carbachol), Adrenergik (Dipivefrine)
c. Obat untuk meningkatkan pengeluaran Humor aqueous melalui uveo sklera
Lipid-receptor agonis (Latanoprost, Travoprost)
d. Obat dengan kerja ganda yaitu menghambat masuknya Humor aqueous dan
meningkatkan keluarnya Humor aqueous uveosklera Alpha2 agonis
(Brimonidine)
2. Terapi dengan pembedahan
a. Iridoplasti, iridektomi, iridotomi perifer
b. Trabekuloplasti laser
c. Bedah drainase glaukoma
d. Tindakan siklodestruktif
19
2.1.9. Masalah Yang Lazim Muncul
Menurut Maudy Melissa (2014), masalah keperawatan yang biasanya muncul
adalah:
1. Nyeri Akut
2. Resiko Tinggi Cidera
3. Gangguan Persepsi Sensori Penglihatan
4. Gangguan Citra Tubuh / Harga Diri Rendah
20
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identifikasi Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl NRS,
diagnosa medis, suku bangsa, status perkawinan.
2. Keluhan Utama
Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi, nyeri hebat
di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri
hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan apakah
terdapat hubungan dengan penyakit yang diderita sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis vertikal
atau horisontal memiliki penyakit yang serupa.
4. Pola – pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Persepsi klien dalam menilai / melihat dari pengetahuan klien tentang penyakit
yang diderita serta kemampuan klien dalam merawat diri dan juga adanya
perubahan dalam pemeliharaan kesehatan.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan. Pada pola
nutrisi dan metabolismenya. Walaupun begitu perlu dikaji pola makan dan
komposisi, berapa banyak / dalam porsi, jenis minum dan berapa banyak
jumlahnya.
c. Pola eliminasi
Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan tetapi tetap
dikaji konsestansi, banyaknya warna dan baunya.
21
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah / sulit tidur karena
nyeri / sakit hebat menjalar sampai kepala.
e. Pola aktivitas
Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan klien
mengalami penurunan.
f. Pola persepsi konsep diri
Meliputi : Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas terhadap
penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri.
g. Pola sensori dan kognitif
Pada klien ini akan menjadi / mengalami gangguan pada fungsi penglihatan
dan pada kongnitif tidak mengalami gangguan. Penglihatan berawan/kabur,
tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer,
fotofobia (glaukoma akut). Perubahan kacamata/pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan.
Tanda: Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea
berawan.Peningkatan air mata.
h. Pola hubungan dan peran
Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan karena penyakit yang
dideritanya.
i. Pola reproduksi
Pada pola reproduksi tidak ada gangguan.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya dan fungsi
penglihatannya serta koping mekanis yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan.
22
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Didapatkan pada klien saat pengkajian, keadaan, kesadarannya, serta
pemeriksaan TTV.
b. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Meliputi kebersihan mulut, rambut, klien menyeringai nyeri hebat pada kepala,
mata merah, edema kornea, mata terasa kabur.
c. Pemeriksaan Integumen
Meliputi warna kulit, turgor kulit.
d. Pemeriksaan Sistem Respirasi
Meliputi frekwensi pernafasan bentuk dada, pergerakan dada.
e. Pemeriksaan Kardiovaskular
Meliputi irama dan suara jantung.
f. Pemeriksaan Sistem Gastrointestinal
Pada beberapa klien dengan glaukoma ditandai dengan mual muntah.
g. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
Meliputi pergerakan ekstermitas.
h. Pemeriksaan Sistem Endokrin
Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya glaukoma dalam sistem endokrin.
i. Pemeriksaan Genitouria
Tidak ada disuria, retesi urin, inkontinesia urine.
j. Pemeriksaan Sistem Pernafasan
Pada umumnya motorik dan sensori terjadi gangguan karena terbatasnya
lapang pandang.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan): Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau
vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke
retina atau jalan optik.
b. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
23
c. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
d. Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glaukoma.
e. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal
atau hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
g. Darah lengkap, LED: Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosis.
i. Tes Toleransi Glukosa: menentukan adanya DM.
B. Analisa Data
24
DO: Gangguan aliran drainase
- Pemeriksaan lapang ↓
pandang menurun.
Glaukoma sudut terbuka
- Penurunan
(obstruksi aliran aqueus humor)
kemampuan
dan glaucoma sudut tertutup
identifikasi
(drainase aqueus humor
lingkungan (benda,
terganggu)
orang, tempat
↓
Kerusakan retina
25
- Mengatakan takut ↓ penglihatan/ kurang
dioperasi pengetahuan tentang
Kegagalan perkembangan organ
- Sering menanyakan prosedur pembedahan
mata
tentang operas
↓
DO:
Gangguan aliran drainase
- Perubahan tanda
vital peningkatan ↓
Kerusakan retina
26
↓
Kurang pengetahuan
Kecemasan
DS: Peningkatan tekanan vitreus Gangguan rasa nyaman
(nyeri) berhubungan
- Mengatakan ↓
dengan post
nyeri/tegang.
Pergerakan iris kedepan tuberkulectomi
↓ iriodektomi.
DO:
TIO meningkat
- Gelisah,
kecenderungan ↓
trabekulectomy
Nyeri
DS: TIO meningkat Resiko infeksi
berhubungan dengan luka
- Keinginan untuk ↓
insisi operasi.
memegang mata
Tindakan operasi
- Menyatakan nyeri
27
sangat ↓
trabekulectomy
DO: ↓
C. Diagnosa Keperawatan
- Pre operasi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIO
2. Penurunan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan serabut saraf
oleh karena peningkatan TIO.
3. Cemas berhubungan dengan :
a. Penurunan ketajaman penglihatan
b. Kurang pengetahuan tentang prosedur pembedahan
- Post operasi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan post tuberkulectomi
iriodektomi.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi operasi.
28
D. Perencanaan Keperawatan
faktor-faktor permanent
meningkatkan pupil.
pengelihatan dini.
30
tindakan mohon bantuan kepercayaan klien.
d. Mengurangi
d. Ajarkan teknik distraksi ketegangan, mengurangi
dan relaksasi. nyeri.
31
kolaboratif dalam ambang nyeri.
pemberian analgesik
topikal/ sistemik.
Resiko infeksi Tujuan : a. Diskusikan tentang rasa a. Meningkatkan
berhubungan sakit, pembatasan aktifitas kerjasama dan pembatasan
Tidak terjadi cedera
dengan luka dan pembalutan mata. yang diperlukan.
mata pascaoperasi
insisi operasi
b. Tempatkan klien pada b. Istirahat mutlak
Kriteria Hasil :
tempat tidur yang lebih diberikan 12-24 jam pasca
- Klien rendah dan anjurkan untuk operasi.
menyebutkan membatasi pergerakan
faktor yang mendadak/ tiba-tiba serta
menyebabkan menggerakkan kepala
cedera. berlebih.
- Klien tidak
c. Bantu aktifitas selama c. Mencegah/ menurunkan
melakukan
fase istirahat. Ambulasi risiko komplikasi cedera.
aktivitas yang
dilakukan dengan hati-hati.
meningkatkan
resiko cedera
d. Ajarkan klien untuk d. Tindakan yang dapat
menghindari tindakan yang meningkatkan TIO dan
dapat menyebabkan cedera. menimbulkan kerusakan
struktur mata pasca operasi
antara lain:
- Mengejan (valsalva
maneuver)
- Menggerakan kepala
mendadak
- Membungkuk terlalu
lama
- Batuk
32
e. Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik mata
luka menonjol, bilik mata depan menonjol, nyeri
depan menonjol, nyeri mendadak, hiperemia, serta
mendadak, nyeri yang tidak hipopion mungkin
berkurang dengan menunjukan cedera mata
pengobatan, mual dan pasca operasi.
muntah yang dilakukan
setiap 6 jam pasca operasi
atau seperlunya.
33
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Tanggal lahir/umur : Bandung, 23 Januari 2003 / 17 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas
Pekerjaan : Pelajar
Golongan darah :A
Diagnosa Medis : Glaukoma
Tanggal Masuk RS : 29 Oktober 2020
Tanggal Pengkajian : 30 Oktober 2020
Alamat : Jl. Suka Asih Rt 07 Rw 01 No.2 Kel. Pasir Jati Kec.
Mandalajati, Kota Bandung.
No. Medrec : 191407
Status Pernikahan : Belum Menikah
34
Umur : 43 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pekerjaan : Pedagang
Hubungan dg pasien : Ayah
Alamat : Jl. Suka Asih Rt 07 Rw 01 No.2 Kel. Pasir Jati Kec.
Mandalajati, Kota Bandung.
2. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Keluhan utama
Pasien mengeluh lapang pandang menjadi sempit.
b) Alasan masuk RS
Pasien mengatakan sejak 3 hari lalu pasien futsal bersama teman-temannya
lalu ketika sedang futsal mata pasien terkena sepakan bola dengan keras
oleh temannya, lalu pasien tidak dapat melirik kesamping. Pasien juga
merasa terdapat tekanan pada bola matanya. Penglihatan kedua mata pasien
menjadi kabur secara perlahan-lahan, mata mulai memerah dan bengkak.
Kondisi berlanjut meskipun pasien sudah pernah berobat ke klinik sehingga
pasien datang ke RS dengan keluhan penglihatan kedua matanya menjadi
kabur secara perlahan-lahan.
c) Keluhan utama saat dikaji
Pasien mengeluh sejak 2 bulan lalu sering nyeri kepala. Penglihatan pasien
menjadi tidak bisa melirik kesamping (lapang pandang menjadi sempit) dan
terdapat tekanan pada area mata. Tekanan pada area mata bertambah ketika
terlalu banyak membaca buku, melihat layar hp, televisi, ataupun laptop dan
tekanan berkurang ketika pasien tidur ataupun menutup mata pada waku
yang cukup lama. Tekanan terasa seperti mendorong mata keluar dan
menyebar hingga ke area dahi. Tekanan mata timbul tenggelam dan jika
sedang timbul kira kira berdurasi 1-2 jam hingga pasien mengistirahatkan
mata nya.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
35
Pasien tidak memiliki masalah pada area mata sebelumnya, riwayat mata merah
maupun nyeri, tidak ada riwayat penggunaan antihistamin oleh pasien, tidak ada
riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), pasien tidak memiliki penyakit
lain yang sedang diderita (DM, Arteriosclerosis, Miopia tinggi).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien. Pasien mengatakan keluarganya juga tidak ada yang mempunyai
riwayat penyakit menular seperti TBC dan Hepatitis, dan juga tidak menderita
penyakit menurun seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, Epilepsi dan Penyakit
Jantung.
3. Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas Di rumah Di RS
Nutrisi
Makanan
Jenis Nasi, sayur, lauk, Nasi, sayur, lauk, pauk
Frekuensi pauk 3x1 3x1
Porsi 1 porsi 1 porsi
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Minum
Jenis Air mineral Air mineral
Frekuensi 7 gelas/hari 7 gelas/hari
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Personal Hygiene
Mandi
Frekuensi 2x/hari 2x/ hari
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Keramas
Frekuensi 3x/minggu 3x/minggu
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Gosok Gigi
Frekuensi 2x/hari 2x/hari
36
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Eliminasi
BAB
Frekuensi 1x/hari 1x/hari
Konsistensi Lunak Lunak
Warna Kuning khas feces Kuning khas feces
Keluhan Tidak ada Tidak ada
BAK
Frekuensi 7-9x/hari 7-9x/hari
Warna Kuning Kuning
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Istirahat
Tidur Malam
Kuantitas 6-7 jam (21.00-04.00) 4 Jam (22.00-23.00,
Kualitas Nyenyak 01.00-03.00)
Keluhan Tidak ada Tidak yenyak
Pasien merasa khawatir
tentang kondisinya
Tidur Siang
Kuantitas 2 jam 2 jam
Kualitas Nyenyak Nyenyak
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Gaya Hidup tidak minum kopi, tidak minum kopi, tidak
tidak minum teh minum teh manis, tidak
manis, tidak minum minum minuman
minuman bersoda, bersoda, tidak merokok,
tidak merokok, tidak tidak meminum
meminum minuman minuman keras dan
keras dan tidak tidak menggunakan
menggunakan narkoba
37
narkoba
Olahraga
Jenis Jalan sore Jalan disekitar ruangan
Frekuensi Setiap sore Sore hari
Durasi 30 menit 30 menit
4. Pemeriksaan Fisik
1) Penampilan Umum : Pasien tampak tenang
2) Kesadaran : Compos mentis
3) TTV : TD: 145/90 mmHg, Nadi 85x/menit, Pernafasan 18x/menit, Suhu 36,5oC
BB 60
4) Antropometri : BB: 60 kg; TB: 170 cm; IMT: 2 = = 20,8
TB 1,72
(Sedang)
5) Sistem Pernafasan
Pasien tidak menggunakan alat bantu pernafasan, pasien tidak sesak nafas, tidak
terdengar suara nafas tambahan (ronchi maupun wheezing), RR: 18x/menit,
thorak simetris dan auskultasi paru vesikuler.
6) Sistem Kardiovaskuler
Nadi 85x/menit, konjungtiva merah muda, bunyi jantung S1 dan S2 reguler tidak
ada bunyi tambahan. Tidak tampak vena jugularis, tidak ada edema, CRT < 2
detik, tidak ada clubbing finger akral hangat, tidak ada edema pada palpebra.
7) Sistem Pencernaan
Tidak ada mual dan muntah, sklera putih, mukosa mulut lembab, terdapat refleks
menelan, bising usus 6x/menit, tidak terdengar bruit pada arteri abdominalis, tidak
ada nyeri tekan pada 4 kuadran abdomen, tidak ada pembesaran hepar dan ginjal,
tidak ada hemoroid.
8) Sistem Persyarafan
Tingkat kesadaran compos mentis, GCS 15 E4 M5 V6, terdapat refleks patella,
tidak terdapat kelumpuhan ekstermitas
9) Sistem Endokrin
38
Tidak terdapat riwayat penyakit Diabetes Mellitus, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid dan tidak bengkak
10) Sistem Perkemihan
Tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih, pasien tidak menggunakan kateter.
11) Sistem Integumen dan Imunitas
Turgor kulit < 3 detik, kulit lembab, tidak terdapat erytema, tidak ada oedema,
tidak ada ruam, warna kulit merata.
12) Sistem Wicara dan THT
- Wicara : Pasien dapat melakukan komunikasi dua arah dengan perawat secara
verbal, pasien tidak ada gangguan bicara, vokalisasi baik.
- Telinga : Pasien dapat mendengarkan detik jarum jam, telinga bersih, tidak
terdapat peradangan, tidak ada lesi, tidak ada cairan yang keluar, tidak ada nyeri
tekan, tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
- Hidung : Hidung pasien bersih, tidak terdapat secret, tidak terdapat peradangan,
pasien dapat membedakan bau kopi dan kayu putih,
- Tenggorokan : Terdapat refleks menelan, tidak terdapat pembengkakan kelenjar
thyroid, tidak ada luka ataupun nyeri tekan, warna kulit merata.
13) Sistem Penglihatan
Bola mata simetris, tidak ada edema, tidak ada kemerahan pada kelopak mata, alis
simetris, distribusi bulu mata merata, bulu mata mengarah ke luar, konjungtiva
merah muda, sclera putih bening, lensa jernih, pupil isokor, terdapat nyeri tekan
pada area mata. Pada pemeriksaan lapang pandang konfrontasi didapatkan hanya
dapat melihat pada bagian temporal. COA sedang, Pada pemeriksaan funduskopi
didapatkan gambaran C/D ratio 0,8 untuk mata kanan dan 0,9 untuk mata kiri.
degenerasi tigroid, tidak didapatkan mikoaneurisme, silver wire, maupun eksudat.
Tekanan bola mata 25mmHg (normal: 12-22 mmHg).
14) Sistem Muskuloskeletal:
Bentuk tangan dan kaki simetris, tidak ada malforasi tulang, tidak adak kekakuan
5 5
sendi, tidak ada deformitas tulang, kekuatan otot 5 pada semua ekstermitas, tidak ada 5 5
nyeri tekan dan edema, pasien dapat melakukan ROM
5. Data Psikologis
39
1) Status Emosi
Emosi pasien tampak stabil namun pasien cukup sedih melihat kondisi dan
penyakitnya.
2) Kecemasan
3) Pola Koping
40
Makna hidup : Pasien mengatakan bahwa hidup adalah anugerah dari
Tuhan yang harus dilaksanakan dengan baik
Pandangan terhadap sakit : Pasien mengatakan bahwa sakit yang dialaminya adalah
suatu cobaan yang diberikan oleh Tuhan kepada dirinya
untuk menguji imannya.
8. Data Penunjang
Hasil Laboratorium Tanggal: 30 Oktober 2020
1. Analisa Data
41
1 DS : Kelainan Anatomis Gangguan persepsi
- Pasien mengeluh lapang ↓ sensori: Visual
pandang pengelihatannya Kegagalan perkembangan organ mata
menjadi sempit dan terdapat ↓
tekanan pada area mata. Gangguan aliran drainase
- Pasien mengatakan tekanan ↓
terasa seperti mendorong mata Glaukoma sudut terbuka (obstruksi
keluar dan menyebar hingga aliran aqueus humor) dan glaucoma
ke area dahi sudut tertutup (drainase aqueus humor
- Pasien mengatakan tekanan terganggu)
mata timbul tenggelam dan ↓
jika sedang timbul kira kira Peningkatan tekanan intra okuler (TIO)
berdurasi 1-2 jam hingga ↓
pasien mengistirahatkan mata Tekanan pembuluh darah retina
nya ↓
DO : Kerusakan retina
- Terdapat nyeri tekan pada ↓
area mata. Gangguan fungsi pengelihatan
- Pada pemeriksaan lapang ↓
pandang konfrontasi Penurunan fungsi penglihatan
didapatkan hanya dapat ↓
melihat pada bagian temporal. Penurunan lapang pandang
- COA pasien sedang ↓
- Pada pemeriksaan funduskopi Gangguan persepsi sensori: visual
didapatkan gambaran C/D
ratio 0,8 untuk mata kanan
dan 0,9 untuk mata kiri.
- Tekanan bola mata 25mmHg
(normal: 12-22 mmHg).
2 DS : Kelainan Anatomis Kecemasan
- Pasien mengatakan cemas ↓
42
karena tidak mengetahui apa Kegagalan perkembangan organ mata
penyakit yang diderita ↓
- Pasien mengeluh lapang Gangguan aliran drainase
pandang pengelihatannya ↓
menjadi sempit dan terdapat Glaukoma sudut terbuka (obstruksi
tekanan pada area mata aliran aqueus humor) dan glaucoma
DO : sudut tertutup (drainase aqueus humor
- Pasien terlihat sering bertanya terganggu)
seputar penyakitnya ↓
- TD: 145/90 mmHg, Peningkatan tekanan intra okuler (TIO)
- Nadi 85x/menit ↓
- Terdapat nyeri tekan pada Tekanan pembuluh darah retina
area mata. ↓
- Pada pemeriksaan lapang Kerusakan retina
pandang konfrontasi ↓
didapatkan hanya dapat Gangguan fungsi pengelihatan
melihat pada bagian temporal ↓
- Pasien merasa khawatir Penurunan fungsi penglihatan
dengan penyakitnya karena ↓
tidak mengetahui penyakit apa Penurunan lapang pandang
yang diderita dan pasien juga ↓
sering bertanya kepada dokter Gangguan persepsi sensori: visual
dan perawat ↓
- Pola tidur berkurang dari 7 Kurang terpaparnya informasi
jam menjadi 4 jam dan tidak ↓
nyenyak karena pasien Kurang pengetahuan
khawatir mengenai kondisinya ↓
Kecemasan
3 DS : Kelainan Anatomis Resiko cidera
- Pasien mengeluh lapang ↓
pandang pengelihatannya Kegagalan perkembangan organ mata
43
menjadi sempit dan terdapat ↓
tekanan pada area mata. Gangguan aliran drainase
- Pasien mengatakan tekanan ↓
terasa seperti mendorong mata Glaukoma sudut terbuka (obstruksi
keluar dan menyebar hingga aliran aqueus humor) dan glaucoma
ke area dahi sudut tertutup (drainase aqueus humor
- Pasien mengatakan tekanan terganggu)
mata timbul tenggelam dan ↓
jika sedang timbul kira kira Peningkatan tekanan intra okuler (TIO)
berdurasi 1-2 jam hingga ↓
pasien mengistirahatkan mata Tekanan pembuluh darah retina
nya ↓
Kerusakan retina
↓
DO : Gangguan fungsi pengelihatan
- Terdapat nyeri tekan pada ↓
area mata. Penurunan fungsi penglihatan
- Pada pemeriksaan lapang ↓
pandang konfrontasi Penurunan lapang pandang
didapatkan hanya dapat ↓
melihat pada bagian temporal. Gangguan persepsi sensori: visual
- COA pasien sedang ↓
- Pada pemeriksaan funduskopi Resiko cidera
didapatkan gambaran C/D
ratio 0,8 untuk mata kanan
dan 0,9 untuk mata kiri.
- Tekanan bola mata 25mmHg
(normal: 12-22 mmHg).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori b.d. gangguan penerimaan sensori
44
2. Kecemasan b.d deficit pengetahuan pasien terhadap penyakit glaukoma
3. Resiko ceders b.d penurunan ketajaman visual
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Diagnosa Keperawatan Rasional
Hasil Keperawatan
Gangguan Persepsi Setelah dilakukan 1. Observasi ketajaman 1. Ketajaman penglihatan
Sensori b.d. gangguan tindakan keperawatan penglihatan pasien mengidentifikasi
penerimaan sensori selama 2 x 24 jam, kemampuan visual
ketajaman penglihatan pasien
DS :
pasien meningkat
- Pasien mengeluh dengan 2. Sesuaikan lingkungan 2. Untuk meningkatkan
lapang pandang untuk optimal kemampuan persepsi
Kriteria hasil :
pengelihatannya penglihatan sensori dan membantu
menjadi sempit dan - Mampu - Orientasikan pasien pasien melakukan
terdapat tekanan pada mengidentifikasi terhadap ruang aktivitas secara
area mata. faktor-faktor yang rawat mandiri
- Pasien mengatakan mempengaruhi - Letakkan alat yang
tekanan terasa seperti fungsi penglihatan sering digunakan di
mendorong mata - Mampu mengenal dekat pasien atau
keluar dan menyebar gangguan sensori pada sisi mata yang
hingga ke area dahi dan berkompensasi lebih sehat
- Pasien mengatakan terhadap perubahan. - Berikan
tekanan mata timbul pencahayaan cukup:
tenggelam dan jika hindari cahaya
sedang timbul kira menyulitkan
kira berdurasi 1-2 jam - Letakkan alat di
hingga pasien tempat yang tetap
mengistirahatkan 3. Kolaborasi dengan
3. Timolol dapat
mata nya dokter : pemberian
menurunkan
45
Timolol 0,25% pembentukan
aqueushumor tanpa
DO :
mengubah ukuran
- Terdapat nyeri tekan pupil, penglihatan,
pada area mata. 4. Berikan pendidikan atau akomodasi mata.
- Pada pemeriksaan kesehatan mengenai 4. Nutrisi yang sesuai
lapang pandang nutrisi yang dapat mempercepat
konfrontasi diperlukan pasien proses penyembuhan
didapatkan hanya fungsi mata
dapat melihat pada
bagian temporal.
- COA pasien sedang
- Pada pemeriksaan
funduskopi
didapatkan gambaran
C/D ratio 0,8 untuk
mata kanan dan 0,9
untuk mata kiri.
- Tekanan bola mata
25mmHg (normal:
12-22 mmHg).
Kecemasan b.d deficit Setelah dilakukan 1. Kaji informasi 1. Mengetahui
pengetahuan pasien tindakan keperawatan tentang kondisi individu, pemahaman pasien
terhadap penyakit selama 1 x 24 Jam, kondisi penyakit terkait kondisinya dan
glaukoma pasien menunjukkan meningkatkan kerjasama
pemahaman tentang ko dengan perawat
DS :
ndisi, proses penyakit
2. Perasaan puas setelah
- Pasien mengatakan pengobatan, 2.Dorong pasien untuk
mengungkapkan masalah
cemas karena tidak mengungkapkan
1- Pasien menyatakan yang dihadapi sehingga
mengetahui apa perasaaan, kekhawatiran
pemahaman bisa membantu menerima
penyakit yang dan persepsinya
mengenai kondisinya
diderita
46
- Pasien mengeluh kondisi/proses 3. Berikan pendidikan 3. Penkes dapat
lapang pandang penyakit & kesehatan mengenai meningkatkan
pengelihatannya pengobatan kondisi / proses pemahaman dan
menjadi sempit dan penyebab, dan penyakit: kemampuan pasien
terdapat tekanan pada komplikasi sehingga dapat
a. Pengertian
area mata glaucoma mengurangi kecemasan
b. Tanda Gejala
DO : 2- Pasien dan
c. Penyebab
keluarga mampu
- Pasien terlihat sering d. Komplikasi
melaksakan
bertanya seputar e. Pengobatan
prosedur
penyakitnya
pengobatan yang 3. Menjelaskan prosedur
- TD: 145/90 mmHg,
dijelaskan secara 3. Jelaskan prosedur dan apa yang akan
- Nadi 85x/menit
benar tindakan yang akan dirasakan akan mencegah
- Terdapat nyeri tekan
dilakukan dan apa yang pasien dalam mengalami
pada area mata.
akan dirasakan pasien kecemasan
- Pada pemeriksaan
selama tindakan 4. Monitor kecemasan
lapang pandang
4. Monitor perubahan sebagai tolak ukur
konfrontasi
perasaan kecemasan tindakan keperawatan
didapatkan hanya
pasien selanjutnya
dapat melihat pada
bagian temporal
- Pasien merasa
khawatir dengan
penyakitnya karena
tidak mengetahui
penyakit apa yang
diderita dan pasien
juga sering bertanya
kepada dokter dan
perawat
- Pola tidur berkurang
dari 7 jam menjadi 4
47
jam dan tidak
nyenyak karena
pasien khawatir
mengenai kondisinya
Resiko cidera b.d Setelah dilakukan 1. Monitoring TTV 1. Untuk mengetahui
penurunan ketejaman tindakan keperawatan perkembangan kondisi
visual selama 1x 24 jam, pasien
pasien tidak
DS :
mengalami resiko
2. Anjurkan pasien
- Pasien mengeluh jatuh, dengan Kriteria 2 Aktivitas yang berlebih
untuk menghindari
lapang pandang Hasil : dapat meningkatkan
aktivitas yang berlebih
pengelihatannya resiko jatuh.
menjadi sempit dan - Menciptakan
3. Beritahu keluarga 3. Untuk memudahkan
lingkungan yang aman
terdapat tekanan pada untuk mebantu pasien pasien dalam beraktivitas
untuk pasien
area mata. dalam beraktivitas dan mengurangi resiko
- Pasien mengatakan - Orang sekitar pasien
cidera
tekanan terasa seperti mengetahui cara
mendorong mata menghindari resiko
keluar dan menyebar jatuh
hingga ke area dahi
- Pasien mengatakan
tekanan mata timbul
tenggelam dan jika
sedang timbul kira
kira berdurasi 1-2 jam
hingga pasien
mengistirahatkan
mata nya
DO :
48
- Terdapat nyeri tekan
pada area mata.
- Pada pemeriksaan
lapang pandang
konfrontasi
didapatkan hanya
dapat melihat pada
bagian temporal.
- COA pasien sedang
- Pada pemeriksaan
funduskopi
didapatkan gambaran
C/D ratio 0,8 untuk
mata kanan dan 0,9
untuk mata kiri.
- Tekanan bola mata
25mmHg (normal:
12-22 mmHg).
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
49
pasien
E/ : Visus mata OD 6/20 dan OS 6/40
Pasien mengatakan penglihatannya kabur Anna
50
memberikan obat tetes mata Timolol
0,25% Imam
E/ : Obat tetes mata dapat diberikan
kepada pasien. Pasien mengatakan
matanya menjadi lebih segar dan
penglihatan tampak lebih jelas
3 Memonitor perubahan perasaan kecemasan Lia
pasien
E/ pasien merasa sudah tidak khawatir
setelah mendapatkan penjelasan dari
perawat dan pasien terlihat tampak tenang
2 Mengobservasi TTV
E/ : TD : 145/80 mmHg, Nadi 90 x / menit,
Pernafasan 18 x / menit, Suhu 36,5oC
2 4 November 2020 1 Melakukan kolaborasi dengan dokter :
07.00 menjelaskan prosedur dan memberikan
obat tetes mata Timolol 0,25%
E/ : Obat tetes mata diberikan 2 tetes per
mata. Pasien mengatakan matanya menjadi Martha
lebih segar dan lebih jelas melihat.
51
Pencahayaan ruangan cukup. Pasien
mengatakan akan menyimpan alat di
tempat yang sama
Nuril
E. CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal/Waktu DX CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
3 November 2 S:
2020 - Pasien mengatakan dapat memahami hal yang
dijelaskan perawat.
- Pasien mengatakan tidak merasa khawatir lagi
O:
- Pasien dapat mengulang pengertian, tanda
gejala, penyebab, komplikasi dan pengobatan
glaukoma.
- Pasien terlihat sudah tenang
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan Oktaviani
3 November 3 S:
2020 - Pasien mengatakan akan melakukan aktivitas
secukupnya saja.
O:
- TD : 138/80 mmHg, Nadi 75 x / menit,
Pernafasan 20 x / menit, Suhu 36,6oC
- Keluarga pasien terlihat membantu aktivitas
pasien.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan Refalni
4 November 1 S: Amelia
2020 - Pasien mengatakan matanya menjadi lebih
52
segar dan penglihatan tampak lebih jelas
O:
- TD : 130/80 mmHg, Nadi 75 x / menit,
Pernafasan 20 x / menit, Suhu 36,6oC
- Pencahayaan di ruangan cukup
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I:
- Melakukan kolaborasi dengan dokter :
memberikan obat tetes mata Timolol 0,25%
- Menyesuaikan lingkungan untuk optimal
penglihatan
- Mengbservasi TTV
- Mengobservasi ketajaman penglihatan pasien
E:
- Pasien mengatakan matanya menjadi lebih
segar dan penglihatan tampak lebih jelas
- TD : 138/80 mmHg, Nadi 75 x / menit,
Pernafasan 20 x / menit, Suhu 36,6oC, GDS
135 mg/dl
- Pencahayaan di ruangan cukup
R:-
F. EVALUASI
53
di tempat yang sama.
- Pencahayaan di ruangan cukup.
- TTV
TD : 130/80 mmHg,
Nadi 85 x / menit,
Pernafasan 20 x / menit,
Suhu 36,7oC,
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
54
BAB III
3.2. Kesimpulan
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan meningkatnya tekanan intraokuler
secara patologis, kadang meningkat cepat sampai 60 sampai 70 mm Hg. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf papil saraf
optik dan menciutnya lapang pandang (Ilyas et al., 2015).
3.3. Rekomendasi
Kita sebagai tenaga kesehatan harus bisa membantu pasien untuk meringankan keluhan
utamanya. Asuhan keperawatan ini salah satunya sebagai implementasi tenaga keperawatan
yang dapat membantu meringankan masalah pasien. Oleh karena itu asuhan keperawatan ini
harus dipelajari dengan benar.
55
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma. Hardi (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Dignosa
Medis dan Nanda Jili. Yogyakarta: Mediaction
Puti, L. (2016). Gambaran Glaukoma Di Bagian Mata RSUP. Dr. M. Djamil. Padang:
Universitas Andalas
Wijaya, A.S. & Putri, Yessie M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika
56
57