Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Desember 2012 Vol.

17 (3): 153158
ISSN 0853 – 4217

Pengembangan Model Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka


dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat
(Integrated Marketing and Partnership Model Development of Medicinal
Plants for Community Empowerment Around Forest Area in Sukabumi
District, West Java Province)
*
Leti Sundawati , Ninuk Purnaningsih, Edy Djauhari Purwakusumah

ABSTRAK
Sebagian besar masyarakat sekitar hutan di Kabupaten Sukabumi adalah petani miskin. Salah satu komoditas
yang mereka usahakan adalah tanaman obat atau biofarmaka, tetapi masih dibudidayakan secara sederhana
sehingga mutunya tidak standar. Hal ini mengakibatkan petani tidak menerima harga yang layak. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, dilakukan penguatan kapasitas dan pemberdayaan petani dengan tujuan agar terbangun
model pemasaran terpadu biofarmaka dan kelembagaan kelompok tani yang berdaya saing sehingga dapat
bermitra dengan industri biofarmaka secara saling menguntungkan. Sasaran kegiatan adalah para petani anggota
Gapoktan Srijaya di Desa Mekarjaya, Kecamatan Ciemas. Tahap persiapan dan kelayakan pembentukan model
dilakukan dengan pengumpulan data kondisi saat itu melalui survei, wawancara mendalam, dan focus group
discussion. Gabungan kelompok tani dikuatkan melalui pelatihan tentang kewirausahaan, budi daya dan
pengolahan biofarmaka, pendampingan pengembangan kelembagan Gapoktan, dan pembuatan demplot budi daya
biofarmaka. Jejaring usaha agribisnis dibangun melalui kesepakatan pemasaran antara Gapoktan Srijaya dan dua
perusahaan industri biofarmaka.

Kata kunci: biofarmaka, kapasitas kelembagaan, pemasaran, pemberdayaan

ABSTRACT
Most of the community surrounding forest areas in Sukabumi District are poor farmers. They traditionally
cultivate medicinal plants. However, quality of the products is not standardized, and hence, low price. Therefore, it
is needed to strengthen and empower the farmer capacity, by developing an integrated marketing model for
medicinal plants and by enhancing the competitiveness of the farmer group institution so that they can build a
partnership with industry. This activity involved farmers at Mekarjaya Village, Ciemas Subdistrict who are member
of Srijaya Farmer Groups Association. Survey, in-depth interview, and focus group discussion were conducted to
get data on the existing condition. Farmer institution strengthening was conducted through trainings for farmers on
entrepreneurship, medicinal plant cultivation and processing, facilitation of farmer group institution, and
establishment of demonstration plots of medicinal plant cultivation. Agribusiness networking and partnership was
built through the memorandum of understanding on marketing between Sri Jaya with two biopharmaca companies.

Keywords: empowerment, farmer institution, marketing, medicinal plant, partnership

PENDAHULUAN hatan, seharusnya pula, kekayaan alami (biore-


sources) tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.
dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Terdapat Strategi pengembangan agribisnis biofarmaka
sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dapat mengambil bentuk pola-pola penumbuhan dan
dan 950 spesies di antaranya diketahui memiliki penguatan kelembagaan berbasis pada komunitas
fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan, hewan, dan lokal/petani, utamanya bagi produk biofarmaka yang
mikrob yang berpotensi sebagai obat, makanan telah lazim dibudidayakan oleh masyarakat setempat,
kesehatan, nutraseutikal, baik untuk manusia, hewan seperti temulawak dan jahe. Berbagai pola pengem-
maupun tanaman. Dengan keanekaragaman hayati- bangan agribisnis biofarmaka dapat dilakukan, umpa-
nya, seharusnya Indonesia mampu menjadi pusat manya melalui pola kemitraan yang memadukannya
pengembangan agribisnis berbasiskan biofarmaka. dengan perusahaan jamu baik skala regional maupun
Dengan kekayaan biota bahan obat-obatan tradisonal, nasional atau dengan kelembagaan sosial dan ekono-
bahan kosmetika alami dan bahan pemelihara kese- mi lainnya. Peluang permintaan akan bahan obat-
obatan yang terus terbuka, diiringi dengan semakin
Pusat Studi Biofarmaka, Lembaga Penelitian dan banyaknya perusahaan yang masuk ke bidang pengo-
Pengabdian kepada Masyrakat, Institut Pertanian Bogor, lahan obat-obatan dan kosmetik berbahan baku
Jl. Taman Kencana 3, Bogor 16151. biofarmaka, menimbulkan keadaan yang kondusif
* Penulis korespondensi: E-mail: leti_sunda@yahoo.com bagi perusahaan agribisnis biofarmaka atau petani
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Desember 2012 Vol. 17 (3): 153158
ISSN 0853 – 4217

Pengembangan Model Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka


dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat
(Integrated Marketing and Partnership Model Development of Medicinal
Plants for Community Empowerment Around Forest Area in Sukabumi
District, West Java Province)
*
Leti Sundawati , Ninuk Purnaningsih, Edy Djauhari Purwakusumah

ABSTRAK
Sebagian besar masyarakat sekitar hutan di Kabupaten Sukabumi adalah petani miskin. Salah satu komoditas
yang mereka usahakan adalah tanaman obat atau biofarmaka, tetapi masih dibudidayakan secara sederhana
sehingga mutunya tidak standar. Hal ini mengakibatkan petani tidak menerima harga yang layak. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, dilakukan penguatan kapasitas dan pemberdayaan petani dengan tujuan agar terbangun
model pemasaran terpadu biofarmaka dan kelembagaan kelompok tani yang berdaya saing sehingga dapat
bermitra dengan industri biofarmaka secara saling menguntungkan. Sasaran kegiatan adalah para petani anggota
Gapoktan Srijaya di Desa Mekarjaya, Kecamatan Ciemas. Tahap persiapan dan kelayakan pembentukan model
dilakukan dengan pengumpulan data kondisi saat itu melalui survei, wawancara mendalam, dan focus group
discussion. Gabungan kelompok tani dikuatkan melalui pelatihan tentang kewirausahaan, budi daya dan
pengolahan biofarmaka, pendampingan pengembangan kelembagan Gapoktan, dan pembuatan demplot budi daya
biofarmaka. Jejaring usaha agribisnis dibangun melalui kesepakatan pemasaran antara Gapoktan Srijaya dan dua
perusahaan industri biofarmaka.

Kata kunci: biofarmaka, kapasitas kelembagaan, pemasaran, pemberdayaan

ABSTRACT
Most of the community surrounding forest areas in Sukabumi District are poor farmers. They traditionally
cultivate medicinal plants. However, quality of the products is not standardized, and hence, low price. Therefore, it
is needed to strengthen and empower the farmer capacity, by developing an integrated marketing model for
medicinal plants and by enhancing the competitiveness of the farmer group institution so that they can build a
partnership with industry. This activity involved farmers at Mekarjaya Village, Ciemas Subdistrict who are member
of Srijaya Farmer Groups Association. Survey, in-depth interview, and focus group discussion were conducted to
get data on the existing condition. Farmer institution strengthening was conducted through trainings for farmers on
entrepreneurship, medicinal plant cultivation and processing, facilitation of farmer group institution, and
establishment of demonstration plots of medicinal plant cultivation. Agribusiness networking and partnership was
built through the memorandum of understanding on marketing between Sri Jaya with two biopharmaca companies.

Keywords: empowerment, farmer institution, marketing, medicinal plant, partnership

PENDAHULUAN hatan, seharusnya pula, kekayaan alami (biore-


sources) tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.
dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Terdapat Strategi pengembangan agribisnis biofarmaka
sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dapat mengambil bentuk pola-pola penumbuhan dan
dan 950 spesies di antaranya diketahui memiliki penguatan kelembagaan berbasis pada komunitas
fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan, hewan, dan lokal/petani, utamanya bagi produk biofarmaka yang
mikrob yang berpotensi sebagai obat, makanan telah lazim dibudidayakan oleh masyarakat setempat,
kesehatan, nutraseutikal, baik untuk manusia, hewan seperti temulawak dan jahe. Berbagai pola pengem-
maupun tanaman. Dengan keanekaragaman hayati- bangan agribisnis biofarmaka dapat dilakukan, umpa-
nya, seharusnya Indonesia mampu menjadi pusat manya melalui pola kemitraan yang memadukannya
pengembangan agribisnis berbasiskan biofarmaka. dengan perusahaan jamu baik skala regional maupun
Dengan kekayaan biota bahan obat-obatan tradisonal, nasional atau dengan kelembagaan sosial dan ekono-
bahan kosmetika alami dan bahan pemelihara kese- mi lainnya. Peluang permintaan akan bahan obat-
obatan yang terus terbuka, diiringi dengan semakin
Pusat Studi Biofarmaka, Lembaga Penelitian dan banyaknya perusahaan yang masuk ke bidang pengo-
Pengabdian kepada Masyrakat, Institut Pertanian Bogor, lahan obat-obatan dan kosmetik berbahan baku
Jl. Taman Kencana 3, Bogor 16151. biofarmaka, menimbulkan keadaan yang kondusif
* Penulis korespondensi: E-mail: leti_sunda@yahoo.com bagi perusahaan agribisnis biofarmaka atau petani
154 ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 17 (3): 153158

biofarmaka untuk dapat meningkatkan pendapatan dipilih sebagai cara penting dalam upaya member-
rumah tangganya. Dengan demikian, kecenderungan dayakan petani biofarmaka.
meningkatnya peluang permintaan akan bahan-bahan Tujuan umum yang ingin dicapai adalah terba-
produk biofarmaka dapat dipandang sebagai salah ngunnya model pemasaran terpadu biofarmaka dan
satu jalan alternatif bagi peningkatan pendapatan terbangunnya kelembagaan kelompok tani biofarmaka
rumah tangga petani di tingkat petani lokal. yang berdaya saing sehingga dapat bermitra dengan
Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten industri biofarmaka (sebagai suatu model kemitraan)
terluas se-Jawa dan Bali, memiliki lahan kering yang saling menguntungkan. Tujuan khususnya ialah
109.658 ha berupa tegalan dan ladang yang dapat a) Mengembangkan kapasitas produksi dan ekono-
dioptimumkan untuk usaha biofarmaka, antara lain mi rumah tangga petani biofarmaka rimpang
pengembangan rimpang, khususnya temulawak. Saat dengan berbagai teknologi produksi dan pasca-
ini secara mandiri telah terdapat penanaman panen (GACP/GFP dan GMP);
temulawak tetapi belum menggunakan teknik budi b) Mengembangkan model pemasaran dan kelem-
daya yang tertata. Berbagai permasalahan budi daya bagaan serta pendampingan dalam rangka mem-
biofarmaka masih terdapat di sini, antara lain cara berdayakan petani biofarmaka;
budi daya belum sepenuhnya mengacu pada Stan- c) Mengembangkan dan memberdayakan infra-
dard Operating Procedure (SOP), bibit/benih yang struktur sosial ekonomi penopang kehidupan
digunakan bukan bibit/benih unggul sehingga produk- sosial-ekonomi agribisnis biofarmaka;
si rendah, harga yang berfluktuatif, keterbatasan d) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
modal usaha, belum ada jaminan pasar, dan terbatas- serta kapasitas kewirausahaan aktor agribisnis
nya akses informasi pasar. Masyarakat sekitar hutan biofarmaka;
di Kabupaten Sukabumi sebagian besar merupakan e) Mengembangkan jejaring usaha agribisnis biofar-
petani miskin dengan salah satu komoditasnya adalah maka di tingkat lokal-regional dengan melibatkan
tanaman obat atau biofarmaka. Namun, budi daya industri dan instansi Pemerintah terkait.
tanaman obat masih dilakukan petani secara
sederhana sehingga mutunya tidak standar. Sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan ini
Selama ini, identik dengan produk-produk perta- ialah
nian lainnya, produk biofarmaka inipun mengalami a) Terbangunnya kelembagaan petani yang ber-
banyak masalah pengembangan. Ada sejumlah ma- daya saing sehingga mampu menghasilkan
salah yang dihadapi oleh rumah tangga petani dalam produk olahan biofarmaka yang bermutu sesuai
upaya pengembangan tanaman (agribisnis) biofar- dengan standar bahan baku yang dibutuhkan
maka. Pertama, petani menghadapi kendala struktural industri obat tradisional;
berupa terbatasnya penguasaan keterampilan dan b) Terbangunnya kemitraan strategis antar pe-
pengetahuan, ketiadaan sumber rujukan dan infor- mangku kepentingan biofarmaka yang saling
masi produksi, budi daya dan pengolahan yang akan membutuhkan, saling mendukung, dan saling
mencirikan mutu tanaman biofarmaka, serta kurang- menguntungkan.
nya dukungan kelembagaan produksi (supporting
institutions) yang mencukupi untuk pengembangan
tanaman biofarmaka. Kedua, petani menghadapi METODE PENELITIAN
sejumlah kendala berdimensi kultural seperti moralitas
ekonomi, cara-pandang, etika subsistensi, serta sis- Lokasi aktivitas adalah di Desa Mekarjaya, Keca-
tem nilai pada produk yang dipilih. Dimensi kultural itu matan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Desa ini dipilih
telah menyebabkan rendahnya preferensi petani pada karena selain berada di sekitar kawasan hutan yang
pilihan tanaman obat sebagai komoditas pokok yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Sukabumi, juga
diusahakannya. direkomendasikan oleh Dinas Pertanian Kabupaten
Untuk mengatasi berbagai hal di atas, penguatan Sukabumi sebagai salah satu desa untuk pengem-
kapasitas dan penguatan dan pemberdayaan bangan tanaman obat karena memiliki lahan kering
kelembagaan (institutions empowerment and develop- yang cukup luas. Kegiatan dilakukan dari bulan
ment) petani dipilih sebagai pendekatan pokok untuk Februari sampai November 2011.
mempromosikan dan sebagai usaha untuk ‘membuka’ Sasaran kegiatan ini adalah petani yang tergabung
jaringan pasar biofarmaka bagi para petani. Jaringan dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sri Jaya
kemitraan dan kerja sama para petani (dalam yang berlokasi di Desa Mekarjaya. Gapoktan Srijaya
kelompok tani) dengan IOT atau industri lainnya, merupakan gabungan dari 8 kelompok tani dan
merupakan prioritas pendekatan yang dilakukan, beranggotakan 3050 orang petani per kelompok.
dengan tidak mengabaikan peran dari pemerintah
(Glover dan Kusterer 1990). Proses penguatan kapa- Metode dan Mekanisme Difusi
sitas dan kelembagaan harus dilakukan secara terus- Sebagai suatu kegiatan untuk percepatan difusi
menerus hingga suatu saat mereka mampu mengem- dan pemanfaatan iptek, kegiatan ini merupakan
bangkan sistem agribisnis tanaman obat secara kegiatan pemberdayaan masyarakat. Mekanisme
mandiri. Oleh karena itu pendekatan pendampingan difusi dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai
berikut:
ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 17 (3): 153158 155

 Subkegiatan I: persiapan dan kelayakan model digunakan untuk persawahan, kuburan, taman, dan
aplikatif prasarana umum lainnya.
1) Pengumpulan data keadaan awal, dalam rangka Jumlah penduduk Desa Mekarjaya pada bulan
penjajakan untuk pemberdayaan kelompok tani Juni 2008 ialah 7.988 jiwa yang terdiri atas 3.955 jiwa
dan appraisal kelayakan (teknologi, ekonomi, dan laki-laki dan 4.033 jiwa perempuan, dalam 2.387 KK.
sosial budaya), dilakukan dengan metode Sebagian besar penduduk bermatapencaharian
wawancara bebas dan wawancara mendalam ke sebagai petani (56,6%) dan buruh tani (32,3%).
petani, pedagang pengumpul, industri, dan instansi Penduduk Desa Mekarjaya mayoritas beretnis Sunda
yang terkait dengan pengembangan komoditas yang merupakan penduduk asli desa ini. Terdapat
biofarmaka di lokasi kegiatan. pula etnis lain yang merupakan pendatang, yaitu etnis
2) Untuk menjaring masukan, menggali informasi Jawa. Sebagian besar penduduk berpendidikan SD
yang lebih terinci, dan sosialisasi agenda kegiatan (68%). Selain itu terdapat sekitar 17,7% penduduk
agar menumbuhkan kesadaran untuk dapat terlibat berpendidikan SLTP, 11,9% berpendidikan SLTA, dan
dan berperan serta dalam kegiatan ini maka sisanya berpendidikan diploma dan perguruan tinggi.
dilakukan kegiatan focused group discussion Pada umumnya petani membudidayakan tanaman
(FGD) yang melibatkan pemangku kepentingan pangan, diantaranya adalah kacang tanah, kacang
(petani, pedagang pengumpul, Dinas Pertanian, panjang, padi sawah, padi ladang, cabe, tomat,
dan industri). Kegiatan FGD ini tidak saja untuk mentimun, buncis, dan terong. Selain itu mereka juga
bahan kajian dalam penerapan model kemitraan membudidayakan tanaman buah seperti jeruk,
agar lebih aplikatif juga dimaksudkan untuk mangga, papaya, durian, pisang, dan melinjo, dan
konfirmasi atas data hasil survei yang telah tanaman perkebunan seperti kelapa, cengkih, jarak
dilakukan sebelumnya. pagar, dan teh. Sebagian petani telah membudi-
3) Penyusunan model pengembangan lembaga dayakan tanaman obat dengan cara yang sederhana
kemitraan dan pemasaran temulawak yang lebih dan sebagian masih mengambil tanaman obat dari
aplikatif dilakukan oleh tim melalui sejumlah kawasan hutan dan kebun yang tumbuh alami. Jenis
diskusi, baik secara internal maupun dengan pihak tanaman obat yang ada di Desa Mekarjaya, di anta-
Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi, dan ranya adalah jahe, kunyit, lengkuas, temulawak, temu
instansi terkait lainnta seperti Balai Penyuluhan hitam, temu putih, temu kunci, daun sereh, dan
Pertanian Perkebunan Perikanan dan Kehutanan kencur.
(BP4K), Bappeda, dan Dinas Perdagangan dan Para petani tergabung dalam kelompok tani yang
Perindustrian. Kegiatan lain ialah pendekatan dan beranggota 30 sampai 50 orang. Kelompok-kelompok
negosiasi dengan pihak industri pengolahan tani tersebut telah membentuk gabungan kelompok
biofarmaka, yaitu PT SOHO yang berkantor pusat tani (gapoktan) bernama Gapoktan Srijaya. Gapoktan
di Jakarta dan PT Biofarindo di Bogor. ini terdiri atas 8 kelompok tani yang tersebar di
seluruh wilayah Desa Mekarjaya, yaitu Srijaya, Man-
 Subkegiatan II: Pelaksanaan penguatan diri, Maju Tani, Cempaka, Pamoyanan, Kiarajaya, Si-
kelompok tani/gabungan kelompok tani narjaya, dan Bayumulya.
1) Melakukan serangkaian pelatihan sebagai
salah satu metode untuk penguatan Kapasitas Produksi Petani
kelembagaan; Hasil survei pada 100 petani anggota Gapoktan
2) Mendampingi gapoktan sebagai upaya penguatan Srijaya menunjukkan bahwa sebagian besar petani
kelembagaan kelompok tani; memiliki lahan sendiri dan sebagian ada yang
3) Menguji coba penerapan model aplikatif, dengan menggarap lahan bekas perkebunan yang telantar.
melakukan penguatan Gapoktan sebagai lembaga Rata-rata luas pemilikan lahan di desa ini 1,17 ha,
yang membeli produk petani bekerja sama dengan dengan kisaran antara 0,2 dan 11 ha. Sekitar 61%
industri. petani memiliki lahan di bawah 1 ha.
Komoditas petanian umumnya adalah tanaman
pangan seperti padi, pisang, singkong, mentimun,
jagung, dan ubi jalar. Selain itu mereka juga menanan
HASIL DAN PEMBAHASAN tanaman obat berjenis rimpang seperti jahe, kunyit,
temulawak, dan lengkuas. Penanaman tanaman
Gambaran Umum Desa Mekarjaya pangan maupun tanaman jenis rimpang umumnya
Desa Mekarjaya merupakan salah satu desa yang dilakukan pada awal musim hujan. Rata-rata petani
berada dalam wilayah administratif Kecamatan menanam tanaman rimpang sekitar 800 m . Pera-
2
Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. watan tanaman rimpang dilakukan petani secara
Desa ini terletak sekitar 54 km dari kota Sukabumi. sederhana. Pupuk yang digunakan pun hanya pupuk
Desa ini terletak di sekitar kawasan hutan negara kandang, sedangkan hama terkadang tidak
yang dikelola Perum Perhutani dengan luas sekitar diberantas. Beberapa jenis rimpang bahkan tumbuh
3.250 ha (Pemerintahan Desa Mekarjaya 2008). Luas liar tanpa dikelola, baik di kebun petani maupun di
desa sekitar 2.396 ha. Sebagian besar lahan desa kawasan perkebunan dan hutan. Benih yang mereka
digunakan untuk perkebunan (43,5%). Lahan lainnya
156 ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 17 (3): 153158

gunakan diperoleh dari para penjual benih atau petani yang menjadi anggota kelompok tani.
mereka mengambilnya di hutan. Sebagian pedagang pengumpul kemudian menjual
Pekerjaan mulai dari tahap persiapan sampai hasil panen biofarmaka kepada ketua Gapoktan
panen, sebagian besar dikerjakan sendiri atau Srijaya yang merangkap sebagai tengkulak besar
menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Jika atau kepada tengkulak besar lainnya di luar
menggunakan tenaga kerja di luar keluarga, biayanya kecamatan. Apabila jumlah panen yang terkumpul
Rp20.000,0025.000,00 per hari orang kerja (HOK). dari petani cukup banyak, Gapoktan akan menjualnya
Modal yang digunakan petani sebagian besar ke Pasar Induk Kramat Jati di Jakarta dan apabila
diperoleh dari modal sendiri. Namun, jika petani hasil panen yang terkumpul hanya sedikit (kurang dari
kekurangan modal, mereka meminjam kepada teman 1 ton), dijual ke pasar kabupaten di Pelabuhan Ratu.
atau keluarga. Ketersediaan sarana kredit di daerah Pengawasan dan pembinaan pemasaran telah
tersebut cukup sulit sehingga para petani tidak dapat dilakukan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
mengembangkan usaha pertaniannya. Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan Peternakan
Faktor lingkungan seperti ketersediaan sarana dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Sukabumi.
transportasi dan telekomunikasi, sarana belajar, dan Namun, kegiatan tersebut masih terbatas pada
sumber informasi yang dapat mengingkatkan penyuluhan dan pengikutsertaan Gapoktan dalam
keberhasilan pertanian di Desa Mekarjaya pun dapat pameran pembangunan baik di dalam maupun di luar
dikatakan kurang memadai. kabupaten. Gambar 3 memperlihatkan jaringan
pemasaran biofarmaka saat ini di Desa Srijaya.
Pengetahuan Petani tentang Jenis dan Kegunaan Dengan mengevaluasi kondisi saat ini tentang
Tanaman Biofarmaka kelembagaan pemasaran dan tingkat kemitraan
Sekitar 60% petani (dari 100 responden) telah antarpemangku kepentingan, rancangan pengem-
mengetahui 8 jenis tanaman biofarmaka dari 12 jenis bangan model kemitraan dan pemasaran yang
yang ditanyakan. Semua petani mengetahui jenis dibangun tertera pada Gambar 4. Desain kelemba-
tanaman jahe, kunyit, dan lengkuas. Temulawak gaan petani dalam model pemasaran ini berkaitan
sebagai salah satu tanaman biofarmaka yang akan dengan konsep “hubungan kelembagaan”, yakni
diintroduksikan telah diketahui oleh 75% petani. Dari menggambarkan pola-pola hubungan antara kelem-
semua jenis rimpang obat tersebut, hampir semua bagaan petani dan institusi lainnya. Pola ini perlu
petani tidak mengetahui cara mengolahnya. Gambar dipahami guna membangun jejaring. Upaya pengem-
1 memperlihatkan distribusi jumlah petani berdasar- bangan jejaring tersebut dapat dianalisis dengan
kan pengetahuannya akan tanaman biofarmaka. pemahaman dan penjelasan yang holistik antara
Sebagian besar petani mempersepsikan kegunaan modal sosial, modal ekonomi, dan modal fisik
tanaman biofarmaka sebagai bumbu atau rempah, (Dharmawan & Tony 2005).
dan sebagian yang lain untuk obat terutama tanaman
jahe yang sudah banyak dikenal dan ditanam oleh Pengembangan Model Pemasaran Biofarmaka
petani. Distribusi petani berdasarkan pengetahuannya Jejaring dalam ‘kelembagaan petani yang utuh’
akan kegunaan tanaman biofarmaka disajikan pada tersebut secara konseptual harus dibangun dan
Gambar 2. dikembangkan melalui aktivitas kolaborasi antar-
pemangku kepentingan atau antarlembaga berdasar-
Mekanisme Pemasaran Biofarmaka kan kepercayaan. Secara konseptual desain kelem-
Ketika tanaman telah dipanen, petani langsung bagaan dan hubungan kelembagaan tersebut diran-
menghubungi pedagang pengumpul yang berada di cang dengan membangun kolaborasi antarpemangku
kampungnya atau di kampung terdekat. Di Desa kepentingan, yang meliputi pola relasi antarsektor
Mekarjaya terdapat beberapa pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul ini pada umumnya juga adalah

Gambar 1 Persentase petani yang mengetahui jenis Gambar 2 Persentase petani yang mengetahui kegunaan
tanaman biofarmaka. tanaman biofarmaka menurut jenis tanaman.
ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 17 (3): 153158 157

Gambar 3 Existing kelembagaan pemasaran biofarmaka di Gambar 4 Model kemitraan dan pemasaran terpadu
Desa Mekarjaya. biofarmaka di Desa Mekarjaya.
swasta (perusahaan swasta), sektor publik (lembaga 2
seluas sekitar 9000 m . Pola tanam yang diujicobakan
pemerintah di berbagai hierarki), dan sektor kelemba- berupa pola tanam monokultur biofarmaka, tumpang-
gaan petani. Dalam tataran atau aras operasional sari jagung dengan tanaman biofarmaka, dan pola
memungkinkan bentuk kolaborasi tersebut dibangun agroforestri tanaman biofarmaka dengan pohon
tidak hanya dalam kerangka ikatan antarpemangku jabon. Setiap pola tanam dilakukan pada lahan seluas
kepentingan, tetapi dapat pula dalam ikatan share- 2
1000 m pada tiga lokasi berbeda yang dilakukan dan
holder, seperti pengembangan kemitraan. dikelola oleh kelompok-kelompok tani anggota
Model pemasaran tersebut sudah terbentuk, Gapoktan Srijaya.
dengan telah dibuatnya kesepakatan pemasaran Selain pelatihan, dilakukan pula pendampingan
antara Gapoktan Srijaya dan PT Biofarindo dan PT bagi Gapoktan guna membenahi dan menguatkan
SOHO, tetapi belum sampai terwujud secara nyata. kelembagaan berupa pendampingan untuk membe-
Hal ini karena saat ini petani baru dalam tahap nahi pangkalan data Gapoktan serta menyusun
penanaman yang sesuai GAP dan belum panen. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
Diharapkan pada tahun depan model pemasaran ini (AD/ART) yang belum dimiliki oleh Gapoktan Srijaya.
sudah bisa berjalan sesuai dengan harapan.

Peningkatan Kapasitas Petani dan Kelembagaan


KESIMPULAN
Petani
Untuk meningkatkan kapasitas sumber daya
Model pemasaran terpadu biofarmaka telah
manusia dan kapasitas kelembagaan pengembangan
terbentuk dan diharapkan dapat berfungsi efektif pada
usahatani dan pemasaran komoditas biofarmaka di
tahun yang akan datang karena sifat komoditas
Desa Mekarjaya dilakukan berbagai kegiatan pela-
biofarmaka jenis rimpang yang membutuhkan waktu
tihan dan pendampingan. Pelatihan yang telah dilaku-
kan ialah (a) pelatihan dan bimbingan GAP budi daya tanam sampai panen 610 bulan.
Kapasitas petani dan kelembagaan petani yang
biofarmaka, dilengkapi dengan pembuatan demplot,
telah ditingkatkan melalui berbagai pelatihan dan
(b) pelatihan dan bimbingan proses pengolahan
pendampingan diharapkan mampu memperkuat daya
rimpang menjadi simplisia dengan GMP, (c) pelatihan
saing petani dan lembaga Gapoktan baik dalam
manajemen produksi, dan (d) pelatihan kewirausa-
usahatani maupun pemasaran hasil usahatani
haan dan manajemen pemasaran bagi para petani
khususnya komoditas biofarmaka. Inisiasi penguatan
dan pedagang pengumpul sehingga terbangun jiwa
petani dan kelembagaan petani telah dilakukan, tetapi
bisnis.
hasil nyata dari kegiatan tersebut membutuhkan
Pelatihan dan bimbingan budi daya biofarmaka
proses yang cukup lama.
disertai juga dengan pembuatan demplot budi daya
komoditas biofarmaka temulawak, kunyit, dan jahe
158 ISSN 0853 – 4217 JIPI, Vol. 17 (3): 153158

UCAPAN TERIMA KASIH Glover D, Kusterer K. 1990. Small Farmers Big


Business: Contract Farming and Rural Develop-
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ment. London (GB): Macmillan.
Kementerian Riset dan Teknologi yang telah mem- Pemerintahan Desa Mekarjaya. 2008. Laporan Umum
biayai kegiatan percepatan dan difusi pemanfaatan Desa Mekarjaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten
iptek ini, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabu- Sukabumi. Sukabumi (ID).
paten Sukabumi, para petani Desa Mekarjaya, dan
para penyuluh yang telah mendukung kegiatan ini. Putri EIK, Sundawati L, Purnaningsih N, Purwa-
kusumah ED, Gulamahdi M. 2006. Model Kemi-
traan and Pemasaran Terpadu Biofarmaka di Kota
DAFTAR PUSTAKA Semarang, Provinsi Jawa Tengah. (Laporan
Penelitian). Bogor (ID): Pusat Studi Biofarmaka,
Dharmawan AH, Tony F. 2005. Interaksi dan Relasi LPPM Institut Pertanian Bogor.
antara Kelembagaan Petani Tingkat Internasional Scott WR. 1995. Institutions and Organizations.
dan Nasional. [Laporan]. Pusat Studi Foundations for Organizational Science. London
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Bogor (GB): Sage.
(ID): Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai